You are on page 1of 8

A.

Antagonisme pada Kapang


Hubungan antara mikroorganisme dengan organisme lain yang saling
menekan pertumbuhannya disebut antagonisme. Bentuk interaksi ini merupakan
suatu hubungan asosial. Biasanya Spesies yang satu menghasilkan suatu senyawa
kimia yang dapat meracuni spesies lain yang menyebabkan pertumbuhan spesies
lain tersebut terganggu. Interaksi antagonisme disebut juga antibiois. Biasanya
bentuk interaksi ini muncul karena ada beberapa jenis mikroorganisme yang
menempati ruang dan waktu yang sama, sehingga mereka harus memperebutkan
nutrisi untuk tetap dapat tumbuh dan berkembangbiak. Akhirnya dari interaksi
semacam ini memberikan efek beberapa mikroorganisme tumbuh dengan optimal,
sementara mikroorganisme lain tertekan pertumbuhannnya.
Mikroba antagonis yang memiliki kemampuan antimikroba tersebut dapat
menghasilkan senyawa antimikroba. Senyawa antimikroba yang dihasilkan oleh
mikroba pada umumnya merupakan metabolit sekunder yang tidak digunakan
untuk proses pertumbuhan (Schlegel, 1993), tetapi untuk pertahanan diri dan
kompetisi dengan mikroba lain dalam mendapatkan nutrisi, habitat, oksigen,
cahaya dan lain-lain (Baker dan Cook, 1974). Senyawa antimikroba tersebut
dapat digolongkan sebagai anti bakteri atau anti fungi (Pelczar dan Chan, 2005).
Beberapa senyawa antimikroba

adalah fenol, formaldehida, (Dwidjoseputro,

2003), antibiotik, asam, dan toksin (Verma et al., 2007). Mikroba yang
mensekresikan substansi tersebut biasanya mendapat keuntungan karena dapat
memperluas wilayah dan menyerap nutrisi yang ada pada daerah tersebut (Talaro,
2001). Peristiwa tersebut dapat dilihat pada antagonisme antar kapang gambar 1 di
bawah ini.

Gambar 1. Antagonisme antara kapang endofit


dengan kapang pathogen S. Sclerotiorum (Rocha
et al., 2009)

Mekanisme antagonistik cendawan antagonis meliputi hiper-parasitisme


(mikoparasit), antibiosis dan kompetisi, mekanisme tersebut dapat dilihat pada
gambar 2.

Parasitisme terjadi bila organisme yang satu menyerap nutrisi dari organisme lain,

bahkan hifa antagonis dapat tumbuh di dalam hifa patogen (hiperparasit)


Antibiosis adalah penghambatan atau perusakan melalui hasil metabolit, termasuk

kemampuannya mengeluarkan zat beracun toksin.


Kompetisi adalah usaha untuk memperoleh keuntungan dari substrat/nutrisi inang
(karbohidrat, nitrogen, faktor tumbuh) dan tempat (tempat reseptor sel, dan
oksigen).

Gambar 2. Mekanisme antagonis antar kapang,


diantaranya parasitisme, amensalisme, dan kompetisi.

Berbagai spesies mikroba antagonis telah berhasil dievaluasi keefektifannya


sebagai agen pengendali penyakit pada tanaman. Penggunaan agen pengendali
hayati (APH) dalam mengendalikan organisme pengganggu tanaman (OPT)
semakin berkembang karena cara ini lebih unggul disbanding pengendalian
berbasis pestisida. Beberapa keunggulan tersebut adalah :
1. Aman bagi manusia, musuh alami dan lingkungan.
2. Dapat mencegah timbulnya ledakan OPT (Organisme Pengganggu
Tanaman) sekunder.
3. Produk tanaman yang dihasilkan bebas dari residu pestisida.
4. Terdapat di sekitar pertanaman sehingga mengurangi ketergantungan
petani terhadap pestisida sintesis.
5. Menghemat biaya produksi karena aplikasi cukup satu atau dua kali
musim panen.

