Professional Documents
Culture Documents
TINJAUAN TEORI
2.1 Latar Belakang
Atresia Ani merupakan kelainan bawaan (kongenital), tidak adanya lubang atau
saluran anus (Donna L. Wong, 520 : 2003).
Atresia Ani adalah kelainan kongenital yang dikenal sebagai anus imperforate
meliputi anus, rectum atau keduanya (Betz, dkk. 2002).
Menurut Ladd dan Gross (1966) anus imperforata dalam 4 golongan, yaitu:
1) Stenosis rektum yang lebih rendah atau pada anus
2) Membran anus yang menetap
3) Anus imperforata dan ujung rektum yang buntu terletak pada bermacam-macam
Jadi atresia ani adalah kelainan congenital anus dimana anus tidak mempunyai lubang
untuk mengeluarkan feces karena terjadi gangguan pemisahan kloaka yang terjadi saat
kehamilan. Walaupun kelainan lubang anus akan mudah terbukti saat lahir, tetapi kelainan
bisa terlewatkan bila tidak ada pemeriksaan yang cermat atau pemeriksaan perineum.
2.2 Klasifikasi
Melbourne membagi berdasarkan garis pubocoxigeus dan garis yang melewati ischii
kelainan disebut :
a) Letak tinggi, rectum berakhir di atas M.Levator ani ( m.pubo coxigeus)
b) Letak intermediet, akhiran rectum terletak di M.Levator ani
c) Letak rendah, akhiran rectum berakhir di bawah M.Levator ani
2.3 Etiologi
Penyebab atresia ani belum diketahui secara pasti tetap ini merupakan penyakit
anomaly kongenital (Bets. Ed 3 tahun 2002). Akan tetapi atresia juga dapat disebabkan
oleh beberapa faktor, antara lain:
a) Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur sehingga bayi lahir tanpa
lubang dubur.
b) Kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu/3 bulan.
c) Adanya gangguan atau berhentinya perrkembangan embriologik didaerah usus,
rektum bagian distal serta traktus urogenitalis, yang terjadi antara minggu keempat
sampai keenam usia kehamilan.
2.4 Patofisiologi
Atresia ani atau anus imperforate dapat disebabkan karena :
a) Kelainan ini terjadi karena kegagalan pembentukan septum urorektal secara komplit
karena gangguan pertumbuhan, fusi atau pembentukan anus dari tonjolan embrionik
b) Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur, sehingga bayi lahir tanpa
lubang dubur
c) Gangguan organogenesis dalam kandungan penyebab atresia ani, karena ada
kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu atau tiga bulan
d) Berkaitan dengan sindrom down
e) Atresia ani adalah suatu kelainan bawaan
f)
Kegagalan migrasi dapat juga karena kegagalan dalam agenesis sakral dan
abnormalitas pada uretra dan vagina.
g) Tidak ada pembukaan usus besar yang keluar anus menyebabkan fecal tidak dapat
dilakukan pada gangguan ini. Pemeriksaan fisik rectum kepatenan rectal dapat
dilakukan colok dubur dengan menggunakan selang atau jari.
b) Jika ada fistula, urin dapat diperiksa untuk memeriksa adanya sel-sel epitel
mekonium.
c) Pemeriksaan sinyal X lateral infeksi (teknik wangensteen-rice) dapat menunjukkan
adanya kumpulan udara dalam ujung rectum yang buntu pada mekonium yang
mencegah udara sampai keujung kantong rectal.
d) Ultrasound dapat digunakan untuk menentukan letak rectal kantong. Ultrasound
terhadap abdomen Digunakan untuk melihat fungsi organ internal terutama dalam
system pencernaan dan mencari adanya faktor reversible seperti obstruksi oleh karena
massa tumor.
e) Aspirasi jarum untuk mendeteksi kantong rectal dengan menusukan jarum tersebut
sampai melakukan aspirasi, jika mekonium tidak keluar pada saat jarum sudah masuk
1,5 cm Derek tersebut dianggap defek tingkat tinggi.
f) Pemeriksaan radiologis dapat ditemukan
Udara dalam usus berhenti tiba-tiba yang menandakan obstruksi di daerah tersebut.
Tidak ada bayangan udara dalam rongga pelvis pada bagian baru lahir dan gambaran
ini harus dipikirkan kemungkinan atresia reftil/anus impoefartus, pada bayi dengan
anus impoefartus. Udara berhenti tiba-tiba di daerah sigmoid, kolon/rectum.
