You are on page 1of 17

BIOTEKNOLOGI DALAM SUDUT PANDANG SOSIAL DAN BUDAYA

(ETIKA)

MAKALAH

Disusun untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Bioteknologi


yang Dibimbing oleh Dr.Endang Suarsini, M.Ked.

oleh
Kelompok 6/ Kelas A 14
Amien Fadli

1403416053277

Anis Fitriana

140341606809

Ayu Maitreya Ch.

140341605206

Dewi Nur Arasy

14034160

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM


UNIVERSITAS NEGERI MALANG
JURUSAN BIOLOGI
Oktober 2016

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kelompok 6 panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas
makalah yang berjudul Bioteknologi Dalam Sudut Pandang Sosial Dan Budaya
(Etika) dengan tepat waktu.
Pada kesempatan ini kelompok 6 mengucapkan terima kasih kepada
Ibu Dr.Endang Suarsini, M.Ked. selaku dosen pembimbing matakuliah
Bioteknologi Universitas Negeri Malang dan seluruh anggota kelompok 6 yang
telah berpartisipasi dalam menuntaskan makalah ini.
Kelompok 6 menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh
dari sempurna. Oleh karena itu, kelompok 6 mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun demi perbaikan makalah ini di masa yang akan datang. Akhir
kata kelompok 6 mengucapkan terima kasih.

Malang, Oktober 2016

Penulis,

DAFTAR ISI
SAMPUL...........................................................................................
Kata Pengantar...................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.......................................................................
B. Rumusan Masalah..................................................................
C. Tujuan Penulisan....................................................................
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Bioteknologi dari Sudut Sosial..............................................
B. Bioteknologi dari Sudut Budaya/ Etika.................................
C. Undang- Undang Etika Penelitian Bioteknologi
di Indonesia............................................................................
BAB III PENUTUP
A. Simpulan................................................................................
B. Saran......................................................................................
DAFTAR RUJUKAN........................................................................

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bioteknologi adalah teknik-teknik yang menggunakan organisme hidup
atausubstansi

dari

organisme-organisme

tersebut

untuk

membuat

atau

mengubahsebuah produk untuk menghasilkan barang atau jasa yang bermanfaat


bagikesejahteraan manusia. Dalam definisi yang lain, bioteknologi merupakan
aplikasidari prinsip-prinsip ilmiah dan teknis dalam pemrosesan materi
denganmenggunakan agen biologis untuk menghasilkan barang dan jasa yang
bergunabagi kesejahteraan manusia.Bioteknologi telah banyak diterapkan dalam
kehidupan manusia mulai daripenerapan bioteknologi yang masih tradisional
hingga bioteknologi modern(Nalley, 2002).
Pemahaman mengenai bioetika sudah menjadi keharusan bagi ilmuwanpeneliti yang bergerak di bidang ilmu-ilmu hayati. Arena etika keilmuan (secara
umum) relatif sudah lebih lama dikenal di Indonesia ini. Terkadang ditemukan
bahwa bioetika diartikan tidak lain sebagai etika biologiwan, artinya pedoman
berperilakunya seorang biologiwan atau seorang ahli bioteknologi(Nalley, 2002).
Bioetika berasal dari kata bios yang berarti hidup atau segala sesuatu yang
menyangkut kehidupan, dan kata ethicos yang berhubungan dengan etika atau
moral. Bioetika tidak hanya memperhatikan masalah-masalah yang terjadi pada
masa sekarang, tetapi juga memperhitungkan kemungkinan timbulnya pada masa
yang akan datang.Di dalam uraian mengenai bioetika, dapat dibedakan dalam 3
pengertian, yaitu:
1. Etika sebagai nilai-nilai dan asa-asas moral yang dipakai seseorang atau
suatu kelompok sebagai pegangan bagi tingkah lakunya.
2. Etika sebagai kumpulan asas dan nilai yang berkenaan dengan moralitas
(apa yang dianggap baik atau buruk) misalnya: kode etik kedokteran, kode
etik rumah sakit.
3. Etika sebagai ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia dari sudut
norma dan nilai-nilai moral.
Pada awalnya bioetika dikemukakan oleh V.P. Potter, munculnya konsep ini
dilatar belakangi oleh adanya masalah-masalah yang timbul dari kecerobohan
manusia

