Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Status gizi balita merupakan salah satu indikator yang menggambarkan tingkat
kesejahteraan masyarakat (Anggraeni, 2010). Salah satu masalah kesehatan utama di
berbagai negara berkembang adalah malnutrisi (kekurangan gizi dan kelebihan gizi)
yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan seseorang (Longkumer,
2012). Kekurangan gizi biasanya memberikan dampak yang besar pada anak prasekolah. Jumlah angka kematian untuk anak usia di bawah 5 tahun akibat kekurangan
gizi hampir mencapai 50 %. Hal ini menunjukkan bahwa malnutrisi merupakan salah
satu faktor yang berpengaruh terhadap status gizi (Whitehead dan Rowland, 2002 dalam
Amosu et al, 2011).
Berdasarkan peringkat Human Development Index (HDI), pada tahun 2011
Indonesia berada pada urutan ke -124 dari 187 negara, jauh di bawah negara ASEAN
lainnya. Faktor-faktor yang menjadi penentu HDI yang dikembangkan oleh United
Nations
Development
Program
(UNDP)
adalah
pendidikan,
kesehatan,
dan
Masalah kurang gizi masih relatif tinggi di Indonesia terutama di daerah miskin
(Menkes RI, 2002).Akan tetapi, penelitian yang menghubungkan status sosial ekonomi
terhadap status gizi masih kurang (Shoeps et al, 2011).Maka dari itu peneliti tertarik
untuk meneliti status gizi anak pra-sekolah dari keluarga yang mempunyai pendapatan
yang rendah.
Pada miniproject ini, penulis ingin mengetahui gambaran status gizi balita di
Puskesmas Johan Pahlawan periode Agustus 2015 Agustus tahun 2016.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana Gambaran Status Gizi Balita di Puskesmas Johan Pahlawan periode
Agustus 2015 Agustus tahun 2016.
1.3 Tujuan Penelitian
Mengetahui gambaran status gizi balita di Puskesmas Johan Pahlawan periode
Agustus 2015 Agustus tahun 2016.
1.4 Manfaat Penelitian
1.
Bagi Peneliti
1) Melalui penelitian ini peneliti dapat menerapkan dan memanfaatkan ilmu yang
didapat selama pendidikan dan menambah pengetahuan dan pengalaman dalam
membuat penelitian ilmiah.
2.
3.
Sebagai bahan masukan atau referensi bagi peneliti lain yang akan melakukan
penelitian tentang status gizi anak balita.
BAB II
3
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
optimal, jika gizi dan kesehatan pada beberapa tahun kehidupannya di masa balita baik
dan seimbang. SDM berkualitas inilah yang akan mendukung keberhasilan
pembangunan nasional di suatu negeri. Secara global, tercapainya keadaan gizi dan
kesehatan yang baik serta seimbang ini merupakan salah satu tujuan utama Millennium
Develpoment Goals (MDGs) 2015 yang dicanangkan oleh UNICEF (Soekirman, 2006
dalam Jafar, 2010).
Menurut Koalisi Fortifikasi Indonesia dalam Wahyuningsih 2011, PGS
memperhatikan 4 prinsip, yaitu:
a. Variasi makanan;
b. Pedoman pola hidup sehat;
c. Pentingnya pola hidup aktif dan olahraga;
d. Memantau berat badan ideal.
Prinsip Gizi Seimbang adalah kebutuhan jumlah gizi disesuaikan dengan
golongan usia, jenis kelamin, kesehatan, serta aktivitas fisik. Tak hanya itu, perlu
diperhatikan variasi jenis makanan. Bahan makanan dalam konsep gizi seimbang
ternbagi atas tiga kelompok, yaitu:
a. Sumber energi/tenaga: Padi-padian, umbi-umbian, tepung-tepungan, sagu, jagung, dan
lain-lain.
b. Sumber zat Pengatur: Sayur dan buah-buahan
c. Sumber zat pembangun: Ikan, ayam, telur, daging, susu, kacang-kacangan dan hasil
olahannya seperti tempe, tahu, oncom,susu kedelai (Candra, 2013).
2.1.4. Metode Penilaian Status Gizi Balita
a. Antropometri
berbagai
tingkat
umur
dan
tingkat
gizi.
