You are on page 1of 12

ANTROPOLOGI BUDAYA

(SISTEM MATA PENCAHARIAN TRADISIONAL)

Kelompok : 7
1.Juita Mahardika
2.Atika Putri

(35 2014 004)


(35 2014

007)
3.Suwonti Atun Badriah

(35 2014

029)
Dosen Pengasuh : Dewi Permatasari, M.Hum

Universitas Muhammadiyah Palembang


Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Tahun Akademik 2015/2016

BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Mata pencaharian merupakan aktivitas manusia untuk memperoleh
taraf hidup yang layak dimana antara daerah yang satu dengan daerah
lainnya berbeda, sesuai dengan taraf kemampuan penduduk dan lingkungan
tempat tinggalnya, penduduk biasanya akan memanfaatkan sumber alam
disekitar mereka. Pada awalnya mata pencaharian masyarakat di dunia
adalah

mata

pencaharian

yang

sangat

tradisional

yaitu

dengan

memanafaatkan hasil dari alam seperti: berburu dan meramu, beternak,


bercocok tanam di ladang, menangkap ikan, dan bercocok tanam menetap
dangan irigasi. Seiring perkembangan jaman mata pencaharian tersebut
mulai berubah, khususnya di era modern ini.
Suatu mata pencaharian berhubungan erat dengan usaha manusia
untuk memenuhi kebutuhan hidup. Mata pencaharian suku bangsa yang
masih tradisional umumnya berupa berburu dan meramu, berladang,
beternak, menangkap ikan, bertani menetap (pertanian tadah hujan maupun
yang sudah menggunakan irigasi).Agar kehidupan masyarakat tetap aman
dan tertib, maka perlu diorganisir dan diatur sedemikian rupa sehingga
kesatuan dan persatuan tetap terpelihara.

BAB II
PEMBAHASAN
1. Berburu Dan Meramu
Pada masa kehidupan manusia prasejarah yang mempunyai pola
pemikiran sangat sederhana dimana kegiatannya sebatas berburu dan
meramu makanan, dalam berburu dan meramu inipun ada faktorfaktor yang sangat mempengaruhinya yaitu: faktor iklim, kesuburan
tanah,

keadaan

binatang

buruan

dan

lain

sebagainya

sebagai

pendukung kegiatan mereka.


Berburu dan Meramu (hunting and gathering) adalah praktek
mengejar, menangkap, atau membunuh hewan liar untuk dimakan,
rekreasi, perdagangan, atau memanfaatkan hasil produknya (seperti
kulit, susu, gading dan lain-lain). Berburu dan meramu merupakan
suatu mata pencaharian manusia yang paling tua dan sekarang
banyak masyarakat yang beralih pada mata pencaharian lain, hanya
kurang-lebih setengah juta dari 3000 juta penduduk dunia sekarang
atau kira-kira hanya 0,01% saja hidup dari berburu dan meramu tetapi
masa sekarang sebagian besar manusia beralih ke mata pencaharian
lain. Suku-suku bangsa yang berburu dan meramu hanya tinggal
sedikit, namun para ahli antropologi masih tetap perhatian terhadap
suatu bentuk mata pencaharian tersebut, di Indonesia masih ada juga
bangsa yang hidup dari meramu, yaitu penduduk rawa-rawa di pantaipantai Irian Jaya yang hidup dari meramu sagu. Hal-hal yang dianalisis
para ahli antropologi pada mata pencaharian ini adalah sumber alam
da modal, tenaga kerja, produksi dan teknologi produksi serta
konsumsi, distribusi dan pemasaran. Dibawah ini akan dijelaskan

bagaimana Perkembangan sosial, ekonomi, dan budaya manusia Purba


di Indonesia dalam berburu dan meramu:
a. Kehidupan Sosial
Pada
masyarakat
food
gathering,

mereka

sangat

menggantungkan diri pada alam. Dimana daerah yang mereka


tempati harus dapat memberikan persediaan yang cukup untuk
kelangsungan hidup. Oleh karena itu mereka selalu berpindahpindah. Sebab mereka hidup berpindah-pindah adalah sebagai
berikut:
Binatang buruan dan umbi-umbian semakin berkurang di tempat

yang mereka diami.


Musim kemarau menyebabkan

tempat untuk mencari sumber air yang lebih baik.


Mereka berusaha menemukan tempat dimana kebutuhan mereka

tersedia lebih banyak dan mudah diperoleh.


Mereka masih hidup mengembara. Tempat tinggal sementara di

gua-gua. Ada pula kelompok yang tinggal di daerah pantai.


