Professional Documents
Culture Documents
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sistem perkemihan terdiri dari organ ginjal, ureter, vesika urinaria (kandung
kemih) dan uretra membentuk sistem urinarius. Fungsi utama ginjal adalah mengatur cairan
serta elektrolit dan komposisi asam- basa cairan tubuh, mengeluarkan produk akhir metabolic
dari dalam darah, dan mengatur tekanan darah. Urine yang terbentuk sebagai hasil dari proses
ini diangkut dari ginjal melalui ureter kedalam kandung kemih tempat urine tersebut
disimpan untuk sementara waktu. Pada saat urinasi kandung kemih berkontraksi dan urine
akan di ekskresikan dari tubuh lewat uretra. Namun, fungsi masing-masing organ dari sistem
perkemihan tersebut tidak luput dari suatu masalah atau abnormal. Sehingga hal ini dapat
menimbulkan beberapa penyakit atau gangguan salah satunya berupa sindrom nefrotik.
Pada tahun 1905 Friedrich Muller menggunakan istilah nefrosis untuk
membedakan degenerasi lemak tubulus dengan glomerulus. Namun istilah nefrosis sekarang
tidak dipakai lagi. Tahun 1913 Munk melaporkan adanya butir-butir lipoid (Lipoid droplets)
dalam sedimen urin pasien dengan nefritis parenkimatosa kronik. Kelainan ini ditemukan
terutama atas dasar adanya lues dan diberikan istilah nefrosis lipoid. Istilah sindrom nefrotik
(SN) kemudian digunakan untuk menggantikan istilah terdahulu yang menunjukkan suatu
keadaan klinik dan laboratorik tanpa menunjukkan satu penyakit yang mendasari.
Insidens lebih tinggi pada laki-laki dari pada perempuan. Mortalitas dan prognosis
anak dengan sindrom nefrotik bervariasi berdasarkan etiologi, berat, luas kerusakan ginjal,
usia anak, kondisi yang mendasari, dan responnya trerhadap pengobatan. Sindrom nefrotik
jarang menyerang anak dibawah usia 1 tahun. Sindrom nefrotik perubahan minimal ( SNPM )
menacakup 60 90 % dari semua kasus sindrom nefrotik pada anak. Angka mortalitas dari
SNPM telah menurun dari 50 % menjadi 5 % dengan majunya terapi dan pemberian steroid.
Bayi dengan sindrom nefrotik tipe finlandia adalah calon untuk nefrektomi bilateral dan
transplantasi ginjal.
Berdasarkan hasil penelitian univariat terhadap 46 pasien, didapatkan
insiden terbanyak sindrom nefrotik berada pada kelompok umur 2 6 tahun sebanyak 25
pasien (54,3%), dan terbanyak pada laki-laki dengan jumlah 29 pasien dengan rasio 1,71 : 1.
Insiden sindrom nefrotik pada anak di Hongkong dilaporkan 2 - 4 kasus per 100.000 anak per
tahun ( Chiu and Yap, 2005 ). Insiden sindrom nefrotik pada anak dalam kepustakaan di
Amerika Serikat dan Inggris adalah 2 - 4 kasus baru per 100.000 anak per tahun. Di negara
berkembang, insidennya lebih tinggi. Dilaporkan, insiden sindrom nefrotik pada anak di
Indonesia adalah 6 kasus per 100.000 anak per tahun.
Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk mendapatkan gambaran lebih jelas
tentang bagaimana Asuhan Keperawatan Pada An. A (6 tahun )Yang Mengalami sindrom
nefrotik
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam makalah ini adalah mengetahui konsep dasar penyakit
dan secara kasus tentang asuhan keperawatan dengan sindrom nefrotik
1.3 Tujuan
a) Tujuan umum:
Mahasiswa dapat mengetahui asuhan keperawatan pada klien dengan sindrom nefrotik
b) Tujuan khusus
Mahasiswa mengetahui proses keperawatan yang benar sehingga dapat menjadi bekal
dalam persiapan praktik di rumah sakit.
2. Institusi:
Dijadikan acuan dan bahan bagi penulis/kelompok lain yang berminat untuk menulis
makalah tentang asuhan keperawatan dengan sindrom nefrotik
3. Masyarakat:
Masyarakat mampu memahami apa itu sindrom nefrotik beserta penyebab dan akibatnya.
BAB II
TINJAUAN TEORI
1.1 Konsep dasar penyakit
A. Anatomi Fisiologi
1. Ginjal
Kedudukan ginjal di belakang dari kavum abdominalis di belakang peritoneum pada kedua
sisi vertebra lumbalis III melekat langsung pada dinding abdomen.Manusia memiliki
sepasang ginjal yang terletak di belakang perut atau abdomen. Ginjal ini terletak di kanan dan
kiri tulang belakang, di bawah hati dan limpa. Di bagian atas (superior) ginjal terdapat
kelenjar adrenal (juga disebut kelenjar suprarenal).Ginjal kanan biasanya terletak sedikit di
bawah ginjal kiri untuk memberi tempat untuk hati.Sebagian dari bagian atas ginjal
terlindungi oleh iga ke sebelas dan duabelas. Kedua ginjal dibungkus oleh dua lapisan lemak
(lemak perirenal dan lemak pararenal) yang membantu meredam goncangan.
Ginjal adalah organ ekskresi dalam vertebrata yang berbentuk mirip kacang. Sebagai
bagian dari sistem urin, ginjal berfungsi menyaring kotoran (terutama urea) dari darah dan
membuangnya bersama dengan air dalam bentuk urin. Cabang dari kedokteran yang
mempelajari ginjal dan penyakitnya disebut nefrologi.
Lapisan ginjal
Setiap ginjal terbungkus selaput tipis (kapsula renalis) berupa jaringan fibrus berwarna
ungu tua.lapisan ginjal terbagi atas :
Unit fungsional dasar dari ginjal adalah nefron yang dapat berjumlah lebih dari satu juta
buah dalam satu ginjal normal manusia dewasa. Nefron berfungsi sebagai regulator air dan
zat terlarut (terutama elektrolit) dalam tubuh dengan cara menyaring darah, kemudian
mereabsorpsi cairan dan molekul yang masih diperlukan tubuh. Molekul dan sisa cairan
lainnya akan dibuang. Reabsorpsi dan pembuangan dilakukan menggunakan mekanisme
pertukaran lawan arus dan kotranspor. Hasil akhir yang kemudian diekskresikan disebut urin.