seperti

polusi

lingkungan

yang

berkembang

cepat,

sehingga

menyebabkan lingkungan bumi beserta sistem ekologinya dalam bahaya.Masalah


lingkungan ini mengancam kelestarian manusia di muka bumi. Pada saat itu

bioetika merupakan ilmu untuk mempertahankan hidup dalam mengatasi


kepunahan lingkungan dan mengatasi kepunahan manusia (Shannon, 1995).
Masyarakat adalah sebuah organisme kompleks yang berkembang dalam
konteks khusus di mana terdapat lingkup agama, ekonomi, politik, sosial, budaya
dan etika secara konstan saling berhubungan satu sama lain dalam perilaku yang
berbeda.

Demikian

pula

unsur-unsur

masyarakat

yang

berbeda

juga

mempengaruhi bagaimana sebuah teknologi diadopsi dan disebarluaskan di dalam


masyarakat. Tampaknya budaya, etika, dan agama berpengaruh yang sangat kuat
dalam menentukan bagaimana teknologi diterapkan dan disebarluaskan dalam
setiap masyarakat. Dalam kasus transgenik, dimensi etika dan religius merupakan
dua aspek yang sangat dominan di banyak negara di mana agama tetap menjadi
kekuatan sosial. Contohnya, apakah transgenik dapat dipertimbangkan halal atau
haram akan mewarnai perdebatan penerimaan publik dalam komunitas Muslim
(Safian dan Hanani, 2005).Oleh karena itu disusun makalah yang berjudul
Bioteknologi dari Sudut Pandang Sosial dan Budaya atau Etika
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas,dapat diambil rumusan masalah sebagai
berikut.
1. Bagaimana bioteknologi dari sudut pandang sosial?
2. Bagaimana bioteknologi dari sudut pandang budaya atau etika?
3. Bagaimana Undang-Undang etika penelitian bioteknologi di Indonesia?
C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah belakang diatas, tujuan dari penyusunan
makalah sebagai berikut
1. Mengetahui bioteknologi dari sudut pandang sosial
2. Mengetahui bioteknologi dari sudut pandang budaya atau etika
3. Mengetahui Undang-Undang etika penelitian bioteknologi di Indonesia
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Bioteknologi dari Sudut Sosial
Dalam perkembangannya, bioteknologi memiliki berbagai dampak, baik
positif maupun negatif. Teknologi tidak dapat dipisahkan dari konteks masyarakat
di mana teknologi tersebut dimanfaatkan. Ada berbagai aspek di dalam
masyarakat, baik itu aspek ekonomi, politik, sosial, budaya atau pun etika,
semuanya dipengaruhi oleh penggunaan dan diadopsinya sebuah teknologi,

