Professional Documents
Culture Documents
TINJAUAN PUSTAKA
3.1
SISTEM EKSTRAPIRAMIDAL
Sistem ekstrapiramidal meliputi :
Pada : Parkinson
Gejala negative dapat berupa :
1. Bradikinesia
Gerakan volunter yang bertambah lambat atau menghilang sama sekali.
Gejala ini merupakan gejala utama yang didapatkan pada penyakit Parkinson.
2. Gangguan sikap postural
Merupakan hilangnya reflex postural normal. Paling sering ditemukan
pada penyakit Parkinson. Terjadi fleksi pada tungkai dan badan karena penderita
tidak dapat mempertahankan keseimbangan secara tepat. Penderita akan terjatuh
bila berputar dan didorong.
Gejala positif dapat berupa :
1)
Gerakan involunter
a.
Tremor
b.
Athetosis
c.
Chorea
d.
Distonia
e.
Hemiballismus
2)
Rigiditas
Kekakuan
yang
dirasakan
oleh
pemeriksa
ketika
menggerakkan
ekstremitas secara pasif. Tahanan ini timbul di sepanjang gerakan pasif tersebut
dan mengenai gerakan fleksi maupun ekstensi sering disebut sebagai plastic atau
lead pipe rigidity. Bila disertai dengan tremor maka disebut dengan tanda
cogwheel. Pada penyakit Parkinson terdapat gejala positif dan gejala negative
seperti tremor dan bradikinesia. Sedangkan pada chorea Huntington lebih
didominasi oleh gejala positif, yaitu : chorea.
3.1.1
PATOFISIOLOGI
Pada keadaan normal terdapat arus rangsang kortiko-kortikal yang melalui
inti-inti basal (basal ganglia) yang mengatur kendali korteks atas gerakan
volunteer dengan proses inhibisi secara bertingkat. Inti-inti basal juga berperan
mengatur dan mengendalikan keseimbangan antara kegiatan neuron motorik alfa
dan gamma. Di antara inti-inti basal, maka globus pallidus merupakan stasiun
neuroaferen terakhir yang kegiatannya diatur oleh asupan dari korteks, nucleus
kaudatus, putamen, substansia nigra dan inti subtalamik.
Gerakan involunter yang timbul akibat lesi difus pada putamen dan globus
pallidus disebabkan oleh terganggunya kendali atas reflex-refleks dan rangsangan
yang masuk, yang dalam keadaan normal turut mempengaruhi putamen dan
globus pallidus. Keadaan tersebut dinamakan Release phenomenon, yang berarti
hilangnya aktivitas inhibisi yang normal. Adapun lesi di substansia nigra
(penyakit Parkinson), di inti dari luys (hemiballismus), bagian luar dari putamen
(atetosis), di nucleus kaudatus terutama dan nucleus lentiformis sebagian kecil
(korea) dan di korteks serebri piramidalis berikut putamen dan thalamus
(distonia).1
Berbagai neurotransmitter turut berperan dalam fungsi dan peran system
neurotransmitter, meliputi :
PENYAKIT PARKINSON
3.2.1
Definisi
Penyakit parkinson adalah penyakit neurodegeneratif progresif yang
berkaitan erat dengan usia. Secara patologis penyakit parkinson ditandai oleh
degenerasi neuron-neuron berpigmen neuromelamin, terutama di pars kompakta
substansia nigra yang disertai inklusi sitoplasmik eosinofilik (Lewy bodies), atau
disebut juga parkinsonisme idiopatik atau primer.
Sedangkan Parkinonisme adalah suatu sindrom yang ditandai oleh tremor
waktu istirahat, rigiditas, bradikinesia, dan hilangnya refleks postural akibat
penurunan kadar dopamine dengan berbagai macam sebab. Sindrom ini sering
disebut sebagai Sindrom Parkinson.3
3.2.2
Etiologi
Etiologi Parkinson primer masih belum diketahui. Parkinson disebabkan
oleh rusaknya sel-sel otak, tepatnya di substansi nigra. Suatu kelompok sel yang
mengatur gerakan-gerakan yang tidak dikehendaki (involuntary). Akibatnya,
penderita tidak bisa mengatur/menahan gerakan-gerakan yang tidak disadarinya.
Mekanisme bagaimana kerusakan itu belum jelas benar, akan tetapi ada beberapa
faktor resiko ( multifaktorial ) yang telah diidentifikasikan, yaitu :
1) Usia : Insiden meningkat pada usia 50 sampai usia 80 tahun. Hal ini
berkaitan dengan reaksi mikroglial yang mempengaruhi kerusakan
neuronal, terutama pada substansia nigra pada penyakit parkinson.
