You are on page 1of 14

LAPORAN PENDAHULUAN

DEMAM BERDARAH DENGUE


(DENGUE HEMORHAGIC FEVER/DHF)
I. KONSEP DASAR MEDIS
A. Definisi
Dengue Hemorhagic Fever / Demam Berdarah Dengue adalah suatu penyakit
infeksi akut yang disebabkan oleh virus dengue dengan gejala utama demamj dan
manifestasi perdarahan pada kuilt ataupun bagian tubuh lainnya yang bertendensi
menimbulkan renjatan dan dapat berlanjut dengan kematian.

B. Etiologi
Virus dengue tergolong dalam family Flaviviridae dan dikenal ada 4 serotipe.
Dengue 1&2 ditemukan di Irian ketika berlangsungnya perang dunia II, sedangkan
dengue 3 & 4 ditemukan pada saat wabah di Filipina tahun 1953-1954. Virus dengue
berbentuk batang, bersifat termolabil, sensitif terhadap inaktivasi oleh dietileter dan
natrium dioksilat, stabil pada suhu 700C.
Vektor utama dengue di Indonesia adalah nyamuk Aedes aegypti, di samping
pula Aedes albopictus. Vektor ini mepunyai ciri-ciri:
1. Badannya kecil, badannya mendatar saat hinggap
2. Warnanya hitam dan belang-belang
3. Menggigit pada siang hari
4. Gemar hidup di tempat tempat yang gelap
5. Jarak terbang <100 meter dan senang mengigit manusia
6. Bersarang di bejana-bejana berisi air jernih dan tawar seperti bak mandi, drum
penampung air, kaleng bekas atau tempat-tempat yang berisi air yang tidak
bersentuhan dengan tanah.
7. Pertumbuhan dari telur menjadi nyamuk sekitar 10 hari.

C. Patofisiologi
Virus dengue masuk ke dalam tubuh manusia melalui gigitan nyamuk dan infeksi
pertama kali mungkin memberi gejala demam. Setelah virus dengue masuk ke dalam
tubuh, karena viremia seperti demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal seluruh
badan, hyperemia di tenggorok, timbulnya ruam dan kelainan yang mungkin terjadi
pada sistem retikuloendotelial seperti pembesaran kelenjar-kelenjar getah bening, hati,
dan limfa. Ruam pada DBD disebabkan oleh kongesti pembuluh darah di bawah kulit.
Fenomena

fatofisiologi

utama

yang

menentukan

berat

penyakit

dan

membedakan DF dengan DHF ialah meningginya permeabilitas dinding kapiler karena


pelepasan zat anafilaktosin, histamin dan serotinin serta aktivasi sistem kalikten yang
berakibat mengurangnya volume palsma, terjadinya hipotensi, hemokonsentrasi,
hipoproteinemia, efusi dan renjatan.Plasma merembes selama perjalanan penyakit
mulai dari saat-saat permulaan demam dan mencapai puncaknyapada saat renjatan.
Pada pasien dengan renjatan berat, volume plasma dapat menurun sampai lebih dari
30%.
Adanya kebocoran plasma ke daerah ekstravaskuler dibuktikan dengan
ditemukannya cairan dalam rongga serosa, yaitu rongga peritoneum, pleura dan
perikard yang pada autopoi ternyata melebihi jumlah cairan yang telah diberikan
sebelumnya melalui infus. Renjatan hipovolemik yang terjadi sebagai akibat kehilangan
plasma, bila tidak segera diatasi dapat berakibat anoksia jaringan, asidosis metabolik
dan kematian.
Renjatan yang terjadi akut dan perbaikan klinis yang drastis setelah pemberian
plasma/ekspander plasma yang efektif, sedangkan pada autopsi tidak ditemukan
kerusakan dinding pembuluh darah yang destruktif atau akibat radang, menimbulkan
dugaan bahwa perubahan fungsional dinding pembuluh darah mungkin disebabkan
mediator farmakolgis yang bekerja singkat. Sebab lain kematian pada DHF adalah
perdarahan hebat, yang biasanya timbul setelah renjatan berlangsung lama dan tidak
teratasi. Perdarahan pada DHF umumnya dihubungkan dengan trombositopenia,
gangguan fungsi trombosit dan kelainan sistem koagulasi.