Penggunaan
untuk
melihat
d. Biofisik
Penentuan status gizi dengan melihat kemampuan fungsi dan melihat perubahan
struktur jaringan. Penggunaan dalam situasi tertentu seperti kejadian buta senja epidemic
(epidemic of night blindness) (Supariasa, 2002).
e. Survei konsumsi makanan
Metode penentuan gizi secara tidak langsung dengan melihat jumlah dan jenis
zat gizi yang dikonsumsi. Penggunaan dengan pengumpulan data konsumsi makanan
dapat memberikan gambaran tentang konsumsi barbagai zat gizi pada masyarakat,
keluarga dan individu (Supariasa, 2002).
f. Statistic vital
Dengan menganalisis data beberapa statistik kesehatan seperti angka kematian
berdasarkan umur, angka kesakitan dan kematian akibat penyebab tertentu dan data
lainya yang berhubungan dengan gizi. Penggunaan sebagai bahan indikator tidak
langsung pengukuran status gizi masyarakat (Supariasa, 2002).
2.1.5 Jenis-jenis Indikator status gizi balita
Masa balita merupakan masa yang menentukan dalam tumbuh kembangnya yang
akan menjadikan dasar terbentuknya manusia seutuhnya. Karena itu pemerintah
memandang perlu untuk memberikan suatu bentuk pelayanan yang menunjang tumbuh
kembang balita secara menyeluruh terutama dalam aspek mental dan sosial.
Pertumbuhan dan perkembangan saling mendukung satu sama lain perkembangan
seorang anak tidak dapat maksimal tanpa dukungan atau optimalnya pertumbuhan.
Misalnya seorang anak yang kekurangan gizi akan mempengaruhi perkembangan mental
maupun sosialnya, oleh karena itu keduanya harus mendapat perhatian baik dari
pemerintah, masyarakat maupun orang tua. Salah satu indikator untuk melihat
pertumbuhan fisik anak adalah dengan melihat status gizi anak dalam hal ini balita.
Sebagai alat ukur untuk mengetahui tingkat perkembangan seorang anak dengan
menggunakan Kartu Menuju Sehat (KMS) (Soetjiningsih, 2002).
8
Semua kejadian yang berhubungan dengan kesehatan anak sejak lahir sampai
berumur lima tahun, perlu dicatat dalam KMS, misalnya identitas anak, tanggal lahir dan
tanggal pendaftaran, serta penyakit yang pernah dideritanya. KMS berisi pesan-pesan
penyuluhan tentang penanggulangan diare, makanan anak. Sehingga ibu senantiasa
membawa KMS pada semua kegiatan kesehatan dan cenderung ingin kontak dengan
petugas kesehatan untuk merujuk anaknya. Hal ini dapat digunakan sebagai pengamatan
status
gizi
anak,
disamping
mempunyai
kelebihan
maupun
kekurangannya
(Soetjiningsih, 2002).
Untuk mengetahui apakah berat badan dan tinggi badan normal, lebih rendah
atau lebih tinggi dari yang seharusnya, dilakukan perbandingan dengan suatu standard
internasional yang ditetapkan oleh WHO (Soekirman, 2000).Di dalam ilmu gizi status
gizi tidak hanya diketahui dengan mengukur BB atau TB sesuai dengan umur (U) secara
sendiri-sendiri, tetapi juga dalam bentuk indikator yang dapat merupakan kombinasi
antara ketiganya, sebagai berikut :
a. Indikator BB/U
Indikator BB/U menunjukkan secara sensitif status gizi saat ini (saat diukur)
karena mudah berubah. Kelebihan indikator BB/U adalah Dapat dengan mudah dan
cepat dimengerti oleh masyarakat umum; Sensitif untuk melihat perubahan status gizi
dalam jangka waktu pendek; dan Dapat mendeteksi kegemukan. Sedangkan kelemahan
indikator BB/U adalah interpretasi status gizi dapat keliru apabila terdapat
pembengkakan atau oedem; data umur yang akurat sering sulit diperoleh terutama di
Negara-negara yang sedang berkembang; kesalahan pada saat pengukuran karena
pakaian anak yang tidak dilepas/ dikoreksi dan anak bergerak terus; masalah social
budaya setempat yang mempengaruhi orangtua untuk tidak mau menimbang anaknya
karena dianggap seperti barang dagangan (Soekirman, 2000).
