You are on page 1of 8

Nama Peserta

: dr. Ica Justitia

Nama Wahana

: RSAD Wirabhakti Tk IV Mataram

Topik
Tanggal (kasus)

: Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut


: 24 Februari 2015

Nama Pasien
: An. W
Tanggal Presentasi : 10 Maret 2015

No. RM
: 0020xx
Nama Pendamping :
dr. Made Hasri Dewi
dr. Ni Gusti Made Noviani
Tempat Presentasi : Aula RSAD Wirabhakti Tk IV Mataram
Objektif Presentasi: Tatalaksana Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut
Keilmuan

Keterampilan

Penyegaran

Tinjauan Pustaka

Diagnostik

Manajemen

Masalah

Istimewa

Neonatus

Bayi

Anak

Remaja

Bahan bahasan:

Tinjauan pustaka

Cara membahas:

Diskusi

Data pasien:

Riset

Dewasa
Kasus

Presentasi dan diskusi

Lansia

Bumil

Audit
Email

Pos

An. W, laki-laki, 10 tahun, Asrama Gebang No. RM: 0020xx

Nama Klinik: RSAD Wirabhakti Tk IV


Telp:
Mataram

Terdaftar sejak:

Deskripsi: Anak, laki-laki, mengeluhkan batuk dan pilek serta nyeri tenggorokan
sejak seminggu yang lalu.
Tujuan: Dapat memberikan penatalaksanaan tonsilitis yang tepat
Data utama untuk bahan diskusi:
1.

4.

Diagnosis/Gambaran klinis: batuk, pilek, nyeri tenggorokan, sulit menelan


sejak seminggu yang lalu dan memberat dua hari terakhir. Keluhan kambuh 34 kali dalam setahun terakhir.
Riwayat Pengobatan: Pasien sudah diberi obat parasetamol, ambroksol, dan
amoksisilin.
Riwayat kesehatan/Penyakit: Keluhan pasien sering kambuh, sekitar 3-4 kali setahun
dalam setahun terakhir.
Riwayat keluarga: Keluarga pasien tidak ada yang menderita penyakit yang sama.

5.

Riwayat pekerjaan: -

6.

Lain-lain: Pasien sering membeli jajanan es di pinggir jalan.

2.
3.

Daftar Pustaka:
1. Rubin MA, Gonzales R, Sande MA. 2005. Infections of the Upper Respiratory Tract.
Harrisons Principle of Internal Medicine. 16th ed. New York, NY: McGraw Hill.
2. Rusmarjono, Soepardi EA.2001. Penyakit dan kelainan tonsil dan Faring. Buku Ajar Ilmu
THT. Jakarta : Balai Penerbit FKUI
3. Dedya, et. Al. 2009. Tonsilitis Kronis Hipertrofi dan Obstructive Sleep Apnea (OSA) Pada
Anak. Bagian/Smf Ilmu Penyakit Tht Fk Unlam.
4. Nurjanna Z, 2011. Karakteristik Penderita Tonsilitis Kronis di RSUP H. Adam Malik
Medan

tahun

2007-2010.

USU

Institutonal

Repository.

[Accessed

from:

http://repository.usu.ac.id/]
5. Amarudin, Tolkha et Anton Christanto. 2005. Kajian Manfaat Tonsilektomi, Cermin Dunia
Kedokteran. [Available from : http://www.cerminduniakedoteran.com]
6. Sakka, I dkk. 2010. Kadar Imunoglobulin A Sekretori pada Penderita Tonsilitis Kronik
Sebelum dan Setelah Tonsilektomi. Accessed from Ilmu Kesehatan THT FK Unhas.
Hasil Pembelajaran:
1. Penegakan diagnosis tonsilitis kronik eksaserbasi akut
2. Tatalaksana tonsilitis kronik eksaserbasi akut
Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio
1. Subjektif :
Pasien anak, laki-laki, 10 tahun, datang dengan keluhan batuk dan pilek sejak satu
minggu yang lalu. Batuk disertai dahak, yang kental berwarna putih kekuningan. Batuk
dirasakan terus menerus, dan memberat dua hari terakhir. Pasien juga mengeluhkan nyeri
tenggorokan serta sulit menelan sejak seminggu yang lalu. Riwayat demam (+), 1
minggu yang lalu, demam terus menerus, tidak tinggi, tidak menggigil, dan saat ini
pasien tidak demam. Riwayat pusing (-), nyeri sendi (-). Ibu pasien mengatakan pasien
mengorok saat tidur. Namun belum pernah terbangun saat tidur karenan sesak. Keluhan
pasien sering kambuh, sekitar 3-4 kali setahun dalam setahun terakhir.
Penurunan nafsu makan (-). Mulut bau (-), nyeri pada dahi dan pipi (-). Keluhan pada
telinga (-). Riwayat alergi makanan dan obat-obatan (-).
Pasien sering membeli jajanan es di pinggir jalan.
Riwayat pengobatan: parasetamol, ambroksol, dan amoksisilin tablet.
Tidak ada anggota keluarga dengan keluhan serupa.