2) Genetik : Penelitian menunjukkan adanya mutasi genetik yang berperan
pada penyakit parkinson. Yaitu mutasi pada gen a-sinuklein pada lengan
panjang kromosom 4 (PARK1) pada pasien dengan Parkinsonism
autosomal dominan. Pada pasien dengan autosomal resesif parkinson,
ditemukan delesi dan mutasi point pada gen parkin (PARK2) di kromosom
6. Adanya riwayat penyakit parkinson pada keluarga meningkatkan faktor
resiko menderita penyakit parkinson sebesar 8,8 kali pada usia kurang dari
70 tahun dan 2,8 kali pada usia lebih dari 70 tahun.1,2,3
3) Faktor Lingkungan
a) Xenobiotik : Berhubungan erat dengan paparan pestisida yang dapat
menimbulkan kerusakan mitokondria.
b) Pekerjaan : Lebih banyak pada orang dengan paparan metal yang lebih
tinggi dan lama.
Gejala Klinik
Gejala Motorik
1.
Tremor
2.
Rigiditas
3.
Akinesia / Bradikinesia
4. Tiba-tiba Berhenti atau Ragu-ragu untuk Melangkah
5. Mikrografia
6. Berjalan dengan langkah kecil menggeser dan makin menjadi cepat
(marche a petit pas), stadium lanjut kepala difleksikan ke dada, bahu
membengkok ke depan, punggung melengkung bila berjalan.
7. Bicara monoton
8. Dimensia
9. Gangguan behavioral, Lambat-laun menjadi dependen (tergantung kepada
orang lain), mudah takut, sikap kurang tegas, depresi.
10. Gejala Lain :Kedua mata berkedip-kedip dengan gencar pada pengetukan
diatas pangkal hidungnya (tanda Myerson positif). Kesukaran dalam usaha
pengosongan kandung kencing dan juga sering mengalami obstipasi
kronik. Rasa nyeri pada otot terutama otot betis pada malam hari. Juga
terdapat kesukaran bila hendak berlari dari kursi atau tempat tidur yang
rendah. Gejala-gejala pelengkap yang lain disesuaikan dengan kausa
parkinsonisme atau sindrom Parkinson. Misalnya hipotensi orthostatic,
takikardi, hiperhidrosis, sekresi kelenjar lemak kulit yang tinggi, emosi
yang labil, impotensia, intelegensia tetap utuh, atau mengalami
kemunduran sampai kelumpuhan neuron motorik sentral, oftalmoplegi,
krisis okulogirik, gangguan serebellum dan lain-lain.5,6
2.
3.2.4
Diagnosis
Diagnosis penyakit Parkinson ditegakkan berdasarkan kriteria :
1)
Secara klinis
Didapatkan 2 dari 3 tanda kardinal gangguan motorik : tremor, rigiditas,
bradikinesia atau 3 dari 4 tanda motorik : tremor, rigiditas, bradikinesia
dan ketidakstabilan postural.
2)
Kriteria Koller
a. Didapati 2 dari 3 tanda cardinal gangguan motorik : tremor saat istirahat
atau gangguan refleks postural, rigiditas, bradikinesia yang berlangsung 1
tahun atau lebih.
b. Respons terhadap terapi levodopa yang diberikan sampai perbaikan sedang
(minimal 1.000 mg/hari selama 1 bulan) dan lama perbaikan 1 tahun atau
lebih.
3)
d. Stadium 4 : terdapat gejala yang berat, masih dapat berjalan hanya untuk
jarak tertentu, rigiditas dan bradikinesia, tidak mampu berjalan sendiri,
tremor dapat berkurang dibandingkan stadium sebelumnya.
e. Stadium 5 : stadium kakhetik (cachactic stage), kecacatan total, tidak
mampu berdiri dan berjalan walaupun dibantu.
3.2.5
Penatalaksanaan
Strategi
penatalaksanaannya
adalah
1)
terapi
simtomatik,
untuk
Terapi farmakologik
leher atau muka. Diskinesia sering terjadi pada penderita yang berespon
baik terhadap terapi levodopa.
Efek samping levodopa pada pemakaian bertahun-tahun adalah diskinesia
yaitu gerakan motorik tidak terkontrol pada anggota gerak maupun tubuh. Respon
penderita yang mengkonsumsi levodopa juga semakin lama semakin berkurang.