Sebuah nefron terdiri dari sebuah komponen penyaring yang disebut korpuskula (atau
badan Malphigi) yang dilanjutkan oleh saluran-saluran (tubulus).Setiap korpuskula
mengandung gulungan kapiler darah yang disebut glomerulus yang berada dalam kapsula
Bowman. Setiap glomerulus mendapat aliran darah dari arteri aferen. Dinding kapiler dari
glomerulus memiliki pori-pori untuk filtrasi atau penyaringan. Darah dapat disaring melalui
dinding epitelium tipis yang berpori dari glomerulus dan kapsula Bowman karena adanya
tekanan dari darah yang mendorong plasma darah. Filtrat yang dihasilkan akan masuk ke
dalan tubulus ginjal. Darah yang telah tersaring akan meninggalkan ginjal lewat arteri eferen.
Tubulus ginjal merupakan lanjutan dari kapsula Bowman. Bagian yang mengalirkan
filtrat glomerular dari kapsula Bowman disebut tubulus konvulasi proksimal. Bagian
selanjutnya adalah lengkung Henle yang bermuara pada tubulus konvulasi distal.
Lengkung Henle diberi nama berdasar penemunya yaitu Friedrich Gustav Jakob Henle di
awal tahun 1860-an. Lengkung Henle menjaga gradien osmotik dalam pertukaran lawan arus
yang digunakan untuk filtrasi. Sel yang melapisi tubulus memiliki banyak mitokondria yang
menghasilkan ATP dan memungkinkan terjadinya transpor aktif untuk menyerap kembali
glukosa, asam amino, dan berbagai ion mineral. Sebagian besar air (97.7%) dalam filtrat
masuk ke dalam tubulus konvulasi dan tubulus kolektivus melalui osmosis.Cairan mengalir
dari tubulus konvulasi distal ke dalam sistem pengumpul yang terdiri dari:Tempat lengkung
Henle bersinggungan dengan arteri aferen disebut aparatus juxtaglomerular, mengandung
macula densa dan sel juxtaglomerular. Sel juxtaglomerular adalah tempat terjadinya sintesis
dan sekresi renin.
Ginjal berfungsi sebagai salah satu alat ekskresi yang sangat penting melalui ultrafiltrat
yang terbentuk dalam glomerulus. Terbentuknya ultrafiltrat ini sangat dipengaruhi oleh
sirkulasi ginjal yang mendapat darah 20% dari seluruh cardiac output.
1)
Faal glomerolus
Fungsi terpenting dari glomerolus adalah membentuk ultrafiltrat yang dapat masuk ke
tubulus akibat tekanan hidrostatik kapiler yang lebih besar dibanding tekanan hidrostatik intra
kapiler dan tekanan koloid osmotik. Volume ultrafiltrat tiap menit per luas permukaan tubuh
disebut glomerula filtration rate (GFR). GFR normal dewasa : 120 cc/menit/1,73 m2 (luas
pemukaan tubuh). GFR normal umur 2-12 tahun : 30-90 cc/menit/luas permukaan tubuh
anak.
2)
Tubulus
Fungsi utama dari tubulus adalah melakukan reabsorbsi dan sekresi dari zat-zat yang
ada dalam ultrafiltrat yang terbentuk di glomerolus. Sebagaimana diketahui, GFR : 120
ml/menit/1,73 m2, sedangkan yang direabsorbsi hanya 100 ml/menit, sehingga yang
diekskresi hanya 1 ml/menit dalam bentuk urin atau dalam sehari 1440 ml (urin dewasa).
Pada anak-anak jumlah urin dalam 24 jam lebih kurang dan sesuai dengan umur :
1-2 hari : 30-60 ml
3-10 hari : 100-300 ml
10 hari-2 bulan : 250-450 ml
2 bulan-1 tahun : 400-500 ml
1-3 tahun : 500-600 ml
3-5 tahun : 600-700 ml
5-8 tahun : 650-800 ml
Definisi
Sindrom nefrotik adalah suatu kumpulan gejala gangguan klinis, meliputi proteinuria
masif > 3,5 gr/hr, hipoalbuminemia, edema, hiperlipidemia. Manifestasi dari keempat kondisi
tersebut yang sangat merusak membran kapiler glomerulus dan menyebabkan peningkatan
permeabilitas glomerulus (Muttaqin, 2012). Sindrom nefrotik terjadi tiba-tiba, terutama pada
anak-anak. Biasanya berupa oliguria dengan urin berwarna gelap, atau urin yang kental akibat
proteinuria berat. Pada dewasa terlihat adalah edema pada kaki dan genitalia (Mansjoer,
2001).
Nefrotik sindrom adalah gangguan klinik yang ditandai dengan peningkatan protein
urine (proteinuria), edema, penurunan albumin dalam darah (hipoalbuminemia), dan
kelebihan lipid dalam darah (hiperlipidemia). Kejadian ini diakibatkan oleh kelebihan
pecahan plasma protein ke dalam urine karena peningkatan permeabilitas membran kapiler
glomerulus. (dr.nursalam, dkk. 2009)
Sindrom nefrotik adalah penyakit dengan gejala edema, proteinuria, hipoalbuminemia
dan hiperkolesterolemia. Kadang-kadang terdapat hematuria, hipertensi dan penurunan fungsi
ginjal ( Ngastiyah, 2005). Sindroma nefrotik adalah suatu keadaan klinik dan laboratorik
tanpa menunjukkan penyakit yang mendasari, dimana menunjukkan kelainan inflamasi
glomerulus. Secara fungsional sindrom nefrotik diakibatkan oleh keabnormalan pada proses
filtrasi dalam glomerulus yang biasanya menimbulkan berbagai macam masalah yang
membutuhkan perawatan yang tepat, cepat, dan akurat. (Alatas, 2002)
Sindrom nefrotik adalah keadaan klinik dengan proteinuria masif (>3,5 g/hari),
hipoalbuminemia, edema dan hiperlipidimia, biasanya kadar BUN normal. Disertai penyakit
glomerulus (idiopatik) primer atau mungkin berkaitan dengan berbagai gangguan sistemik
dengan ginjal yang terserang secara sekunder. (sylvia A. Price. 2005)
C.
