Professional Documents
Culture Documents
Trauma Tumpul
Trauma tumpul adalah trauma yang terjadi akibat kecelakaan kendaraan bermotor, kecelakaan
saat olahraga, kecelakaan saat bekerja, jatuh, maupun cedera akibat kekerasaan (pukulan).
b. Trauma Tembus
Trauma yang terjadi karena tembakan maupun tusukan benda-benda tajam/runcing.
2. Berdasarkan Beratnya Cidera
Cedera kepala berdasarkan beratnya cedera didasarkan pada penilaian Glasgow Scala Coma
(GCS) dibagi menjadi 3, yaitu :
a.
GCS 13 - 15
Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi kurang dari 30 menit.
Tidak ada fraktur tengkorak, kontusio serebral dan hematoma
b. Cedera kepala sedang
GCS 9 - 12
Saturasi oksigen > 90 %
Tekanan darah systole > 100 mmHg
Lama kejadian < 8 jam
Kehilangan kesedaran dan atau amnesia > 30 menit tetapi < 24 jam
Dapat mengalami fraktur tengkorak
c.
GCS 3 8
Kehilangan kesadaran dan atau amnesia >24 jam
Meliputi hematoma serebral, kontusio serebral
Pada penderita yang tidak dapat dilakukan pemeriksaan misal oleh karena aphasia, maka reaksi
verbal diberi tanda X, atau oleh karena kedua mata edema berat sehingga tidak dapat di nilai
reaksi membuka matanya maka reaksi membuka mata diberi nilai X, sedangkan jika penderita
dilakukan traheostomy ataupun dilakukan intubasi maka reaksi verbal diberi nilai T.
3. Berdasarkan Morfologi
a.
b. Fraktur Tengkorak
Fraktur yang terjadi pada tulang tengkorak. Fraktur basis cranii secara anatomis ada
perbedaan struktur didaerah basis cranii dan kalvaria yang meliputi pada basis caranii tulangnya
lebih tipis dibandingkan daerah kalvaria, durameter daerah basis lebih tipis dibandingkan daerah
kalvaria, durameter daerah basis lebih melekat erat pada tulang dibandingkan daerah kalvaria.
Sehingga bila terjadi fraktur daerah basis mengakibatkan robekan durameter klinis ditandai
dengan bloody otorrhea, bloody rhinorrhea, liquorrhea, brill hematom, batles sign, lesi nervus
cranialis yang paling sering n i, nvii dan nviii (Kasan, 2000).
Sedangkan penanganan dari fraktur basis cranii meliputi :
1. Cegah peningkatan tekanan intrakranial yang mendadak, misal cegah batuk, mengejan, makanan
yang tidak menyebabkan sembelit.
2.
Jaga kebersihan sekitar lubang hidung dan lubang telinga, jika perlu dilakukan tampon steril
(consul ahli tht) pada bloody otorrhea/otoliquorrhea.
3. Pada penderita dengan tanda-tanda bloody otorrhea/otoliquorrhea penderita tidur dengan posisi
terlentang dan kepala miring keposisi yang sehat (Kasan : 2000).
c.
Cedera Otak
3) Perdarahan Intrakranial
a) Epiduralis haematoma
adalah terjadinya perdarahan antara tengkorak dan durameter akibat robeknya arteri meningen
media atau cabang-cabangnya. Epiduralis haematoma dapat juga terjadi di tempat lain, seperti
pada frontal, parietal, occipital dan fossa posterior.
b) Subduralis haematoma
Subduralis haematoma adalah kejadian haematoma di antara durameter dan corteks, dimana
pembuluh darah kecil vena pecah atau terjadi perdarahan. Kejadiannya keras dan cepat, karena
tekanan jaringan otak ke arteri meninggia sehingga darah cepat tertuangkan dan memenuhi
rongga antara durameter dan corteks. Kejadian dengan cepat memberi tanda-tanda meningginya
tekanan dalam jaringan otak (TIK = Tekanan Intra Kranial).
c) 0Subrachnoidalis Haematoma
Kejadiannya karena perdarahan pada pembuluh darah otak, yaitu perdarahan pada permukaan
dalam duramater. Bentuk paling sering dan berarti pada praktik sehari-hari adalah perdarahan
pada permukaan dasar jaringan otak, karena bawaan lahir aneurysna (pelebaran pembuluh
darah). Ini sering menyebabkan pecahnya pembuluh darah otak.
d) Intracerebralis Haematoma
Terjadi karena pukulan benda tumpul di daerah korteks dan subkorteks yang mengakibatkan
pecahnya vena yang besar atau arteri pada jaringan otak. Paling sering terjadi dalam subkorteks.
Selaput otak menjadi pecah juga karena tekanan pada durameter bagian bawah melebar sehingga
terjadilah subduralis haematoma.
4. Berdasarkan Patofisiologi
a.
1.
Menurut Hudak dan Gallo (1996 : 108) mendiskripsikan bahwa penyebab cedera kepala adalah
karena adanya trauma yang dibedakan menjadi 2 faktor yaitu :
a.
Trauma primer
Terjadi karena benturan langsung atau tidak langsung (akselerasi dan
deselerasi)
b. Trauma sekunder
Terjadi akibat dari trauma saraf (melalui akson) yang meluas, hipertensi intrakranial, hipoksia,
hiperkapnea, atau hipotensi sistemik.
2.
3. Kecelakaan, kendaraan bermotor atau sepeda, dan mobil, kecelakaan pada saat olahraga.
4.
Jatuh
5. Cedera akibat kekerasan.
D. MANIFESTASI KLINIK
1. Hilangnya kesadaran kurang dari 30 menit atau lebih
2. Kebingungan
3. Iritabel
4. Pucat
5. Mual dan muntah
6. Pusing
7. Nyeri kepala hebat
8. Terdapat hematoma
9. Kecemasan
10. Sukar untuk dibangunkan
11. Bila fraktur, mungkin adanya ciran serebrospinal yang keluar dari hidung (rhinorrohea) dan
telinga (otorrhea) bila fraktur tulang temporal.