Trombositopenia yang dihubungkan dengan menungkatnya mega karoisit muda


dalam sus-sum tulang dan pendeknya masa hidup trombosit menimbulkan dugaan
meningkatnya destruksi trombosit. Penyidikan dengan radioisotop membuktikan bahwa
penghancuran trombosit terjadinya dalam sistem retikuloendotelial.

D. Gambaran Klinis
Gambaran klinis amat bervariasi, dari yang amat ringan hingga yang sedang
seperti DF sampai DHF dengan manifestasi demam akut, perdarahan serta
kecenderungan terjadi renjatan yang dapat berakibat fatal. Masa inkubasi dengue
antara 3-15 hari, rata-rata 5-8 hari.
Pada DF, suhu meningkat tiba-tiba disertai sakit kepala, nyeri yang hebat pada
otot dan tulang, mual, kadang kadang muntah dan batuk ringan. Sakit kepala dapat
menyeluruh atau berpusat pada supra orbital dan retroorbital. Nyeri di bagian otot
terutama dirasakan bila tendon dan otot perut ditekan. Otot-otot di sekitar mata terasa
pegal. Eksamtem yang klasik ditemukan dalam 2 fase, mula-mula pada awal demam
terlihat jelas pada muka dan dada, berlangsung selama beberapa jam dan biasanya
tidak diperhatikan oleh pasien. Ruam berikutnya mulai antara hari 3-6, mula-mula
berbentuk makula-makula besar, yang kemudian bersatu mencuat kembali, serta
kemudian timbul bercak petekia pada dasarnya, kemudian menjalar cepat ke seluruh
tubuh. Pada saar suhu turun ke normal, ruam ini berkurang dan cepat menghilang,
bekas-bekasnya kadang teras gatal.
Lidah sering kotor dan kadang kala pasien sukar buang air besar. Terkadang
dapat diraba pembesaran kelenjar yang konsistensinya lunak dan tak nyeri. Pada
pasien DHF, gejala perdarahan mulai pada hari ke-3 atau ke-5 berupa petekia, purpura,
ekimosis, hematemesis, melena, dan epistaksis. Hati umumnya membesar dan nyeri
tekan, tetapi pembesaran hati tidak sesuai dengan beratnya penyakit.

E. Klasifikasi DHF
DHF diklasifikasikan berdasarkan derajat beratnya penyakit, secara klinis dibagi
menjadi 4 Derajat (Menurut WHO, 1986) yaitu:
1. Derajat I (ringan)
Demam mendadak 2-7 hari disertai gejala klinis lain dan manifestasi perdarahan
ringan, trombositopenia dan hemokonsentrasi. tourniquet positif.
2. Derajat II (sedang)
Ditemukan pula perdarahan kulit dan manifestasi perdarahan lain.
3. Derajat III
Ditemukan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan daerah
rendah (hipotensi), gelisah, cyanosis sekitar mulut, hidung dan jari (tanda-tanda dini
renjatan).
4. Derajat IV
Ditemukan dengue shock syndrome dengan tensi dan nadi yang tak terukur.

F. Pemeriksaan Diagnostik
1. Klinik
a. Demam mendadak, terus-menerus 2-7 hari.
b. Manifestasi perdarahan baik melalui uji tourniquet maupun perdarahan spontan pada
kulit (petekie, ekimosis, memar) dan/atau di tempat lain seperti epistaksis, perdarahan
gusi, hematemesis dan melena.
c. Hepatomegali
d. Renjatan, ditandai nadi cepat dan lemah tak teraba, tekanan darah menyempit
(<20mmHg) atat hipotensi (<80mmHg) sampai tak terukur, kulit dingin, lembab dan
malaise.
2. Laboratorium
a. Trombositopenia : Trombosit < 150.000/mm 3, penurunan progresif pada pemeriksaan
periodik dan waktu perdarahan memanjang.

b.

Hemokonsentrasi : Hematokrit saat MRS>20% atau meningkat progresif pada


pemeriksaan periodik.

3. Pemeriksaan penunjang
a. Foto toraks lateral dekubitus kanan
Terdapat efusi pleura dan bendungan vaskuler
b. Darah rutin
Hb, leukosit, hitung jenis (limfosit plasma biru 6-30%)
c. Waktu perdarahan
Menggunakan cara WY (N=1-7 menit).