dengan sifat dan kecepatan yang berbeda-beda. Dalam sejarah manusia, inovasi
teknologi dan ilmu pengetahuan sangat berdampak pada relasi-relasi sosialekonomi dan kehidupan politik, sementara beberapa dampak bersifat semu dan
dampak lainnya sangat jelas (Dano, 2007). Demikian pula unsur atau pandangan
masyarakat yang berbeda juga mempengaruhi bagaimana sebuah teknologi
diadopsi dan disebarluaskan di dalam masyarakat. Tampaknya sudut pandang
budaya, etika, dan agama berpengaruh sangat kuat dalam menentukan bagaimana
teknologi diterapkan dan disebarluaskan dalam setiap masyarakat.
Di tengah perkembangan dan kemajuan teknologi, teknologi rekayasa
genetika, berbagai pertanyaan yang berkaitan dengan penciptaan dan penemuan
teknologi tersebut muncul ke permukaan. Pertanyaan-pertanyaan tersebut berkisar
pada masalah sejauh mana perkembangan teknologi tersebut mampu menghindari
keberpihakan teknologi ini terhadap suatu kelompok masyarakat pengguna
tertentu, sejauh mana teknologi ini mampu menghindari dampak-dampak yang
bersifat negatif, serta sejauh mana teknologi ini dapat disampaikan kepada
pengguna teknologi yang bersangkutan. Pertanyaan-pertanyaan tersebut tampak
jelas terkait satu sama lain, eksistensi teknologi tidak dapat dipisahkan dari
analisis dampak penerapannya, sementara proses alih teknologi juga sangat terkait
dengan masalah keberpihakan serta dampak penerapan teknologi tersebut (Syam,
et al., 2001).
Dalam kasus ini, penerapan bioteknologi mengakibatkan berbagai
pandangan baik pro maupun kontra. Salah satu kasus yang marak di masyarakat
adalah adanya tumbuhan transgenik, yang mana dimensi etika dan religius
merupakan dua aspek yang sangat dominan di banyak negara di mana agama tetap
menjadi kekuatan sosial. Contohnya, apakah transgenik dapat dipertimbangkan
halal atau haram akan mewarnai perdebatan penerimaan publik dalam komunitas
Muslim (Safian dan Hanani, dalam Dano, 2007). Penggunaan tanaman transgenik
hingga saat ini, masih menuai sikap pro dan kontra di dalam masyarakat.
Masyarakat yang pro pada penggunaan tanaman transgenik terutama melihat pada
potensi pemanfaatan tanaman transgenik untuk mengatasi krisis pangan, dan
cenderung berpendapat penggunaan transgenik tidak berbahaya. Sedangkan
masyarakat yang kontra pada penggunaan transgenik karena menganggap

tanaman transgenik belum dievaluasi mendetail untuk keamanan tingkat


konsumsinya bagi manusia, bagi lingkungan dan mempertanyakan asal-usul gen
yang diintroduksi ke dalam tanaman (Karmana, 2009).
Berkaitan hal-hal tersebut, Adiwibowo et al. (dalam Syam, 2001)
mengemukakan bahwa pengaruh mendasar dari produk transgenik dalam aspek
sosial ekonomi adalah:
1. Kesenjangan penguasaan bioteknologi modern semakin jauh antara negara
maju dan negara berkembang;
2. Terjadi arus dana yang besar dari negara berkembang ke negara maju
(sektor swasta multinasional) sebagai implikasi dari pengakuan terhadap
HAKI yang disyaratkan oleh perjanjian dagang internasional yaitu WTO.
Yang terjadi kemudian adalah negaraberkembang akan mengalami defisit
perdagangan karena masalah kelembagaan, dan konflik perdagangan dan
ekonomi antara negara berkembang dengan negara maju akibat masalah
pembayaran royalti kepada swasta transnasional di negara berkembang;
3. Kesenjangan pendapatan antara masyarakat lapisan atas dan lapisan bawah
di negara berkembang semakin besar karena paket input hasil bioteknologi
modern yang relatif mahal hanya dapat diserap oleh lapisan yang memiliki
modal besar. Hal ini semakin menegaskan bahwa teknologi tidak selalu
ditujukan bagi keuntungan beragam lapisan masyarakat; dan
4. Kesenjangan ini dapat semakin besar dan sulit diatasi saat terjadi kolusi
antara elit penguasa dan perusahaan transnasional untuk melegitimasi
produk atau proses bioteknologi modern.
Banyak para peneliti dan pemerhati bioteknologi yang mengembangkan
perangkat pengkajian yang dapat digunakan oleh para pembuat peraturan dan
masyarakat sipil guna meminimalkan atau menghapus dampak sosial transgenik
yang berpotensi merusak (Dano, 2007). Berikut beberapa kebutuhan menurut
Dano (2007), untuk mengkaji potensi dampak sosial-ekonomi produk
bioteknologi terutama transgenik terkait dengan sejumlah alasan/nilai-nilai
penting, yaitu:
1. Tanggung Jawab Sosial: Para ilmuwan yang mengembangkan dan
memperkenalkan teknologi ke masyarakat perlu memperhatikan tanggung