E. PATOFISIOLOGI
Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa dapat terpenuhi.
Energi yang dihasilkan di dalam sel-sel saraf hampir seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak
tidak mempunyai cadangan oksigen, jadi kekurangan aliran darah ke otak walaupun sebentar
akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan oksigen sebagai bahan
bakar metabolisme otak tidak boleh kurang dari 20 mg %, karena akan menimbulkan koma.
Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar
glukosa plasma turun sampai 70 % akan terjadi gejala-gejala permulaan disfungsi cerebral.
Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi kebutuhan oksigen melalui
proses metabolik anaerob yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah. Pada kontusio
berat, hipoksia atau kerusakan otak akan terjadi penimbunan asam laktat akibat metabolisme
anaerob. Hal ini akan menyebabkan asidosis metabolik. Dalam keadaan normal cerebral blood
flow (CBF) adalah 50 - 60 ml/menit/100 gr. jaringan otak, yang merupakan 15 % dari cardiac
output dan akibat adanya perdarahan otak akan mempengaruhi tekanan vaskuler, dimana
penurunan tekanan vaskuler menyebabkan pembuluh darah arteriol akan berkontraksi
Menurut Long (1996) trauma kepala terjadi karena cidera kepala, kulit kepala, tulang
kepala, jaringan otak. Trauma langsung bila kepala langsung terluka. Semua itu berakibat
terjadinya akselerasi, deselerasi dan pembentukan rongga. Trauma langsung juga menyebabkan
rotasi tengkorak dan isinya, kekuatan itu bisa seketika/menyusul rusaknya otak dan kompresi,
goresan/tekanan. Cidera akselerasi terjadi bila kepala kena benturan dari obyek yang bergerak
dan menimbulkan gerakan. Akibat dari akselerasi, kikisan/konstusio pada lobus oksipital dan
frontal batang otak dan cerebellum dapat terjadi. Sedangkan cidera deselerasi terjadi bila kepala
membentur bahan padat yang tidak bergerak dengan deselerasi yang cepat dari tulang tengkorak.
Pengaruh umum cidera kepala dari tengkorak ringan sampai tingkat berat ialah edema otak,
deficit sensorik dan motorik. Peningkatan TIK terjadi dalam rongga tengkorak (TIK normal 415 mmHg). Kerusakan selanjutnya timbul masa lesi, pergeseran otot.
Cedera primer, yang terjadi pada waktu benturan, mungkin karena memar pada permukaan
otak, laserasi substansi alba, cedera robekan atau hemoragi. Sebagai akibat, cedera sekunder
dapat terjadi sebagai kemampuan autoregulasi serebral dikurangi atau tak ada pada area cedera.
Konsekuensinya meliputi hiperemi (peningkatan volume darah) pada area peningkatan
permeabilitas kapiler, serta vasodilatasi arterial, semua menimbulkan peningkatan isi
intrakranial, dan akhirnya peningkatan tekanan intrakranial (TIK). Beberapa kondisi yang dapat
menyebabkan cedera otak sekunder meliputi hipoksia, hiperkarbia, dan hipotensi.
Genneralli dan kawan-kawan memperkenalkan cedera kepala fokal dan menyebar
sebagai kategori cedera kepala berat pada upaya untuk menggambarkan hasil yang lebih khusus.
Cedera fokal diakibatkan dari kerusakan fokal yang meliputi kontusio serebral dan hematom
intraserebral, serta kerusakan otak sekunder yang disebabkan oleh perluasan massa lesi,
pergeseran otak atau hernia. Cedera otak menyebar dikaitkan dengan kerusakan yang menyebar
secara luas dan terjadi dalam empat bentuk yaitu: cedera akson menyebar, kerusakan otak
hipoksia, pembengkakan otak menyebar, hemoragi kecil multipel pada seluruh otak. Jenis cedera
ini menyebabkan koma bukan karena kompresi pada batang otak tetapi karena cedera menyebar
pada hemisfer serebral, batang otak, atau dua-duanya.
Sedangkan patofisiologi menurut Markum (1999). trauma pada kepala menyebabkan
tengkorak beserta isinya bergetar, kerusakan yang terjadi tergantung pada besarnya getaran
makin besar getaran makin besar kerusakan yang timbul, getaran dari benturan akan diteruskan
menuju Galia aponeurotika sehingga banyak energi yang diserap oleh perlindungan otak, hal itu
menyebabkan pembuluh darah robek sehingga akan menyebabkan haematoma epidural,
subdural, maupun intracranial, perdarahan tersebut juga akan mempengaruhi pada sirkulasi darah
ke otak menurun sehingga suplay oksigen berkurang dan terjadi hipoksia jaringan akan
menyebabkan
odema
cerebral.
Akibat dari haematoma diatas akan menyebabkan distorsi pada otak, karena isi otak terdorong ke
arah yang berlawanan yang berakibat pada kenaikan T.I.K (Tekanan Intra Kranial) merangsang
kelenjar pituitari dan steroid adrenal sehingga sekresi asam lambung meningkat akibatnya timbul
rasa mual dan muntah dan anaroksia sehingga masukan nutrisi kurang (Satya, 1998).
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. CT-Scan (dengan atau tanpa kontras)
Mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan, determinan ventrikuler, dan perubahan jaringan otak.
Catatan : Untuk mengetahui adanya infark/iskemia jangan dilekukan pada 24 - 72 jam setelah
injuri.
2. MRI
Digunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa kontras radioaktif.
3. Cerebral Angiography
Menunjukan anomali sirkulasi cerebral, seperti : perubahan jaringan otak sekunder menjadi
edema, perdarahan dan trauma.
