You are on page 1of 36

BAB 3

TINJAUAN PUSTAKA
3.1

SISTEM EKSTRAPIRAMIDAL
Sistem ekstrapiramidal meliputi :

1. Basal ganglia : nucleus kaudatus, putamen dan globus pallidus


2. Substansia nigra
3. Nukleus rubra

Gambar 1. Sistem Ekstrapiramidal

Gangguan pada ekstrapiramidal dapat menimbulkan gerakan otot


involunter, yaitu gerakan otot secara spontan dan tidak dapat dikendalikan dengan
kemauan dan gerak otot tersebut tidak mempunyai tujuan. Efek dari gangguan
sistem ini dapat memberikan efek defisit fungsional primer yang merupakan
gejala negatif dan efek sekunder yaitu gejala positif.
Pada gangguan fungsi traktus ekstrapiramidal gejala positif dan negatif itu
menimbulkan dua jenis sindrom yaitu :
1. Sindrom hiperkinetik-hipotonik : asetilkolin menurun, dopamine meningkat
Tonus otot menurun
Gerak involunter/ireguler
Pada : chorea, atetosis, distonia, ballismus

Gambar 2. Gerakan Involunter


2. Sindrom hipokinetik-hipertonik : asetilkolin meningkat, dopamine menurun

Tonus otot meningkat

Gerak spontan/asosiatif menurun

Gerak involunter spontan

Pada : Parkinson
Gejala negative dapat berupa :
1. Bradikinesia
Gerakan volunter yang bertambah lambat atau menghilang sama sekali.
Gejala ini merupakan gejala utama yang didapatkan pada penyakit Parkinson.
2. Gangguan sikap postural
Merupakan hilangnya reflex postural normal. Paling sering ditemukan
pada penyakit Parkinson. Terjadi fleksi pada tungkai dan badan karena penderita
tidak dapat mempertahankan keseimbangan secara tepat. Penderita akan terjatuh
bila berputar dan didorong.
Gejala positif dapat berupa :
1)

Gerakan involunter

a.

Tremor

b.

Athetosis

c.

Chorea

d.

Distonia

e.

Hemiballismus

2)

Rigiditas
Kekakuan

yang

dirasakan

oleh

pemeriksa

ketika

menggerakkan

ekstremitas secara pasif. Tahanan ini timbul di sepanjang gerakan pasif tersebut
dan mengenai gerakan fleksi maupun ekstensi sering disebut sebagai plastic atau

lead pipe rigidity. Bila disertai dengan tremor maka disebut dengan tanda
cogwheel. Pada penyakit Parkinson terdapat gejala positif dan gejala negative
seperti tremor dan bradikinesia. Sedangkan pada chorea Huntington lebih
didominasi oleh gejala positif, yaitu : chorea.
3.1.1

PATOFISIOLOGI
Pada keadaan normal terdapat arus rangsang kortiko-kortikal yang melalui

inti-inti basal (basal ganglia) yang mengatur kendali korteks atas gerakan
volunteer dengan proses inhibisi secara bertingkat. Inti-inti basal juga berperan
mengatur dan mengendalikan keseimbangan antara kegiatan neuron motorik alfa
dan gamma. Di antara inti-inti basal, maka globus pallidus merupakan stasiun
neuroaferen terakhir yang kegiatannya diatur oleh asupan dari korteks, nucleus
kaudatus, putamen, substansia nigra dan inti subtalamik.
Gerakan involunter yang timbul akibat lesi difus pada putamen dan globus
pallidus disebabkan oleh terganggunya kendali atas reflex-refleks dan rangsangan
yang masuk, yang dalam keadaan normal turut mempengaruhi putamen dan
globus pallidus. Keadaan tersebut dinamakan Release phenomenon, yang berarti
hilangnya aktivitas inhibisi yang normal. Adapun lesi di substansia nigra
(penyakit Parkinson), di inti dari luys (hemiballismus), bagian luar dari putamen
(atetosis), di nucleus kaudatus terutama dan nucleus lentiformis sebagian kecil
(korea) dan di korteks serebri piramidalis berikut putamen dan thalamus
(distonia).1
Berbagai neurotransmitter turut berperan dalam fungsi dan peran system
neurotransmitter, meliputi :

1. Dopamine, bekerja pada jalur nigostriatal (hubungan substansia nigra dan


korpus striatum) dan pada system mesolimbik dan mesokortikal tertentu.
2. GABA (Gama Aminobutiric Acid), berperan pada jalur / neuron-neiron
striatonigral.
3. Glutamate, bekerja pada jalur kortikostriatal
4. Zat-zat neurotransmitter kolinergik, digunakan untuk neuron-neruon
talamostriatal.
5. Substansia P dan metenfekalin, terdapat pada jalur striatopalidal dan
striatonigral.
6. Kolesistokinin, dapat ditemukan bersama dopamine dalam sistem neural
yang sama.
3.2

PENYAKIT PARKINSON

3.2.1

Definisi
Penyakit parkinson adalah penyakit neurodegeneratif progresif yang

berkaitan erat dengan usia. Secara patologis penyakit parkinson ditandai oleh
degenerasi neuron-neuron berpigmen neuromelamin, terutama di pars kompakta
substansia nigra yang disertai inklusi sitoplasmik eosinofilik (Lewy bodies), atau
disebut juga parkinsonisme idiopatik atau primer.
Sedangkan Parkinonisme adalah suatu sindrom yang ditandai oleh tremor
waktu istirahat, rigiditas, bradikinesia, dan hilangnya refleks postural akibat
penurunan kadar dopamine dengan berbagai macam sebab. Sindrom ini sering
disebut sebagai Sindrom Parkinson.3