Mencari makanan berupa binatang buruan dan tumbuh-

binatang

buruan

berpindah

tumbuhan liar di tepi sungai atau danau. Mereka mencari kerang

sebagai makanannya.
Mereka
hidup
dalam

kelompok-kelompok

kecil

untuk

memudahkan pergerakan dalam mengikuti binatang buruan/

mengumpulkan makanan.
Dalam kelompok-kelompok tersebut terdapat pembagian tugas
kerja. Laki-laki pada umumnya melakukan perburuan. Sementara
itu, para wanita mengumpulkan bahan makanan seperti buahbuahan dan merawat anak. Mereka yang memilih dan meramu

makanan yang akan di makan.


Hubungan antar anggota sangat erat, mereka bekerjasama
untuk

memenuhi

kebutuhan

hidup

serta

mempertahankan

kelompok dari serangan kelompok lain ataupun dari binatang


buas.

Populasi pertumbuhan penduduk sangat kecil karena situasi yang


berat, dengan peralatan yang masih sanagat primitif membuat
mereka tidak dapat selamat dari berbagai bahaya.

b. Kehidupan Ekonomi
Pada masa ini belum ada tanda-tanda adanya kehidupan
ekonomi. Pada masa ini untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka
bekerjasama dalam kelompok (10-15 orang) untuk berburu dan
mengumpulkan makanan. Sehingga kebutuhan hidup mereka dapat
dipenuhi dengan cara mengambil apa yang ada di alam. Ketika
persediaan makanan di suatu daerah sudah habis maka mereka
akan

berpindah

dan mencari

daerah

lain

yang

menyediakan

kebutuhan hidup mereka. Memang pada akhir masa ini dapat


diketahui bahwa asal kapak genggam dan alat-alat serpih serta alatalat tulang berasal dari Asia. Namun belum ada bukti-bukti yang
menunjukkan adanya tanda-tanda berupa alat penukar.
c. Kehidupan Budaya

Dengan peralatan yang masih sangat sederhana, mula-mula


bisa

membuat

rakit,

lama

kelamaan

mereka

membuat

perahu.

Mereka belum mampu membuat gerabah, oleh karena itu,


mereka belum mengenal cara memasak makanan, salah
satunya yaitu dengan cara membakar.

Mereka sudah mengenal perhiasan yang sanagat primitif yaitu


dengan cara merangkai kulit-kulit kerang sebagai kalung.

Untuk mencukupi kebutuhan hiudup mereka membuat alatalat dari batu, tulang, dan kayu.

Pada masa itu mereka memilih untuk tinggal di goa-goa. Dari


tempat tersebut ditemukan peninggalan berupa alat-alat
kehidupan yang digunakan pada masa itu, seperti Kapak
perimbas, Kapak Penetak, Kapak genggam, Pahat genggam,
Alat serpih, Alat-alat dari tulang, dll.

2. Perikanan di Asia Tenggara

Disamping

berburu

dan

meramu,

menangkap

ikan

juga

merupakan mata pencaharian yang sangat tua. Mata pencaharian ini


dilakukan oleh manusia purba yang kebetulan hidup di sekitar sungai
danau atau laut telah menggunakan sumber alam yang penting itu
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Menurut para ahli lebih dari
50% ikan di seluruh dunia hidup dalam kawanan yang meliputi beribu
ekor dengan jarak 10-30 km dari pantai. Ada laut-laut tertentu yang
pantainya

menjadi

daerah

hidup

kawanan

ikan

tertentu,

yang

berimigrasi menurut musim. Di perairan dekitar pantai Nusantara


bagian barat terdapa awanan besar ikan kembung, dan di sekitar
pantai Kepulauan Nusantara bagian timur terdapat ikan cakalang.
Manusia zaman purba yang kebetulan hidup didekat sungai,
danau, atau laut, telah memanfaatkan sumber daya alam yang penting
itu untuk keperluan hidupnya. Dalam mempelajari suatu masyarakat
yang

berdasarkan

mata

pencaharian

mencari

ikan.

Para

ahli

antropologi menaruh perhatian terhadap soal-soal seperti, sumber


alam, dan modal, tenaga kerja, teknologi produksi dan konsumsi
distribusi dan pemasaran. Sumber alam dan modal, menyangkut halhal terhadap daerah-daerah tertentu dalam sungai, danau atau pantai
dan juga soal yang menyangkut misalnya hak atas tempat berlabuh
perahu dll. Hal yang terpenting dalam soal modal adalah hak milik atas
alat-alat menangkap ikan, jerat, jala, dsb, dan sudah tentu hak milik
perahu dan alat-alat berlayar.
3. Asal Mula Bercocok Tanam
Bercocok tanam timbul sesudah berburu mata pencarian bercocok
tanam muncul sekitar 10.000 tahun yang lalu. mereka melaksanakan
peladangan berpindah atau pertanian lahan kering (shifting cultivation).
Pelaksanaan system ini dilakukan dengan cara membuka hutan untuk
ditanami dan mereka akan berpindah lokasi pertanian ke lahan yang lain
apabila dirasa lahan yang mereka tanami sudah tidak produktif lagi.
System peladangan dapat dilaksanakan oleh mereka ketika jumlah

