You are on page 1of 9

Laporan Kasus

PENGOBATAN LASERASI KORNEA + PROLAPS IRIS


Oleh
GRACE SIANTURI, S.Ked
9901209
Pembimbing
Dr. HARRY. J. G. SUMUAL, SpM

BAGIAN ILMU PENYAKIT MATA


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SAM RATULANGI
MANADO
2004

PENDAHULUAN

Mata merupakan bagian badan yang sangat peka. Trauma, seperti debu
sekecil apapun masuk ke dalam mata, sudah cukup untuk menimbulkan gangguan
yang hebat, lagipula bila keadaan ini diabaikan, dapat menimbulkan penyakit
yang cukup gawat. Karena itulah mata mendapat lindungan yang baik dengan
dikelilingi oleh tulang-tulang orbita, di sebelah depan terdapat kelopak mata
(palpebra) superior dan inferior, jaringan lemak retrobulber dan bulu mata.1
Mata walaupun mempunyai sistem pelindung yang cukup baik, disamping
refleks memejam atau mengedip, masih sering mendapat trauma dari luar. Trauma
pada mata memerlukan perawatan yang tepat untuk mencegah terjadinya penyulit
yang lebih berat ataupun kebutaan. Trauma dapat mengakibatkan kerusakan pada
bola mata dan kelopak, saraf mata dan rongga orbita. Kerusakan akan dapat
mengakibatkan atau memberikan penyulit sehingga mengganggu fungsi
penglihatan. Pada mata dapat terjadi trauma dalam bentuk-bentuk berikut: trauma
tumpul, trauma tembus, trauma kimia dan trauma radiasi. Trauma pada mata dapat
mengenai jarinngan di bawah ini secara terpisah atau menjadi gabungan trauma
jaringan mata: kelopak, konjungtiva, kornea, uvea, lensa, retina, papil saraf optik
dan orbita.1,2
Trauma pada mata dapat menyebabkan penurunan penglihatan bahkan bisa
menyebabkan kebutaan. Hal tersebut merupakan penyebab kebutaan pada anakanak dan orang dewasa.3

Trauma tembus bola mata adalah suatu trauma dimana sebagian atau
seluruh lapisan kornea dan atau sklera mengalami kerusakan. 2 Trauma tembus
pada bola mata akan memperlihatkan tanda-tanda seperti tajam penglihatan
menurun, tekanan bola mata rendah, bilik mata dangkal, bentuk dan letak pupil
yang berubah, terlihat adanya ruptur pada kornea atau sklera, terdapat jaringan
yang prolaps seperti cairan mata, iris, lensa, badan kaca atau retina, serta
konjungtivitis kemotis.4
Pada setiap kemungkinan laserasi kornea diperlukan riwayat yang lengkap
dari penyebab trauma. Dengan riwayat yang baik dapat disimpulkan kemungkinan
hal yang dapat terjadi pada jaringan kornea atau bola mata akibat trauma dan
kemungkinan penyulit yang dapat terjadi. Laserasi kornea dibedakan dalam
bentuk laserasi kornea sebagian dan laserasi kornea dengan perforasi. Bila laserasi
disertai dengan perforasi kornea maka biasanya disertai dengan prolaps jaringan
intraokular di tempat perforasi. Akibat prolaps dan terjepitnya iris maka pupil
akan terlihat lonjong. Pemeriksaan pada laserasi kornea selain daripada untuk
melihat gangguan susunan anatomi akibat trauma juga dapat untuk melihat adanya
benda asing, katarak dan untuk melihat apakah sudah terjadi infeksi sekunder ke
dalam jaringan intraokular.5
Pada pasien dengan luka tembus bola mata selamanya diberikan
antibiotika sistemik atau intravena dan pasien dipuasakan untuk tindakan
pembedahan. Pasien juga diberikan antitetanus profilaktik, analgetika dan kalau
perlu peenang.4,5 Penanganan pada laserasi kornea dengan perforasi yang luas,
yang pertama yan harus dilakukan ialah menutup kedua mata dengan kasa steril,

memberi antibiotika spektrum luas, ATS dan pembedahan dilakukan bila


perlengkapan sudah memadai.5

LAPORAN KASUS

Seorang anak laki-laki, umur 5 tahun, bangsa Indonesia, suku Minahasa,


alamat Tondano, agama Kristen Protestan, datang ke Instalasi Rawat Darurat
Bedah Rumah Sakit Umum Pusat Manado, tanggal 28 Mei 2004 denag diantar
oleh ibunya. Dengan keluhan utama luka tembus mata kiri akibat tertusuk lidi.
Berdasarkan anamnesa dari penderita diketahui bahwa mata kiri tertusuk
lidi dialami penderita sejak 5 jam sebelum masuk rumah sakit. Saat itu penderita
sedang bermain-main dengan temannya. Kemudian tiba-tiba teman penderita
menusuk mata kiri penderita dengan lidi. Penderita merasakan matanya sakit dan
penglihatan mulai kabur.