2. Objektif :
Dari pemeriksaan fisik didapatkan:
Status generalis:
KU
: Sakit sedang
Nadi
: 98 kali/menit
Nafas
: 20 kali/menit
Suhu
: 37,1 0 C
Berat badan
: 40 kg
Tinggi badan
: 140 cm
Status gizi
: Baik
Kepala
: tidak ada kelainan
Mata
: Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokor
Thorak :

Inspeksi : simetris (+), retraksi subkostae (-), gerakan napas simetris

Palpasi: gerakan napas simetris

Perkusi: sonor +/+, batas jantung normal

Paru

Jantung : irama teratur, bising (-)

Inspeksi

: distensi (-)

Auskultasi

: bising usus (+) normal

Perkusi

: timpani

Palpasi

: supel, nyeri tekan (-), hepar lien tidak teraba

: vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-

Abdomen

Ekstremitas : Akral hangat, refilling kapiler baik


Palatum mole, arkus faring: hiperemis (+)

Status lokalis:

Telinga: daun telinga tidak ada kelainan, nyeri tekan tragus (-/-), liang telinga tenang,

tidak ada kelainan, membran timpani utuh, refleks cahaya normal.


Hidung: bentuk normal, deformitas (-/-), vestibulum nasi mukosa hiperemis minimal
(+/+), sekret bening (+/+), konka nasi tidak hiperemis tidak edema, deviasi septum

tidak ada.
Tenggorokan:
Tonsil Dekstra: Detritus (+), hiperemis (+), kripte melebar (+)T3
Tonsil sinistra: detritus (+), hiperemis (+), kripte melebar (+) T3

Bibir, geligi, mukosa mulut, lidah: dalam batas normal.


Pembesaran kelenjar getah bening leher: tidak teraba

3. Assesment :
Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik yang telah dilakukan pasien
didiagnosis (naso-faringo-) tonsilitis kronis eksaserbasi akut.
TONSILITIS
Tonsilitis adalah peradangan tonsil palatina yang merupakan bagian cincin Waldeyer.
Tonsilitis kronis merupakan keradangan kronik pada tonsil yang biasanya merupakan
kelanjutan dari infeksi akut berulang atau infeksi subklinis dari tonsil yang sifatnya menahun.
Kelainan ini merupakan penyakit yang paling sering terjadi dari seluruh penyakit tenggorok
berulang dan merupakan kelainan tersering pada anak di bidang THT.1.2
Patogenesis
Terjadinya tonsilitis dimulai saat kuman masuk ke tonsil melalui kripte-kriptenya, sampai
disitu secara aerogen (melalui hidung, droplet yang mengandung kuman terhisap oleh hidung
kemudian nasofaring terus ke tonsil), maupun secara foodvorn yaitu melalui mulut bersama
makanan. Kuman yang masuk kesitu dihancurkan oleh makrofag, sel-sel polimorfonuklear.
Jika tonsil berulang kali terkena infeksi maka pada suatu waktu tonsil tidak bisa membunuh
kuman-kuman semuanya, akibatnya kuman bersarang di tonsil. Pada keadaan inilah fungsi
pertahanan tubuh dari tonsil berubah menjadi sarang infeksi (tonsil sebagai fokal infeksi).3
Faktor predisposisi timbulnya tonsilitis kronik adalah komplikasi tonsilitis akut yang tidak
mendapat terapi adekuat. Faktor predisposisi lainnya ialah rangsangan yang menahun dari
rokok, beberapa jenis makanan, hygiene mulut yang buruk, pengaruh cuaca, kurang gizi, dan
kelelahan fisik. Kuman penyebabnya sama dengan tonsillitis akut tetapi kadang kuman
berubah menjadi kumah golongan gram negatif. 2
Manifestasi Klinis
Gejala tonsillitis kronis dibagi menjadi : 1) gejala lokal, yang bervariasi dari rasa tidak enak
di tenggorok, sakit tenggorok, tenggorokan terasa kering, nafas berbau (halitosis), sulit

sampai sakit menelan, 2) gejala sistemik, rasa tidak enak badan atau malaise, nyeri kepala,
demam subfebris, nyeri otot dan persendian, 3) gejala klinis tonsil dengan debris di kriptenya
(tonsillitis folikularis kronis), udema atau hipertrofi tonsil (tonsillitis parenkimatosa kronis),
tonsil fibrotic dan kecil (tonsillitis fibrotic kronis), plika tonsilaris anterior hiperemis dan
pembengkakan kelenjar limfe regional.3
Tonsilitis Akut