penduduknya masih sedikit, dan hutan sebagai lahan pertanian masih


luas. Karena jumlah penduduk bertambah, kebutuhan bahan makanan
semakin banyak dan akibatnya system perladangan lambat laun menjadi
tidak efektif lagi, ditambah lahan pertanian yang diubah menjadi lahan
pemukiman. bercocok tanam tidak muncul secara tiba-tiba tapi dengan
perlahan-lahan. Ada beberapa teori yang dapat menjelaskan acas mula
bercocok tanam. teori itu sebagai berikut:
1. Mempertahankan tumbuhan di suatu tempat tertentu dari serangan
binatang.
2. Membersihkan tumbuhan tertentu dari rumput yang mengganggu..
dari kedua teori diatas dapat ditarik suatu kesimpulan tentang asal
mula bercocok tanam. kedua pekerjaan diatas dapat di observasi oleh
manusia dari biji-biji yang jatuh atau batang tumbuhan singkong yang
jatuh dan tumbuh menjadi tunas baru masalah bercocok tanam tidak
lepas dari masalah apa yang ditanam. Asal mula bercocok tanam hanya
bisa menjadi lapangan untuk berbagai dugaan dan spekulasi yang
sebenarnya sukar dapat dibuktikan dengan nyata. Rupa-rupanya bercocok
tanam tidak terjadi dengan sekonyong-konyong, tetapi kepandaian itu
timbul dengan berangsur-angsur di berbagai tempat di dunia. Mungkin
usaha

bercocok

tanam

yang

pertama

mulai

dengan

aktivitas

mempertahankan tumbuh-tumbuhan di tempat-tempat tertentu terhadap


serangan dari binatang atau burung atau membersihkan tumbuhtumbuhan untuk makanan terhadap rumput-rumputan yang merusak.
Dalam

pekerjaan

bagaimana

ini

misalnya

manusia
biji

yang

tentu

mudah

jatuh

dapat

dapat

mengobservasi

tumbuh

lagi,

atau

mendapatkan bagaimana potongan batang singkong misalnya kalau


ditancapkan dapat menjadi tumbuh-tumbuhan baru, dst. Demikianlah
dapat dibuat berbagai teori yang mencoba menjawab soal bagaimanakah
manusia itu untuk pertama kalinya dapat mulai bercocok tanam, tanpa
dapat dibuktikan. Hanya ada suatu hal yang penting yang perlu disadari,

apabila kita mulai berspekulasi tentang asal mula cocok tanam, hal itu
adalah bahwa masalah permulaan bercocok tanam itu tak bisa dilepaskan
dari masalah apakah yang ditanam.
Uraian tersebut menunjukkan bahwa bercocok tanam merupakan pola
pertanian yang sudah dikenal oleh manusia sejak dahulukala. Dalam
hubungan dengan masalah mata pencaharian masyarakat di Indonesia,
Wertheim membagi masyarakat Indonesia ke dalam tiga pola mata
pencaharian utama, yaitu masyarakat pantai, masyarakat ladang, dan
masyarakat sawah. Contoh umum masyarakat ladang ialah masyarakat di
daerah

pedalaman

Sumatera

dan

daerah

pedalaman

Jawa

Barat,

sedangkan masyarakat pedalaman Jawa Tengah, Jawa Timur dan Bali oleh
Wertheim dimasukkan ke dalam pola masyarakat sawah.
4. Bercocok Tanam di Ladang
Bercocok tanam di ladang merupakan suatu bentuk mata
pencaharian manusia yang lambat laun juga akan hilang, diganti
dengan bercocok tanam menetap. Bercocok tanam di ladang sebagian
besar dilakukan di daerah-daerah rimba tropik terutama di Asia
Tenggara dan Kepulauan Asia Tenggara. Cara bercocok tanam di
ladang yaitu membuka sebidang tanah dengan memotong belukar dan
menebang pohon-pohon, dahan-dahan dan batang-batang yang jatuh
bertebaran dibakar setelah kering; kemudian ladang-ladang yang
dibuka itu ditanami dengan pengolahan yang minimum dan tanpa
irigasi; sesudah dua atau tiga kali memungut hasilnya, tanah itu
ditinggalkan; sebuah ladang baru dibuka dengan cara yang sama;
setelah 10-12 tahun, mereka akan kembali ke ladang pertama yang
sudah tertutup hutan kembali. Para ahli antropologi menaruh perhatian
terhadap masalah tanah dan modal, tenaga kerja, teknologi dan caracara produksi serta pemasaran hasil bercocok tanam di ladang.
cara-cara untuk bercocok tanam di ladang (swiden agriculture):