Penderita langsung dibawa ke Rumah Sakit Umum

Pusat Manado. Saat sampai di Rumah Sakit Umum Pusat Manado penderita
merasakan mata kiri sudah tidak dapat melihat lagi. Panas tidak ada. Mual tidak
ada. Muntah tidak ada. Sakit kepala tidak ada. Perdarahan aktif tidak ada. Riwayat
penglihatan kabur sebelumnya disangkal penderita. Riwayat penyakit dahulu
disangkal penderita.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan keadaan umum: cukup. Kesadaran:
compos mentis. Nadi: 92 kali/menit. Pernafasan: 20 kali/menit. Suhu: 37 derajat
celsius.
Telinga tidak ada sekret. Toraks: bising tidak ada. Pulmo suara pernafasan
bronkovesikuler. Abdomen datar, lemas. Hepar dan lien tak teraba. Ekstremitas
superior dan inferior dalam batas normal.

Pada pemeriksaan mata atau status oftalmologis secara subjektif,


ketajaman penglihatan dengan optotip Snellen ditemukan mata kiri 0 dan mata
kanan 6/12. Bola mata kiri tidak dapat digerakkan.
Pada pemeriksaan objektif, palpebra superior mata kiri ditemukan edema
dan hiperemis. Konjungtiva bulbi dan forniks hiperemis. Kornea terdapat laserasi.
Pupil bentuk iregular, refleks cahaya tidak ada, refleks fundus sukar dievaluasi.
Lensa putih keruh. COA dangkal dan ada darah. Ditemukan pula adanya prolaps
iris.

DISKUSI

Sesuai dengan kepustakaan dimana pada trauma tembus bola mata akan
memperlihatkan tanda-tanda seperti tajam penglihatan yang menurun, tekanan
bola mata rendah, bilik mata dangkal, bentuk dan letak pupil yang berubah,
terlihat adanya ruptur pada kornea atau sklera, terdapat jaringan yang prolaps
seperti cairan mata, iris, lensa, badan kaca atau retina, konjungtivitis kemotik.
Laserasi kornea pada kasus ini adalah laserasi kornea disertai dengan
perforasi kornea karena disertai dengan proplaps jaringan intraokular di tempat
perforasi. Akibat prolaps atau terjepitnya jaringan iris maka pupil akan terlihat
lonjong atau iregular. Pada penderita ini didapatkan adanya laserasi daripada
kornea mata kiri dan prolaps daripada iris sehingga bentuk pupil menjadi iregular.
Penglihatan mata kiri yang awalnya kabur kemudian menjadi gelap pada
penderita ini diakibatkan oleh karena terjadi kekeruhan media penglihatan akibat
trauma tembus dan dihalangi oleh terdapatnya hifema (di dalam bilik mata depan
ditemukan darah). Hifema ini berasal dari pembuluh darah yang pecah.
Penanganan pada kasus ini bertujuan mempertahankan bola mata,
memperbaiki penglihatan dan untuk mencegah terjadinya infeksi dalam bola mata
dengan mengirigasi luka dengan larutan saline normal, menjahit laserasi kornea,
reposisi jaringan uvea yang prolaps, pemberian antibiotik sistemik, antitetanus
profilaktik dan analgetik. Selain itu juga diberikan kepada penderita sikloplegik
yaitu sulfas atropin. Adapun antibiotik yang diberikan adalah yang berspektrum
luas yaitu sefadroksil, yang diberikan secara peroral. Selain itu juga diberikan

amoksisilin untuk mencegah adanya bakteri-bakteri yang dapat menyebabkan


infeksi sekunder. Namun amoksisilin diberikan secara intravena dan sebelumnya
kepada penderita harus dilakukan skin test terlebih dahulu untuk mencegah
timbulnya reaksi alergi.
Selain itu pada penderita juga dilakukan pemeriksaan foto radiologi.
Adapun maksud dilakukannya foto ini adalah untuk melihat apakah ada benda
asing pada rongga mata kiri penderita sebab ditakutkan akan terjadi infeksi yang
bisa menjadi enoftalmitis lalu menjadi panoftalmitis. Selain itu untuk melihat
kerusakan akibat trauma tembus itu sampai di daerah mana.
Prognosa dari penderita ini adalah dubia ad bonum (apabila penanganan
terhadap laserasi ini dilakukan cepat dan tepat).

DAFTAR PUSTAKA

1. Wiyaya N, SD. Ilmu penyakit mata. Ilmu urai dan pemeriksaan. Cetakan
kelima. Jakarta; Abadi tegal, 1989; 1.
2.

Ilyas S. Penuntun ilmu penyakit mata. Edisi 2. Trauma tembus bola mata.
Jakarta; BP FKUI, 2001:175.

3. Wijaya N, SD. Ilmu penyakit mata. Trauma mata. Cetakan kelima Jakarta;
Abadi tegal, 1989; 312.
4. Ilyas S. Ilmu penyait mata. Cetakan kelima. Trauma tembus bola mata. Jakarta;
BP FKUI, 2001.
5. Ilyas S. Kedaruratan dalam ilmu penyakit mata. Laserasi kornea.
FKUI,, 2000: 61-3.

Jakarta; BP

You might also like