Etiologi
Menurut Mansjoer, 2001 Penyebab sindrom nefrotik yang pasti belum diketahui,
akhir-akhir ini dianggap sebagai suatu penyakit autoimun, yaitu suatu reaksi antigen
antibodi. Umumnya etiologi dibagi menjadi :
1. Sindrom nefrotik bawaan
Diturunkan sebagai resesif autosomal atau karena reaksi maternofetal. Resisten terhadap
semua pengobatan. Prognosis buruk dan biasanya pasien meninggal dalam bulan-bulan
pertama kehidupannya.
2. Sindrom nefrotik sekunder
Disebabkan oleh : Malaria kuartana atau parasit lainnya, Penyakit kolagen seperti lupus
eritematosus diseminata, purpura anafilaktoid, Glumerulonefritis akut atau kronik, Trombosis
vena renalis, Bahan kimia seperti trimetadion, paradion, penisilamin, garam emas, air raksa,
Amiloidosis, penyakit sel sabit, hiperprolinemia, nefritis membranoproliferatif
hipokomplementemik.
3. Sindrom nefrotik idiopatik
Tidak diketahui sebabnya atau disebut sindroma nefrotik primer. Berdasarkan
histopatologis yang tampak pada biopsi ginjal dgn pemeriksaan mikroskop biasa dan
mikroskop elektron, terbagi menjadi :
Kelainan minimal
Pada mikroskop elektron akan tampak foot prosessus sel epitel berpadu. Dengan cara
imunofluoresensi ternyata tidak terdapat IgG pada dinding kapiler glomerulus.
Nefropati membranosa
Semua glomerulus menunjukan penebalan dinding kapiler yang tersebar tanpa
proliferasi sel. Prognosis kurang baik.
Glomerulonefritis proliferatif
Glomerulonefritis proliferatif esudatif difus. Terdapat proliferasi sel mesangial dan
infiltrasi sel polimorfonukleus. Pembengkanan sitoplasma endotel yang menyebabkan kapiler
tersumbat, dengan penebalan batang lobular, Terdapat prolefirasi sel mesangial yang tersebar
dan penebalan batang lobular, Dengan bulan sabit ( crescent), Didapatkan proliferasi sel
mesangial dan proliferasi sel epitel sampai kapsular dan viseral. Prognosis buruk.
Glomerulonefritis membranoproliferatif
Proliferasi sel mesangial dan penempatan fibrin yang menyerupai membran basalis di
mesangium. Titer globulin beta-IC atau beta-IA rendah. Prognosis buruk.
Glomerulosklerosis fokal segmental
Pada kelainan ini yang mencolok sklerosis glomerulus. Sering disertai atrofi tubulus.
Prognosis buruk.
1)
2)
D.
E.
Diabetes mellitus
Sistema lupus eritematosus
Amyloidosis
Tanda dan gejala
Manifestasi utama sindrom nefrotik adalah edema. Edema biasanya bervariasi dari
bentuk ringan sampai berat (anasarka). Edema biasanya lunak dan cekung bila ditekan
(pitting), dan umumnya ditemukan disekitar mata (periorbital) yang tampak pada pagi hari,
dan berlanjut ke abdomen terjadi penumpukan cairan pada rongga pleura yang menyebabkan
efusi pleura, daerah genitalia dan ekstermitas bawah yaitu pitting (penumpukan cairan) pada
kaki bagian atas, penumpukan cairan pada rongga peritoneal yang menyebabkan asites.
Penurunan jumlah urin : urine gelap, berbusa, volume urin berkurang, warna agak keruh
dan berbusa, selama beberapa minggu mungkin terdapat hemturia dan oliguri terjadi karena
penurunan volume cairan vaskuler yang menstimulli sistem renin-angio-tensin, yang
mengakibatkan disekresinya hormon anti diuretik (ADH)
Pucat
Hematuri
Anoreksia dan diare disebabkan karena edema mukosa usus.
Sakit kepala, malaise, nyeri abdomen, berat badan meningkat dan keletihan umumnya
terjadi.
Gagal tumbuh dan pelisutan otot (jangka panjang)
Proteinuria > 3,5 gr/hr pada dewasa atau 0,05 g/kg BB/hr pada anak-anak
Hipoalbuminemia < 30 gr/l
Hiperlipidemia, umumnya ditemukan hiperkolesterolemia
Hiperkoagulabilitas, yang akan meningkatkan risiko trombosis vena dan arteri
Kenaikan berat badan secara progresif dalam beberapa hari/minggu.
klien mudah lelah atau lethargie tapi tidak kelihatan sakit payah.
Hipertensi (jarang terjadi) karena penurunan voulume intravaskuler yang mengakibatkan
menurunnya tekanan perfusi renal yang mengaktifkan sistem renin angiotensin yang akan
meningkatkan konstriksi pembuluh darah.
Pembengkakan jaringan akibat penimbunan garam dan air
Klasifikasi
Whaley dan Wong (1999 : 1385) membagi tipe-tipe sindrom nefrotik:
a.
Sindrom Nefrotik Lesi Minimal ( MCNS : minimal change nephrotic syndrome).
Kondisi yang sering menyebabkan sindrom nefrotik pada anak usia sekolah. Anak
dengan sindrom nefrotik ini, pada biopsi ginjalnya terlihat hampir normal bila dilihat dengan
mikroskop cahaya.
b. Sindrom Nefrotik Sekunder
Terjadi selama perjalanan penyakit vaskuler seperti lupus eritematosus sistemik,
purpura anafilaktik, glomerulonefritis, infeksi system endokarditis, bakterialis dan neoplasma
limfoproliferatif.
c.