jawab moral dan etika akan dampak-dampak yang ditimbulkan dari inovasi
mereka di masyarakat. Termasuk potensi dampak sosial-ekonomi teknologi
tersebut jauh di luar laboratorium dan rumah kaca yang terkendali. Sejarah
terakhir penerapan teknologi menekankan, peran para ilmuwan dan
pengembang teknologi tidak selesai ketika teknologi tersebut keluar dari
laboratorium, bahkan menjadi semakin penting ketika teknologi tersebut
diterapkan di masyarakat.
2. Tanggung Jawab Antar Generasi: Tujuan sebuah teknologi harus
menyumbang kepada pembangunan berkelanjutan. Oleh karena itu, tujuan
ini terkait dengan tanggung jawab antar generasi dari para pengembang
teknologi tersebut dan para pembuatan kebijakan pemerintah. Mengkaji
dampak sosial-ekonomi transgenik tidak hanya akan menjamin bahwa
dampak merusaknya dihapuskan atau setidaknya diminimalkan, tetapi juga
dapat melindungi kepentingan dan kebutuhan generasi masa sekarang dan
masa depan karena dampak sosial-ekonomi teknologi akan dirasakan dari
generasi ke generasi.
3. Penerimaan Masyarakat: Dengan memberikan pertimbangan yang serius
akan potensi dampak sosial-ekonomi transgenik, para pengembang dan
pembuat kebijakan akan memiliki kepekaan lebih baik atas penerimaan
masyarakat akan teknologi dan/atau produk-produknya. Di bagian
selanjutnya, buku ini akan membahas lebih rinci bahwa kajian yang efektif
mengenai potensi dampak sosial-ekonomi transgenik membutuhkan
keterlibatan aktif dan luas dari berbagai tokoh masyarakat.
4. Mengurangi Biaya Jangka Panjang: Keprihatinan utama dalam pengkajian
sosial-ekonomi transgenik adalah biaya yang terkait proses-proses dari
luasnya partisipasi para pihak, pelaku, serta kurun waktu yang diperlukan
untuk melalui proses-proses tersebut. Hal ini mungkin bisa menjadi
keprihatinan yang benar dalam jangka pendek, namun mengabaikan
kemungkinan biaya jangka panjang dari sebuah teknologi terhadap
masyarakat yang muncul dari dampak merusak yang potensial. Oleh karena
itu, dengan memasukkan pertimbangan sosial-ekonomi dalam pembuatan
keputusan tentang transgenik, maka biaya sosial, ekonomi, dan budaya yang
tidak dapat ditarik kembali kemungkinan dapat dihapus atau diminimalkan.

5. Para pengembang dan pembuat kebijakan tidak dapat lolos dari dimensi
etika dari penerapan transgenik tanpa mengkaji dengan hati-hati potensi
dampak sosial-ekonominya. Berbeda dengan laboratorium dan rumah kaca
di mana semua faktor dan kondisi berada dalam kendali para ilmuwan yang
melakukan penelitian, kekuatan sosial dan ekonomi berada di luar kendali
siapapun. Sehingga tanggung jawab etika sangat penting untuk memperkuat
kebutuhan kajian mendalam mengenai pertimbangan sosial-ekonomi
sebelum transgenik dilepas ke masyarakat.
B. Bioteknologi dari Sudut Budaya/ Etika
Berdasarkan Keputusan Menteri Riset dan Teknologi No.112 Tahun 2009,
menyatakan bahwa bioetika adalah ilmu hubungan timbal balik sosial (Quasi
Social Science) yang menawarkan pemecahan terhadap konflik moral yang
muncul dalam penelitian, pengembangan, dan pemanfaatan sumber daya hayati.
Diperlukan rambu-rambu berperilaku (etika) bagi para pengelola ilmu
pengetahuan, ilmuwan dan ahli teknologi yang bergerak di bidang biologi
molekuler dan teknologi rekayasa genetika. Bioetika akan dapat berfungsi sebagai
pemanduan, pengawalan, dan pemantauan dan pengawasan.
Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan saat ini membuat berbagai pihak
manusia menyalahgunakan pengetahuan. Berbagai cara dilakukan untuk
mendapatkan suatu hal yang mereka harapkan tanpa memikirkan dampaknya.
Seperti contoh pihak manusia yang mealakukan rekayasa genetika. Rekayasa
genetika merupakan suatu proses percepatan evolusi yang dilakukan oleh
manusia. Evolusi yang tidak dapat diprediksi ini yang nantinya apabila kita sudah
mulai mengganggu kehidupan maka kehidupan tersebut akan berbalik menyerang
manusia sendiri.
Bahaya bioteknologi misalnya digunakan untuk senjata biologis dan
memunculkan organisme strain jahat. Bakteri dan virus berbahaya dapat
dikembangbiakkan dalam medium tertentu yang selanjutnya digunakan untuk
senjata biologis. Sedangkan munculnya organisme strain jahat berasal dari
fenotipe suatu organisme yang diubah menjadi organisme yang berbahaya dengan
menyisipkan gen jahat melalui rekayasa genetika. Selain itu, bioteknologi juga
mengganggu keseimbangan lingkungan. Hal ini dikarenakan banyaknya

