You are on page 1of 13

REFERAT

AGUSTUS 2016

BAGIAN NEUROLOGI
RUMAH SAKIT UMUM BAHTERAMAS
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HALU OLEO

KOREA SYDENHAMS

OLEH:
Saza Khoirunnisa, S.Ked
K1A1 12 040
Pembimbing:
dr. Rahmat Syah Esi, M.Kes., Sp.S

KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN NEUROLOGI
RUMAH SAKIT UMUM BAHTERAMAS
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2016

KOREA SYDENHAMS
Saza Khoirunnisa, Rahmat Syah Esi

A. PENDAHULUAN
Korea adalah istilah untuk gerakan involuntar yang menyerupai
tangan-lengan seorang penari. Gerakan itu tidak berirama, sifatnya kuat, cepat,
tersentak-sentak dan arah geraknya cepat berubah. Gerakan koreatik melanda
tangan-lengan yang sedang melakukan gerakan volunter membuat gerakan
volunter tersebut berlebihan dan kelihatan canggung. Gerakan koreatik di
tangan-lengan seringkali disertai gerakan meringis-ringis pada wajah dan
suara menggeram atau suara-suara lain yang tidak mengandung arti. [1]
Korea Sydenhams (St. Vitus dance) pertama kali ditemukan oleh
Thomas Sydenhams, MD pada tahun 1684. Pada saat itu Korea Sydenhams
hanya dikenal sebagai penyakit akibat trauma fisik dan shock emosional. Pada
tahun 1950, Korea Sydenhams kemudian dihubungkan dengan adanya infeksi
streptococcus hemolitikus grup A sebagai manifestasi utama dari demam
rematik yang mengenai sistem saraf. [2]
Korea Sydenhams merupakan penyakit yang paling umum dari
penyakit Korea, penyakit ini mengacu pada gerakan yang mendadak, acak,
dan involunter serta sering berhubungan dengan gangguan psikologi. Keadaan
tersebut dapat bertambah buruk dan dapat diikuti dengan kehilangan
keseimbangan serta berbicara dengan kata-kata yang menyatu. [3,4]

B. ANATOMI
Fungsi utama sistem ekstrapiramidalis adalah mengatur secara kasar
otot-otot volunter (sistem piramidalis dan sistem kortikospinalis mengatur
secara halus). Seluruh sistem itu bekerja sebagai satu unit dan merupakan
sarana integrasi pada tiga tingkatan: kortikal, striatal, dan tegmental. Efek
utamanya adalah inhibisi.
Dipandang dari segi anatomis, maka sistem ekstrapiramidalis terdiri
dari (1) Ganglia basalis dan sirkuit-sirkuitnya, (2) Area pada korteks yang
mempunyai proyeksi pada ganglia basalis, (3) Daerah serebelum yang
mempunyai proyeksi pada ganglia basalis, (4) Bagian dari formasio retikularis
yang berhubungan dengan ganglia basalis dan korteks serebri, (5) nucleus
thalamus yang menghubungkan ganglia basalis dan formasio retikularis. [5]

Gambar 1. Diagram sistem piramidal dan ekstrapiramidal


yang disederhanakan.
Sumber: Price,SA and Wilson,LM. 2006.

Ganglia basalis meliputi semua nukleus yang berkaitan secara


fungsional didalam substansia alba telensefali yang terletak dalam dan secara
embriologis berasal dari emenensia ganglionika (pars anterior vesikulae
telensefali). Nuklei utama ganglia basalis adalah nukleus kaudatus, putamen,
dan sebagian globus palidus [4]