4. EEG (Elektroencepalograf)
Dapat melihat perkembangan gelombang yang patologis
5. X-Ray
Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis(perdarahan/edema),
fragmen tulang.
6. BAER
Mengoreksi batas fungsi corteks dan otak kecil
7. PET
Mendeteksi perubahan aktivitas metabolisme otak
8. CSF, Lumbal Pungsi
Dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan subarachnoid dan untuk mengevaluasi/mencatat
peningkatan tekanan cairan serebrospinal.
9. ABGs
Mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah
Dexamethason/kalmethason sebagai pengobatan anti edema serebral, dosis sesuai dengan berat
ringanya trauma.
Pengobatan anti edema dengan larutan hipertonis yaitu manitol 20 % atau glukosa 40 % atau
gliserol 10 %.
d.
Antibiotika yang mengandung barrier darah otak (penisillin) atau untuk infeksi anaerob
diberikan metronidasol.
e.
Pada trauma berat. karena hari-hari pertama didapat penderita mengalami penurunan kesadaran
dan cenderung terjadi retensi natrium dan elektrolit maka hari-hari pertama (2-3 hari) tidak
terlalu banyak cairan. Dextosa 5 % 8 jam pertama, ringer dextrosa 8 jam kedua dan dextrosa 5 %
8 jam ketiga. Pada hari selanjutnya bila kesadaran rendah makanan diberikan melalui nasogastric
tube (2500 - 3000 TKTP).
ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
Identitas klien
Nama, umur, jenis kelamin, tempat tanggal lahir, golongan darah, pendidikan terakhir, agama,
suku, status perkawinan, pekerjaan, TB/BB, alamat
b. Identitas Penanggung jawab
Nama, umur, jenis kelamin, agama, suku, hubungan dengan klien, pendidikan terakhir,
pekerjaan, alamat.
c.
Riwayat kesehatan :
Tingkat kesadaran/GCS (< 15), konvulsi, muntah, dispnea / takipnea, sakit kepala, wajah
simetris / tidak, lemah, luka di kepala, paralise, akumulasi sekret pada saluran napas, adanya
liquor dari hidung dan telinga dan kejang
Riwayat penyakit dahulu haruslah diketahui baik yang berhubungan dengan sistem
persarafan maupun penyakit sistem sistemik lainnya. demikian pula riwayat penyakit keluarga
terutama yang mempunyai penyakit menular.
Riwayat kesehatan tersebut dapat dikaji dari klien atau keluarga sebagai data subyektif.
Data-data ini sangat berarti karena dapat mempengaruhi prognosa klien.
d. Pengkajian persistem
1). Keadaan umum
Tanda
: perubahan kesadaran sampai koma, perubahan status mental, perubahan pupil, kehilangan
pengindraan, kejang, kehilangan sensasi sebagian tubuh.
a.
Nervus cranial
N.I
N.II
VII, N.XII
VIII
penglihatan
: gangguan mengunyah
:lemahnya penutupan kelopak mata, hilangnya rasa pada 2/3 anterior lidah
: penurunan pendengaran dan keseimbangan tubuh
N.IX , N.X , N.XI jarang ditemukan
KOMPONEN
NILAI
HASIL
O
1
VERBAL
1
2
3
Tidak berespon
Suara tidak dapat dimengerti, rintihan
Bicara kacau/kata-kata tidak tepat/tidak
4
5
1
2
3
4
5
6
1
2
3
4
MOTORIK
Reaksi membuka
mata (EYE)
c.
Fungsi motorik
Setiap
ekstremitas
SKALA
5
4
3
2
1
0
b. Pola napas tidak efektif b.d kerusakan pusat pernapasan di medula oblongata
c.
f.
j.
TUJUAN
INTERVE
NSI
RASIONAL
a.
Kaji kepatenen
jalan napas
Beri posisi
semifowler.
Lakukan
penghisapa
n
lendir
dengan
hati-hati
selama 1015 menit. Catat sifatsifat, warna
dan
bau
sekret.
Lakukan
bila tidak
ada
retak pada tulang
basal dan
robekan
dural.
4.
Berikan
posisi semi
pronelateral
/miring atau
terlentang
setiap dua
jam.
5.
Pertahanka
n masukan cairan
sesuai
kemampuan
klien.
6.
Berikan
bronkodilat
or IV dan
aerosol
sesuai
indikasi.
Ronki, mengi
menunjukan
aktivitas sekret
yang
dapat
menimbulkan
penggunaan
otot-otot
asesoris
dan
meningkatkan
kerja
pernapasan.
Membantu
memaksimalka
n
ekspansi
paru
dan
menurunkan
upaya
pernapasan.
Pengisapan
dan
membersihkan
jalan
napas
dan akumulasi
dari
sekret.
Dilakukan
dengan hatihati
untuk
menghindari
terjadinya
iritasi saluran
dan
reflek
vagal.
Posisi semi
prone
dapat
membantu
keluarnya
sekret
dan
mencegah
aspirasi.
Mengubah
posisi
untuk
merangsang
mobilisi sekret
b.
a.
b.
c.
d.
Catat
kompetensi
reflek GAG
dan
kemampuan
untuk
melindungi jalan napas
sendiri.
3.
Tinggikan
kepala
tempat tidur
sesuai
indikasi.
4.
Anjurkan
kllien untuk
bernapas
dalam dan batuk
efektif.
5. Beri terapi
O2
dari
saluran
pernapasan.
Membantu
mengencerkan
sekret,
meningkatkan
pengeluaran
sekret.
Meningkatkan
ventilasi dan
membuang
sekret
serta
relaksasi otot
halus/spsponsn
e bronkus.
Perubahan
dapat
menandakan
awitan
komplikasi
pulmo
atau
menandakan
luasnya
keterlibatan
otak.
Pernapasan
lambat,
periode aprea
dapat
menandakan
perlunya
ventilasi
mekanis.
Kemampuan
mobilisasi
penting untuk
pemeliharaaan
jalan
napas.