organisme yang dimanipulasi genetiknya sehingga mempengaruhi kehidupan


organisme lain.
Berikut beberapa etika dalam Bioteknologi di bidang Rekayasa Genetika:
1. Tanaman Transgenik
Banyak pertanyaan yang timbul ketika rekayasa genetika digunakan pada
keseluruhan organisme dibandingkan sel tunggal. Salah satu manfaat dari adanya
rekayasa genetika dan juga yang menyebabkan kontroversi terbesar adalah adanya
produksi dari organisme yang secara genetik dimodifikasi (GM organism),
terutama hasil panen tanaman GM. Tujuan dari diciptakannya tanaman transgenik
adalah untuk mendapat tanaman yang tahan terhadap pestisida, penyakit, iklim
yang buruk, dan produksi panen yang lebih baik.
Banyak hal yang perlu diperhatikan dengan adanya tanaman yang
dimodifikasi secara genetik. Menurut Myhr and Traavik (1999), beberapa risiko
ekologis tanaman transgenik yang dikhawatirkan berupa:
a. Potensi perpindahan gen ke tanaman kerabat
b. Potensi perpindahan gen ke organisme lain bukan kerabat
c. Pengaruh tanaman transgenik terhadap organisme bukan sasaran
d. Pengurangan keanekaragaman hayati ekosistem dan
e. Perkembangan resistensi serangga terhadap tanaman transgenik.
Dalam melaksanakan rekayasa genetik, manusia harus menentukan apakah
modifikasi genetik pada suatu organisme, dalam kasus ini tanaman, akan
melanggar kode etik atau tidak. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah apakah
dengan adanya tanaman transgenik tersebut akan mempengaruhi ekosistem dan
keseluruhan biodiversitas. Secara keseluruhan, dalam pemanfaatan produk hasil
bioteknologi juga harus meninjau dari segi dampak yang diakibatkan.
Contoh yang dapat dikemukakan di sini adalah adanya tanaman transgenik
Roundup-ready soybean yang tahan terhadap herbisida. Contoh lain adalah
tanaman jagung Bt yang dimodifikasi untuk memproduksi racun dari bakteri
Bacillus thuringiensis sehingga dengan kemampuan memproduksi racun itu
tanaman tersebut dapat membunuh larva corn borer yang sangat merusak bagi
tanaman jagung. Tanaman-tanaman transgenik tersebut berinteraksi dengan
ekosistem dan interaksi tersebut harus diperhatikan.
Dalam kasus jagung Bt tersebut, beberapa penelitian juga menunjukkan
bahwa tanaman jagung Bt juga memproduksi pollen yang beracun bagi kupu-kupu
Monarch. Di samping organisme target yaitu larva corn borer, racun tanaman ini