Dibuat foto anterpisterior (AP) dan lateral. Bayi diangkat dengan kepala dibawah dan
kaki diatas pada anus benda bang radio-opak, sehingga pada foto daerah antara benda
radio-opak dengan dengan bayangan udara tertinggi dapat diukur.
g) Sinar X terhadap abdomen
Digunakan untuk melihat fungsi organ internal terutama dalam system pencernaan
dan mencari adanya faktor reversible seperti obstruksi oleh karena massa tumor.
i)
CT Scan
Digunakan untuk menentukan lesi.
j)
Kepatenan rectal dapat dilakukan colok dubur dengan menggunakan selang atau jari.
l)
2.8 Prognosis
Sebagian besar prognosis dari atresia ani biasanya baik bila didukung perawatan yang
tepat dan juga tergantung kelainan letak anatomi saat lahir.
Untuk anak-anak yang memiliki hasil yang buruk untuk kontinensia dan sembelit dari
operasi awal, operasi lebih lanjut untuk lebih membentuk sudut antara anus dan rektum
dapat meningkatkan penahanan dan, bagi mereka dengan rektum besar, operasi untuk
mengangkat bahwa segmen membesar secara signifikan dapat meningkatkan kontrol usus
untuk pasien. Mekanisme enema antegrade dapat dibentuk dengan bergabung lampiran ke
kulit (Malone stoma), namun, mendirikan anatomi lebih normal adalah prioritas.
Biasanya dokter dapat membuat diagnosis visual yang jelas atesia dubur setelah lahir.
Kadang-kadang, bagaimanapun, atresia anus yang tidak terjawab sampai bayi makan dan
tanda-tanda obstruksi usus muncul. Pada akhir hari pertama atau kedua, perut
membengkak dan ada muntah feces. Untuk menentukan jenis atresia anal dan posisi yang
tepat, sinar x akan diambil yang meliputi menyuntikkan pewarna ke dalam pembukaan
buram. Magnetic Resonance Imaging (MRI) atau computed tomography scan (CT), serta
USG, adalah teknik pencitraan yang digunakan untuk menentukan jenis dan ukuran
atresia anus. USG menggunakan gelombang suara, CT scan sinar x lulus melalui tubuh
pada sudut yang berbeda, dan MRI menggunakan medan magnet dan gelombang radio.
2.9 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita atresia ani antara lain :
a) Asidosis hiperkioremia.
b) Infeksi saluran kemih yang bisa berkepanjangan.
c) Kerusakan uretra (akibat prosedur bedah).
d) Komplikasi jangka panjang.
- Eversi mukosa anal
- Stenosis (akibat kontriksi jaringan perut dianastomosis)
e) Masalah atau kelambatan yang berhubungan dengan toilet training.
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
1) Persepsi Kesehatan Pola Manajemen Kesehatan
Mengkaji kemampuan pasien dan keluarga melanjutkan perawatan di rumah.
2) Pola nutrisi Metabolik
Anoreksia, penurunan BB dan malnutrisi umu terjadi pada pasien dengan atresia ani
post kolostomi. Keinginan pasien untuk makan mungkin terganggu oleh mual dan
munta dampak dari anestesi.
3) Pola Eliminasi
Dengan pengeluaran melalui saluran kencing, usus, kulit dan paru maka tubuh
dibersihkan dari bahan - bahan yang melebihi kebutuhan dan dari produk buangan.
Oleh karena pada atresia ani tidak terdapatnya lubang pada anus, sehingga pasien
akan mengalami kesulitan dalam defekasi (Whaley & Wong,1996).
4) Pola Aktivitas dan Latihan
Pola latihan dan aktivitas dipertahankan untuk menhindari kelemahan otot.
5) Pola Persepsi Kognitif
Menjelaskan tentang fungsi penglihatan, pendengaran, penciuman, daya ingatan masa
lalu dan ketanggapan dalam menjawab pertanyaan.
6) Pola Tidur dan Istirahat
Pada pasien mungkin pola istirahat dan tidur terganggu karena nyeri pada luka inisisi.
7) Konsep Diri dan Persepsi Diri
Menjelaskan konsep diri dan persepsi diri misalnya body image, body comfort.