3.2.2

Etiologi
Etiologi Parkinson primer masih belum diketahui. Parkinson disebabkan

oleh rusaknya sel-sel otak, tepatnya di substansi nigra. Suatu kelompok sel yang
mengatur gerakan-gerakan yang tidak dikehendaki (involuntary). Akibatnya,
penderita tidak bisa mengatur/menahan gerakan-gerakan yang tidak disadarinya.
Mekanisme bagaimana kerusakan itu belum jelas benar, akan tetapi ada beberapa
faktor resiko ( multifaktorial ) yang telah diidentifikasikan, yaitu :
1) Usia : Insiden meningkat pada usia 50 sampai usia 80 tahun. Hal ini
berkaitan dengan reaksi mikroglial yang mempengaruhi kerusakan
neuronal, terutama pada substansia nigra pada penyakit parkinson.
2) Genetik : Penelitian menunjukkan adanya mutasi genetik yang berperan
pada penyakit parkinson. Yaitu mutasi pada gen a-sinuklein pada lengan
panjang kromosom 4 (PARK1) pada pasien dengan Parkinsonism
autosomal dominan. Pada pasien dengan autosomal resesif parkinson,
ditemukan delesi dan mutasi point pada gen parkin (PARK2) di kromosom
6. Adanya riwayat penyakit parkinson pada keluarga meningkatkan faktor
resiko menderita penyakit parkinson sebesar 8,8 kali pada usia kurang dari
70 tahun dan 2,8 kali pada usia lebih dari 70 tahun.1,2,3
3) Faktor Lingkungan
a) Xenobiotik : Berhubungan erat dengan paparan pestisida yang dapat
menimbulkan kerusakan mitokondria.
b) Pekerjaan : Lebih banyak pada orang dengan paparan metal yang lebih
tinggi dan lama.

c) Infeksi : Paparan virus influenza intrautero diduga turut menjadi faktor


predesposisi penyakit parkinson melalui kerusakan substansia nigra.
d) Diet : Konsumsi lemak dan kalori tinggi meningkatkan stress oksidatif,
salah satu mekanisme kerusakan neuronal pada penyakit parkinson.
Sebaliknya,kopi merupakan neuroprotektif.
4) Ras : angka kejadian Parkinson lebih tinggi pada orang kulit putih
dibandingkan kulit berwarna.
5) Trauma kepala : Cedera kranio serebral bisa menyebabkan penyakit
parkinson, meski peranannya masih belum jelas benar.
6) Stress dan depresi : Beberapa penelitian menunjukkan depresi dapat
mendahului gejala motorik. Depresi dan stress dihubungkan dengan
penyakit parkinson karena pada stress dan depresi terjadi peningkatan
turnover katekolamin yang memacu stress oksidatif.
3.2.3
1.

Gejala Klinik
Gejala Motorik

Gambaran klinis penyakit Parkinson


Terdapat trias Parkinson, yaitu : tremor, rigiditas, dan bradikinesia.

1.

Tremor

2.

Rigiditas

3.

Akinesia / Bradikinesia
4. Tiba-tiba Berhenti atau Ragu-ragu untuk Melangkah
5. Mikrografia
6. Berjalan dengan langkah kecil menggeser dan makin menjadi cepat
(marche a petit pas), stadium lanjut kepala difleksikan ke dada, bahu
membengkok ke depan, punggung melengkung bila berjalan.
7. Bicara monoton
8. Dimensia
9. Gangguan behavioral, Lambat-laun menjadi dependen (tergantung kepada
orang lain), mudah takut, sikap kurang tegas, depresi.
10. Gejala Lain :Kedua mata berkedip-kedip dengan gencar pada pengetukan
diatas pangkal hidungnya (tanda Myerson positif). Kesukaran dalam usaha
pengosongan kandung kencing dan juga sering mengalami obstipasi
kronik. Rasa nyeri pada otot terutama otot betis pada malam hari. Juga
terdapat kesukaran bila hendak berlari dari kursi atau tempat tidur yang
rendah. Gejala-gejala pelengkap yang lain disesuaikan dengan kausa
parkinsonisme atau sindrom Parkinson. Misalnya hipotensi orthostatic,
takikardi, hiperhidrosis, sekresi kelenjar lemak kulit yang tinggi, emosi
yang labil, impotensia, intelegensia tetap utuh, atau mengalami
kemunduran sampai kelumpuhan neuron motorik sentral, oftalmoplegi,
krisis okulogirik, gangguan serebellum dan lain-lain.5,6

2.

Gejala Non Motorik


a. Disfungsi otonom
1) Keringat berlebihan, air ludah berlebihan, gangguan sfingter terutama
inkontinensia dan hipotensi ortostatik
2) Kulit berminyak dan infeksi kulit seboroik
3) Pengeluaran urin yang banyak
4) Gangguan seksual yang berubah fungsi, ditandai dengan melemahnya
hasrat seksual, perilaku, orgasme.
b. Gangguan suasana hati, penderita sering mengalami depresi
c. Ganguan kognitif, menanggapi rangsangan lambat
d. Gangguan tidur, penderita mengalami kesulitan tidur (insomnia)
e. Gangguan sensasi
1) kepekaan kontras visuil lemah, pemikiran mengenai ruang, pembedaan
warna
2) penderita sering mengalami pingsan, umumnya disebabkan oleh
hypotension orthostatic, suatu kegagalan sistemsaraf otonom untuk
melakukan penyesuaian tekanan darah sebagai jawaban atas perubahan
posisi badan
3) berkurangnya atau hilangnya kepekaan indra perasa bau (microsmia
atau anosmia).

3.2.4

Diagnosis
Diagnosis penyakit Parkinson ditegakkan berdasarkan kriteria :

1)

Secara klinis
Didapatkan 2 dari 3 tanda kardinal gangguan motorik : tremor, rigiditas,
bradikinesia atau 3 dari 4 tanda motorik : tremor, rigiditas, bradikinesia
dan ketidakstabilan postural.

2)

Kriteria Koller
a. Didapati 2 dari 3 tanda cardinal gangguan motorik : tremor saat istirahat
atau gangguan refleks postural, rigiditas, bradikinesia yang berlangsung 1
tahun atau lebih.
b. Respons terhadap terapi levodopa yang diberikan sampai perbaikan sedang
(minimal 1.000 mg/hari selama 1 bulan) dan lama perbaikan 1 tahun atau
lebih.

3)

Kriteria Gelb & Gilman


1. Gejala kelompok A (khas untuk penyakit Parkinson) terdiri dari :
a) Resting tremor
b) Bradikinesi
c) Rigiditas
d) Permulaan asimetris
2. Gejala klinis kelompok B (gejala dini tak lazim), diagnosa alternatif,
terdiri dari :
a) Instabilitas postural yang menonjol pada 3 tahun pertama
b) Fenomena tak dapat bergerak sama sekali (freezing) pada 3 tahun
pertama