Kehilangan
reflek
batuk
menandakan
perlunya jalan
napas
buatan/intubasi
.
Untuk
memudahkan
ekspansi paru
dan
menurunkan
adanya
tambahan.
kemugkinan
lidah
jatuh
6.
Pantau menutupi jalan
analisa gas napas.
darah,
- Mencegah atau
tekanan
menurunkan
oksimetri.
atelektasis.
Memaksimalk
an O2 pada
darah
arteri
dan membantu
dalam
mencegah
hipoksia.
Menentukan
kecukupan
pernapasan,
keseimbangan
asam basa.
c. Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3X24 jam,1. Kaji status Hasil dari
diharapkan klien mempunyai perfusi jaringan adekuat dengan neurologis
pengkajian
kriteria hasil:
yang
dapat diketahui
a. Tingkat kesadaran normal (composmetis).
berhubunga secara
dini
b. TTV Normal.
n
dengan adanya tanda(TD: 120/80 mmHg, suhu: 36,5-37,50C, Nadi: 80-100 x/menit, RR: tanda-tanda tanda
16-24 x/m)
peningkatan peningkatan
TIK,
TIK sehingga
terutama
dapat
CGS.
menentukn
arah tindakan
2.
Monitor selanjutnya
TTV; TD, serta manfaat
denyut
untuk
nadi, suhu, menentukan
minimal
lokasi,
setiap jam perluasan dan
sampai
perkembangan
klien stabil. keruskan SSP.
Dapat
3. Tingggikan mendeteksi
posisi
secara
dini
kepala
tanda-anda
dengan
peningkatan
sudut 15- TIK, misalnya
45o tanpa hilangnya
bantal dan autoregulasida
posisi
pat mengikuti
netral.
kerusakan
4.
Monitor vaskularisasi
selenral lokal.
suhu
dan
atur suhu
lingkungan
sesuai
indikasi.
Batasi
pemakaian
selimut dan kompres
bila
de
mam.
5.
Monitor
asupan dan
keluaran
setiap
delapan
jam sekali.
Napas
yang
tidak
teratur
dapat
menunjukkan
lokasi adanya
gangguan
serebral.
Posisi kepala
dengan sudut
15-45o
dari
kaki
akan
meningkatkan
dan
memperlancar
aliran
balik
vena
kepala
sehingga
mengurangi
6. Berikan O2
kongesti
tambahan
cerebrum, dan
sesuai
mencegah
indikasi.
penekanan
7.
Berikan
pada
saraf
obat-obatan
medula
antiedema
spinalis yang
seperti
menambah
manito,
TIK.
gliserol dan
Deman
losix sesuai
menandakan
indikasi.
adanya
gangguan
hipotalamus:
peningkatan
kebutuhan
metabolik akan
meningkatkan
TIK.
Mencegah
kelibahan
cairan
yang
dapat
menambah
edema serebri
sehingga
terjadi
peningkatan
TIK.
Mengurangi
hipokremia
yang
dapat
meningkatkan
vasoditoksi
cerebri,
volume darah
dan TIK.
Manitol/gliser
ol merupakan
cairan
hipertonis
yang berguna
untuk menarik
cairan
dari
intreseluler
dan
ekstraseluler.
Lasix
untuk
meningkatkan
ekskresi
natrium dan air
yang berguna
untuk
mengurangi
edema otak.
d. Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3X24 jam, 1. Kaji respon - Informasi yang
diharapkan klien mengalami perubahan persepsi sensori dengan sensori
penting untuk
kriteria hasil:
terhadap
keamanan
a. Tingkat kesadaran normal. E4 M6V5.
panas atau kllien , semua
b. Fungsi alat-alat indera baik.
dingin, raba sistem sensori
c. Klien kooperatif kembali dan dapat berorientasi pada orang, atau
dapat
waktu dan tempat.
sentuhan.
terpengaruh
Catat
dengan adanya
perubahan- perubahan
perubahan
yang
yang
melibatkan
terjadi.
kemampuan
2.
Kaji untuk
persepsi
menerima dan
klien, baik berespon
respon
sesuai
balik dan stimulus.
koneksi
Hasil
kemampuan pengkajian
klien
dapat
beroerientas menginformasi
i terhadap kan susunan
orang,
fungsi
otak
tempat dan yang terkena
waktu.
dan membantu
3.
Berikan intervensi
stimulus
sempurna.
yang berarti Merangsang
saat
penurunan
kesadaran.
4.
Berikan
keamanan klien
dengan
pengamana
n
sisi
tempat
tidur, bantu
latihan
jalan
dan
lindungi
dari cidera.
5. Rujuk pada ahli
fisioterapi ,
terapi
deuposi,
wicara,
terapi
kognitif.
kembali
kemampuan
persepsisensori.
Gangguan
persepsi
sensori
dan
buruknya
keseimbangan
dapat
meningkatkan
resiko
terjadinya
injury.
Pendekatan
antar disiplin
dapat
menciptakan
rencana
penatalaksanaa
n terintregasi
yang berfokus
pada
peningkatan
evaluasi, dan
fungsi
fisik,
kognitif
dan
ketrampilan
perseptual.
e. Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3X24 jam, nyeri1.
Tentukan - Informasi akan
berkurang atau terkendali dengan kriteria hasil:
riwayat
memberikan
a. Pelaporan nyeri terkontrol.
nyeri,
data
dasar
b. Pasien tenang, tidak gelisah.
lokasi,
untuk
c. Pasien dapat cukup istirahat.
intensitas,
membantu
keluhan dan dalam
durasi.
menentukan
2.
Monitor pilihan/keeferk
TTV.
tifan
3. Buat posisi intervensi.
kepala lebih Perubahan
tinggi (15- TTV
45o).
merupakan
4.