Tonsilitis Kronis

Tonsilitis Kronis

Hiperemis dan edema

Eksaserbasi akut
Hiperemis dan edema

Memebesar/ mengecil tapi

Kripte tak melebar


Detritus (+ / -)
Perlengketan (-)
Antibiotika,

Kripte melebar
Detritus (+)
Perlengketan (+)
Sembuhkan radangnya, Jika perlu

tidak hiperemis
Kripte melebar
Detritus (+)
Perlengketan (+)
Bila mengganggu lakukan

analgetika,

lakukan tonsilektomi 2 6 minggu

Tonsilektomi

obat kumur

setelah peradangan tenang

Berdasarkan rasio perbandingan tonsil dengan orofaring, dengan mengukur jarak antara
kedua pilar anterior dibandingkan dengan jarak permukaan medial kedua tonsil, maka gradasi
pembesaran tonsil dapat dibagi menjadi: 2

TO
T1
T2
T3
T4

: tonsil masuk di dalam fossa atau sudah diangkat


: <25% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring
: 25-50% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring
: 50-75% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring
: > 75% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring

Pada anak, tonsil yang hipertrofi dapat terjadi obstruksi saluran nafas atas yang dapat
menyebabkan hipoventilasi alveoli yang selanjutnya dapat terjadi hiperkapnia dan dapat
menyebabkan kor polmunale. Obstruksi yang berat menyebabkan apnea waktu tidur, gejala
yang paling umum adalah mendengkur yang dapat diketahui dalam anamnesis. 4
Penatalaksanaan
Secara umum, penatalaksanaan tonsilitis kronis dibagi dua, yaitu konservatif dan operatif.
Terapi konservatif dilakukan untuk mengeliminasi kausa, yaitu infeksi, dan mengatasi
keluhan yang mengganggu. Bila tonsil membesar dan menyebabkan sumbatan jalan napas,
disfagia berat, gangguan tidur, terbentuk abses, atau tidak berhasil dengan pengobatan
konvensional, maka operasi tonsilektomi perlu dilakukan. 2

Terapi antibiotik pada tonsilitis kronis sering gagal dalam mengurangi dan mencegah
rekurensi infeksi, baik karena kegagalan penetrasi antibiotik ke dalam parenkim tonsil
ataupun ketidaktepatan antibiotik. Oleh sebab itu, penanganan yang efektif bergantung pada
identifikasi bakteri penyebab dalam parenkim tonsil. Pemeriksaan apus permukaan tonsil
tidak dapat menunjukkan bakteri pada parenkim tonsil, walaupun sering digunakan sebagai
acuan terapi, sedangkan pemeriksaan aspirasi jarum halus (fine needle aspiration/FNA)
merupakan tes diagnostik yang menjanjikan. Pilihan antibiotik yang digunakan adalah
antibiotik spektrum luas (penisilin, amoksisilin, atau eritromisin) selama 6-10 hari. 2,4
Untuk mengurangi nyeri pasien dapat diberikan analgetik. Terapi lainnya dapat diberikan
kortikosteroid (deksametason) dan obat kumur antiseptik atau kumur dengan air hangat.2
Pengobatan pasti untuk tonsillitis kronis adalah pembedahan dengan pengangkatan tonsil.
Menurut American Academy of Otolaryngology Head and Neck Surgery Clinical Indicators
Compendium tahun 1995 indikasi tonsilektomi adalah: 2
a) Indikasi absolut:
i) Pembesaran tonsil yang menyebabkan sumbatan jalan nafas atas, disfagia
menetap, gangguan tidur atau komplikasi kardiopulmunar.
ii) Tonsil hipertrofi yang menimbulkan maloklusi gigi dan menyebabkan gangguan
pertumbuhan orofacial
iii) Rhinitis dan sinusitis yang kronis, peritonsilitis, abses peritonsil yang tidak hilang
dengan pengobatan. Otitis media efusi atau otitis media supuratif.
iv) Tonsilitis yang menimbulkan febris dan konvulsi
v) Biopsi untuk menentukan jaringan yang patologis (dicurigai keganasan)
b) Indikasi relatif :
i) Penderita dengan infeksi tonsil yang kambuh 3 kali atau lebih dalam setahun
meskipun dengan terapi yang adekuat
ii) Bau mulut atau bau nafas yang menetap yang menandakan tonsilitis kronis tidak
responsif terhadap terapi media
iii) Tonsilitis kronis atau rekuren yang disebabkan kuman streptococus yang resisten
terhadap antibiotik betalaktamase
iv) Pembesaran tonsil unilateral yang diperkirakan neoplasma
c) Kontra indikasi :
i) Diskrasia darah kecuali di bawah pengawasan ahli hematologi
ii) Usia di bawah 2 tahun bila tim anestesi dan ahli bedah fasilitasnya tidak
mempunyai pengalaman khusus terhadap bayi
iii) Infeksi saluran nafas atas yang berulang
iv) Perdarahan atau penderita dengan penyakit sistemik yang tidak terkontrol.