Kelainan yang terjadi pada sindrom nefrotik yang paling utama adalah proteinuria
sedangkan yang lain dianggap sebagai manifestasi sekunder. Kelainan ini disebabkan oleh
karena kenaikan permeabilitas dinding kapiler glomerulus yang sebabnya belum diketahui
yang terkait dengan hilangnya muatan negative gliko protein dalam dinding kapiler. Pada
sindrom nefrotik keluarnya protein terdiri atas campuran albumin dan protein yang
sebelumnya terjadi filtrasi protein didalam tubulus terlalu banyak akibat dari kebocoran
glomerolus dan akhirnya diekskresikan dalam urin. (Husein A Latas, 2002 : 383).
Pada sindrom nefrotik protein hilang lebih dari 2 gram perhari yang terutama terdiri
dari albumin yang mengakibatkan hipoalbuminemia, pada umumnya edema muncul bila
kadar albumin serum turun dibawah 2,5 gram/dl. Mekanisme edema belum diketahui secara
fisiologi tetapi kemungkinan edema terjadi karena penurunan tekanan onkotik/ osmotic
intravaskuler yang memungkinkan cairan menembus keruang intertisial, hal ini disebabkan
oleh karena hipoalbuminemia. Keluarnya cairan keruang intertisial menyebabkan edema yang
diakibatkan pergeseran cairan. (Silvia A Price, 2005).
Akibat dari pergeseran cairan ini volume plasma total dan volume darah arteri
menurun dibandingkan dengan volume sirkulasi efektif, sehingga mengakibatkan penurunan
volume intravaskuler yang mengakibatkan menurunnya tekanan perfusi ginjal. Hal ini
mengaktifkan system rennin angiotensin yang akan meningkatkan konstriksi pembuluh darah
dan juga akan mengakibatkan rangsangan pada reseptor volume atrium yang akan
merangsang peningkatan aldosteron yang merangsang reabsorbsi natrium ditubulus distal dan
merangsang pelepasan hormone anti diuretic yang meningkatkan reabsorbsi air dalam duktus
kolektifus. Hal ini mengakibatkan peningkatan volume plasma tetapi karena onkotik plasma
berkurang natrium dan air yang direabsorbsi akan memperberat edema. (Husein A Latas,
2002).
Stimulasi renis angiotensin, aktivasi aldosteron dan anti diuretic hormone akan
mengaktifasi terjadinya hipertensi. Pada sindrom nefrotik kadar kolesterol, trigliserid, dan
lipoprotein serum meningkat yang disebabkan oleh hipoproteinemia yang merangsang
sintesis protein menyeluruh dalam hati, dan terjadinya katabolisme lemak yang menurun
karena penurunan kadar lipoprotein lipase plasma. Hal ini dapat menyebabkan
arteriosclerosis. (Husein A Latas, 2002).
Pada status nefrosis hampir semua kadar lemak (kolesterol, trigliserida) dan
lipoprotein serum meningkat. Hipoproteinemia merangsang sintesis protein menyeluruh
dalam hati, termasuk lipoprotein dan katabolisme lemak menurun, karena penurunan kadar
lipoprotein lipase plasma. Sistem enzim utama yang mengambil lemak dari plasma. Apakah
lipoprotein plasma keluar melalui urin belum jelas (Behrman, 2000).
Sindrom nefrotik dapat terjadi dihampir setiap penyakit renal intrinsik atau sistemik
yang mempengaruhi glomerulus. Meskipun secara umum penyakit ini dianggap menyerang
anak-anak, namun sindrom nefrotik juga terjadi pada orang dewasa termasuk lansia. Respon
perubahan patologis pada glomerulus secara fungsional akan memberikan berbagai masalah
keperawatan pada pasien yang mengalami glomerulus progresif cepat.
H.
Pemeriksaan diagnostik
a.
1)
Laboratorium
Urine
Volume biasanya kurang dari 400 ml/24 jam (fase oliguria). Warna urine kotor,
sediment kecoklatan menunjukkan adanya darah, hemoglobin, mioglobin, porfirin. Berat
jenis kurang dari 1,020 menunjukkan penyakit ginjal. Contoh glomerulonefritis, pielonefritis
dengan kehilangan kemampuan untuk meningkatkan, menetap pada 1,010 menunjukkan
kerusakan ginjal berat. pH lebih besar dari 7 ditemukan pada infeksi saluran kencing,
nekrosis tubular ginjal dan gagal ginjal kronis (GGK). Protein urin meningkat (nilai normal
negatif).
2)
Darah
Hemoglobin menurun karena adanya anemia. Hematokrit menurun. Natrium biasanya
meningkat, tetapi dapat bervariasi. Kalium meningkat sehubungan dengan retensi seiring
dengan perpindahan seluler (asidosis) atau pengeluaran jaringan (hemolisis sel darah merah).
Klorida, fsfat dan magnesium meningkat. Albumin. Kimia serum : protein total dan albumin
menurun, kreatinin meningkat atau normal, trigliserida meningkat dan gangguan gambaran
lipid. Penurunan pada kadar serum dapat menunjukkan kehilangan protein dan albumin
melalui urin, perpindahan cairan, penurunan pemasukan dan penurunan sintesis karena
kekurangan asam amino essensial. Kolesterol serum meningkat (umur 5-14 tahun : kurang
dari atau sama dengan 220 mg/dl).
Pemeriksaan urin dan darah untuk memastikan proteinuria, proteinemia,
hipoalbuminemia, dan hiperlipidemia.
b. Biosi ginjal dilakukan untuk memperkuat diagnosa. Biopsi dengan memasukkan jarum
kedalam ginjal : pemeriksaaan histology jaringan ginjal untuk menegakkan diagnosis.
c.
Pemeriksaan penanda Auto-immune (ANA, ASOT, C3, cryoglobulins, serum
electrophoresis).
I.
Penatalaksanaan
Tujuan terapi adalah untuk mencegah kerusakan ginjal lebih lanjut dan menurunkan
risiko komplikasi.
c.