Ajarkan indikator
latihan
nyeri.
teknik
- Meningkatkan
relaksasi
dan
seperti
melancarkan
latihan
aliran
balik
napas
darah
vena
dalam.
dari
kepala
5.
f..
Kurangi
stimulus
yang tidak
menyenang
kan
dari luas
dan
berikan
tindakan
yang
menyenang
kan seperti
masase.
-
sehingga dapat
mengurangi
edema
dan
TIK.
Latihan napas
dapat
membantu
pemasukan O2
kebih banyak ,
terutama untuk
oksigenasi
otot.
Respon yang
tidak
menyenangkan
menambah
ketegagngan
saraf
dan
mamase akan
mengalihkan
rengsang
terhadap nyeri.
Mengidentifik
asi
kemungkinan
kerusakan
yang
terjadi
secara
fungsional dan
mempengaruhi
pilihan
intervensi yang
akan dilakukan
Seseorang
2. Kaji tingkat kemampuan dalam setiap
kategori
mobilitas
mempunyai
dengan
resiko
skala 0-4
0:
Klien kecelakaan,
namun dengan
tidak
bergantung kategori nilai
2-4 menpunyai
orang lain.
yang
1: Klien butuh resiko
terbesar
untuk
sedikit
terjadinya
bantuan.
2: Klien butuh bahaya.
bantuan
sederhana.
3: Klien butuh
bantuan
atau
peralatan
yang
banyak.
4: Klien butuh
sangat
bergantung
pada orang
lain.
3. Atur posisi
klien dan
ubah posisi secara
teratur tiap
dua
jam
sekali bila
tidak
ada
kejang atau
setelah
empat jam
pertama.
4. Bantu klien
melakukan
gerakan
sendi secara
teratur.
5.
Pertahanka
n
linen
tetap bersih
dan bebas
kerutan
Dapat
meningkatkan
sirkulasi
seluruh tubuh
dan mencegah
adanya
tekanan pada
organ
yang
menonjol.
Mempertahank
an
fungsi
sendi
dan
mencegah
resiko
tromboplebitis.
Meningkatkan
sirkulasi dan
meningkatkan
elastisitas kulit
dan
menurunkan
resiko
terjadinya
ekskariasi kilit
Mempertahank
an mobilisasi
dan
fungsi
sendi/posisi
normal
ekstremitas
dan
menurunkan
terjadinya vena
6.
Bantu statis
- Meningkatkan
untuk
kesembuhan
melalukan
dan
latihan
membentuk
rentang
kekuatan otot
gerak
aktif/pasif
7.
Anjurkan
klien untuk
tetap ikut
serta dalam
pemenuhan
kebutuhan
ADL sesuai
kemampuan
g
Observasi tanda-tanda
kejang,
waktu
Pertahanka
n
penghalang
tempat tidur
terpasang
3.
Jauhkan bendabenda yang
dapat
melukai
klien
4.
Pertahanka
n agar lidah
tidak
tergigit
5.
Berikan obat sesuai
dengan
indikasi,
misal
antikonvuls
an
h
a.
b.
c.
d.
Pertahanka
n
teknik
aseptik dan
teknik cuci
tangan yang
tepat bagi
pasien,
pengunjung
maupun
staf.
2. Pantau suhu secara
teratur
Mengetahui
saat terjadinya
kejang untuk
antisipasi
Menurunkan
terjadinya
trauma
Menurunkan
terjadinya
trauma
Menurunkan
terjadinya
trauma
Mengendalika
n kejang
Menurunkan
resiko
terjadinya
infeksi
dan
kontaminasi
silang
Peningkatan
suhu
merupakan
salah
satu
indikator
terjadinya
infeksi
3. Ubah posisi Mencegah
klien
kerusakan kulit
dengan
sering.
Pertahanka
n
linen
tetap kering
dan bebas
dari
kerutan.
4.
- Menurunkan
Batasi/hind resiko
ari prosedur kontaminasi
invansif
5.
Beri antibiotik
Mengidentifik
sesuai
asi infeksi
indikasi
i.. Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3X24 jam, 1.
Inspeksi - Kulit biasanya
diharapkan klien tidak mengalami infeksi dengan kriteria hasil:
seluruh area cenderung
a. Mengidentifikasi faktor resiko individual.
kulit. Catat rusak karena
b. Mengungkapkan pemahaman tentang kebutuhan tindakan
adanya
perubahan
c. Berpartisipasi pada tingkat kemampuan untuk mencegah kemerahan
sirkulasi
kerusakan kulit.
perifer,
tekanan
2.
Lakukan - Meningkatkan
perubahan
sirkulasi pada
posisi
kulit
dan
sesering
mengurangi
mungkin
tekanan pada
daerah tulang
yang menonjol
3.
Pertahanka mengurangi/m
n
linen encegah
tetap
adanya iritasi
kering,
kulit
bersih dan
bebas
kerutan
4. Tinggikan - Meningkatkan
ekstremitas arus
balik
bawah
vena,
secara
mencegah/men
periodik
gurangi
pembentukan
edema
5.
Masase penonjolan
tulang
dengan
lembut
menggunak
an
krim/lotion
j. Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3X24 jam, 1.
Ukur diharapkan klien tidak mengalami infeksi dengan kriteria hasil:
haluaran
a.
dan BJ urin.
Catat
TTV dalam batas normal
ketidakseim
TD 120/80 mmHg, nadi 60-100x/menit, suhu 36,5-37,5 oC, RR bangan
16-24x/menit
input dan
b. Nadi perifer teraba kuat
output.
c. Haluaran urin adekuat
2.
Dorong masukan
cairan
peroral
sesuai
toleransi
3.
Pantau tekanan
darah dan
denyut
jantung
Meningkatkan
sirkulasi
ke
jaringan,
meningkatkan
tonus vaskuler
dan
mengurangi
edema jaringan
Penurunan
haluaran urin
dan BJ akan
menyebabkan
hipovolemia.