b. Indikator TB/U
gangguan gizi melalui beberapa cara yaitu menghilangkan bahan makanan melalui
muntah-muntah dan diare. Selain itu penyakit infeksi seperti infeksi saluran pernapasan
dapat juga menurunkan nafsu makan (Arisman, 2004). Mekanisme patologisnya dapat
bermacam-macam, baik secara sendiri-sendiri maupun bersamaan, yaitu penurunan
asupan zat gizi akibat kurangnya nafsu makan, menurunnya absorbsi dan kebiasaan
mengurangi makan pada saat sakit, peningkatan kehilangan cairan/zat gizi akibat
penyakit diare, mual/muntah dan perdarahan terus menerus serta meningkatnya
kebutuhan baik dari peningkatan kebutuhan akibat sakit dan parasit yang terdapat dalam
tubuh (Supariasa, 2002).
2.2.2. Tingkat Konsumsi Makanan
Konsumsi makanan oleh keluarga bergantung pada jumlah dan jenis pangan yang
dibeli, pemasakan, distribusi dalam keluarga. Hal ini bergantung pada pendapatan,
agama, adat kebiasaan, dan tingkat pendidikan. Dinegara Indonesia yang jumlah
pendapatan penduduk sebagian rendah adalah golongan rendah dan menengah akan
berdampak pada pemenuhan bahan makanan terutama makanan yang bergizi (Almatsier,
2005). Pengukuran konsumsi makan sangat penting untuk mengetahui kenyataan apa
yang dimakan oleh masyarakat dan hal ini dapat berguna untuk mengukur status gizi dan
menemukan faktor diet yang dapat menyebabkan malnutrisi (Supariasa, 2002).
Kurangnya jumlah makanan yang dikonsumsi baik secara kualitas maupun kuantitas
dapat menurunkan status gizi. Anak yang makanannya tidak cukup maka daya tahan
tubuhnya akan melemah dan mudah terserang infeksi (Ernawati, 2006).
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengaruh budaya antara lain sikap
terhadap makanan, penyebab penyakit, kelahiran anak, dan produksi pangan. Dalam hal
sikap terhadap makanan, masih terdapat pantangan, tahayul, tabu dalam masyarakat
yang menyebabkan konsumsi makanan menjadi rendah. Konsumsi makanan yang
rendah juga disebabkan oleh adanya penyakit, terutama penyakit infeksi saluran
pencernaan. Jarak kelahiran anak yang terlalu dekat dan jumlah anak yang terlalu
banyak akan mempengaruhi asupan gizi dalam keluarga. Konsumsi zat gizi keluarga
yang rendah, juga dipengaruhi oleh produksi pangan. Rendahnya produksi pangan
disebabkan karena para petani masih menggunakan teknologi yang bersifat tradisional
(Supariasa, 2002).
2.2.4. Penyediaan Pangan
Penyediaan pangan yang cukup diperoleh melalui produksi produksi pangan
dalam menghasilkan bahan makanan pokok, lauk pauk, sayur-mayur dan buah-buahan.
Merupakan program untuk menambah nutrisi pada balita ini biasanya diperoleh saat
mengikuti posyandu. Adapun pemberin tambahan makanan tersebut berupa makanan
pengganti ASI yang biasa didapat dari puskesmas setempat (Almatsier, 2005). Penyebab
masalah gizi yang pokok di tempat paling sedikit dua pertiga dunia adalah kurang
cukupnya pangan untuk pertumbuhan normal, kesehatan, dan kegiatan normal. Kurang
cukupnya pangan berkaitan dengan ketersediaan pangan dalam keluarga. Tidak
tersedianya pangan dalam keluarga yang terjadi terus menerus akan menyebabkan
terjadinya penyakit kurang gizi (Ernawati, 2006).
2.2.5. Keterjangkauan Pelayanan kesehatan.
Status gizi anak berkaitan dengan keterjangkauan terhadap pelayanan kesehatan
dasar. Anak balita sulit dijangkau oleh berbagai kegiatan perbaikan gizi dan kesehatan
lainnya karena tidak dapat datang sendiri ke tempat berkumpul yang ditentukan tanpa
diantar (Sediaoetama, 2000 dalam Ernawati, 2006). Beberapa aspek pelayanan
kesehatan dasar yang berkaitan dengan status gizi anak antara lain: imunisasi,
12
Pendidikan
sangat
mempengaruhi
penerimaan
informasi
tentang
gizi.