c) Halusinasi (tidak ada hubungan dengan pengobatan) dalam 3 tahun


pertama
d) Demensia sebelum gejala motorik pada tahun pertama.
1. Diagnosis possible : terdapat paling sedikit 2 dari gejala kelompok A
dimana salah satu diantaranya adalah tremor atau bradikinesia dan tak
terdapat gejala kelompok B, lama gejala kurang dari 3 tahun disertai
respon jelas terhadap levodopa atau dopamine agonis.
2. Diagnosis probable : terdapat paling sedikit 3 dari 4 gejala kelompok A,
dan tidak terdapat gejala dari kelompok B, lama penyakit paling sedikit 3
tahun dan respon jelas terhadap levodopa atau dopamine agonis.
3. Diagnosis pasti : memenuhi semua kriteria probable dan pemeriksaan
histopatologis yang positif.
Untuk kepentingan klinis diperlukan adanya penetapan berat ringannya
penyakit dalam hal ini digunakan stadium klinis berdasarkan Hoehn and Yahr
(1967) yaitu :
a. Stadium 1 : gejala dan tanda pada satu sisi, terdapat gejala ringan, terdapat
gejala yang mengganggu tetapi menimbulkan kecacatan, biasanya terdapat
tremor pada satu anggota gerak, gejala yang timbul dapat dikenali orang
terdekat (teman)
b. Stadium 2 : terdapat gejala bilateral, terdapat kecacatan minimal,
sikap/cara berjalan terganggu.
c. Stadium 3 : gerak tubuh nyata melambat, keseimbangan mulai terganggu
saat berjalan/berdiri, disfungsi umum sedang

d. Stadium 4 : terdapat gejala yang berat, masih dapat berjalan hanya untuk
jarak tertentu, rigiditas dan bradikinesia, tidak mampu berjalan sendiri,
tremor dapat berkurang dibandingkan stadium sebelumnya.
e. Stadium 5 : stadium kakhetik (cachactic stage), kecacatan total, tidak
mampu berdiri dan berjalan walaupun dibantu.
3.2.5

Penatalaksanaan
Strategi

penatalaksanaannya

adalah

1)

terapi

simtomatik,

untuk

mempertahankan independensi pasien, 2) neuroproteksi dan 3) neurorestorasi,


keduanya untuk menghambat progresivitas

penyakit Parkinson. Strategi ini

ditujukan untuk mempertahankan kualitas hidup penderitanya.


1.
a)

Terapi farmakologik

Obat pengganti dopamine (Levodopa, Carbidopa)


Levodopa merupakan pengobatan utama untuk penyakit parkinson. Di
dalam otak levodopa dirubah menjadi dopamine. L-dopa akan diubah menjadi
dopamine pada neuron dopaminergik oleh L-aromatik asam amino dekarboksilase
(dopa dekarboksilase). Carbidopa dan benserazide adalah dopa dekarboksilase
inhibitor, membantu mencegah metabolisme L-Dopa sebelum mencapai neuron
dopaminergik. Levodopa mengurangi tremor, kekakuan otot dan memperbaiki
gerakan.2,3
Levodopa melintasi sawar-darah-otak dan memasuki susunan saraf
pusat dan mengalami perubahan ensimatik menjadi dopamin. Dopamin
menghambat aktifitas neuron di ganglia basal. Efek samping levodopa dapat
berupa:

1) Neusea, muntah, distress abdominal


2) Hipotensi postural
3) Sesekali akan didapatkan aritmia jantung, terutama pada penderita yang
berusia lanjut. Efek ini diakibatkan oleh efek beta-adrenergik dopamine
pada system konduksi jantung. Ini bisa diatasi dengan obat beta blocker
seperti propanolol.
4) Diskinesia

yang paling sering ditemukan melibatkan anggota gerak,

leher atau muka. Diskinesia sering terjadi pada penderita yang berespon
baik terhadap terapi levodopa.
Efek samping levodopa pada pemakaian bertahun-tahun adalah diskinesia
yaitu gerakan motorik tidak terkontrol pada anggota gerak maupun tubuh. Respon
penderita yang mengkonsumsi levodopa juga semakin lama semakin berkurang.
2.

Agonis Dopamin
Agonis dopamin seperti Bromokriptin (Parlodel), Pergolid (Permax),

Pramipexol (Mirapex), Ropinirol, Kabergolin, Apomorfin dan lisurid dianggap


cukup efektif untuk mengobati gejala Parkinson. Obat ini bekerja dengan
merangsang reseptor dopamin, akan tetapi obat ini juga menyebabkan penurunan
reseptor dopamin secara progresif yang selanjutnya akan menimbulkan
peningkatan gejala Parkinson.
Efek samping obat ini adalah halusinasi, psikosis, eritromelalgia, edema
kaki, mual dan muntah. 4
3.

Antikolinergik

Obat ini menghambat sistem kolinergik di ganglia basal dan menghambat


aksi neurotransmitter otak yang disebut asetilkolin. Obat ini mampu membantu
mengoreksi keseimbangan antara dopamine dan asetilkolin, sehingga dapat
mengurangi gejala tremor.
Ada dua preparat antikolinergik yang banyak digunakan untuk penyakit
parkinson, yaitu thrihexyphenidyl (artane) dan benztropin (congentin). Preparat
lainnya yang juga termasuk golongan ini adalah biperidon (akineton),
orphenadrine (disipal) dan procyclidine (kamadrin).
Efek samping obat ini adalah mulut kering dan pandangan kabur.
Sebaiknya obat jenis ini tidak diberikan pada penderita penyakit Parkinson usia
diatas 70 tahun, karena dapat menyebabkan penurunan daya ingat.
4.

Penghambat Monoamin oxidase (MAO Inhibitor)


Selegiline (Eldepryl), Rasagaline (Azilect). Inhibitor MAO diduga berguna
pada penyakit Parkinson karena neurotransmisi dopamine dapat ditingkatkan
dengan

mencegah

perusakannya.

Selegiline

dapat

pula

memperlambat

memburuknya sindrom Parkinson, dengan demikian terapi levodopa dapat


ditangguhkan selama beberapa waktu. Berguna untuk mengendalikan gejala dari
penyakit Parkinson yaitu untuk mengaluskan pergerakan.
Selegilin dan rasagilin mengurangi gejala dengan dengan menginhibisi
monoamine oksidase B (MAO-B), sehingga menghambat perusakan dopamine
yang dikeluarkan oleh neuron dopaminergik. Metabolitnya mengandung Lamphetamin and L-methamphetamin.

Biasa dipakai sebagai kombinasi dengan gabungan levodopa-carbidopa.


Selain itu obat ini juga berfungsi sebagai antidepresan ringan. Efek sampingnya
adalah insomnia, penurunan tekanan darah dan aritmia.
5.