Penatalaksanaan Medis
Pengobatan sindroma nefrotik hanya bersifat simptomatik, untuk mengurangi atau
menghilangkan proteinuria dan memperbaiki keadaan hipoalbuminemia, mencegah dan
mengatasi komplikasinya, yaitu:
Istirahat sampai edema tinggal sedikit. Batasi asupan natrium sampai kurang lebih 1
gram/hari secara praktis dengan menggunakan garam secukupnya dan menghindari makanan
yang diasinkan. Diet protein 2-3 gram/kgBB/hari.
Bila edema tidak berkurang dengan pembatasan garam, dapat digunakan diuretik, biasanya
furosemid 1 mg/kgBB/hari. Bergantung pada beratnya edema dan respon pengobatan. Bila
edema refrakter, dapat digunakan hididroklortiazid (25-50 mg/hari) selama pengobatan
diuretik perlu dipantau kemungkinan hipokalemi, alkalosis metabolik dan kehilangan cairan
intravaskuler berat.
Dengan antibiotik bila ada infeksi harus diperiksa kemungkinan adanya TBC
Diuretikum
Boleh diberikan diuretic jenis saluretik seperti hidroklorotiasid, klortahidon, furosemid atau
asam ektarinat. Dapat juga diberikan antagonis aldosteron seperti spironolakton (alkadon)
atau kombinasi saluretik dan antagonis aldosteron.
Kortikosteroid
International Cooperative Study of Kidney Disease in Children (ISKDC) mengajukan
cara pengobatan sebagai berikut :
a)
Selama 28 hari prednison diberikan per oral dengan dosis 60 mg/hari/luas permukaan badan
(lpb) dengan maksimum 80 mg/hari.
b)
Kemudian dilanjutkan dengan prednison per oral selama 28 hari dengan dosis 40
mg/hari/lpb, setiap 3 hari dalam satu minggu dengan dosis maksimum 60 mg/hari. Bila
terdapat respons, maka pengobatan ini dilanjutkan secara intermitten selama 4 minggu.
c)
Tapering-off: prednison berangsur-angsur diturunkan, tiap minggu: 30 mg, 20 mg, 10 mg
sampai akhirnya dihentikan.
Lain-lain
Pungsi asites, pungsi hidrotoraks dilakukan bila ada indikasi vital. Bila ada
gagal jantung, diberikan digitalis. (Behrman, 2000)
Diet
Diet rendah garam (0,5 1 gr sehari) membantu menghilangkan edema. Minum
tidak perlu dibatasi karena akan mengganggu fungsi ginjal kecuali bila terdapat hiponatremia.
Diet tinggi protein teutama protein dengan ilai biologik tinggi untuk mengimbangi
pengeluaran protein melalui urine, jumlah kalori harus diberikan cukup banyak.
Pada beberapa unit masukan cairan dikurangi menjadi 900 sampai 1200 ml/ hari dan
masukan natrium dibatasi menjadi 2 gram/ hari. Jika telah terjadi diuresis dan edema
menghilang, pembatasan ini dapat dihilangkan. Usahakan masukan protein yang seimbang
dalam usaha memperkecil keseimbangan negatif nitrogen yang persisten dan kehabisan
jaringan yang timbul akibat kehilangan protein. Diit harus mengandung 2-3 gram protein/ kg
berat badan/ hari. Anak yang mengalami anoreksia akan memerlukan bujukan untuk
menjamin masukan yang adekuat.
Makanan yang mengandung protein tinggi sebanyak 3 4 gram/kgBB/hari, dengan
garam minimal bila edema masih berat. Bila edema berkurang dapat diberi garam sedikit.
Diet rendah natrium tinggi protein. Masukan protein ditingkatkan untuk menggantikan
protein di tubuh. Jika edema berat, pasien diberikan diet rendah natrium.
Kemoterapi:
Prednisolon digunakan secra luas. Merupakan kortokisteroid yang mempunyai efek samping
minimal. Dosis dikurangi setiap 10 hari hingga dosis pemeliharaan sebesar 5 mg diberikan
dua kali sehari. Diuresis umumnya sering terjadi dengan cepat dan obat dihentikan setelah 610 minggu. Jika obat dilanjutkan atau diperpanjang, efek samping dapat terjadi meliputi
Tirah baring: Menjaga pasien dalam keadaan tirah baring selama beberapa harimungkin
diperlukan untuk meningkatkan diuresis guna mengurangi edema. Baringkan pasien setengah
duduk, karena adanya cairan di rongga thoraks akan menyebabkan sesak nafas. Berikan alas
bantal pada kedua kakinya sampai pada tumit (bantal diletakkan memanjang, karena jika
bantal melintang maka ujung kaki akan lebih rendah dan akan menyebabkan edema hebat).
Terapi cairan: Jika klien dirawat di rumah sakit, maka intake dan output diukur secara
cermat da dicatat. Cairan diberikan untuk mengatasi kehilangan cairan dan berat badan
harian.
Perawatan kulit. Edema masif merupakan masalah dalam perawatan kulit. Trauma terhadap
kulit dengan pemakaian kantong urin yang sering, plester atau verban harus dikurangi sampai
minimum. Kantong urin dan plester harus diangkat dengan lembut, menggunakan pelarut dan
bukan dengan cara mengelupaskan. Daerah popok harus dijaga tetap bersih dan kering dan
scrotum harus disokong dengan popok yang tidak menimbulkan kontriksi, hindarkan
menggosok kulit.
Perawatan mata. Tidak jarang mata anak tertutup akibat edema kelopak mata dan untuk
mencegah alis mata yang melekat, mereka harus diswab dengan air hangat.
Penatalaksanaan krisis hipovolemik. Anak akan mengeluh nyeri abdomen dan mungkin
juga muntah dan pingsan. Terapinya dengan memberikan infus plasma intravena. Monitor
nadi dan tekanan darah.
Pencegahan infeksi. Anak yang mengalami sindrom nefrotik cenderung mengalami infeksi
dengan pneumokokus kendatipun infeksi virus juga merupakan hal yang menganggu pada
anak dengan steroid dan siklofosfamid.