Memperbaiki
kebutuhan
cairan
Pengurangan
dalam sirkulasi
volume cairan
dapat
mengurangi
tekanan darah,
mekanisme
kompensasi
awal takikardi
untuk
meningkatkan
curah jantung
dan
tekanan
darah sistemik
4.
Palpasi - Denyut yang
denyut
lemah, mudah
perifer
hilang dapat
menyebabkan
hipovolemi
5.
Kaji Merupakan
membran
indikator dari
mukosa,
kekurangan
turgor kulit, volume cairan
dan
rasa dan
sebagai
haus
pedoman
untuk
penatalaksaan
rehidrasi
6.
Berikan - Memperbaiki
tambahan
kebutuhan
cairan
cairan
parenteral
sesuai
indikasi
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, M. 1989. Nursing Care Plan, Guidlines for Planning Patient Car. 2 nd ed. Philadelpia : F.A.
Davis Company.
Long; B and Phipps W. 1985. Essential of Medical Surgical Nursing : A Nursing Process Approach. St.
Louis : Cv. Mosby Company.
Asikin, Z. 1991. Simposium Keperawatan Penderita Cedera Kepala. Panatalaksanaan Penderita
dengan Alat Bantu Napas. Jakarta.
Harsono. 1993. Kapita Selekta Neurologi. Jogjakarta : Gadjah Mada University Press
Saanin, S dalam Neurosurgeon. mailto:%20saanin@padang.wasantara.net.id
Cecily, L & Linda A. 2000. Buku Saku Keperawatan Pediatrik. Edisi 3. Jakarta: EGC.
Hudak & Gallo. 1996. Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik, Volume II. Jakarta: EGC.
Iskandar. 2004. Cedera Kepala. Jakarta Barat: PT. Bhuana Ilmu Populer.
Suriadi & Rita Yuliani. 2001. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Edisi I. Jakarta: CV Sagung Seto
Suzanne CS & Brenda GB. 1999. Buku Ajar Medikal Bedah. Edisi 8. Volume 3. Jakarta: EGC
Bajamal, A. 1999. Penatalaksanaan Cidera Otak Karena Trauma. Pendidikan Kedokteran
Berkelanjutan Ilmu Bedah Saraf. Surabaya.
Umar, K. 1998. Peran Ilmu Bedah Saraf Dalam Penanganan Cidera Kepala Surabaya : Airlangga
Univ. Press.
Umar, K. 2000. Penanganan Cidera Kepala Simposium. Tretes : IKABI.
Vincent, J. 1996. Pharmacology of Oxygen and Effect of Hypoxi. Germany
: An H
Umur
: 7 tahun
Jenis Kelamin
: Perempuan
: O
Pendidikan terakhir : TK
Agama
: Islam
Suku
: Jawa
Status perkawinan
: Belum menikah
Pekerjaan
: Pelajar
TB/BB
: 100 cm/36 Kg
at
al masuk RS
: 2 Desember 2007
: Ny. E
Umur
: 32 Tahun
Jenis Kelamin
: Perempuan
Agama
: Islam
Suku
: Jawa
: Ibu
Pendidikan Terakhir
: Sarjana
Pekerjaan
: Guru
: 08152238509
: Permanen
Jumlah kamar
: Lima
: Nyaman, bersih
D. STATUS KESEHATAN
: Jatuh
c. Keluhan Utama
: Pusing
: Terbentur aspal
Klien belum pernah di rawat rumah sakit dan belum pernah menjalani operasi
Klien tidak mempunyai riwayat penyakit asma, hepatitis, DM dan penyakit keturunan lainnya.
f.
3.
E. TINJAUAN SISTEM
Keadaan Umum
: Lemah
Tingkat Kesadaran
: Composmetis
: E4V5M6
TTV
: TD 110/70 mmHg
Nadi 104 x/mnt
RR 24 x/mnt
Suhu 39, 2 0C
1. Sistem Pernapasan
Gejala (Subyektif)
a.
b.
Tidak Dispnea
Tidak mempunyai riwayat penyakit system pernapasan, seperti bronkithis, asma, TBC,
Emfisema, Pneumonia
c.
Tanda (obyektif)
a.
Tidak sianosis
f.
2. Sistem Kardiovaskuler
Gejala (Subyektif)
a.
b. Tidak ada riwayat edema kaki, batuk darah maupun penyembuhan lambat
c.
Tanda (obyektif)
a.
TD
: TD 110/70 mmHg
b. Nadi/pulsasi
1) Karotis
: teraba
2) Temporalis
: teraba
3) Juguralis
: teraba
4) Radialis
: teraba
5) Femoralis
: teraba
6) Popliteal
: teraba
7) Posyibial
: teraba
8) Dorsal pedis
: teraba
nyi jantung
stremitas
: Warna coklat, pengisisan kapiler < 2 detik, tidak ada varises maupun phlebitis
arna
: Membrane mukosa lembab, konjungtiva tidak anemis, bibir lembab, sklera putih
3. Sistem Integumen
Gejala (Subyektif)
a.
Makan 3x/hari dengan komposisi nasi, sayur, lauk, buah, susu dan klien sering ngemil. Minum
6-8 gelas/hari.
b. Tidak ada ganguan nafsu makan, tidak mual muntah, tidak ada nyeri ulu hati, tidak ada alergi
makanan, tidak ada masalah mengunyah/menelan
Tanda (obyektif)
a.
TB/BB
: 100cm/36 cm
b. Turgor kulit
c.
: baik
isi mulut
ksi
: Datar
f.
Auskultasi
g. Perkusi
: Timpani
h. Palpasi
6. Sistem Eliminasi
Gejala (Subyektif)
a.
c.
la BAB
7. Sistem Endokrin
Gejala (Subyektif)
Tidak ada keluhan
Tanda (obyektif)
Tidak ada perbesaran kelenjar tiroid, kelenjar limfe
8. SistemMuskuloskeletal
Gejala (Subyektif)
Klien mengeluhan tangan kiri sakit jika digerakkan
Tanda (obyektif)
a.