Amantadin
Berperan sebagai pengganti dopamine, tetapi bekerja di bagian lain otak.
Obat ini dulu ditemukan sebagai obat antivirus, selanjutnya diketahui dapat
menghilangkan gejala penyakit Parkinson yaitu menurunkan gejala tremor,
bradikinesia, dan fatigue pada awal penyakit Parkinson dan dapat menghilangkan
fluktuasi motorik (fenomena on-off) dan diskinesia pada penderita Parkinson
lanjut. Dapat dipakai sendirian atau sebagai kombinasi dengan levodopa atau
agonis dopamine. Efek sampingnya dapat mengakibatkan mengantuk.

6.

Penghambat Catechol 0-Methyl Transferase/COMT


Entacapone (Comtan), Tolcapone (Tasmar). Obat ini masih relatif baru,
berfungsi menghambat degradasi dopamine oleh enzim COMT dan memperbaiki
transfer levodopa ke otak. Mulai dipakai sebagai kombinasi levodopa saat
efektivitas levodopa menurun.
Diberikan bersama setiap dosis levodopa. Obat ini memperbaiki fenomena
on-off, memperbaiki kemampuan aktivitas kehidupan sehari-hari.
Efek samping obat ini berupa gangguan fungsi hati, sehingga perlu
diperiksa tes fungsi hati secara serial. Obat ini juga menyebabkan perubahan
warna urin berwarna merah-oranye.

7.

Neuroproteksi

Terapi neuroprotektif dapat melindungi neuron dari kematian sel yang


diinduksi progresifitas penyakit. Adapun yang sering digunakan di klinik adalah
monoamine oxidase inhibitors (selegiline and rasagiline), dopamin agonis, dan
complek I mitochondrial fortifier coenzyme Q10.
2. Terapi pembedahan
Bertujuan untuk memperbaiki atau mengembalikan seperti semula proses
patologis yang mendasari (neurorestorasi).
a. Terapi ablasi lesi di otak
Termasuk kategori ini adalah thalamotomy dan pallidotomy
Indikasi :
fluktuasi motorik berat yang terus menerus
diskinesia yang tidak dapat diatasi dengan pengobatan medik
b.

Deep Brain Stimulation (DBS)


Ditempatkan semacam elektroda pada beberapa pusat lesi di otak yang

dihubungkan dengan alat pemacunya yang dipasang di bawah kulit dada seperti
alat pemacu jantung.
Pada prosedur ini tidak ada penghancuran lesi di otak, jadi relatif aman.
Manfaatnya adalah memperbaiki waktu off dari levodopa dan mengendalikan
diskinesia.
c. Transplantasi
Jaringan transplan (graft) lain yang pernah digunakan antara lain dari
jaringan embrio ventral mesensefalon yang menggunakan jaringan premordial
steam atau progenitor cells, non neural cells (biasanya fibroblast atau astrosytes),

testis-derived sertoli cells dan carotid body epithelial glomus cells. Transplantasi
yang berhasil baik dapat mengurangi gejala penyakit parkinson selama 4 tahun
kemudian efeknya menurun 4 6 tahun sesudah transplantasi.
Teknik operasi ini sering terbentur bermacam hambatan seperti ketiadaan
donor, kesulitan prosedur baik teknis maupun perijinan.
3.

Non Farmakologik

a.

Edukasi

b.

Terapi rehabilitasi

3.2.6

Prognosis
Obat-obatan yang ada sekarang hanya menekan gejala-gejala parkinson,

sedangkan perjalanan penyakit itu belum bisa dihentikan sampai saat ini. Sekali
terkena parkinson, maka penyakit ini akan menemani sepanjang hidupnya. Tanpa
perawatan, gangguan yang terjadi mengalami progress hingga terjadi total
disabilitas, sering disertai dengan ketidakmampuan fungsi otak general, dan dapat
menyebabkan kematian.
Dengan perawatan, gangguan pada setiap pasien berbeda-berbeda.
Kebanyakan pasien berespon terhadap medikasi. Perluasan gejala berkurang, dan
lamanya gejala terkontrol sangat bervariasi. Efek samping pengobatan terkadang
dapat sangat parah. Penyakit Parkinson sendiri tidak dianggap sebagai penyakit
yang fatal, tetapi berkembang sejalan dengan waktu. Rata-rata harapan hidup pada
pasien Parkinson pada umumnya lebih rendah dibandingkan yang tidak menderita
Parkinson. Pada tahap akhir, penyakit Parkinson dapat menyebabkan komplikasi
seperti tersedak, pneumoni, dan memburuk yang dapat menyebabkan kematian.

Progresifitas gejala pada Parkinson dapat berlangsung 20 tahun atau lebih.


Namun demikian pada beberapa orang dapat lebih singkat. Tidak ada cara yang
tepat untuk memprediksikan lamanya penyakit ini pada masing-masing individu.
Dengan treatment yang tepat, kebanyakan pasien Parkinson dapat hidup produktif
beberapa tahun setelah diagnosis.1,4

3.3

CHOREA

3.3.1

Definisi
Korea berasal dari bahasa yunani yang berarti menari, pada korea gerak

otot berlangsung cepat, sekonyong-konyong, aritmik dan kasar yang dapat


melibatkan satu ekstremitas, separuh badan atau seluruh badan. Hal ini dengan
khas terlihat pada anggota gerak atas (lengan dan tangan) terutama bagian distal.
Pada gerakan ini tidak didapatkan gerakan yang harmonis antara otot-otot
pergerakan, baik antara otot yang sinergis maupun antagonis.
Dengan kata lain korea adalah gerakan tak terkendali yang berupa
sentakan berskala besar dan berulang-ulang, seperti berdansa, yang dimulai pada
salah satu bagian tubuh dan menjalar kebagian tubuh yang lainnya secara tiba-tiba
dan tak terduga.
Gerak korea dapat dibuat nyata bila pasien disuruh melakukan dua macam
gerakan sekaligus, misalnya ia disuruh menaikkan lengannya ke atas sambil
menjulurkan lidah. Gerakan korea didapatkan dalam keadaan istirahat dan
menjadi lebih hebat bila ada aktivitas dan ketegangan. Korea menghilang bila
penderitanya tidur.2,7

3.3.2
1.

Epidemiologi

Ras
Huntington disease diketahui sering terjadi pada ras kaukasia. Semua
kasus dari kelainan ini mungkin terjadi dari garis keturunan Anglia Timur. Juga
informasi genetic diperoleh dari suatu garis keturunan keluarga yang membawa
gen, terletak di danau Maracaibo Venezuela dan sekelilingnya.

2.