G. Penatalaksanaan
Setiap pasien tersangka DF atau DHF sebaiknya dirawat di tempat terpisah
dengan pasien lain, seyogyanya pada kamar yang bebas nyamuk. Penatalaksanaannya
adalah:
1. Tirah baring
2. Makanan lunak
Bila belaum ada nafsu makan dianjurkan munum banyak 1,5-2 liter /24 jam (susu,air
gula, sirop)
3. Medikamentosa yang bersifat simtomatis
4. Antibiotik diberikan bila terdapat kekuatiran infeksi sekunder
5. Perlu diobservasi teliti terhadap penemuan dini tanda renjatan yaitu:
a. Keadaan umum memburuk
b. Hati makin membesar
c. Masa perdarahan memanjang
d. Hematokrit meninggi pada pemeriksaan berkala.
Terapi untuk pengganti cairan yaitu:
a) DBD tanpa renjatan
Minum banyak 11/2 liter perhari
Cairan intravena bila :
Penderita muntah-muntah terus

Intake tidak terjamin


Pemeriksaan berkala Hmt cenderung meningkat terus.
Jenis cairan: RL atau asering 5, 10 mL/KgBB/24 jam.
b) DBD dengan renjatan
Derajat IV : Infus asering 5/RL diguyur 100-200 mL sampai nadi teraba serta tensi
terukur, biasanya sudah tercapai dalam 15-30 menit.
Derajat III: Infus asering 5/RL dengan kecepatan tetesan 20 mL/KgBB/ jam. Setelah
renajatan teratasi:
Tekanan sistol > 80mmHg
Nadi jelas terasa
Amplitudo nadi cukup besar.
Kecepatan tetesan diubah 10mL/KgBB/jam selama 4-6 jam. Bila keadaan umum baik,
jumlah cairan sekitar 5-7 mL/KgBB/jam. Jenis RL: Dextrose 5% =1:1. Infus
dipertahankan 48 jam setelah renjatan.

H. Pencegahan
Untuk memutuskan rantai penularan, pemberantasan vektor dianggap cara
paling memadai saat ini. Vektor dengue khususnya Aedes aegypti sebenarnya mudah
diberantas karena sarangnya terbatas di tempat yang berisi air bersih dan jarak
terbangnya maksimal 100 meter. Tetapi karena vektor tersebut luas, untuk keberhasilan
pemberantasan diperlukan total coverage agar nyamuk tak dapat berkembang biak lagi.
Cara pemberantasan vektor:
1. Menggunakan insektisida
Yang lazim dipakai adalah malathion untuk membunuh nyamuk dewasa dan temephos
(abate) untuk membunuh jentik. Cara penggunaan malathion ialah dengan pengasapan
(thermal fogging) atau pengabutan (cold fogging).
2. Tanpa insektisida
Menguras bak mandi, tempayan, dan tempat-tepat penampungan air minimal 1 kali
seminggu.
Menutup tempat penampungan air rapat-rapat.

Membersihkan/mengubur kaleng-kaleng bekas, botol-botol pecah dan benda-benda lain


yang memungkinkan nyamuk bersarang.
Memangkas pohon atau tanaman hias tempat nyamuk bisa bersarang.

I. Komplikasi
Komplikasi dari penyakit demam berdarah diantaranya :
1. Ensepalopati : demam tinggi,gangguan kesadaran disertai atau tanpa kejang
2. Disorientasi
3. Perdarahan luas.
4. Shock atau renjatan
5. Effuse pleura
6. Asidosis metabolik
7. Anoksia jaringan
8. Penurunan kesadaran.
J. Prognosa
Prognosis DBD berdasarkan kesuksesan dalam tetapi dan penetalaksanaan
yang dilakukan. Terapi yang tepat dan cepat akan memberikan hasil yang optimal.
Penatalaksanaan yang terlambat akan menyebabkan komplikasi dan penatalaksanaan
yang tidak tapat dan adekuat akan memperburuk keadaan.
Kematian

karena

demam

dengue

hampir

tidak

ada.