Kekuatan otot
5
9. Sistem Reproduksi
Gejala (Subyektif)
Tidak ada keluhan
Tanda (obyektif)
Klien berjenis kelamin perempuan
10. Sistem Persarafan
Gejala (Subyektif)
Klien mengeluh nyeri kepala
Tanda (obyektif)
a.
b. Kemampuan aktifitas
c.
GCS E4V5M6 = 15
b. Nervus cranial
N.I (olfaktorius)
Tidak ada masalah penciuman
N.II (optikus)
Tidak ada gangguan penglihatan
omotorius)
earis)
II (fasialis)
Klien dapat tersenyum, cemberut, dapat membedakan rasa manis, asam, asin
bularis)
Tidak ada masalah pendengaran, ketika bejalan klien mau jatuh, tidak ada gangguan bicara
N.IX (glasovaringeal)
Klien membedakan rasa pahit
N.X (vagus)
Tidak ada gangguan menelan
N.XI (asesori)
Bahu kanan dapat diangkat dan bahu kiri tidak dapat diangkat
N.XII (hipoglasus)
Klien dapat menggerakkan lidah
11. Sistem Penglihatan
Gejala (Subyektif)
Tidak ada keluhan
Tanda (obyektif)
a.
Konjungtiva : anemis
Sclera : putih
f.
g. Klien tampak mengangtuk, mata merah, terdapat kantung mata, klien sering menguap
12. Sistem Pendengaran
Gejala (Subyektif)
Tidak ada keluhan
Tanda (Obyektif)
: Nyeri Kepala dalam keadaaan apapun, nyeri tangan kiri jika tersentuh atau digerakkan.
Q : Nyeri seperti tertusuk-tusuk.
R : Nyeri di bagian kepala dan tangan kiri
S
: Skala nyeri 8
2. Pola Aktivitas
a.
Sebelum di RS
Klien dapat melakukan aktivitas sendiri
b. Selama di RS
Aktivitas dibantu keluarga
3. Pola tidur dan istirahat
a.
Sebelum di RS
Waktu
: 21.00-05.30
Lama tidur
: 8,5 jam
: nonton TV
Kesulitan tidur
: tidak ada
b. Selama di RS
Waktu
: 20.00-06.00
: tiap 5-10 menit terbangun karena pusing dan takut mendengar teriakan pasien lain
Kebiasaan pengantar tidur
: tidak ada
: sulit tidur dikarenakan pusing dan takut mendengar teriakan pasien lain
G. DATA PENUNJANG
1. Laboratorium tanggal 2 Desember 2007
Hematologi
Hemoglobin
11,4
gr%
13,00 16,00
Hematokrit
34,3
40,00 54,00
Eritrosit
4,26
juta/ mmk
MCH
26,80
pg
27,00 32,00
MCV
80,60
fL
76,00 96,00
MCHC
33,20
Leukosit
18,50
ribu/mmk
4,00 11,00
Trombosit
426
ribu/mmk
150,0 400,0
Glukosa sewaktu
131
mg/dl 80 110
Ureum
13
mg/dl 15 39
4,50 6,50
Kimia klinik
Creatinin
0,61
Natrium
140
mmol/L
136 - 145
Kalium
3,5
mmol/L
3,5 5,1
Chlorida
111
mmol/L
98 107
Kalsium
2,37
mmol/L
2,12-2,52
Elektrolit
Infus RL 20 tetes/menit
Diet biasa
H. ANALISA DATA
1033gnp1insi9128harrsid8340306 nd20s22s
- Mata merah
- Terdapat kantung mata
- Sering menguap
No.
DATA FOKUS
ETIOLOGI
MASALAH
TTD
1.
DS:
Trauma Jaringan
Gangguan rasa nyaman : nyeri
- Klien mengatakan pusing dan nyeri pada tangan kiri dengan skala nyeri 8
DO:
P: Nyeri Kepala dalam keadaaan apapun, nyeri tangan kiri jika tersentuh atau digerakkan.
TTV:
TD: 110/70 mmHg
RR: 24 x/menit
Suhu 39,2oC
2.
DS:
Proses Infeksi
Hipertermia
DO:
3.
DS:
- Nyeri
- Situasi lingkungan
Perubahan pola tidur
DO:
4
DS:
Penurunan kekuatan otot.
Gangguan mobilitas fisik.
DO
5
5
3
5
- Kekuatan otot
TUJUAN
INTERVENSI
RASIONAL
TTD.
DP
1.
Setelah
dilakukan1.
asuhan keperawatan
selama tiga hari,
nyeri hilang atau
terkontrol.
KH:
1.
Klien melaporkan
nyeri hilang atau
terkontrol.
2. Klien menunjukkan
postur rileks dan
mampu tidur.
2.
Observasi
tanda-tanda
non-verbal,
Nyeri merupakan
pengalaman subjektif
dan harus dijelaskan
oleh
individu.
Identifikasi
karakteristik
nyeri
dan
faktor
yang
berhubungan
merupkan satu hal
yang amat penting
untuk
memilih
intervensi yang cocok
dan
untuk
mengevaluasi
keefektifan sari terapi
yang diberikan.
adanya - Merupakan indikator
nyeri atau derajat nyeri
seperti yang tidak langsung.
gelisah,
ekspresi
wajah,
menangis,
mringis, perubahan
frekuensi
jantung
atau pernapasan dan
tekanan darah.
3. Berikan lingkungan Menurunkan
yang tenang untuk stimulasi berlebihan
istirahat.
yang
dapat
mengurangi
rasa
nyeri.
4. Berikan kompres - Meningkatkan rasa
dingin pada kepala.
nyaman
dan
menurunkan
vasodilatasi.
5.