Umur
Korea bias terjadi pada semua umur. Pada anak-anak korea cepat
menyebar, penyebab peradangan, dan lesi-lesi striatal dapat terjadi pada banyak
kasus sekitar 10% dari pasien dengan penyakit Huntington mempunyai onset
penyakit pada saat berumur kurang dari 20 tahun, sekitar 6 % saat berumur kurang
dari 20 tahun, dan sekitar 3 % saat berumur kurang dari 15 tahun, tapi onset yang
paling sering terjadi pada dekade ke IV dan dekade ke V. Onset penyakit tercatat
paling lambat pada dekade ke VIII.
Neuroachanthocytosis, mungkin merupakan bentuk paling umum dari
korea herediter, biasanya bermanifestasi klinis pada dekade ke III dan ke IV (8-62
tahun). Ini dapat dibedakan dengan penyakit Huntington onset lambat melalui
analisis silsilah dan tes neurogenetik.
Korea senilis merupakan sebuah kondisi yang bermanifestasi secara
berangsur-angsur di dekade pertengahan hidup.4,5

3.3.3

Etiologi

Korea bukan merupakan penyakit, tetapi merupakan gejala yang bisa


terjadi pada beberapa penyakit yang berbeda. Seseorang yang mengalami korea
memiliki kelainan pada ganglia basalis di otak. Tugas ganglia basalis adalah
memperhalus gerakan-gerakan yang kasar yang merupakan perintah dari otak.
Pada sebagian besar kasus terdapat neurotransmitter dopamine yang
berlebihan, sehingga mempengaruhi fungsinya yang normal. Keadaan ini bisa
diperburuk oleh obat-obat dan penyakit yang menyebabkan perubahan kadar
dopamine atau merubah kemampuan otak untuk mengenal dopamine. Penyakit
yang sering kali menyebabkan korea adalah penyakit Huntington.
Berbagai penyebab korea :
Etiologi
Gangguan neurodegenerative Herediter

Sporadis atau penurunan

Autosomal dominan

yang tidak diketahui


- Atrofi

Autosomal resesif

Penyakit Huntington

Neuroacanthocytosis

Neuroacanthocytosis

Penyakit Wilson

Ataksia spinoserebelar -

Degenerasi

Penyakit Fahr

dengan besi di otak

olivopontocerebellar
-

neuronal

Korea

familial

benigna
-

Korea

fisiologis

Akumulasi tipe I

Ataxia-telengiectasia

Korea senilis

Ataksia Friedreiech

Infeksi primer

Tuberous sclerosis

Infeksi oportunistik

X-linked recessive
-Mc Leod syndrome
Etiologi

infancy

Gangguan

Korea Benigna

Infeksi

Neurometabolik
- Sindrom Lesch-Nyhan

Herediter

Sporadic

Gangguan

lysosomal

Penyakit creutzfeldtjakob

storage

Sindrom

defisiensi

Gangguan aminoacid

Penyakit Leights

Ensefalitis letargika

Porphyria

Inflamatori

Sarkoisdosis

Etiologi
Di induksi Obat

Lesi desak ruang


-

Tumor

Malformasi

imunitas yang didapat

arteri

vena

Gangguan

Anti konvulsan

Sisitemik
- Hipertiroidisme

Obat antiperkinson

Hipoparatiroidisme

Kokain

Kehamilan

Amfetamin

Degenerasi

Anti

depresan

hepatoserebral

trisiklik
-

Neuroleptik

Sindrom withdrawal

akuisita
-

Anoksia

emergent
3.3.4

Metabolik

Gambaran Klinis
Diagnosis korea ditegakkan berdasarkan gejala klinis :

a. Gerak korea melibatkan jari-jari dan tangan, diikuti secara gradual oleh
lengan dan menyebar ke muka dan lidah. Bicara menjadi cadel. Bila otot
faring terlibat dapat menjadi disfagia dan kemungkinan pneumonia oleh
aspirasi. Sensibilitas normal.
b. Gerakan yang terjadi secara tiba-tiba dan tak terduga, dan akan berkurang
atau menghilang jika penderita tertidur, tetapi akan bertambah buruk jika
melakukan aktivitas atau mengalami tekanan emosional.
c. Pasien yang menderita korea tidak sadar akan pergerakan yang tidak
normal. Ketidakmampuan untuk mengendalikan voluntary (impersisten
motorik), seperti terlihat selama tes menggenggam manual atau
mengeluarkan lidah, adalah gambaran karakteristik dari korea dan
menghasilkan gerakan menjatuhkan objek dan kelemahan. Peregangan
reflex otot sering bersifat hung up dan pendular. Pada beberapa pasien
yang terkena gerakan berjalan seperti menari dapat ditemukan.
Berdasarkan pada penyebab dasar korea gejala motorik lain termasuk
disartria, disfagia, ketidakstabilan postural, ataksia, distonia dan
mioklonus. Suatu diskusi dari manifestasi klinis yang paling umum pada
penyakit korea telah dijelaskan disini. 4,5
Chora Huntington (Chorea Mayor)
Merupakan gangguan herediter yang bersifat autosomal dominan, onset
pada usia pertengahan dan berjalan progresif sehingga menyebabkan kematian
dalam waktu 10-12 tahun. Dapat terjadi pada usia muda (tipe juvenile) dimana
gejalanya kurang tampak dan didominasi oleh gejala negative (rigiditas).

Penetrance penyakit Huntington adalah 100%. Ekspresi penyakit ini


sangat bervariasi tergantung manifestasi klinis dan onset umur. Saat kelainan
muncul lebih awal terutama pada pasien berumur kurang dari 20 tahun, hampir
bisa dipastikan akan berkembang cepat dengan adanya kelainan kognitif.
Perubahan kepribadian dan gangguan psikologis menjadi manifestasi awal
pada 50 % kasus. Gejala yang tetap dengan depresi merupakan yang paling sering.
Jangka waktu penyakit sampai timbulnya kematian sekitar 15 tahun pada kasus
penyakit Huntington dewasa dan 8-10 tahun pada jenis remaja.
3.3.5

Diagnosis
Pada pasien dengan gejala chorea dan didapatkan riwayat keluarga,

singkirkan dari penyakit benign hereditary chorea di mana terdapat intelektual


pada penyakit tersebut. Pada Huntingtons Choreal biasanya intelektual
terganggu. Bedakan dengan chorea senilis dimana terjadi biasanya pada usia yang
lebih tua dan terdapat demensia. Singkirkan juga berbagai penyebab chorea yang
lain seperti chorea syndenam, chorea gravidarum, dan chorea akibat obat-obatan.
2,3

Pemeriksaan fisik
Sejak penyakit Huntington merupakan penyakit koreatik yang paling jelas
ditemukan tanda-tanda fisik sebagai berikut :
a.