2.
Agonis Dopamin
Agonis dopamin seperti Bromokriptin (Parlodel), Pergolid (Permax),
Antikolinergik
mencegah
perusakannya.
Selegiline
dapat
pula
memperlambat
Amantadin
Berperan sebagai pengganti dopamine, tetapi bekerja di bagian lain otak.
Obat ini dulu ditemukan sebagai obat antivirus, selanjutnya diketahui dapat
menghilangkan gejala penyakit Parkinson yaitu menurunkan gejala tremor,
bradikinesia, dan fatigue pada awal penyakit Parkinson dan dapat menghilangkan
fluktuasi motorik (fenomena on-off) dan diskinesia pada penderita Parkinson
lanjut. Dapat dipakai sendirian atau sebagai kombinasi dengan levodopa atau
agonis dopamine. Efek sampingnya dapat mengakibatkan mengantuk.
6.
7.
Neuroproteksi
dihubungkan dengan alat pemacunya yang dipasang di bawah kulit dada seperti
alat pemacu jantung.
Pada prosedur ini tidak ada penghancuran lesi di otak, jadi relatif aman.
Manfaatnya adalah memperbaiki waktu off dari levodopa dan mengendalikan
diskinesia.
c. Transplantasi
Jaringan transplan (graft) lain yang pernah digunakan antara lain dari
jaringan embrio ventral mesensefalon yang menggunakan jaringan premordial
steam atau progenitor cells, non neural cells (biasanya fibroblast atau astrosytes),
testis-derived sertoli cells dan carotid body epithelial glomus cells. Transplantasi
yang berhasil baik dapat mengurangi gejala penyakit parkinson selama 4 tahun
kemudian efeknya menurun 4 6 tahun sesudah transplantasi.
Teknik operasi ini sering terbentur bermacam hambatan seperti ketiadaan
donor, kesulitan prosedur baik teknis maupun perijinan.
3.
Non Farmakologik
a.
Edukasi
b.
Terapi rehabilitasi
3.2.6
Prognosis
Obat-obatan yang ada sekarang hanya menekan gejala-gejala parkinson,
sedangkan perjalanan penyakit itu belum bisa dihentikan sampai saat ini. Sekali
terkena parkinson, maka penyakit ini akan menemani sepanjang hidupnya. Tanpa
perawatan, gangguan yang terjadi mengalami progress hingga terjadi total
disabilitas, sering disertai dengan ketidakmampuan fungsi otak general, dan dapat
menyebabkan kematian.
Dengan perawatan, gangguan pada setiap pasien berbeda-berbeda.
Kebanyakan pasien berespon terhadap medikasi. Perluasan gejala berkurang, dan
lamanya gejala terkontrol sangat bervariasi. Efek samping pengobatan terkadang
dapat sangat parah. Penyakit Parkinson sendiri tidak dianggap sebagai penyakit
yang fatal, tetapi berkembang sejalan dengan waktu. Rata-rata harapan hidup pada
pasien Parkinson pada umumnya lebih rendah dibandingkan yang tidak menderita
Parkinson. Pada tahap akhir, penyakit Parkinson dapat menyebabkan komplikasi
seperti tersedak, pneumoni, dan memburuk yang dapat menyebabkan kematian.
3.3
CHOREA
3.3.1
Definisi
Korea berasal dari bahasa yunani yang berarti menari, pada korea gerak
3.3.2
1.
Epidemiologi
Ras
Huntington disease diketahui sering terjadi pada ras kaukasia. Semua
kasus dari kelainan ini mungkin terjadi dari garis keturunan Anglia Timur. Juga
informasi genetic diperoleh dari suatu garis keturunan keluarga yang membawa
gen, terletak di danau Maracaibo Venezuela dan sekelilingnya.
2.
Umur
Korea bias terjadi pada semua umur. Pada anak-anak korea cepat
menyebar, penyebab peradangan, dan lesi-lesi striatal dapat terjadi pada banyak
kasus sekitar 10% dari pasien dengan penyakit Huntington mempunyai onset
penyakit pada saat berumur kurang dari 20 tahun, sekitar 6 % saat berumur kurang
dari 20 tahun, dan sekitar 3 % saat berumur kurang dari 15 tahun, tapi onset yang
paling sering terjadi pada dekade ke IV dan dekade ke V. Onset penyakit tercatat
paling lambat pada dekade ke VIII.