v) Celah pada palatum


Tonsilektomi memiliki banyak keuntungan pada pasien tonsilitis kronis. Mengingat fungsi
tonsil dalam pertahanan tubuh dan perubahan tonsil menjadi fokus infeksi pada tonsilitis
kronik, tindakan tonsilektomi dapat menurunkan angka kejadian sakit tenggorok,
meningkatkan kualitas hidup pasien, penurunan kunjungan ke pelayanan kesehatan, dan
penurunan kejadian nefropati IgA. Tindakan tonsilektomi tidak mempengaruhi daya tahan
tubuh, kadar sel inflamasi dan sitokin pada pasein yang telah menjalani tonsilektomi tidak
berbeda secara bermakna pada kontrol.5,6
Rawat inap diperlukan jika pasien mengalami keluhan sulit menelan, rasa nyeri, atau gejala
sistemik yang bertambah berat. Perburukan gejala akut ini mungkin menunjukkan adanya
komplikasi abses peritonsil dan diperlukan antibiotik parenteral.5

Komplikasi
-

Sekitar tonsil: abses peritonsilar, abses parafaringeal, abses retrofaring, krista tonsil,

tonsiloith, rhinitis kronik, sinusitis


Komplikasi organ jauh: demam

rematik

dan

penyakit

jantung

rematik,

glomerulonefritis, konjungtivitis, uveitis, episkleritis berulang, eritema multiform,


artritis 2

Pencegahan
Bakteri dan virus penyebab tonsilitis dapat dengan mudah menyebar dari satu penderita ke
orang lain. Resiko penularan dapat diturunkan dengan mencegah terpapar dari penderita
tonsilitis atau yang memiliki keluhan sakit menelan. Gelas minuman dan perkakas rumah
tangga untuk makan tidak dipakai bersama dan sebaiknya dicuci dengan menggunakan air
panas yang bersabun sebelum digunakan kembali. Sikat gigi yang telah lama sebaiknya
diganti untuk mencegah infeksi berulang. Orang orang yang merupakan karier tonsilitis
semestinya sering mencuci tangan mereka untuk mencegah penyebaran infeksi pada orang
lain. 4
4. Planning

Terapi medikamentosa:
o Cefadroksil 2 x 500 mg (5-7 hari)
o Paracetamol 3x 500 mg
o Dexamethasone tab 0,5 mg
o Ambroksol tab 2 x 30 mg
o Vitamin tab 1 x 1

Pro Tonsilektomi

KIE pasien

Hindari makanan yang berminyak, minuman atau makanan dingin, manis atau yang
mengiritasi tenggorokan.

Menjaga higiene mulut agar tidak terjadi tonsilitis berulang.

Anjurkan keluarga untuk menjaga kesehatan pasien dan mempersiapkan pasien untuk
melakukan operasi pengangkatan amandel jelaskan indikasi, dan komplikasinya.

Konsultasi
Konsultasi Spesialis THT jika akan dilakukan tonsilektomi atau keluhan memberat.
Kontrol:
Kegiatan
Tatalaksana
KIE

Periode
Saat kunjungan
Saat kunjungan

Hasil yang diharapkan


Tampak perbaikan klinis
Pasien mendapat edukasi tentang
penyakitnya, penanganan awal,
penanganan definitif, cara
pencegahannya.

You might also like