Dukungan bagi orang tua dan anak. Orang tua dan anak sering kali tergangu dengan
penampilan anak. Pengertian akan perasan ini merupakan hal yang penting. Penyakit ini
menimbulkan tegangan yang berta pada keluarga dengan masa remisi, eksaserbasi dan masuk
rumah sakit secara periodik. Kondisi ini harus diterangkan pada orang tua sehingga mereka
mereka dapat mengerti perjalanan penyakit ini. Keadaan depresi dan frustasi akan timbul
pada mereka karena mengalami relaps yang memaksa perawatan di rumahn sakit.
Bila pasien seorang anak laki-laki, berikan ganjal dibawah skrotum untuk mencegah
pembengkakan skrotum karena tergantung (pernah terjadi keadaan skrotum akhirnya pecah
dan menjadi penyebab kematian pasien).
J.
Komplikasi
1.
Umur: lebih banyak pada anak-anak terutama pada usia pra-sekolah (3-6 th). Ini
dikarenakan adanya gangguan pada sistem imunitas tubuh dan kelainan genetik sejak lahir.
Jenis kelamin: anak laki-laki lebih sering terjadi dibandingkan anak perempuan dengan
rasio 2:1. Ini dikarenakan pada fase umur anak 3-6 tahun terjadi perkembangan psikoseksual :
dimana anak berada pada fase oedipal/falik dengan ciri meraba-raba dan merasakan
kenikmatan dari beberapa daerah genitalnya. Kebiasaan ini dapat mempengaruhi kebersihan
diri terutama daerah genital. Karena anak-anak pada masa ini juga sering bermain dan
kebersihan tangan kurang terjaga. Hal ini nantinya juga dapat memicu terjadinya infeksi.
Agama
Suku/bangsa
Status
Pendidikan
Pekerjaan
b.
Identitas penanggung jawab
Hal yang perlu dikaji meliputi nama, umur, pendidikan, agama, dan hubungannya dengan
klien.
c.
Riwayat Kesehatan
Keluhan utama: kaki edema, wajah sembab, kelemahan fisik, perut membesar (adanya
acites).
B1 (Breathing)
Biasanya tidak didapatkan adanya hgangguan pola nafas dan jalan nafas walau secara
frekuensi mengalami peningkatan terutama pada fase akut. Pada fase lanjut sering didapatkan
adanya gangguan pola nafas dan jalan nafas yang merupakan respons terhadap edema
pulmoner dan efusi pleura.
B2 (Blood)
Sering ditemukan penurunan curah jantung respons sekunder dari peningkatan beban
volume .
B3 (Brain)
B4 (Bladder)
Perubahan warna urine output seperti warna urine berwarna kola
B5 (Bowel)
Didapatkan adanya mual dan muntah, anoreksia sehingga didapatkan penurunan intake
nutrisi dari kebutuhan. Didapatkan asites pada abdomen.
B6 (Bone)
Didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum, efek sekunder dari edema tungkai dari
keletihan fisik secara umum.
f.
Pengkajian Diagnostik
Urinalisis didapatkan hematuria secara mikroskopik secara umum, terutama
albumin. Keadaaan ini juga terjadi akibat meningkatnya permeabilitas membran glomerulus.
B.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
C.
Intervensi keperawatan
Diagnosa
Kelebihan
volume
cairan
berhubungan
dengan
kehilangan protein sekunder
terhadap
peningkatan
permiabilitas glomerulus.
Tujuan & KH
Tujuan
: pasien
tidak
a.
menunjukkan
bukti-bukti
akumulasi
cairan
(pasien
mendapatkan volume cairan
b.
yang tepat)
Kriteria hasil:
c.
Penurunan edema, ascites
Kadar
protein
darah
meningkat
Output urine adekuat 600 d.
700 ml/hari
Intervensi
Kaji masukan yang relatif
a.
terhadap
keluaran
secara
akurat.
Timbang berat badan setiap
b.
hari (ataui lebih sering jika
c.
diindikasikan).
Kaji perubahan edema : ukur
d.
lingkar
abdomen
pada
umbilicus serta pantau edema
e.
sekitar mata.
Atur masukan cairan dengan
f.
Rasio
perl
kebutu
penuru
Men
Unt
merup
Aga
jumlah
Untu
direse
Unt
Ketidakseimbangan
nutrisi
kuruang
dari
kebutuhan
berhubungan
dengan
malnutrisi sekunder terhadap
kehilangan
protein
dan
penurunan napsu makan.
Resiko
tinggi
infeksi
berhubungan dengan imunitas
tubuh yang menurun.
nadi cermat.
g.
e. Pantau infus intra vena
f.
Kolaborasi
:Berikan
kortikosteroid sesuai ketentuan.
g.
Berikan
diuretik
bila
diinstruksikan.
Tujuan : Dalam waktu 2x24
a.
Catat intake dan output
a.
jam kebutuhan nutrisi akan makanan secara akurat
b.
terpenuhi
b.
Kaji
adanya
anoreksia,
hipoproteinemia, diare.
Kriteria Hasil :
c.
Pastikan anak mendapat
Napsu makan baik
makanan dengan diet yang
c.
Tidak
terjadi cukup.
hipoprtoeinemia
d.
Beri diet yang bergizi
Porsi
makan
yang
e. Batasi natrium selama edema
d.
dihidangkan dihabiskan
dan trerapi kortikosteroid
Edema dan ascites tidak ada.f.
Beri
lingkungan
yang
menyenangkan, bersih, dan
e.
rileks pada saat makan
f.
g.
Beri makanan dalam porsi
sedikit pada awalnya dan Beri
g.
makanan dengan cara yang
h.
menarik
h.
Beri makanan spesial dan
disukai anak
Tujuan :
a.
Lindungi anak dari oranga.
Tidak terjadi infeksi
orang yang terkena infeksi
Kriteria hasil :
melalui
pembatasan
b.
Tanda-tanda infeksi tidak pengunjung.
c.
ada
b.