Neuroachanthocytosis, mungkin merupakan bentuk paling umum dari
korea herediter, biasanya bermanifestasi klinis pada dekade ke III dan ke IV (8-62
tahun). Ini dapat dibedakan dengan penyakit Huntington onset lambat melalui
analisis silsilah dan tes neurogenetik.
Korea senilis merupakan sebuah kondisi yang bermanifestasi secara
berangsur-angsur di dekade pertengahan hidup.4,5
3.3.3
Etiologi
Autosomal dominan
Autosomal resesif
Penyakit Huntington
Neuroacanthocytosis
Neuroacanthocytosis
Penyakit Wilson
Ataksia spinoserebelar -
Degenerasi
Penyakit Fahr
olivopontocerebellar
-
neuronal
Korea
familial
benigna
-
Korea
fisiologis
Akumulasi tipe I
Ataxia-telengiectasia
Korea senilis
Ataksia Friedreiech
Infeksi primer
Tuberous sclerosis
Infeksi oportunistik
X-linked recessive
-Mc Leod syndrome
Etiologi
infancy
Gangguan
Korea Benigna
Infeksi
Neurometabolik
- Sindrom Lesch-Nyhan
Herediter
Sporadic
Gangguan
lysosomal
Penyakit creutzfeldtjakob
storage
Sindrom
defisiensi
Gangguan aminoacid
Penyakit Leights
Ensefalitis letargika
Porphyria
Inflamatori
Sarkoisdosis
Etiologi
Di induksi Obat
Tumor
Malformasi
arteri
vena
Gangguan
Anti konvulsan
Sisitemik
- Hipertiroidisme
Obat antiperkinson
Hipoparatiroidisme
Kokain
Kehamilan
Amfetamin
Degenerasi
Anti
depresan
hepatoserebral
trisiklik
-
Neuroleptik
Sindrom withdrawal
akuisita
-
Anoksia
emergent
3.3.4
Metabolik
Gambaran Klinis
Diagnosis korea ditegakkan berdasarkan gejala klinis :
a. Gerak korea melibatkan jari-jari dan tangan, diikuti secara gradual oleh
lengan dan menyebar ke muka dan lidah. Bicara menjadi cadel. Bila otot
faring terlibat dapat menjadi disfagia dan kemungkinan pneumonia oleh
aspirasi. Sensibilitas normal.
b. Gerakan yang terjadi secara tiba-tiba dan tak terduga, dan akan berkurang
atau menghilang jika penderita tertidur, tetapi akan bertambah buruk jika
melakukan aktivitas atau mengalami tekanan emosional.
c. Pasien yang menderita korea tidak sadar akan pergerakan yang tidak
normal. Ketidakmampuan untuk mengendalikan voluntary (impersisten
motorik), seperti terlihat selama tes menggenggam manual atau
mengeluarkan lidah, adalah gambaran karakteristik dari korea dan
menghasilkan gerakan menjatuhkan objek dan kelemahan. Peregangan
reflex otot sering bersifat hung up dan pendular. Pada beberapa pasien
yang terkena gerakan berjalan seperti menari dapat ditemukan.
Berdasarkan pada penyebab dasar korea gejala motorik lain termasuk
disartria, disfagia, ketidakstabilan postural, ataksia, distonia dan
mioklonus. Suatu diskusi dari manifestasi klinis yang paling umum pada
penyakit korea telah dijelaskan disini. 4,5
Chora Huntington (Chorea Mayor)
Merupakan gangguan herediter yang bersifat autosomal dominan, onset
pada usia pertengahan dan berjalan progresif sehingga menyebabkan kematian
dalam waktu 10-12 tahun. Dapat terjadi pada usia muda (tipe juvenile) dimana
gejalanya kurang tampak dan didominasi oleh gejala negative (rigiditas).
Diagnosis
Pada pasien dengan gejala chorea dan didapatkan riwayat keluarga,
Pemeriksaan fisik
Sejak penyakit Huntington merupakan penyakit koreatik yang paling jelas
ditemukan tanda-tanda fisik sebagai berikut :
a.
Korea secara umum ditandai adanya kedutan pada jari-jari dan pada wajah.
Seiring waktu, amplitudo meningkat, pergerakan seperti menari mengganggu
c.
d.
e.
f.
Varian Westphal didominasi oleh rigiditas, bradikinesia dan distoni. Kejang umum
dan mioklonus dapat juga terlihat
g.
Pemeriksaan Penunjang
1.