juga berdampak pada serangga non target yaitu kupu-kupu Monarch. Efek yang
dapat ditimbulkan oleh tanaman transgenik terhadap lingkungan juga harus
diperhatikan, yaitu kemungkinan terjadinya penyerbukan silang tanaman
transgenik dengan tanaman lain, sehingga gen penghasil racun dimiliki oleh
tanaman yang baru dan membunuh lebih banyak serangga. Terkait dengan
sifatnya yang beracun bagi serangga, hal lain yang harus diperhatikan dengan
adanya tanaman transgenik adalah apakah tanaman tersebut berbahaya bagi hewan
dan manusia.
2. Stem Cell
Stem cell merupakan suatu sel prekursor yang berpotensi untuk berkembang
menjadi berbagai macam sel yang berbeda. Sel stem dapat dibedakan menjadi sel
stem embrionik dan sel stem dewasa. Sel stem embrionik adalah sel yang diambil
dari inner cell mass yaitu suatu kumpulan sel yang terletak di satu sisi blastocyst
yang berumur 5 hari dan terdiri dari 100 sel. Sel stem ini mempunyai sifat dapat
berkembang biak secara terus menerus dalam media kultur optimal dan pada
keadaan tertentu dapat diarahkan untuk berdiferensiasi menjadi berbagai sel yang
terdiferensiasi seperti sel jantung, sel kulit, neuron, hepatosit dan sebagainya.
Sel stem dewasa (Adult stem cells) adalah sel stem yang terdapat di semua
organ tubuh, terutama di dalam sumsum tulang dan berfungsi melakukan
regenerasi untuk mengatasi berbagai kerusakan yang selalu terjadi dalam
kehidupan. Sel stem dewasa dapat diambil dari fetus (fetal stem cells), sumsum
tulang (bone marrow stem cells), darah perifer atau tali pusat (umbilical cord
blood stem cells, UCB).
Sel stem embrionik sangat plastis dan mudah dikembangkan menjadi
berbagai macam jaringan sel, seperti neuron, kardiomiosit, osteoblast, fibroblast
dan sebagainya., sehingga dapat dipakai untuk transplantasi jaringan yang rusak.
Lagipula immunogenicity nya rendah, selama belum mengalami diferensiasi. Sel
stem dewasa juga bisa dipakai untuk mengobati berbagai penyakit degeneratif,
tetapi plastisitasnya sudah berkurang. Mengingat masalah etik, maka banyak
negara lebih mengutamakan penelitian pemanfaatan sel stem dewasa pada
berbagai penyakit degeneratif, sehingga tidak dihadapkan pada masalah dan
kontroversi etika (Setiawan, 2006).

Dilihat dari manfaatnya, sel stem memang sangat menjanjikan sebuah solusi
bagi kesehatan manusia. Namun, melihat dua proses stem sel tadi yaitu stem sel
embrionik dan stem sel dewasa. Stem sel embrioniklah yang sampai saat ini masih
menjadi kontroversi karena stem sel embrionik mengambil bagian sel dari embrio,
dimana embrio merupakan calon makhluk hidup. Pada penggunaan sel stem
embrionik terdapat beberapa isu moral yaitu pandangan agama yang menyatakan
bahwa embrio dianggap sebagai kehidupan baru yang harus dihormati.
Penggunaan embrio untuk sel stem dapat disamakan dengan tindakan membunuh
atau aborsi. Embrio memiliki status sama dengan anak atau manusia karena
memiliki genom manusia secara lengkap, dan berpotensi untuk berkembang
menjadi manusia (Darmanto, 2009). Menurut Thieman (2004) sel stem embrio
secara teoritis dapat digunakan untuk membentuk jaringan lain, dengan
transplantasi untuk memperbaiki atau mengganti jaringan yang rusak atau sakit.
Hal ini memberi kesan menggunakan sel stem embrio manusia untuk penelitian,
jika dari proses tersebut memungkinkan untuk melakukan penelitian yang
potensial dapat mengobati penyakit pasien.
3. Penerapan Bioteknologi Kloning
Klon embrio dihasilkan dengan mentransfer embrio ke uterus, dianjutkan
proses implantasi dan penyempurnaan tubuh dengan resiko dan faktor keamanan
dalam perkembangan dan pertumbuhan, baik sebelum maupun sesudah kelahiran.
Tingkat keberhasilan hidup saat lahir dan ketahanan hidup organisme hasil
kloning rendah dan tengah diperdebatkan apakah hasil kloning manusia secara
nyata dapat hidup secara sehat dan normal. Pertanyaan masyarakat tentang
penelitian kelahiran kloning manusia juga harus dipikirkan. Sebagai contoh, jika
suatu pasangan memutuskan untuk mendapatkan anak dengan teknik kloning,
dengan menggunakan sel donor dari istri, klonnya secara genetik tidak akan
menjadi anak perempuan melainkan menjadi saudar dari istri, seperti saudara
kembar yang lahirnya terlambat, dan bukan keluarga dari suami. Pemikiran secara
etis tentang hubungan keluarga dari hasil klon berisi tentang bagaimana dengan
adanya ketiadaan hubungan keluarga dengan orang tua mungkin akan mengubah
hubungan keluarga.