Tempatkan anak di ruangan
Tanda vitaldalam batas non infeksi.
normal
c.
Cuci tangan sebelum dan
d.
Ada perubahan perilaku sesudah tindakan.
keluarga dalam melakukan
d.
Lakukan tindakan invasif
e.
perawatan.
secara aseptik
e. Gunakan teknik mencuci
f.
tangan yang baik
f.
Jaga agar anak tetap hangat
g.
dan kering
h.
g.
Pantau suhu.
h.
Ajari orang tua tentang tanda
dan gejala infeksi
Tujuan :Kecemasan menurun
a.
Validasi perasaan takut atau
a.
atau hilang
cemas.
Kriteria hasil :
b.
Pertahankan kontak dengan
Kooperatif pada tindakan klien.
b.
keperawatan
c.
Upayakan ada keluarga yang
menunggu
Komunikatif pada perawat
c.
d.
Anjurkan orang tua untuk
Secara verbal mengatakan membawakan mainan atau foto
Unt
semen
Mon
Gan
perlah
intesti
lebih b
mem
menin
asup
edema
nafsu
agar
unt
untu
untu
Mem
Mence
Men
Mem
tubuh.
mence
Untu
organi
Untu
infeks
Kar
pernaf
Indi
Mem
tanda
Pera
pasien
mengh
Mem
ekspre
Duk
mengu
tidak takur
Intoleransi
berhubungan
kelelahan.
keluarga
yang d
d.
Mem
terpisa
seba
men
klien,
filtrasi
ADH
pem
gangg
imobil
memp
mela
sediki
men
mem
klien s
mem
memfo
ketid
tubuhn
mengi
mem
menge
men
kehila
Gangguan body
image Tujuan: tidak terjadi gangguan
a.
berhubungan
dengan boby
image
perubahan penampilan
Kriteria Hasil:
menytakan
penerimaan
situasi diri,
memasukkan
perubahan
b.
konsep diri tanpa harga diri
negatif
Anak mau mengungkapkan
c.
perasaannya.
Anak tertarik dan mampu
bermain
d.
kerusakan
integritas
kulit Tujuan : Kulit anak tidak
a.
berhubungan dengan edema, menunjukkan
adanya
b.
penurunan pertahanan tubuh.
kerusakan
integritas
c.:
kemerahan
atau
iritasiKerusakan integritas kulit
tidak terjadi
d.
Kriteria hasil:
Menunjukkan perilaku untuk
e.
mencegah kerusakan kulit.
Turgor kulit bagus
Edema tidak ada.
f.
Ketidakefektifan
pola TUJUAN :
pernafasan
berhubungan menunjukkan
pasien
1.
fungsi
Kaji
pengetahuan
pasien
a.
terhadap
adanya
potensi
kecacatan
yangberhubungan
b.
dengan
pembedahan
dan
perubahan.
Pantau kemampuan pasien
c.
untuk
melihat
perubahan
bentuk dirinya.
d.
Dorong
pasien
untuk
mendiskusikan
perasaan
mengenai
perubahan
penampilan
Diskusikan pilihan untuk
rekontruksikan dan cara-cara
untuk membuat penampilan
yang kurang menjadi menarik.
Berikan perawatan kulit
a.
Hindari pakaian ketat
Bersihkan
dan
bedaki
b.
permukaan kulit beberapa kali
sehari
c.
Topang organ edema, seperti
skrotum
d.
Ubah posisi dengan sering e.;
pertahankan kesejajaran tubuh
dengan baik
Gunakan penghilang tekanan
atau matras atau tempat tidur
penurun
tekanan
sesuai
kebutuhan
Posisikan
untuk
efisiensi
2.
ventilasi yang maksimum
mem
mence
dapa
menon
untu
kulit k
untu
kare
letargi
untuk
Posis
paru d
dengan
gangguan
pernafasan
fungsi pernafasan
normal
2.
KRITERIA HASIL :
anak beristirahat dan tidur
dengan tenang
Pernafasan tidak sulit
3.
anak pernafasan tetap dalam
4.
batas normal
Atur
aktifitas
untuk
3.
memungkinkan
penggunaan
energy yang minimal, istirahat,
dan tidur.
4.
Hindari pakaian yang ketat.
Berikan oksigen tambahan
5.
yang sesuai
BAB III
TINJAUAN KASUS
Skenario
An. A (6 tahun ), JK : laki-laki, datang dibawa ibunya kerumah sakit dengan keluhan
badan anaknya bengkak-bengkak di seluruh badan terutama dibagian wajah dan mata. Ibunya
mengatakan 5 hari SMRS saat bangun tidur pagi hari mata anaknya sembab, namun sembab
berkurang di sore hari, sembab juga menyebar dibagian perut dan esoknya pada kedua kaki,
sejak 4 hari yag lalu BAK berwarna merah tua dan sedikit. Mual muntah (-), batuk pilek(-)
dan sesak nafas (-). Pada saat dikaji terlihat terdapat luka borok pada kulit An. A. Keadaan
umum pasien tampak sakit sedang, kesadaran kompos mentis, pada pemeriksaan TTV
didapatkan nadi 112x/menit, RR : 44x/menit, suhu : 36,70C, dan tekanan darah 130/80mmHg.
BB= 42kg, PB 136cm. pada pemeriksaan lab darah rutin diperoleh HB : 10,9 g/dl, WBC :
5.900, trombosit : 398.00, Ht : 33%, kolesterol total 479 gr/dl, protein total 2,4 g/dl, albumin:
1,0 g/dl, globulin : 1,46 g/dl, Ureum : 31mg/dl,. Pasien anoreksia (+), oedem priorbita (+),
hipoalbuminemia (+) dan pada ektstremitas pitting edema (+) dengan derajat II. Pada
pemeriksaan urin lengkap diperoleh warna : kuning, kejernihan :agak keruh, berat jenis :
1,005, pH 5,5, glukosa (-), bilirubin (-),darah (+2), protein (+3) , urobilonogen (+1), leukosit
(+1). Th/ medikamentosa yg diberikan furosemid 2x30gr.