B. Kapang Antagonisme
1. Trichodermasp.
Trichoderma diketahui

memiliki

kemampuan

antagonis

terhadap

cendawan patogen. Trichoderma mudah ditemukan pada ekosistem tanah dan akar
tanaman. Cendawan ini adalah mikroorganisme yang menguntungkan, avirulen
terhadap tanaman inang, dan dapat memarasit cendawan lainnya (Harman et al.,
2004). Trichoderma merupakan cendawan yang berasosiasi dengan tanaman,
sering ditemukan endofit pada akar dan daun. Trichoderma sp. asal daun teh
mampu menekan perkembangan penyakit brown blight (Glomerella cingulata)
yang juga berasal dari daun teh dengan persentase penghambatan yang lebih dari
50%.

Harman

(2012),

menyatakan

bahwa

Trichoderma

sp. mampu

mengendalikan berbagai jenis cendawan patogen, namun banyak strain


Trichoderma sp. yang lebih efisien dalam menghambat beberapa patogen
dibandingkan patogen yang lain.
Interaksi awal dari Trichoderma spp. yaitu dengan cara hifanya membelok
ke arah cendawan inang yang diserangnya. Ini menunjukkan adanya fenomena

respons kemotropik pada Trichoderma spp. Karena adanya rangsangan dari hifa
inang ataupun senyawa kimia yang dikeluarkan oleh cendawan inang. Ketika
mikoparasit itu mencapai inangnya, hifanya kemudian membelit atau menghimpit
hifa inang tersebut dengan membentuk struktur seperti kait (hook-like structure),
mikoparasit ini juga terkadang memenetrasi miselium inang dengan mendegradasi
sebagian dinding sel inang. Mekanisme tersebut dapat dilihat pada gambar 3.

Gambar 3. Mekanisme pembelitan hifa inang oleh


Trichoderma spp.

Trichoderma sp. Menghasilkan enzim dan senyawa antibiosis yang


mampu menghambat bahkan membunuh patogen. Senyawa antibiosis tersebut
yaitu gliotoxin, glyoviridin dan Trichodermin yang sangat berat menghambat
pertumbuhan patogen. Banyak juga dilaporkan Trichoderma sp. Mampu
memproduksi senyawa volatil dan non-volatil antibiotik. Senyawa ini
mempengaruhi dan menghambat banyak sistem fungsional dan membuat
patogen rentan. (Vey et al., 2001).

2. Penicillium citrinum
Penicillium citrinum merupakan jamur yang bersifat antagonistik terhadap
Ganoderma boninense pada kelapa sawit. Penicillium menghasilkan senyawa
yang mampu menghambat pertumbuhan bakteri/kapang sehingga tidak dapat
tumbuh di sekitar kapang penicillium. Senyawa tersebut merupakan hasil dari
metabolisme sekunder yang berupa antibiotic. P.citrinum menghasilkan citrin
yang berperan sebagai fungistatik yang dapat menghambat pertumbuhan jamur

lain (Domsch et al., 1980). Macam-macam mekanisme aksi antibiotik adalah


sebagai berikut.

Menghambat sintesis dinding sel.

Merusak membran sel.

Menyebabkan kesalahan pembacaan kode m-RNA dan mengganggu


permeabilitas. Kesalahan dalam pembacaan m-RNA dapat menyebabkan
kesalahan dalam protein yang dibentuk mikroorganisme sehingga dapat
mematikan mikroorganisme tersebut. Menghambat sintesis protein. Dapat
dilihat pada gambar 4.

Menghambat DNA girase. DNA girase merupakan enzim yang berperan


dalam

replikasi

(penggandaan)

DNA

eukariotik,

gangguan

dalam

penggandaan DNA menyebabkan mikroorganisme tidak dapat memperbanyak


diri.

Mengganggu fungsi DNA.

Mengganggu metabolisme.