Korea secara umum ditandai adanya kedutan pada jari-jari dan pada wajah.
Seiring waktu, amplitudo meningkat, pergerakan seperti menari mengganggu

pergerakan voluntary dari ekstremitas dan berlawanan dengan gaya berjalan.


Berbicara menjadi tidak teratur.
b.

Tanda khas, pasien hipotonus meskipun demikian reflek-refleks mungkin


bertambah dan mungkin ditemukan klonus.

c.

Gerakan volunteer terganggu paling awal. Khususnya pergerakan mungkin tidak


teratur.

d.

Hilangnya optokinetik nistagmus adalah tanda karakteristik setelah perkembangan


penyakit. Kelainan kognitif dalam manifestasi awal dengan kehilangan memori
baru dan pertimbangan melemah. Apraksia dapat juga terjadi

e.

Kelainan perilaku neurologi berubah secara khas terdiri dari perubahan


kepribadian, apatis, penarikan sosial, impulsif, depresi, mania, paranoia, delusi,
halusinasi, atau psikosis.

f.

Varian Westphal didominasi oleh rigiditas, bradikinesia dan distoni. Kejang umum
dan mioklonus dapat juga terlihat

g.

Ataksia dan demensia dapat juga terjadi

Pemeriksaan Penunjang
1.

Laboratorium
Diagnosis utama pada penyakit korea didasakan pada anamnesa dan

penemuan klinis, akan tetapi pemeriksaan laboratorium sangat bermanfaat trutama


untuk membedakan korea primer dan sekundernya diantaranya :

a. Penyakit Huntington; satu-satunya pemeriksaan laboratorium untuk


mengkonfirmasi penyakit ini adalah dengan tes genetic. Kelainan ini
terdapat pada kromosom ke 4 yang ditandai dengan adanya
pengulangan abnormal dari trinucleotide CAG, dimana panjang lengan
menentukan lamanya serangan.
b. Penyakit Wilson; rendahnya kadar seruloplasmin dalam serum dan
meningkatnya kadar tembaga dalam serum pada pemeriksaan urin.
Proteinuria ditemukan pada pasien yang mempunyai gangguan ginjal,
tetapi tidak semua pasien mengalami hal ini. Pada pemeriksaan fungsi
hati umumnya abnormal. Kadar amoniak dalam serum mungkin
meningkat. Jika hasil diagnose masih belum pasti maka biopsy hati
akan sangat membantu dalam mengkonfirmasi diagnosa tersebut.
c. Sydenham korea; korea dapat terjadi setelah infeksi streptokokus.
Umunya 1-6 bulan pasca infeksi, kadang-kadang setelah 30 tahun.
Oleh karena itu, maka titer antibody anti streptokokus tidak begitu di
presentasikan. Tanpa bukti adanya infeksi streptokokus yang
mendahului, maka diagnose korea harus ditegakkan tanpa penyebab
lain.
d. Neuroachanthocytosis; diagnose ditegakkan oleh adanya gambaran
achanthosit pada darah perifer. Kadar kreatinin kinase serum mungkin
meningkat. 3,6
Pemeriksaan laboratorium lain yang digunakan untuk difernsial diagnosis dari
korea adalah pemeriksaan kadar komplemen, titer antinuclear antibody (ANA),

titer antibody phohosfolipid, asam amino dalam serum dan urin, tiroid stimulating
hormone (TSH), thyroxine (T4) dan parathyroid (PTH).
2.

MRI
a. Pasien dengan HD dan choreo-acantocithosis menunjukkan adanya
penurunan signal pada neostriatum, cauda dan putamen. Penurunan signal
neostriatal dihubungkan dengan adanya peningkatan zat besi.
b. Kebanyakan kasus Sydenham Korea tidak menunjukkan adanya kelainan.
Akan tetapi pada beberapa laporan kasus ditemukan adanya perbedaan
volume pada cauda, putamen dan globus pallidus di mana sydenham korea
lebih besar dibanding yang normal.
c. MRI otak pada pasien korea senilis menunjukkan adanya penurunan
intensitas sinyal pada seluruh striatum (diakibatkan deposit besi) dan pada
batas caput caudatus dan putamen tetapi tidak ada atrofi pada struktur
tersebut.

3.

POSITION EMISSION TOMOGRAPHY (PET)


a. Uptake flourodopa (F-dopa) normal atau sedikit berkurang pada pasien
dengan korea. Pada HD dan choreocanthocytosis terjadi hipermetabolisme
bilateral pada nucleus caudatus dan putamen.
b. Pada pasien korea dan dementia terjadi penurunan metabolisme glukosa
pada korteks frontal, temporal dan parietal.
c. Pada pasien korea benigna herediter dapat atau tidak terjadi penurunan
metabolisme glukosa pada kauda.

d. Penemuan metabolisme normal pada otak di daerah striatal dapat


mengesampingkan kemungkinan HD. Hasil diagnosa HD yang terbatas
dibuat dengan cara neurogenetik.
e. Pada pasien hemikora ditemukan hipometabolisme pada inti kauda dan
putamen kontralateral.
3.3.6
1.

Penatalaksanaan
Medikamentosa
Tujuan akhir dari farmakoterapi adalah mengurangi angka kejadian dan

mencegah komplikasi korea akan membaik setelah pemakaian obat. Jika


penyebanya obat, obat dihentikan. Untuk membantu mengendalikan pergerakan
yang abnormal bisa diberikan obat yang menghalangi efek dopamin (misalnya
obat anti psikosis).
Kategori obat : Antipsikotik (berfungsi sebagai antagonis dopamin dan
mempunyai efek sebagai anti spasmodik)
Nama Obat

Haloperidol (Haldol) biasanya digunakan untuk mengobati pergerakan

Dosis Dewasa

irreguler pada otot-otot muka


Dosis rendah : 0,5-1 mg/d PO; dosis > 10 mg/d dapat sedikit atau tidak

Dosis Anak
Kontraindikasi

bermanfaat dibanding dosis yang rendah


Tidak ada
Hipersensitifitas, glaucoma sudut sempit, depresi sumsum tulang, penyakit

Interaksi Obat

kronis jantung dan hati, hipotensi, kerusakanotak subkortikal


Dapat meningkatkan konsentrasi TCAs serum dan kadar obat-obat anti
hipertensi : phenobarbital atau carbamazepin dapat mengurangi efek;
antikolinergik dapat meningkatkan tekanan intraocular ; litium dapat

Ibu Hamil
Efek Samping

mengakibatkan encelophathy-like-syndrome
Keamanan penggunaan pada kehamilan belum dilaporkan
Pasien dapat mengalami gejala ekstrapiramidal seperti kekakuan, akinesia,

distonik akut, diskinesia tardiv, sindrom neuroleptic.