Laboratorium
Diagnosis utama pada penyakit korea didasakan pada anamnesa dan
titer antibody phohosfolipid, asam amino dalam serum dan urin, tiroid stimulating
hormone (TSH), thyroxine (T4) dan parathyroid (PTH).
2.
MRI
a. Pasien dengan HD dan choreo-acantocithosis menunjukkan adanya
penurunan signal pada neostriatum, cauda dan putamen. Penurunan signal
neostriatal dihubungkan dengan adanya peningkatan zat besi.
b. Kebanyakan kasus Sydenham Korea tidak menunjukkan adanya kelainan.
Akan tetapi pada beberapa laporan kasus ditemukan adanya perbedaan
volume pada cauda, putamen dan globus pallidus di mana sydenham korea
lebih besar dibanding yang normal.
c. MRI otak pada pasien korea senilis menunjukkan adanya penurunan
intensitas sinyal pada seluruh striatum (diakibatkan deposit besi) dan pada
batas caput caudatus dan putamen tetapi tidak ada atrofi pada struktur
tersebut.
3.
Penatalaksanaan
Medikamentosa
Tujuan akhir dari farmakoterapi adalah mengurangi angka kejadian dan
Dosis Dewasa
Dosis Anak
Kontraindikasi
Interaksi Obat
Ibu Hamil
Efek Samping
mengakibatkan encelophathy-like-syndrome
Keamanan penggunaan pada kehamilan belum dilaporkan
Pasien dapat mengalami gejala ekstrapiramidal seperti kekakuan, akinesia,
Dosis Dewasa
Dosis Anak
Kontraindikasi
Interaksi Obat
yang
kuat
terhadap
alfa
adrenergik
dan
Depresi
efek
dari
Dosis Dewasa
Dosis Anak
Kontraindikasi
Interaksi Obat
Ibu Hamil
Efek Samping
meningkatkan efek
Keamanan penggunaan pada kehamilan belum dilaporkan
Agranulositosis dan hipotensi ortostatik ; obat yang dapat meyebabkan
agranulocytosis seperti karbamazepin dan tiklopidine, antikolinergik dapat
menyebabkan eemboli pulmonal atau hepatitis dapat meningkatkan LFT
Kategori obat : Agen depleting dopamin agen ini mengurangi kadar dopamin
pada sistem saraf pusat.
Nama Obat
Dosis Dewasa
Dosis Anak
Kontraindikasi
Interaksi Obat
Ibu Hamil
Efek Samping
Clobazam
(Klonopin,
Rivotril)
sering
digunakan
seperti
CNS
0,5-1 mg/d PO; meningkatkan dosis mingguan sesuai dengan
Dosis Anak
Kontraindikasi
Interaksi Obat
Ibu Hamil
Efek Samping
3.3.7
Prognosis
Prognosis tergantung pada penyebab dari korea. HD mempunyai prognosa
yang buruk, dimana pasien akan meninggal diakibatkan oleh adanya komplikasi.
Hal yang sama juga ditemukan pada pasien dengan neuroacanthocytosis yang
mengalami pneumonia.
3.4
DISTONIA
3.4.1
Definisi
Distonia adalah kelainan gerakan di mana kontraksi otot yang terus
penderita lainnya baru menunjukkan gejala pada akhir masa remaja atau pada
awal masa dewasa.
3.4.2
Etiologi
Para ahli yakin bahwa distonia terjadi karena adanya kelainan di beberapa
daerah di otak (ganglia basalis, talamus, korteks serebri), dimana beberapa pesan
untuk memerintahkan kontraksi otot diolah.
Diduga terdapat kerusakan pada kemampuan tubuh untuk mengolah
sekumpulan bahan kimia yang disebut neurotransmiter, yang membantu sel-sel di
dalam otak untuk berkomunikasi satu sama lain. Sekitar 50% kasus tidak memiliki
hubungan dengan penyakit maupun cedera, dan disebut distonia primer atau
distonia idiopatik. Seluruhnya merupakan distonia keturunan yang sifatnya
dominan. Distonia juga bisa merupakan gejala dari penyakit lainnya, yang
beberapa diantaranya diturunkan (misalnya Penyakit Wilson)
3.4.3
a.
Gejala
Gejala awal adalah kemunduran dalam menulis (setelah menulis beberapa baris
kalimat), kram kaki dan kecenderungan tertariknya satu kaki ke atas atau
kecenderungan menyeret kaki setelah berjalan atau berlari pada jarak tertentu.
b.