Gambar 2. Ganglia Basalis


Sumber: Price,SA and Wilson,LM. 2006.
Nukleus kaudatus membentuk bagian dinding ventrikel lateral dan
memiliki bentuk melengkung akibat rotasi telensefalon pada masa
perkembangan embrio. Kaput nukleus kaudatus membentuk dinding lateral
ventrikel lateral, bagian kaudalnya membentuk atap kornu inferius pada
ventrikel lateral di lobus temporalis, membentng hingga amygdala yang
terletak diujung anterior kornu inferius. Dengan demikian, nukleus kaudatus

dapat terlihat di dua lokasi yang berbeda pada potongan koronal, di dinding
lateral korpus ventrikuli lateralis serta diatap kornu inferius. Bagian rostral
(kaput) nukleus kaudatus berhubungan dengan putamen.
Putamen terletak di lateral globus palidus menyelubunginya seperti
tempurung dan membentang melebihi globus palidus baik di bagian rostral
maupun kaudal. Putamen dan globus palidus dipisahkan oleh lapisan tipis
substansia alba yang disebut lamina medularis medialis.
Nukleus kaudatus dan putamen dihubungkan oleh jembatan kecil
substansia grisea dalam jumlah banyak yang terlihat seperti garis-garis pada
potongan anatomis. Akibatnya kedua nuklei ini secara bersama-sama memiliki
nama lain, yaitu korpus striatum. Garis-garis ini timbul pada masa
perkembangan ketika serabut kapsula interna berkembang melalui ganglion
basal yang asalnya sama.
Korpus striatum maupun korteks motorik merupakan alat pengaturan
gerakan-gerakan bertujuan yang normalnya dilakukan secara tidak sadar.
Pengaturan ini dilaksanakan melalui dua linasan: (1) globus palidus melalui
talamus menuju korteks, lalu turun melalui lintasan kortikospinalis dan
ekstrakortikospinalis menuju ke medula spinalis; (2) berjalan ke bawah
melalui globus palidus dan substansia nigra menuju formasio retikularis dan
traktus retikulospinalis menuju medula spinalis. Globus palidus tampaknya
memberikan tonus otot dasar yang diperlukan untuk melaksanakan gerakangerakan yang nyata (terutama dengan tangan). Perangsangan globus palidus

akan menghentikan setiap gerakan tubuh pada posisi saat itu dan menguncinya
selama rangsangan diteruskan.
Globus palidus secara filogenik lebih tua daripada nuklei lainnya,
struktur ini juga disebut paleostriatum. Sebagian dari struktur ini disebut juga
paleostriatum. Sebagian dari struktur ini secara embriologis merupakan
komponen diensefalon. Putamen dan globus palidus secara bersama-sama
disebut nucleus lentiformis atau nucleus lentikularis [4]
Ganglia basalis berpartisipasi pada berbagai proses motorik, termasuk
ekspresi emosi, serta integrasi impuls motorik dan sensorik serta pada proses
kognitif. Ganglia basalis melakukan fungsi motoriknya secara tidak langsung
melalui pengaruhnya pada area pramotor, motor, dan suplementer korteks
serebri. Fungsi utama ganglia basalis menyangkut inisiasi dan fasilitasi gerkan
volunter, dan supresi simultan pengaruh involunter atau tidak diinginkan yang
dapat mengganggu gerakan halus dan efektif. [5]
C. EPIDEMIOLOGI
Penyakit demam rematik saat ini merupakan penyebab utama dari
penyakit jantung yang mengenai anak, dan 60% diantaranya menunjukkan
gejala Korea Sydenhams. Penelitian menunjukkan, dari 290 pasien dengan
demam rematik, 86 orang diantaranya mengalami Korea sydenham pada
serangan pertama, juga bahkan didapatkan sekitar 100 episode Korea pada
pasien dengan demam rematik. [6]

Sebagian besar pasien Korea sydenham, memiliki umur dengan


kisaran antara 5 tahun hingga 15 tahun, dengan jumlah yang lebih besar pada
perempuan dibanding laki-laki [7]
Diantara tiga suku bangsa yang berada di Malaysia (Malay, India, dan
China), suku India lebih rentan mengalami Korea sydenham. Beberapa
penelitian sebelumnya menyebutkan bahwa suku India asli di Malaysia telah
di identifikasi memiliki B lymphocyte rheumatic antigen pencetus terjdinya
demam rematik. [8]
D. ETIOLOGI
Penelitian