Gambar 4. Penicillium citrinum yang menghasilkan antibiotik


sehingga menghambat pertumbuhan kapang patogen (Dix &
Webster, 1995).
3. Gliocladium spp.
Gliocladium sp. dan atau Trichoderma harsianum. Merupakan agens
antagonis tumbuhan yang dapat berperan menekan populasi atau aktivitas
patogen tumbuhan. Agens antagonis patogen tumbuhan adalah patogen yang
dapat menimbulkan penyakit. Jamur antagonis Gliocladium sp.

efektif

mengendalikan penyakit layu pada tanaman yang disebabkan oleh


jamur Fusarium sp. Cendawan Gliocladium sp memarasit inangnya dengan
cara menutupi atau membungkus patogen, memproduksi enzim-enzim dan
menghancurkan dinding sel patogen hingga patogen mati, mekanisme
hiperparasit tersebut dapat dilihat pada gambar 5 di bawah ini.

Gambar

5.

Hifa

Gliocladium

sp

yang

membungkus pathogen.
Gliocladium sp dapat hidup baik sebagai saprofit maupun parasit pada
cendawan lain dapat berkompetisi akan makanan, dapat menghasilkan zat
penghambat dan bersifat hiperparasit.
Mekanisme antagonistik dari Gliocladium sp terhadap organisme lain
adalah hiperparasitisme, antibiosis dan lisis atau kombinasi keduanya.
Cendawan ini pertama kali dilaporkan memproduksi bahan anti cendawan
(Anti Fungal) gliotoxin dan virin.
Beberapa

keunggulan

jamur

patogen

antagonis Gliocladium sp. dan atau Trichoderma harsianum. Sebagai


fungisida alami, yaitu:
1. Tidak meninggalkan residu beracun pada hasil pertanian, dalam tanah

maupun pada aliran air.


2. Aman bagi manusia dan hewan piaraan.
3. Tidak menyebabkan fitotoksin (keracunan) pada tanaman.
4. Sangat sesuai digunakan sebagai komponen pertanian organik sebagai
pestisida yang dicampur dengan pupuk.
5. Mudah diproduksi dengan teknik sederhana.

Daftar Pustaka
Talaro, Kathleen Park & Arthur Talaro. 2001. Foundations in Microbiology 4th
edition. USA: McGraw-Hill companies
Harman, G.E., C. R. Howell., A.Viterbo., I. Chet., and M. Lorito. 2004.
Review:TrichodermaSpeciesOpportunistic,AvirulentPlantSymbionts.
Departments of Horticultural Sciences and Plant Pathology. USA:
CornellUniversity.

Vey,A.,R.E.HoaglanddanT.M.Butt.2001.FungiasBiocontrolAgents:
progressproblemsandpotential.InButt,T.M.,C.JacksonandN.
Magan(Ed). Toxicmetaboliteoffungalbiocontrolagents.London:
PublishingCABInternational.
Schlegel, Hans dan Karin Scmidt. 1993. Mikrobiologi Umum. Diterjemahkan
oleh Tedjo Baskoro. Yogyakarta: UGM Press.
Pelczar,M.J., and E.C.S. Chan. 2005. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jilid 2. Jakarta:
UI-press.
Dwidjoseputro, D. 2003. Dasar-dasar Mikrobiologi. Jakarta: Djambatan.
Verma VC, Gond SK, Kumar A, Kharwar RN, Strobel GA. 2007. The endophytic
mycoflora of bark, leaf and stem tissues of Azadirachta indica A. Juss
(Neem) from Vanasi (India). Microb Ecol. 54:119125,.
Dix NJ & Webster J .1995 . Fungal Ecology. Chapman Hall.
Domsch, K. H., W. Gams and T. Anderson. 1980. Compendium of Soil Fungi.
New York : Academic Press.
Rocha, R., et al. 2009. Selection of endophytic fungi from comfrey
(Symphytum officinale L.) for in vitro biological control of
the phytopathogen Sclerotinia sclerotiorum (Lib.). Braz. J.
Microbiol. 40:1

You might also like