1. Suatu daerah Hutan/sabana dibersihkan dengan cara di tebang


atau di bakar.
2. Setelah dibersihkan,ladang itu kemudian ditanami sebanyak satu
sampai tiga kali dalam kurun waktu 1-2 tahun.
3. setelah ditanami,ladang tersebut kemudian dibiarkan hingga
menjadi hutan kembali.
4. setelah menjadi hutan kembali, tersebut kemudian di bersihkan
seperti cara pertama.
dari zaman neolithik sampai sekarang,banyak penduduk di bumi
yang masih bercocok tanam. meskipun bercocok tanam di belahan
bumi ini kelihatan sama,tapi teknik bercocok tanamnya berbeda
disebabkan oleh lingkungan alam yang berbeda, ada dua lingkungan
alam yang berbeda:

daerah sabana (daerah padang rumput dengan belukar, banyak


terdapat di benua afrika)

daerah hutan rimba tropik di daerah khatulistiwa.


bercocok tanam di ladang, di hutan rimba tropik di daerah

khatulistiwa, banyak di lakukan oleh penduduk yang tinggal di daerah


itu seperti:
1. pantai guinea afrika barat.
2. daeah sungai kongo Afrika Timur.
3. Srilangka.
4. Asia Tenggara.

5. kepulauan Indonesia..
6. Amerika Tengah,
7. daerah sungai amazon di Amerika Selatan.
di Indonesia, bercocok tanam itu amat penting, sama seperti
negara-negara tetangga lainnya. meskipun pulau jawa sudah berganti
bercocok tanam di sawah, banyak pulau-pulau di indonesia yang masih
bercocok tanam di ladang. Para ahli banyak yang melakukan penelitian
di Indonesia maupun di berbagai belahan dunia.
5. Bercocok Tanam Menetap
Bercocok tanam menetap dengan irigasi pertama-tama timbul
dibeberapa daerah didunia di berbagai Negara-negara yang terletak
didaerah perairan sungai-sungai besar karena sangat subur tanahnya.
Banyak suku bangsa yang melakukan bercocok tanam di ladangsejak
zaman dahulu yang sekarang menjadi sanagat tradisional. Sekarang
juga mulai berubah menjadi petani menetap. Perubahan ini karena
penduduk

mencapai

membuat

mereka

dimengerti

karena

kepadatan

berpindah
bercocok

yang

mata

tinggi

dan

pencaharian.

tanam

diladang

wilayah
Hal

ini

sangat

yang
dapat

banyak

memerlukan tanah bagi tiap-tiap keluarga. Bercocok tanam menetap


ini telah tinggal menetap di suatu tempat, mereka tinggal di sekitar
huma tersebut, dengan cara bercocok tanam dan memelihara hewanhewan jenis tertentu. Hal ini menunjukkan bahwa mereka telah hidup
menetap Hal ini juga menunjukkan bahwa manusia telah dapat
menguasai alam lingkungan. Dengan hidup menetap, merupakan titik
awal

dan

perkembangan

kehidupan

manusia

untuk

mencapai

kemajuan. Dengan hidup menetap, akal pikiran manusia mulai


berkembang dan mengerti akan perubahan-perubahan hidup yang
terjadi.

BAB III
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Di dalam kehidupan sehari hari, suatu masyarakat terdapat
berbagai macam kebudyaan, termasuk mata pencaharian mereka.Hal
ini karena keadaan sosial dan geografi mereka yang berbeda-beda,
sehingga harus disesuaikan dengan kondisi keadaan masyarakat itu
sendiri, agar mereka dapat bertahan memenuhi kebutuhan hidup.Hal
yang demikian terjadi dengan otomatis karena penyesuaian mereka
secara perlahan lahan hingga membentuk suatu kebiasaan yang terus
di jalani pada dirinya dan masyarakat sekitarnya serta pada keturunan
mereka.Dengan demikian suatu mata pencaharian di dalam suatu
masyarakat itu ada akibat dari keadaan sosial dan geografi dari
masyarakat secara umum.

Daftar Pustaka
http://novalantropologi.blogspot.co.id/2012/08/asal-mula-bercocoktanam.html
http://selamanya-selalu.blogspot.co.id/2011/10/perkembangankehidupan-manusia-purba-di.html
http://sistem-perdagangan.blogspot.co.id/2014/12/sistemperdagangan-pada-masa-bercocok-tanam.html
http://aboutqudshylla.blogspot.co.id/2012/10/sistem-matapencaharian.html
http://novalantropologi.blogspot.co.id/2012/08/bercocok-tanam-diladang.html

You might also like