Pada

DBD/SSD

mortalitasnya cukup tinggi. Penelitian pada orang dewasa di Surabaya, Semarang, dan
Jakarta menunjukkan bahwa prognosis dan perjalanan penyakit umumnya lebih ringan
pada orang dewasa dibandingkan pada anak-anak.
DBD Derajat I dan II akan memberikan prognosis yang baik, penatalaksanaan
yang cepat, tepat akan menentukan prognosis. Umumnya DBD Derajat I dan II tidak
menyebabkan komplikasi sehingga dapat sembuh sempurna.
DBD derajat III dan IV merupakan derajat sindrom syok dengue dimana pasien
jatuh kedalam keadaan syok dengan atau tanpa penurunan kesadaran. Prognosis
sesuai penetalaksanaan yang diberikan.

II. KONSEP DASAR KEPERAWATAN


A. Pengkajian
1. Aktivitas/istirahat
Malaise
2. Sirkulasi
Tekanan darah di bawah normal, denyut perifer melemah, takikardi, susah teraba
Kulit hangat, kering, pucat, kemerahan/ bintik merah, perdarahan bawah kulit
3. Eliminasi
Diare atau konstipasi
4. Makanan/ cairan
Anoreksia, mual, muntah
Penurunan berat badan, punurunan haluaran urine, oligouria, anuria.
5. Neurosensori
Sakit kepala, pusing, pingsan
Ketakutan, kacau mental, disorientasi, delirium.
6. Nyeri/ Ketidaknyamanan
Kejang abdominal, lokalisasi area sakit
7. Pernapasan
Takipneu dengan penurunan kedalaman pernapasan, suhu meningkat, menggigil
8. Penyuluhan/ pembelajaran
Masalah kesehatan, penggunaan obat-obatan atau tindakan.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Peningkatan suhu tubuh sehubungan dengan proses penyakit/ viremia
2. Nyeri sehubungan dengan proses patologi penyakit
3. Defisit volume cairan tubuh sehubungan dengan peningkatan permeabilitas dinding
plasma, evaforasi, intake tidak adekuat
4. Risiko tinggi terjadinya perdarahan sehubungan dengan trombositopenia.
5. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi; kurang dari kebutuhan tubuh sehubungan
dengan mual, muntah, anoreksia.
6. Intoleransi aktifitas sehubungan dengan kelemahan
7.

Kurang pengetahuan tentang proses penyakit, diet dan perawatan pasien DHF
sehubungan dengan kurangnya informasi.

C. Intervensi Keperawatan
1. Peningkatan suhu tubuh sehubungan dengan proses penyakit/ viremia
Tujuan : Klien tidak mengalami demam, suhu tubuh normal (36 0 370)
Intervensi:
a. Kaji saat timbulnya demam
R/ Untuk menidentifikasi pola demam klien dan sebagai indikator untuk tindakan
selanjutnya.
b. Observasi tanda tanda vital klien : suhu, nadi, tensi, pernapasan, tiap 4 jam atau lebih
sering
R/ Tanda tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien.
c. Beri penjelasan tentang penyebab demam atau peningkatan suhu tubuh
R/ Penjelasan tentang kondisi yang dialami klien dapat membantu klien/keluarga
mengurangi kecemasan yang timbul.
d. Menjelaskan pentingnya tirah baring bagi pasien dan akibatnya jika hal tersebut tidak
dilakukan.

R/ Penjelasan yang diberikan akan memotivasi klien untuk kooperatif.


e. Menganjurkan pasien untuk banyak minum 2,5 ltr/24 jam dan jelaskan manfaatnya
bagi pasien.
R/ Peningkatan suhu tubuh akan menyebabkan penguapan tubuh meningkat sehingga
perlu diimbangi dengan asupan cairan yang banyak.
f. Berikan kompres hangat pada kepala dan axilla
R/ Pemberian kompres akan membantu menurunkan suhu tubuh.
g. Catat intake dan out put.
R/ Untuk mengetahui adanya ketidakseimbangan cairan tubuh.
h. Kolaborasi: Pemberian antipiretik
R/ Digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi sentralnya pada hipotalamus.
2. Nyeri sehubungan dengan proses patologi penyakit
Tujuan : Rasa nyaman klien terpenuhi, nyeri berkurang atau hilang, klien tampak rileks.
Intervensi:
a. Kaji tingkat nyeri yang dialami klien.
R/ Untuk mengetahui berapa berat nyeri yang dialami klien.
b.