menunjukkan

bahwa

terjadinya

Korea

sydenham

diakibatkan oleh respon autoimun akibat infeksi bakteri streptococcus


hemolitik grup A. [9]
E. PATOFISIOLOGI
Pergerakan dikontrol oleh dua sistem utama, yaitu cortex motorik dan
cerebellum untuk pergerakan sederhana serta striatum, substantia nigra, nuklei
subthalamic dan globus palidus untuk pergerakan yang lebih rumit. Sementara
ganglia basalis berperan sangat baik untuk mengeluarkan neurotransmitter dan
menyalurkannya antar saraf sehingga dapat terjadi respon sensoris, emosi, dan
mengontrol pergerakan secara sadar. Cortex frontal berperan untuk
mengontrol perhatian dan emosi. [6]
Adanya infeksi dari bakteri streptococcus hemolitik grup A,
menyebabkan terjadinya perlawanan oleh antibodi terhadap infeksi bakteri
streptococcus hemolitik grup A yang bereaksi silang dipermukaan sel

ekstraseluler ataupun intraseluler di ganglia basalis, cortex frontal, dan bagian


lainnya.
Beberapa penelitian telah menemukan petunjuk mengenai antineuronal antibodi pada ganglia basalis terhadap pasien dengan Korea
Sydenhams. Baru-baru ini telah ditemukan komponen karbohidrat dari
dinding sel pada streptococcus yang bereaksi silang terhadap gangliosides di
membrane sel pada ganglia basalis. Hal tersebut tidak hanya membuat
terjadinya peradangan, tetapi peran dari gangliosides sebagai pengantar sinyal
telah rusak. [10]
F. MANIFESTASI KLINIS
Serangan Korea Sydenhams awalnya tidak terlalu nampak, dimulai
dari kekauan, kegelisahan, keresahan, dan keletihan. Kelainan pergerakan
pada awalnya dimulai dari wajah. Korea Sydenhams lebih banyak
mempengaruhi ekstremitas atas dibandingkan dengan ektremitas bawah, dan
otot-otot bagian distal daripada bagian proximal. Kemampuan berbicara
kemudian menjadi kurang jelas dan bahkan pasien dapat menjadi bisu. Gejala
klinis yang dapat timbul adalah sebagai berikut: [11]
a. Milkmaids grip

: Ketidak mampuan untuk mempertahankan

kontraksi dari genggaman tangan.


b. Darting tongue

: Ketidak mampuan untuk mempertahanan

posisi lidah
c. Choreic hand

: Disebut sebagai tangan piring atau tangan

sendok

d. Hung up deep tendon reflex : Membangkitkan refleks tendon maka


gerakan korea akan terjadi, dan akan lambat untuk kembali ke posisi
semula.
e. Diffuse hypotonia
f. Abnormal speech

: kata-kata tidak jelas,

tersentak-sentak,

explosive, dan kata yang tidak beraturan.


Skala beratnya korea sydenhams dapat dinilai melalui Universidade
Federal de Minas Gerais Sydenham Chorea Rating Scale yang meliputi
penilaian terhadap aktivitas, kepribadian, serta fungsi motorik dari pasien
Sydenhams. Skala tersebut terdidri dari 27 item, dan diberi skor mulai dari 0
apabila tidak ditemukan gejala hingga 4 yang menunjukkan adanya gangguan
yang berat. [12]
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG[11]
a. Pemeriksaan darah dapat menunjukkan anemia, leukositosis, dan
peningkatan laju endap darah dan C-reactive protein bisa saja bermakna.
b. Antistreptolisin O atau anti DNase titer ataupun keduanya sering
meningkat.
c. Kultur tenggorokan juga bisa saja positif menunjukkan adanya
streptococcus hemolitik A.
d. MRI dan SPECT dapat menunjukkan adanya abnormalitas dari ganglia
basalis.