Perencanaan
Pasa tahapan perencanan dilakukan penetuan balita sasaran PMT dan penentuan
2.
Pelaksanaan
15
Tenaga
Tenaga adalah orang yang mampu bertanggung jawab dan mengkoordinir
program PMT Balita sasaran di wilayah kerja puskesmas. Tenaga berupa Tenaga
Pelaksana Gizi (TPG) di puskesmas dan bidan di desa, yang bertugas melaksanakan
pembinaan teknis di lapangan (Depkes RI, 1999 dalam handayani, mulasari dan
Nurdianis, 2008)
2.
Dana
Menururt Hasibuan (2003) dalam handayani, mulasari dan Nurdianis (2008)
besarnya biaya untuk penggadaan paket PMT balita tergantung dari jumlah sasaran
penerimaan program. Menurut Hadayani, mulasari dan Nurdianis, 2008)
3.
Sarana
Kartu pencataan dan formulir pelapor merupakan sasaran untuk pemantangan
yang sangat penting(hasibuan, 2003 dalam handayani, mulasari dan Nurdianis, 2008).
4.
Bahan
16
Bahan paket berisis kacang hijau, biskuit gula, susu, telur dan multivitamin. Isi
paket harus berkualitas baik. Bahan paket makanan yang bisa dibawa pulang adalah
beras, telur, gula, dan kacang kacangan (Depkes RI, 1999 dalam handayani, mulasari
dan Nurdianis, 2008). Selain itu seperti yang dikutip dari penunjuk Teknis dua jenis
yaitu MP-ASI hasil pengolahan pabrik (MP-ASI pabrikan) dan MP-ASI yang diolah di
rumah tangga (MP-ASI)
2.4. Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan (PMT-P) pada Gizi Kurang
PMT merupakan bagian penatalaksanaan balit gizi kurang, PMT ini disebut PMT
pemulihan (PMT-P). PMT-Pdilaksanakan oleh pusat pemulihan Gizi (PPG) di posyandu
dan secara terus menerut di rumah tangga keseluruhan berjumlah 90 hari.
2.4.1. Lama PMT-P
Pemberian PMT-P diberikan setiap hari kepada anak selama tiga bula (90 hari)
2.4.2 Bentuk makanan PMT-P
Makanan yang diberikan berupa :
1.kudapan (makanan kecil), yang dibuat dari bahan makanan setempat (lokal)
2. bahan makanan mentah berupa tepung beras, tepung susu, gula, minyak, kacang
kacangan, sayuran, telur dan lauk-pauk lainnya.
3. Contoh paket bahan makanan tambahan pemulihan (PMT-P) yang dibawa pulang.
17
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah deskriptif.
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Johan Pahlawan dalam hal ini
dilakukan di poli Gizi periode Agustus 2015 Agustus tahun 2016.
18
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1 Profil Komunitas Umum
Johan Pahlawan adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Aceh Barat, Provinsi
Aceh, Indonesia. Di sinilah, kawasan Meulaboh, ibukota dan pusat pemerintahan
Kabupaten Aceh Barat berada. Kecamatan Johan Pahlawan ini terdiri dari 11 desa.
Dengan Jumlah Penduduk65.473 Jiwa, terdiri dari laki-laki 33.874 jiwa dan Perempuan
31.599 jiwa, Data BPS, Proyeksi Antar Sensus
UPTD Puskesmas Johan Pahlawan merupakan salah satu puskesmas induk dari 2
puskesmas yang berada dalam wilayah kecamatan Johan Pahlawan yang mencakup 11
desa yang menjadi wilayah kerjanya dan membawahi 2 Puskesmas Pembantu (Pustu)
dan 3 buah Poskesdes yang menjadi jaringan kerjanya.
Adapun batas wilayah kerja UPTD Puskesmas Johan Pahlawan adalah sebagai
berikut :
Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Meureubo
Sebelah Selatan berbatasan dengan wilayah kerja UPTD Puskesmas Suak Ribee
Sebelah Barat berbatasan dengan Samudera Hindia
Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Kaway XVI
Secara administrasi pemerintahan luas wilayah kerja Puskesmas Johan Pahlawan
193,2 km2. Puskesmas Johan Pahlawan berdiri tahun 1992 dengan luas bangunan 520
m2 dan luas tanah 1500 m2, dengan status rawat jalan. Lokasi Puskesmas Johan
Pahlawan berada di Jalan Tgk. Dirundeng No.36 Gampong Ujong Baroh, Meulaboh,
Kecamatan Johan Pahlawan, Kabupaten Aceh Barat.