Terjadi perilaku distraksi, gelisah, penolakan karena dampak luka jahitan operasi.
8) Peran dan Pola Hubungan
Bertujuan untuk mengetahui peran dan hubungan sebelum dan sesudah sakit.
Perubahan pola biasa dalam tanggungjawab atau perubahan kapasitas fisik untuk
melaksanakan peran.
9) Pola Reproduktif dan Sexual
Pola ini bertujuan menjelaskan fungsi sosial sebagi alat reproduksi.
10) Pola Pertahanan Diri, Stress dan Toleransi
Adanya faktor stress lama, efek hospitalisasi, masalah keuangan, rumah.
11) Pola Keyakinan dan Nilai
Untuk menerangkan sikap, keyakinan klien dalam melaksanakan agama yang dipeluk
dan konsekuensinya dalam keseharian. Dengan ini diharapkan perawat dalam
memberikan motivasi dan pendekatan terhadap klien dalam upaya pelaksanaan
ibadah.
12) Pemeriksaan Fisik
Hasil pemeriksaan fisik yang didapatkan pada pasien atresia ani adalah anus tampak
merah, usus melebar, kadang kadang tampak ileus obstruksi, termometer yang
dimasukkan melalui anus tertahan oleh jaringan, pada auskultasi terdengan
hiperperistaltik, tanpa mekonium dalam 24 jam setelah bayi lahir, tinja dalam urin dan
vagina (Whaley & Wong,1996).
3.2 Diagnosa Keperawatan
1. Inkontinen bowel (tidak efektif fungsi ekskretorik) berhubungan dengan tidak
lengkapnya pembentukan anus.
2. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kolostomi.
3. Resiko infeksi beerhubungan dengan prosedur pembedahan
4. Kecemasan keluarga berhubungan dengan prosedur permbedahan dan kondisi bayi
5. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kebutuhan keperwatan dirumah dan
pembedahan.
3.3 Intervensi Keperawatan
Diagnosa 1 dan 2
1. Berikan perawatan kulit pada anoplasty dan jaga area tetap bersih
2. Kaji adanya kemerahan, bengkak, dan drainase
3. Posisikan bayi miring kesamping dengan kaki fleksi atau dengan kaki prone dan
panggul ditinggikan untuk mengurangi edema dan tekanan pada area pembedahan.
4. Gunakan kantong kolostomi yang hipoalergi untuk melindungi kalit yang sensitif.
5. Petahankan puasa dan berikan terapi hidrasi melalui IV sampai fungsi usus normal.
6. Kaji kolostomi : warna harus pink, dan tidak ada purulen, pembengkakan atau
kerusakan kulit.
7. Dilatasikan anal setelah pembedahan sesuai program
Diagnosa 3
1. Kaji tanda tanda infeksi.
2. Mengganti balutan dengan teknik steril
3. Hindari bahan bahan yang dapat mengkontaminasi insisi pembedahan.
4. Jaga kulit tetap kering dan tidak ada pembesaran.
5. Pantau kolostomi dengan konstan
Diagnosa 4
1. Ajarkan untuk mengekspresikan perasaan.
2. Berikan informasi tentang kondisi, pembedahan dan perawatan dirumah.
3. Ajarkan keluarga untuk berpartitisifasi dalam perawatan bayi
4. Berikan pujian pada orangtua saat melakuakan perawatan pada bayi
5. Jelaskan kebutuhan terapi : IV, NGT, pengukuran tanda tanda vitaldan pengkajian
Diagnosa 5
1. Ajarkan perawatan kolostomi dan partisifasi keluarga dalam perawatan sampai
mereka dapat melakukan perawatan
2. Konsulkan keperwat enterostomal bila perlu.
3. Berikan pujian saat melakukan perawatan dan jawab pertanyaan secara jujur apa yang
dibutuhkan keluarga
4. Ajarkan untyuk mengenal tanda tand dan gejala yang perlu dilaporkan pada perwat ,
dokter, atau perawat enterostomal.
5. Ajarkan bagaimana memberikan pengamanan pada bayi dan melakukan dilatasi pada
anal.
6. Berikan instruksi secara tertulis dan verbal tentang alat alat yang dibutuhkan untuk
perwatan dirumah.
7. Tekankan tetap mengadakan stimulasi pada bayi untuk mensupport tumbuh kembang.