Nama Obat

Fluphenazine (Prolixin) Inhibitor di dopaminergik mesolimbic


dan D2 yang sensitif di dalam otak dan mengakibatkan
perangsangan

Dosis Dewasa
Dosis Anak
Kontraindikasi
Interaksi Obat

yang

kuat

terhadap

alfa

adrenergik

antikolinergik. Dapat mendrepresi reticular sistem


0,5-1 mg/d PO; dosis awal
Tidak dilaporkan
Hipersensitifitas, glaucoma sudut sempit
Dapat meningkatkan potensiasi efek narkotika.

dan

Depresi

pernafasan ; litium dapat mengakibatkan peningkatan efek CNS ;


Ibu Hamil
Efek Samping

barbiturat dapat meningkatkan pengurangan efek


Penggunaan pada kehamilan belum dilaporkan
Menimbulkan gejala ekstrapiramidal sebagai

efek

dari

haloperidol, leukositosis, eosinofilia, reaksi imun dermatologi,


mulut kering dan konstipasi sebagai efek dari antikolinergik
Nama Obat

Clozapin (Clozaril) sebagai neuroleptic atypical, sediaan dalam tablet 25


mg dan 100 mg. Inhibitor norepinefrin, serotonergik, kolinergik, histamin

Dosis Dewasa

dan reseptor dopaminergik. Mekanisme kerja obat belum jelas


Chorea : 12.5 mg PO qd ; dosis ditingkatkan setiap minggu sampai 50-75
mg PO qd
Distonia : Dosis sampai 700 mg/d mungkin diperlukan.

Dosis Anak
Kontraindikasi

PD : 25-50 mg PO qd diperlukan untuk mengendalikan halusinasi


Tidak ada
Hipersensitifitas, aggranulositosis, pulmonary embolism, DM,

Interaksi Obat

Hepatitis, glaucoma sudut sempit, pembesaran prostat


Epinefrin dan fenitoin dapat mengurangi efek ; agen dopamine-depleting
lain ; TCAs, neuroleptik, CNS depresi, guanabenz dan antikolinergik dapat

Ibu Hamil
Efek Samping

meningkatkan efek
Keamanan penggunaan pada kehamilan belum dilaporkan
Agranulositosis dan hipotensi ortostatik ; obat yang dapat meyebabkan
agranulocytosis seperti karbamazepin dan tiklopidine, antikolinergik dapat
menyebabkan eemboli pulmonal atau hepatitis dapat meningkatkan LFT

Kategori obat : Agen depleting dopamin agen ini mengurangi kadar dopamin
pada sistem saraf pusat.
Nama Obat

Reserpin (Serpasil) Pengurangan norepinefrin dan epinefrin dapat

Dosis Dewasa
Dosis Anak
Kontraindikasi
Interaksi Obat

menekan fungsi saraf simpatis


0,5 mg/d PO; menetap pada 0,1 mg PO qd
Tidak ada rekomendasi
Hipersensitifitas, depresi mental
TCA dapat mengurangi efek antihipertensi baik digitalis maupun

Ibu Hamil
Efek Samping

quinidine dapat meningkatkan resiko terjadinya aritmia jantung


Keamanan penggunaan pada kehamilan belum dilaporkan
Sedasi dan ketidakmampuan konsentrasi atau melakukan tugas
kompleks adalah efek yang kurang baik secara umum ; depresi
psikotik dapat terjadi, itu dapat mendorong ke arah bunuh diri ; harus
dihentikan bila ada tanda-tanda depresi ; jangan diberikan kepada
pasien dengan riwayat depresi ; efek lain berupa suara sengau,
kekakuan dan eksaserbasi ulser peptik ; hipotensi ortostatik ;
parkinsonisme

Kategori obat : Benzodiazepin Mengurangi kadar konsentrasi GABA dalam


kauda, putamen, substansia nigra dan globus pallidus. Dengan analogi
peningkatan aktivitas GABA mungkin memperbaiki korea.
Nama Obat

Clobazam

(Klonopin,

Rivotril)

sering

digunakan

seperti

antiepileptik, hipnotik dan anxiolytic untuk perawatan korea.


Golongan benzodiazepin meningkatkan transmisi GABAnergik di
Dosis Dewasa

CNS
0,5-1 mg/d PO; meningkatkan dosis mingguan sesuai dengan

Dosis Anak
Kontraindikasi
Interaksi Obat
Ibu Hamil
Efek Samping

keperluan dan respon obat


Tidak ada
Hipersensitifitas, penyakit hati, glaucoma sudut sempit
Fenitoin dan barbiturat dapat mengurangi efek
Keamanan penggunaan pada kehamilan belum dilaporkan
Menyebabkan penyakit pernafasan kronik atau kelemahan fungsi
ginjal ; sedasi, kehilangan keseimbangan, depresi dan kebingungan
(konfusi)

3.3.7

Prognosis
Prognosis tergantung pada penyebab dari korea. HD mempunyai prognosa

yang buruk, dimana pasien akan meninggal diakibatkan oleh adanya komplikasi.
Hal yang sama juga ditemukan pada pasien dengan neuroacanthocytosis yang
mengalami pneumonia.

3.4

DISTONIA

3.4.1

Definisi
Distonia adalah kelainan gerakan di mana kontraksi otot yang terus

menerus menyebabkan gerakan berputar dan berulang atau menyebabkan sikap


tubuh yang abnormal. Gerakan tersebut tidak disadari dan kadang menimbulkan
nyeri, bisa mengenai satu otot, sekelompok otot (misalnya otot lengan, tungkai
dan leher) atau seluruh tubuh. Pada beberapa penderita, gejala distonia muncul
pada masa anak-anak (5-16 tahun), biasanya mengenai kaki atau tangan. Beberapa

penderita lainnya baru menunjukkan gejala pada akhir masa remaja atau pada
awal masa dewasa.
3.4.2

Etiologi
Para ahli yakin bahwa distonia terjadi karena adanya kelainan di beberapa

daerah di otak (ganglia basalis, talamus, korteks serebri), dimana beberapa pesan
untuk memerintahkan kontraksi otot diolah.
Diduga terdapat kerusakan pada kemampuan tubuh untuk mengolah
sekumpulan bahan kimia yang disebut neurotransmiter, yang membantu sel-sel di
dalam otak untuk berkomunikasi satu sama lain. Sekitar 50% kasus tidak memiliki
hubungan dengan penyakit maupun cedera, dan disebut distonia primer atau
distonia idiopatik. Seluruhnya merupakan distonia keturunan yang sifatnya
dominan. Distonia juga bisa merupakan gejala dari penyakit lainnya, yang
beberapa diantaranya diturunkan (misalnya Penyakit Wilson)

3.4.3
a.