Sarana dan Prasarana
Pustu
: 2 Unit
Poskesdes
: 3 Unit
Polindes
: - Unit
Posyandu
: 27 Pos
No
Desa
Lk
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
Panggong
Padang Seurahet
Ujong Baroh
Runding
Drien Rampak
Kp. Darat
Seuneubok
Gampa
Lapang
Leuhan
Blang Beurandang
J U M LAH
684
23
3,374
1,738
3,474
356
2,708
1,460
2,611
2,432
3,253
22,113
Jumlah Penduduk
Pr
Total
628
18
3,366
1,720
3,715
323
2,771
1,487
2,461
2,361
2,990
21,840
1,312
41
6,740
3,458
7,189
679
5,479
2,947
5,072
4,793
6,243
43,953
Jumlah
RT
329
14
1,569
805
1,615
165
1,194
745
1,190
1,144
1,495
10,265
Distribusi Jaringan
Sarana
Kesehatan
Dalam
Wilayah
Kerja UPTD
Nama Sarkes
No
Desa
Pustu
1
2
Panggong
Padang Seurahet
Poskesdes
Polindes
Posyandu
1
2
21
3
4
5
6
7
8
9
10
11
Ujong Baroh
Runding
Drien Rampak
Gp. Darat
Seuneubok
Gampa
Lapang
Leuhan
Blang Beurandang
1
1
1
3
3
1
5
1
3
2
3
3
3
J U M LAH
27
Poskesdes CWS
Pustu
Blang Beurandang
Dinkes
22
Poskesdes
CARITAS
Poskesdes
Islamic Relief
RSU CND
Pustu Leuhan
B. Ketenagaan
Jumlah tenaga kesehatan yang ada di wilayah Puskesmas Johan Pahlawan adalah
106 orang. Distribusi tenaga kesehatan terdiri dari berbagai disiplin ilmu untuk
melaksanakan pelayanan kesehatan kepada masyarakat yang terdiri dari pegawai negeri
sipil (PNS) dan pegawai tidak tetap (PTT).
Distribusi tenaga kesehatan di Puskesmas Johan Pahlawan dapat dilihat pada
table di bawah ini :
Tabel 3. Jenis Pegawai Kesehatan Puskesmas Johan Pahlawan tahun 2014
No
Jenis Ketenagaan
1
2
Dokter Umum
Dokter Gigi
Perawat
D1/D3/S1
Bidan Ppb / D3
Perawat Gigi
Status
Pns Bakti
3
1
1
-
- 24
Jumlah
Keterangan
4
1
30
24
32
23
Ass. Apoteker
Kesmas / Skm
Kesling
G I Z I D3 / S1
10
Analis / Labor
11
Admin / Tu
10
16
12
UMUM
Jumlah
83
23
106
3.Memelihara
dan
menigkatkan
mutu
program
kesehatan
dasar
dan
4.2
Hasil Penelitian
Hasil data kunjungan yang didapat dari poli Anak Puskesmas Johan Pahlawan
periode Agustus 2015 Agustus tahun 2016 adalah sebagai berikut:
USIA
Total
< 12 bulan
13 36 bulan
37 60 bulan
Gizi Lebih
0
0
0
0
Gizi kurang
18
55
26
99
Gizi Buruk
2
2
0
4
Total
20
57
26
57
Tabel 4.1 Gambaran status gizi balita di Puskesmas Johan Pahlawan periode Agustus
2015 Agustus tahun 2016.
GIZI
Grafik Batang 4.2 Gambaran status gizi balita di Puskesmas Johan Pahlawan periode
Agustus 2015 Agustus tahun 2016.
25
NO
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
DESA
Panggong
Padang Seurahet
Ujong Baroh
Runding
Drien Rampak
Gp. Darat
Seuneubok
Gampa
Lapang
Leuhan
Blang Beurandang
TOTAL
Gizi Lebih
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Status Gizi
Gizi
Kurang
1
10
17
9
12
10
3
5
5
14
13
99
Gizi Buruk
0
1
0
2
0
0
0
0
1
0
0
4
Tabel 4.3 Gambaran status gizi balita di berbagai desa Puskesmas Johan Pahlawan
periode Agustus 2015 Agustus tahun 2016.