Kaji faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi klien terhadap nyeri (budaya,


pendidikan,dll)
R/ Reaksi klien terhadap nyeri dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, dengan
mengetahui faktor tersebut maka perawat dapat melakukan intervensi sesuai masalah
klien.

c. Berikan posisi nyaman, dan citakan lingkungan yang tenang.


R/ Untuk mengurangi rasa nyeri
d. Berikan suasana gembira bagi klien, lakukan teknik distraksi, atau teknik relaksasi.
R/ Dengan teknik distraksi atau relaksasi, klien sedikit melupakan perhatiannya
terhadap nyeri yang dialami.
e. Beri kesempatanklien untuk berkomunikasi dengan orang terdekat.
R/ Berhubungan dengan orang terdekat dapat membuat klien teralih perhatiannya dari
nyeri yang dialami.
f. Kolaborasi: Berikan obat-obat analgetik

R/ Obat analgetik dapat mengurangi atau menekan nyeri klien.


3. Defisit volume cairan tubuh sehubungan dengan peningkatan permeabilitas dinding
plasma, evaforasi, intake tidak adekuat
Tujuan : Terjadi homeostatis volume cairan, tanda tanda vital dalam batas normal, tidak terjadi
defisit cairan..
Intervensi:
a. Kaji keadaan umum klien 9pucat, lemah, taki kardi), serta tanda tanda vital.
R/ menetapkan data dasar, untuk mengetahui dengan cepat penyimpangan dari
keadaan normalnya.
b. Observasi adanya tanda tanda syok
R/ Agar dapat segera dilakukan tindakan untuk menangani syok yang dialami klien.
c. Anjurkan klien untuk banyak minum
R/ asupan cairan sangat diperluakan untuk menambah volume cairan tubuh.
d. Kaji tanda dan gejala dehidrasi/hipovolemik (riwayat muntah, diare, kehausan, turgor
jelek)
R/ Untuk mengetahui penyebab defisit volume cairan
e. Kaji masukan dan haluaran cairan.
R/ untuk mengetahui keseimbangan cairan.
f. Kolaborasi : Pemberian cairan intra vena sesuai indikasi.
R/ Pemberian cairan intra vena sangat penting bagi klien yang mengalami defisit
volume cairan dengan keadaan umum yang buruk untuk rehidrasi.
4. Risiko tinggi terjadinya perdarahan sehubungan dengan trombositopenia.
Tujuan : Tidak terjadi tanda tanda perdarahan lebih lanjut dan terjadi peningkatan trombosit>
150.000
Intervensi:
a. Monitor tanda-tanda penurunan trombosit yang disertai dengan tanda-tanda klinis.
R/ Penurunan jumlah trombosit merupakan tanda adanya kebocoran pembuluh darah
yang pada tahap tertentu dapat menimbulkan perdarahan.
b. Beri penjelasan tentang pengaruh trombositopenia pada klien.

R/ Agar klien/keluarga mengetahui hal hal yang mungkin terjadi padaklien dan dapat
membantu mengantisipasi terjadinya perdarahan.
c. Anjurkan klien untuk banyak istirahat
R/ Aktivitas klien yang tidak terkontrol dapat menyebabkan terjadinya perdarahan.
d. Beri penjelasan pada klien/keluarga untuk segera melaporkan tanda-tanda perdarahan
(hematemesis,melena, epistaksis)
R/ Keterlibatan keluarga akan sangat membantu klien mendapatkan penanganan sedini
mungkin.
e. Antisipasi terjadinya perdarahan ( sikat gigi lunak, tindakan incvasif dengan hati-hati)
R/ Klien dengan trombositopenia rentan terhadap cedera/perdarahan.
5. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi; kurang dari kebutuhan tubuh sehubungan
dengan mual, muntah, anoreksia.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi, klien mampu

menghabiskan makanan sesuai

dengan porsi yang diberikan.