Bagi

pihak

yang

pro

akan

adanya

kloning,

kloning

dianggap

menguntungkan karena bagi manusia yang ingin punya keturunan, tapi karena
satu dan lain hal tidak bisa mendapat anak dengan cara yang biasa. Memungut
anak adalah suatu solusi, tapi anak itu secara biologis adalah anak orang lain.
Dengan kloning, bisa dipastikan sang anak secara biologis berasal dari ayah atau
ibunya, yaitu orang yang menyumbangkan sel DNA-nya. Alasan kedua adalah
dengan kloning merupakan suatu cara sempurna untuk mendapatkan anak, sebab
mereka tidak harus menikahi seorang lain dari lawan jenis. Alasan ketiga adalah
merupakan suatu anugrah besar bagi masyarakat bila diciptakan kloning diri
sendiri jika diri mereka begitu cerdas dan hebat.
4. E. coli sebagai sel inang
Penggunaan bakteri E coli sebagai sel inang bagi gen tertentu yang akan
diekspresikan produknya dalam skala industri, misalnya industri pangan, akan
terasa menjijikkan bagi sebagian masyarakat yang hendak mengonsumsi pangan
tersebut. Hal ini karena E coli merupakan bakteri yang secara alami menghuni
kolon manusia sehingga pada umumnya diisolasi dari tinja manusia (Wulandari,
et al., 2014).
C. Undang- Undang Etika Penelitian Bioteknologi di Indonesia
Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan, dapat diketahui bahwa etika
diperlukan

untuk

menentukan

arah

perkembangan

bioteknologi,

serta

penerapannya secara teknis, sehingga tujuan yang menyimpang dan destruktif


bagi kemanusiaan dapat dihindarkan. Penting pula perlu diterapkan aturan resmi
pemerintah dalam pelaksanaan dan penerapan bioteknologi, sehingga ada
mekanisme pengawasan yang intensif terhadap bahaya potensial yang mungkin
timbul akibat kemajuan bioteknologi (Ranika, 2012).
Berdasarkan hal tersebut, Pemerintah Indonesia juga telah menetapkan
Undang-Undang terkait dengan etika penelitian dalam bioteknologi (Muchtadi,
2007):
1. Perubahan Keempat UUD 1945 Pasal 31 ayat (5) yang menyatakan bahwa
Pemerintah

memajukan

ilmu

pengetahuan

dan

teknologi

dengan

menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk memajukan


peradaban serta kesejahteraan umat manusia

2. Undang-Undang No.18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian,


Pengembangan dan Penerapan IPTEK pada pasal 22 yang mengamanatkan
bahwa Pemerintah menjamin kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara
serta keseimbangan tata kehidupan manusia dengan kelestarian fungsi
lingkungan hidup
3. Undang-Undang No. 7 tahun 1996 tentang Pangan; pasal 13 yang
mengantisipasi produk pangan yang dihasilkan melalui rekayasa genetika
4. Peraturan Pemerintah No. 29 tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas
Tanaman yang memberikan batasan-batasan perlindungan
5. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2005 tentang Keamanan Hayati
Produk Rekayasa Genetik (Menristek, 2009).
6. Keputusan Bersama Menristek, MenKes dan Mentan Tahun 2004 tentang
Pembentukan Komisi Bioetika Nasional
Sebagaimana dinyatakan oleh Darmanto (2009), Komisi Bioetik Nasional
memiliki tugas sebagaimana diatur dalam Pasal 3 dan Pasal 7 antara lain:
a.

memajukan telaah masalah yang terkait dengan prinsip-prinsip bioetika,

b.

memberi pertimbangan kepada Pemerintah mengenai aspek bioetika dalam


penelitian, pengembangan, dan penerapan Iptek yang berbasis pada ilmu
pengetahuan hayati,

c.

menyebarluaskan pemahaman umum mengenai bioetika

d.

penelaahan prinsip-prinsip bioetika dalam memajukan iptek serta


mengkaji dampaknya pada masyarakat

e.

peninjauan etika terhadap arah perkembangan iptek, khususnya ilmu-ilmu


hayati.

BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan kajian teori yang telah dipaparkan, dapat diperoleh simpulan
sebagai berikut:
1. Penerapan bioteknologi dari sudut pandang sosial mengakibatkan berbagai
pandangan baik pro maupun kontra. Masyarakat yang pro pada penggunaan
produk bioteknologi akan cenderung berpendapat penggunaannya tidak
berbahaya, sedangkan masyarakat yang kontra pada penggunaan produk
bioteknologi akan menganggap produk tersebut belum dievaluasi mendetail
untuk keamanan tingkat penggunaannya bagi manusia, bagi lingkungan.
2. Penerapan bioteknologi dari sudut pandang budaya atau etika
mengakibatkan berbagai pandangan baik pro maupun kontra. Pandangan pro
beranggapan bahwa produk biteknologi yang dihasilkan merupakan salah
satu solusi untuk enyelesaikan berbagai masalah manusia sedangkan
pandangan kontra beranggapan bahwa dalam pemanfaatan produk hasil
bioteknologi juga harus meninjau dari segi dampak yang diakibatkan serta
meninjau kembali bahwa produk yang dihasilkan melanggar kode etik atau
tidak.
3. Undang-Undang etika penelitian bioteknologi di Indonesia antara lain:
Perubahan Keempat UUD 1945 Pasal 31 ayat (5), Undang-Undang No.18
Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan dan
Penerapan IPTEK pada pasal 22, Undang-Undang No. 7 tahun 1996 tentang
Pangan; pasal 13 yang mengantisipasi produk pangan yang dihasilkan
melalui rekayasa genetika, Peraturan Pemerintah No. 29 tahun 2000 tentang
Perlindungan Varietas Tanaman, Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun
2005 tentang Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetik, Keputusan
Bersama Menristek, MenKes dan Mentan Tahun 2004 tentang Pembentukan
Komisi Bioetika Nasional

B. Saran

Dengan membaca makalah ini, pembaca diharapkan dapat mengetahui


berbagai pandangan mengenai bioteknologi baik dari sudut pandang sosial
maupun budaya atau etika dan menyikapi dengan kearifan lokal.

DAFTAR RUJUKAN
Dano, Elenita C. 2007. Dampak Potensial Transgenik terhadap SosialEkonomi, Budaya dan Etika: Prospek Kajian Dampak Sosial-Ekonomi. Malaysia:
Third World Network
Karmana, Wayan I. 2009. Adopsi Tanaman Transgenik dan Beberapa Aspek
Pertimbangannya. Ganec Swara Vol. 3 (2)
Menteri Negara Riset dan Teknologi. 2009. Keputusan Menteri Negara
Riset dan Teknologi Tentang Pedoman Umum Bioetika Sumber Daya Hayati.
Indonesia
Myhr, A.I., dan Traavik, T. 1999. The Precantionary Principle to Deliberate
Release of Genetically Modified Organisme (GMOs). Microbial Ecology in
Health and Disease Vol.11, 1999.
Syam, A., Rusastra, W., Sudaryanto, T. 2001. Keragaan dan Perspektif
Sosial Ekonomi Pengembangan Teknologi Transgenik. FAE Vol. 19 (2)
Thieman, Willian J, dan Michael A. Palladino. 2004. Introduction to
Biotechnology. San Fransisco: Pearson Education, Inc.
Wulandari, K., Dewi, S. N. R., Nisak, N. Z. 2014. Etika dalam Rekayasa
Genetika dan Kontroversi Organisme Transgenik. Jakarta: Universitas Negeri
Jakarta

You might also like