Memberikan pasien
sejumlah pengendali
nyeri dan atau dapat
menubah mekanisme
sensasi nyeri dan
mengubah persepsi
nyeri.
6. Anjurkan pasien - Pemikiran negatif
untuk menggunakan dapat meningkatkan
pernyataan positif , ketegangan
yang
seperti saya akan meningkatkan nyeri
sembuh.
dan sakit kepala.
7. Berikan analgesik, - Menurunkan nyeri.
seperti
asam
mefenamat
sesuai
indikasi.
2. Setelah
dilakukan8. Pantau suhu pasien. asuhan keperawatan Perhatikan menggigil
selama tiga hari, /diaforesisi.
klien
tidak9.
Pantau
suhu mengalami hipertemi. lingkungan,
batasi
KH:
atau tambahkan linen
1.
Suhu tubuh 36,5- tempat tidur sesuai
37,5oC.
indikasi.
2. Tidak menggigil.
10.
Suhu 38,9-41,1 oC
menunjukkan proses
inferksi akut.
Suhu ruangan atau
jumlah
selimut
diubah
untuk
mempertahankan
suhu
mendekati
normal.
- Menurunkan demam.
Berikan kompres.
11.
Berikan - Mengurangi demam.
antipiretik.
3.
Setalah
dilakukan1.
asuhan keperawatan
selama tiga hari,
klien dapat tidur
nyenyak.
2.
KH:
1.
Melaporkan
perbaikan dalam pola
istirahat.
2.
Mengungkapkan3.
peningkatan
rasa
sejahtera dan sopan.
4.
Mengkaji perlunya
dan mengidentifikasi
intervensi yang tepat.
Meningkatkan
kenyaman tidur dan
dukungan fisiologis.
Meningkatkan efek
relaksasi.
Membantu
menginduksi tidur.
Memberikan situasi
kondusif untuk tidur.
Tidur tidak terganggu
lebih menimbulkan
rasa segar dan klien
mungkin tidak bisa
kembali tidur setelah
terbangun.
Setelah
dilakukan1. Periksa kembali Mengidentifikasi
asuhan keperawatan kemampuan
dan kemungkinan
selama tiga hari, keadaan
secara kerusakan
secara
klien
tidak fungsional
pada fungsional
dan
mengalami gangguan kerusakan
yang memperngaruhi pilih
mobilitasi fisik.
terjadi.
intervensi yang akan
KH:
dilakukan.
1.
Kekuatan
otot2.
meningkat.
2.
Klien
dapat
membedakan
APL
sesuai toleransi.
3. Melakukan kembali
atau mempertahankan
posisi fungsi optimal.
4.
Mempertahankan
atau meningkatkan
kekuatan dan fungsi
tubuh pada bagian
yang sakit.
4.
Skala 0.
Pasien
mampu
mandiri.
Skala 1
Klien
memerlukanbantuan
atau
peralatan
mobilisasi
yang
minimal.
Skala 2
Memerlukan bantuan
sedang
atau
diajarkan.
Skala 3
Memerlukan bantuan
atau peralatan secara
terus-menerus
dan
alat khusus.
Skala 4
Tergantung
secara
total pada permberi
asuhan.
Seseorang
dalam
skala
2
4
mempunyai
resiko
yang besar bahaya
sehubungan dengan
imobilisasi.
Mempertahankan
mobilisasi dan fungsi
sendi atau posisi
normal ekstremik dan
menurunkan
terjadinya vena statis
Meningkatkan
sirkulasi
dan
elastisitas kulit serta
menurunkan resiko
terjadinya ekskoriasi
kulit.
Stimulus vena return
dan
mencegah
trombus vena.
Mencegah pasien
cidera atau jatuh.
kemampuan.
otot.
IV.CATATAN KEPERAWATAN.
No.
DP
HARI/TGL/
JAM
2,4
07:30 1.
07:35 2.
09:00 3.
09:30 4.
09.45 5.
10:00 6.
11:00 7.
11:10 8.
11:15 9.
11:20 10.
11:30 11.
IMPLEMENTASI
RESPON HASIL
TTD
3
4
Meletakkan
bantal - Klien merasa nyaman.
kesayangan klien didekatnya.
12:20 17. Menganjurkan klien dan - Kien dan keluarga
keluarga untuk terus melatik setuju.
tangan kiri klien
07:30 1.
Merapikan
dan membersihkan linen tempat
tidur klien.
07:40 2. Memasang pengaman tempat tidur.
07:45 3. Menanyakan klien kualitas tidur semalam.
1,3
08:15 5.
Meminta
klien
utuk Klien
dapat
mengangkat tangan kiri.
mengangkat
tangan
kiri lebih tinggi dari
hari kemarin.
Klien
tampak
merintih.
- Keluarga mengatakan
tiap waktu keluarga
meminta klien untuk
latihan, klien bersedia
melakukan latihan.
- Klien mengatakan
tangan kirinya masih
sakit.
10:00 6.
Mlelakukan injeksi asam - Obat asam mefenamat
mefenamat 250 mg dan 250
mg
dan
cefotaxime 500 mg
cefotaxime
masuk
lewat selang infus.
11:30 7. Mengukur TTV
- TD: 110/70 mmHg, suhu:
37,7oC,
nadi:
80
x/menit,
RR:
22
x/menit.
12:00 8.
12:15 9.
3
3
V. CATATAN PERKEMBANGAN
NO.
DP
HARI/TGL/
JAM
EVALUASI
S: O: A: P: -
TTD
A:
P:
2
S:
O:
A:
P:
bila digerakkan.
Klien tampak rileks.
Masalah teratasi sebagian
Observasi adanya tanda-tanda nyeri
Beri analgesik
Keluarga mengatakan panas sudah turun.
Suhu: 37.7oC
Klien tidak menggigil.
Masalah teratasi.
Pertahankan dan atau tingkatkan kondisi klien.
S: O: A: P: -