Intervensi:
a. Kaji keluhan mual, muntah, dan sakit menelan yang dialami klien
R/ Untuk menetapkan cara mengatasinya.
b. Kaji cara/pola menghidangkan makanan klien
R/ Cara menghidangkan makanan dapat mempengaruhi nafsu makan klien.
c. Berikan makanan yang mudah ditelan seperti: bubur dan dihidangkan saat masih
hangat.
R/ Membantu mengurangi kelelahan klien dan meningkatkan asupan makanan karena
mudah ditelan.
d. Berikan makanan dalam porsi kecil dan frekuensi sering
R/ Untuk menghindari mual dan muntah serta rasa jenuh karena makanan dalam porsi
banyak.
e. Jelaskan manfaat nutrisi bgi klien terutama saat sakit.
R/ UntukMeningkatkan pengetahan klien tentang nutrisi sehingga motivasi untuk makan
meningkat
f. Berikan umpan balik positif saat klien mau berusaha mengahiskan makannya.
R/ Memotivasi dan meningkatkan semangat klien.

g. Catat jumlah porsi yang dihabiskan klien


Mengetahui pemasukan/pemenuhan nutrisi klien.
h. Ukur berat badan kilen tiap hari.
R/ Untuk mengetahui status gizi klien.
6. Intoleransi aktifitas sehubungan dengan kelemahan
Tujuan : Kebutuhan aktivitas sehari-hari terpenuhi
Intervensi:
a. Mengkaji keluhan klien
R/ Untuk mengidentifikasi masalah-masalah klien.
b.

Kaji hal-hal yang mampu/tidak mampu dilakukan oleh klien sehubungan degan
kelemahan fisiknya.
R/ Untuk mengetahui tingkat ketergantungan klien dalam memenuhi kebutuhannya.

c. Bantu klien memenuhi kebutuhan aktivitasnya sesuai dengan tingkat keterbatasan klien
seperti mandi, makan, eliminasi.
R/ Pemberian bantuan sangat diperlukan oleh klien pada saat kondisinya lemah tanpa
membuat klien mengalami ketergantungan pada perawat.
d. Bantu klien untuk mandiri sesuai dengan perkembangan kemajuan fisiknya.
R/ Dengan melatih kemandirian klien, maka klien tidak mengalami ketergantungan.
e. Letakkan barang-barang di tempat yang mudah dijangkau oleh klien.
R/ akan membantu klien memenuhi kebutuhan sendiri tanpa bantuan orang lain.
7.

Kurang pengetahuan tentang proses penyakit, diet dan perawatan pasien DHF
sehubungan dengan kurangnya informasi.

Tujuan : Pengetahuan klien/keluarga tentang proses penyakit, diet, perawatan meningkat


sehingga klien/keluarga memperlihatkan perilaku yang kooperatif.
Intervensi:
a. Kaji tingkat pengetahuan klien/keluarga tentang penyakit DHF
R/ Sebagai data fdasar pemberian informasi selanjutnya.
b. Kaji latar belakang pendidikan klien/ keluarga.

R/ Untuk memberikan penjelasan sesuai dengan tingkat pendidikan klien/ keluarga


sehingga dapat dipahami.
c. Jelaskan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan obat-obatan pada klien dengan
bahasa dan kata-kata yang mudah dimengerti.
R/ agar informasi dapat diterima dengan mudah dan tepat sehinggfa tidak terjadi
kesalahpahaman.
d. Jelaskan semua prosedur yang akan dilakukan dan manfaatnya pada klien.
R/ Dengan mengetahui prosedur/tindakan yang akan dilakukan dan manfaatnya, klien
akan kooperatif dan kecemasannya menurun.
e.

Berikan kesempatan pada klien/ keluarga untuk menanyakan hal-hal yangingin


diketahui sehubungan dengan penyakit yang diderita klien.
R/ mengurangi kecemasan dan memotivasi klien untuk kooperatif.

f. Gunakan leaflet atau gambar-gambar dalam memberikan penjelasan.


R/ Untuk membantu mengingat penjelasan yang telah diberikan karena dapat dilihat/
dibaca berulang kali.

DAFTAR PUSTAKA
Keliat, Budi Anna, 1991, Proses keperawatan, EGC: Jakarta.
Carpenito, LJ, 1998, Diagnosa Keperawatan; aplikasi praktik klinik, EGC:
Doengoes,ME, 2001, diagnosa keperawatan, EGC: Jakarta.
Effendy, Christantie, 1995, Perawatan pasien DHF, EGC: Jakarta

Jakarta.

You might also like