e. Anti streptococcus titer bisa saja negative di karenakan infeksi


streptococcus yang terjadi pada Korea Sydenhams biasanya antara 1-6
bulan.
H. DIFFERENSIAL DIAGNOSIS
Diagnosis dari Korea Sydenhams kadang tidak sulit ditegakkan.
Penyakit ini dapat di diagnosis banding dengan Tics, Korea Hutington, dan
Wilson disease. [3]
I. PENATALAKSANAAN
a. Pengobatan Simptomatik
Pengobatan

simptomatik

dapat

diberikan

adalah

golongan

dopaminergic blockers seperti haloperidol (0,5 mg/hari 3-6 mg/hari),


pimozide (2-10 mg), dan risperidone. Haloperidol merupakan pengobatan
simptomatik yang efektif tetapi harus diperhitungkan untuk mencapai efek
yang maksimal dengan minimal efek samping.
Pemberian antikonvulsan seperti sodium valproat merupakan
pertimbangan yang baik untuk pengobatan yang

efektif dan aman.

Pemberian sodium valproat direkomendasikan sebagai terapi pertama


untuk Korea Sydenhams pada beberapa kasus dengan Korea Sydenhams
berat yang gagal diterapi dengan haloperidol dan diazepam. [5]
b. Pengobatan Imunomodulatory
Pengobatan Imunomodulatory digunakan untuk memperpendek
perjalanan

penyakit

dan

mencegah

komplikasi.

Beberapa

10

imunomodulatory yang digunakan adalah kortikosteroid, intravenous


immunoglobulin (IVIGs) dan plasmapharesis. . [5]
Pengobatan yang diberikan biasanya untuk mengobati gejalanya saja,
meskipun begitu terapi imunomodulatory pada kasus berat sering kali
digunakan. Berdasarkan laporan kasus, pengobatan dengan plasmapharesis
berhasil pada anak yang tidak berespon terhadap terapi lain. [12]
J. PROGNOSIS
Korea Sydenhams merupakan penyakit yang dapat sembuh sendiri
setelah beberapa minggu atau bulan. Kekambuhan dari Korea Sydenhams
dapat terjadi akibat stress atau sedang sakit atau penggunaan penicillin sebagai
pencegahan tidak tuntas. [11]

11

DAFTAR PUSTAKA

1. Mardjono, Mahar dan Priguna Sidharta. 2012. Neurologi Klinis Dasar.


Jakarta: Dian Rakyat.
2. Pena, J. et al. 2002. Comparison of the Eficiecy of Carbamazepin,
haloperidol, and valpoic acid in the treatmen of children with Sydenhams
Chorea. Arq Neuropsiquatr.
3. Hay, Wiliam A et al. 2012. Current Diagnosis and Treatment. USA: Mc.Graw
Hill.
4. Baehr, M dan M. Frotscher. 2014. Diagnosis Topik Neurologi DUUS Edisi 4.
Jakarta: EGC.
5. Price, Sylvia A, Lorraine M. Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit Ed. 6. Jakarta: EGC.
6. Kathleen G.Walker and Jo.M. Wilmshurst. An Update on The Treatment of
Sydenhms Chorea: The Evidence for Estabilished and Evolving interventions.
Sage Journals page 301-309. 2010.
7. Widyanti, Putu Ayu et.al. 2012. Korea sydenham and Insidious Carditis in 9
year old girl. Medicina. Vol.43. 54-59.
8. NK.Chew et.al, 2002. Clinical Study of Chorea sydenham at University
Malaya Medical Center. Neurol J Southeast Asia. Vol 7. 93-98.
9. David, BR., et.al. 2005. Clinical Pediatric Neurology Ed.3rd. New York:
Demos Medical Publishing.

12

10. Seckeler M.D and Tracey R.H. 2011. The Worldwide Epidemiology of Acute
Rheumatic Fever and Rheumatic Heart Disease. Dove Press.
11. Joshi A, et.al. 2015. Sydenhams Chorea as Presentation of Rheumatic Heart
Disease. Kathmandu University of Medical Journal. Vol 13. 271-273.
12. Texiera L.A et.al. 2005. UFMG Sydenhams Chorea Rating Scale (USRCS) :
Reliability and Consistency. Movement Disorder Society. Vol.20. No.50. 585591.
13. Miranda, Marcelo, et.al. 2015. Severe Sydenhams Chorea (Chorea

Paralytica) successfully treated with plasmapheresis. Journal of Clinical


Movement Disorder.

13

You might also like