Gejala

Gejala awal adalah kemunduran dalam menulis (setelah menulis beberapa baris
kalimat), kram kaki dan kecenderungan tertariknya satu kaki ke atas atau
kecenderungan menyeret kaki setelah berjalan atau berlari pada jarak tertentu.

b.

Leher berputar atau tertarik di luar kesadaran penderita, terutama ketika penderita
merasa lelah

c.

Gejala lainnya adalah tremor dan kesulitan berbicara atau mengeluarkan suara .

d.

Gejala awalnya bisa sangat ringan dan bahu dirasakan hanya setelah olah raga
berat, stres atau karena lelah.

e.

Lama-lama gejalanya menjadi semakin jelas dan menyebar serta tak tertahankan.
3.4.4

Diagnosis

Diagnosa ditegakkan berdasarkan gejala-gejalanya.


3.4.5
1)

Tatalaksana

Obat-obatan
Obat yang diberikan merupakan sekumpulan obat yang mengurangi kadar
neurotransmiter asetilkolin, yaitu triheksifenidil, benztropin dan prosiklin HCl.
Obat yang mengatur neurotransmiter GABA bisa digunakan bersama dengan obat
diatas atau diberikan tersendiri (pada pasien dengan gejala yang ringan) yaitu
diazepam, lorazepam, klonazepam dan baklofen. Obat lainnya memberikan efek
dopamin adalah levodopa/karbidopa dan bromokriptin. Obat yang mengurangi
efek dopamin adalah reserpin atau tetrabenazin. Untuk mengendalikan epilepsi
diberikan obat anti kejang karbamazepin.

2)

Racun Botullinum
Sejumlah kecil racun ini bisa disuntikkan ke dalam otot yang terkena
untuk mengurangi distonia fokal. Pada awalnya racun ini digunakan untuk
mengobati blefarospasme. Racun menghentikan kejang otot dengan menghambat
pelepasan neurotransmiter asetikolin. Efeknya bertahan selama beberapa bulan
sebelum suntikan ulangan dilakukan.

3)

Pembedahan dan Pengobatan lain

Jika pemberian obat tidak berhasil atau efek sampingnya terlalu berat,
maka dilakukan pembedahan. Distonia generalisata stadium lanjut telah berhasil
diatasi dengan pembedahan yang menghancurkan sebagian dari talamus. Resiko
dari pembedahan ini adalah gangguan berbicara, karena talamus terletak di dekat
struktur otak yang mengendalikan proses berbicara. Pada distonia fokal (termasuk
blefarospasme, disfonia spasmodik dan tortikalis) dilakukan pembedahan untuk
memotong atau mengangkat saraf dari otot yang terkena.
3.5

ATETOSIS
Atetosis berasal dari bahasa Yunani yang berarti berubah-ubah atau tidak

mantap. Gangguan kinetik ini biasanya disebabkan oleh kerusakan perinatal dan
korpus striatal. Dapat juga disebabkan oleh Kern ikterus atau hiperbilirubinemia.
Gerakan involunter menjadi lambat dengan kecenderungan untuk ekstensi
berlebihan dari ekstremitas bagian perifer. Tampak sebagai kekacauan gerakan
dengan tingkat pergerakan Chorea dan dystonia. Gejala ini melibatkan organ
tangan, kaki dan sisi wajah. Umumnya disertai otak congenital (palsi serebral).
Atetosis merupakan keadaan motorik dimana jari-jari tangan dan kaki
serta lidah atau bagian tubuh lain apapun tidak dapat diam sejenak. Gerakan yang
mengubah posisi ini bersifat lambat, melilit dan tidak bertujuan. Pola gerakan
dasarnya ialah gerakan involuntary ekstensipronasi yang berselingan dengan
ekstensi jari-jari tangan dan dengan ibu jari yang berfleksi dan berabduksi di
dalam kepalan tangan. Umumnya gerakan atetotik lebih lamban daripada gerakan
koreatik, tetapi gerakan atetotik yang lebih cepat dan gencar atau gerakan koreati
yang kurang cepat dan tidak menyerupai satu dengan yang lain dikenal sebagai

gerakan koreoatetosis. Bilamana atetosis melanda sesisi tubuh saja disebut


hemiatetosis. 3,7
3.6

MIOKLONUS

3.6.1

Definisi
Mioklonus adalah gerakan tidak disadari, tiba-tiba, sebentar, jerky, shock-

like akibat kontraksi otot (positif mioklonik) disebabkan gangguan di CNS timbul
di anggota, wajah atau badan.
3.6.2

Etiologi

1.

Drug induced mioklonus : antikonvulsan, levodopa, lithium, clozapine,

2.

penicillin, vigabatrin, cyclosporin, tricyclic antidepresan, MAO inhibitor.


Opsoklonus-mioklonus-sindromec: viral, Ca ovarii, melanoma,

3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.

lymphoma, hipoglikemi
Asterixis : metabolok encelopati
Kortikal mioklonus
Palatal mioklonus
Spinal mioklonus
Post Anoxic Enselopati
Progressive Myoclonic Ataxia (Ramsay Hunt Syndrome)
Trauma
Metal Toxic : mangan, besi
MPTP

3.6.3

Pemeriksaan Penunjang

1)
2)
3)
4)
3.6.4

EMG :untuk menentukan aktivitas otot segmental


SSEP
MRI otak, spinal
Elektron mikroskop pada kulit, konjungtiva dan otot
Penatalaksanaan
Medika Mentosa
Cari faktor etiologi dan diobati
Klonazepam : 4-10 mg/hr
Sodium valproat : 250-4500 mg/hr
Lisirude
Asetazolamide (Sindrom Ramsay Hunt)
Karbamazepin

a.
b.
c.
d.
e.
f.

g. Pada post hipoksia mioklonus bisa ditambahkan 5-hidroksi-tryptophan dan


carbidopa
h. Asteriksis (negative mioklonus) bisa dipakai ethosuximide dan koreksi
metabolit1

You might also like