Leher berputar atau tertarik di luar kesadaran penderita, terutama ketika penderita
merasa lelah
c.
Gejala lainnya adalah tremor dan kesulitan berbicara atau mengeluarkan suara .
d.
Gejala awalnya bisa sangat ringan dan bahu dirasakan hanya setelah olah raga
berat, stres atau karena lelah.
e.
Lama-lama gejalanya menjadi semakin jelas dan menyebar serta tak tertahankan.
3.4.4
Diagnosis
Tatalaksana
Obat-obatan
Obat yang diberikan merupakan sekumpulan obat yang mengurangi kadar
neurotransmiter asetilkolin, yaitu triheksifenidil, benztropin dan prosiklin HCl.
Obat yang mengatur neurotransmiter GABA bisa digunakan bersama dengan obat
diatas atau diberikan tersendiri (pada pasien dengan gejala yang ringan) yaitu
diazepam, lorazepam, klonazepam dan baklofen. Obat lainnya memberikan efek
dopamin adalah levodopa/karbidopa dan bromokriptin. Obat yang mengurangi
efek dopamin adalah reserpin atau tetrabenazin. Untuk mengendalikan epilepsi
diberikan obat anti kejang karbamazepin.
2)
Racun Botullinum
Sejumlah kecil racun ini bisa disuntikkan ke dalam otot yang terkena
untuk mengurangi distonia fokal. Pada awalnya racun ini digunakan untuk
mengobati blefarospasme. Racun menghentikan kejang otot dengan menghambat
pelepasan neurotransmiter asetikolin. Efeknya bertahan selama beberapa bulan
sebelum suntikan ulangan dilakukan.
3)
Jika pemberian obat tidak berhasil atau efek sampingnya terlalu berat,
maka dilakukan pembedahan. Distonia generalisata stadium lanjut telah berhasil
diatasi dengan pembedahan yang menghancurkan sebagian dari talamus. Resiko
dari pembedahan ini adalah gangguan berbicara, karena talamus terletak di dekat
struktur otak yang mengendalikan proses berbicara. Pada distonia fokal (termasuk
blefarospasme, disfonia spasmodik dan tortikalis) dilakukan pembedahan untuk
memotong atau mengangkat saraf dari otot yang terkena.
3.5
ATETOSIS
Atetosis berasal dari bahasa Yunani yang berarti berubah-ubah atau tidak
mantap. Gangguan kinetik ini biasanya disebabkan oleh kerusakan perinatal dan
korpus striatal. Dapat juga disebabkan oleh Kern ikterus atau hiperbilirubinemia.
Gerakan involunter menjadi lambat dengan kecenderungan untuk ekstensi
berlebihan dari ekstremitas bagian perifer. Tampak sebagai kekacauan gerakan
dengan tingkat pergerakan Chorea dan dystonia. Gejala ini melibatkan organ
tangan, kaki dan sisi wajah. Umumnya disertai otak congenital (palsi serebral).
Atetosis merupakan keadaan motorik dimana jari-jari tangan dan kaki
serta lidah atau bagian tubuh lain apapun tidak dapat diam sejenak. Gerakan yang
mengubah posisi ini bersifat lambat, melilit dan tidak bertujuan. Pola gerakan
dasarnya ialah gerakan involuntary ekstensipronasi yang berselingan dengan
ekstensi jari-jari tangan dan dengan ibu jari yang berfleksi dan berabduksi di
dalam kepalan tangan. Umumnya gerakan atetotik lebih lamban daripada gerakan
koreatik, tetapi gerakan atetotik yang lebih cepat dan gencar atau gerakan koreati
yang kurang cepat dan tidak menyerupai satu dengan yang lain dikenal sebagai
MIOKLONUS
3.6.1
Definisi
Mioklonus adalah gerakan tidak disadari, tiba-tiba, sebentar, jerky, shock-
like akibat kontraksi otot (positif mioklonik) disebabkan gangguan di CNS timbul
di anggota, wajah atau badan.
3.6.2
Etiologi
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
lymphoma, hipoglikemi
Asterixis : metabolok encelopati
Kortikal mioklonus
Palatal mioklonus
Spinal mioklonus
Post Anoxic Enselopati
Progressive Myoclonic Ataxia (Ramsay Hunt Syndrome)
Trauma
Metal Toxic : mangan, besi
MPTP
3.6.3
Pemeriksaan Penunjang
1)
2)
3)
4)
3.6.4
a.
b.
c.
d.
e.
f.