4.3
Pembahasan
Dari hasil miniprojek ini didapatkan hasil bahwa angka tertinggi gizi kurang
terdapat anak usia 13-36 bulan (55 orang) yang selanjutnya diikuti pada usia 37-60 bulan
26
gizi kurang (26 orang), pada usia < 12 bulan gizi kurang berjumlah (18 orang), untuk
gizi buruk di dapatkan pada usia < 12 bulan ( 2 orang) dan usia 13-36 bulan (2 orang),
sedangkan gizi lebih tidak ditemukan ada nya kasus pada usia <12 bulan, 13-36 bulan
ataupun 37-60 bulan.
Pada tabel 4.3 dapat dilihat desa yang memiliki tingginya kasus gizi kurang
terdapat pada desa ujung baroh (17 kasus) di ikuti desa Leuhan (14 kasus), desa Blang
brandang (13 kasus), desa Drien rampak (12 kasus), desa Gampong darat dan desa
Padang seurahet (10 kasus), desa Runding (9 kasus), desa Gampa dan desa Lapang di
temukan 5 kasus diikuti desa Seunebok (3 kasus) dan desa panggong di temukan 1
kasus. Sedang pada desa Runding ditemukan 2 kasus gizi buruk dan desa Padang
seurahet dan desa lapang di temukan masing-masing 1 kasus gizi buruk. Hal ini sangat
di pengaruhi oleh sosial-ekonomi pada tempat tersebut.
Untuk meningkatkan penemuan gizi kurang pada usia 13-36 bulan kemudian
usia 37-60 bulan hal ini disebabkan oleh berbagai faktor salah satu faktornya adalah
tinggat pengetahuan ibu akan bagaimana cara memberikan makanan yang baik dan
bergizi kepada anak, selain pengetahuan, pendapatan ekonomi setiap keluarga memiliki
pengaruh yang signifikan dalam memenuhi makan yang bergizi pada setiap keluarga
yang ekonomi rendah.
Selain peran para petugas kesehatan juga diperlukan peran ibu yang aktif untuk
ikut dalam setiap kegiatan posyandu untuk menjaring balita yang memiliki garis tumbuh
kembang pada garis merah atau garis di bawah merah. Selain dapat menjaring balita
yang memiliki kekurangan gizi di posyandu juga mendapatkan pengetahuan bagaimana
cara memberikan makan pada balita yang baik dan benar. Dalam hal ini petugas
kesehatan sudah aktif untuk memberikan penyuluhan dan pembagian makan dan susu
untuk memperbaiki gizi balita yang kurang.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
27
5.1
Kesimpulan
Berdasarkan hasil dari mini project yang telah dilakukan di Poli gizi Puskesmas
Johan Pahlawan periode Agustus 2015 - Agustus 2016 dapat disimpulkan bahwa gizi
buruk banyak di jumpai pada usia 13 - 36 bulan sedangkan desa yang tinggi jumlah
kasus gizi buruk terdapat di desa ujung baroh. Untuk mengurangi jumlah angka ini,
selain peran dari tenaga kesehatan juga sangat diperlukan peran ibu dalam pemberian
makanan sehat dan bergizi
5.2
Saran
Saran yang dapat disampaikan adalah sebagai berikut:
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier, S., 2005. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.
Anggraini. 2010. Kehamilan Dengan Anemia. Diambil pada tanggal 7 Oktober 2016
pukul 17.30 WIB. (http://anggarini.staff.uns.ac.id/2011/06/19/kehamilan-dengananemia/)
Arisman. 2007. Gizi Dalam Daur Kehidupan. Jakarta : EGC.
28
29
Shoeps, D.O et al., 2011.Nutritional status of pre-school children from low income
families. Available from : http://www.nutritionj.com/content/10/1/43 [Diunduh
pada 5 Mei 2013].
Soekirman (2001). Ilmu Gizi dan Aplikasinya untuk Keluarga dan Masyarakat.
Soetjiningsih, 2002. Tumbuh Kembang Anak dan Remaja, Jakarta : CV. Sagung Seto
Supariasa, I.D.N., Bakri, B., And Fajar, I. 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta : EGC.
30