A.
1.
Pengkajian
Identitas klien
Nama
: An. A
Umur
: 6 tahun
Jenis kelamin : laki-laki
2. Riwayat kesehatan
a)
Keluhan utama
An. A (6 tahun ), JK : laki-laki, datang dibawa ibunya kerumah sakit dengan keluhan
badan anaknya bengkak-bengkak di seluruh badan terutama dibagian wajah dan mata.
b)
Riwayat penyakit sekarang
Ibunya mengatakan 5 hari SMRS saat bangun tidur pagi hari mata anaknya sembab,
namun sembab berkurang di sore hari, sembab juga menyebar dibagian perut dan esoknya
pada kedua kaki, sejak 4 hari yag lalu BAK berwarna merah tua dan sedikit. Pada saat dikaji
terlihat terdapat luka borok pada kulit An. A. Keadaan umum pasien tampak sakit sedang,
kesadaran kompos mentis, pada pemeriksaan TTV didapatkan nadi 112x/menit, RR :
Menu
period
menur
Pakai
menye
untuk
dapat
ventila
44x/menit, suhu : 36,70C, dan tekanan darah 130/80mmHg. Pasien anoreksia (+), oedem
priorbita (+), hipoalbuminemia (+) dan pada ektstremitas pitting edema (+) dengan derajat II.
c)
Riwayat penyakit dahulu
d)
Riwayat penyakit keluarga
3.
Pola fungsional
No Pola fungsional
1
Pola Makan/cairan
2
Pola Aktivitas/latihan
3
Pola Sirkulasi
5
6
7
8
9
10
4.
a)
Hasil pasien
Pasien anoreksia (+)
nadi 112x/menit, RR : 44x/menit, tekanan darah
130/80mmHg. badan anaknya bengkak-bengkak di seluruh
badan terutama dibagian wajah dan mata. Ibunya
mengatakan 5 hari SMRS saat bangun tidur pagi hari mata
anaknya sembab, namun sembab berkurang di sore hari,
sembab juga menyebar dibagian perut dan esoknya pada
kedua kaki, oedem priorbita (+), hipoalbuminemia (+) dan
pada ektstremitas pitting edema (+) dengan derajat II.
Pola Eliminasi
sejak 4 hari yag lalu BAK berwarna merah tua dan sedikit,
Pada pemeriksaan urin lengkap diperoleh warna : kuning,
kejernihan :agak keruh, berat jenis : 1,005, pH 5,5, glukosa
(-), bilirubin (-),darah (+2), protein (+3) , urobilonogen
(+1), leukosit (+1).
Pola Nyeri/kenyamanan
Pola Pernapasan
RR : 44x/menit.
Pola Keamanan
Pola Istirahat-tidur
Penyuluhan
/ Pembelajaran
Persepsi dan Sensori
-
Pemeriksaan fisik
Keadaan umum
Keadaan umum pasien tampak sakit sedang, kesadaran kompos mentis,
b)
Tb
: 136 cm
c)
BB
: 42 kg
d)
Tanda-tanda Vital
Tanda- Nilai Normal
Nilai
Keterangan Abnormalitas
Tanda
Pasien pd pasien
Vital
TD
Bayi: 70-90/50
130/80 normal
Meningkat: apabila
terjadi
mmHg
mmHg
Penyakit ginjal, ketidakstabilan
Anak
: 80-100/60
mmHg
Remaja : 90-110/66
mmHg
Dewasa muda:110140/60-90 mmHg
Dewasa tua : 130150/80-90 mmHg
terjadi
Dehidrasi,
36,50C -37,50C
36,70C
normal
Meningkat: apabila
terjadi
demam (infeksi bakteri atau
virus seperti influenza, pilek,
HIV, malaria, gastroenteritis;
berbagai radang kulit seperti
borok, jerawat, abses; penyakitpenyakit imunologi seperti lupus
eritematosus,
sarkoidosis;
kerusakan jaringan yang dapat
terjadi
pada
pembedahan,
hemolisis, perdarahan serebral;
obat-obatan baik secara langsung
seperti obat-obat progesteron,
kemoterapi atau sebagai efek
samping obat seperti obat
antibiotik,
atau
akibat
penghentian obat seperti pada
orang yang ketagihan heroin;
kanker seperti penyakit hodgkin;
penyakit metabolik seperti gout,
forforia;
serta
proses
tromboemboli seperti emboli
paru dan trombosis vena dalam
(DVT).
Menurun: apabila terjadi akibat
5.
Nadi
RR
penurunan
produksi
panas, gangguan hormon tiroid
atau pituitary,gangguan
termoregulasi, gangguan di
hipotalamus,
Kelelahan dan Kurang tidur.
Tidak
Meningkat: Pada
waktu
normal
melakukan aktivitas, kebugaran,
(terjadi
suhu, temperatur udara, posisi
peningkatan) tubuh, emosi, berat badan, obatobatan. faktor risiko untuk
stroke, jantung.
Tidak
Meningkat: apabila
terjadi
normal
susunan tulang yang abnormal,
(terjadi
kekurangan cairan, emosi yang
peningkatan) tidak stabil.
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan
Nilai normal
Nilai
lab
pasien
Hb
Wanita : 12-14 gr/dl 10,9 g/dl
Pria: 13-16 gr/dL
Anak-anak: 10-16
gr/dL
Bayi baru lahir: 1224gr/dL
Trombosit
Pria:Trombosit
: 398.00
150.000 440.000
(150.000
3
400.000)mm
Wanita:Trombosit :
150.000
3
400.000mm
WBC
pria: 4.000-11.000
wanita: 5.000-10.000
anak: 9.000-12.000
5.900
Keterangan
pd pasien
Normal
Abnormalitas
Ht
Wanita:37 45 %
Pria: 40 50 %
Anak: 33 -38%
33%
kolesterol total
150-270 mg/dl
479 gr/dl
protein total
6,5-8,8 mg/dl
2,4 gr/dl
albumin
globulin
1,46 g/dl
Ureum
20-40 mg
31mg/dl
6.
Pemeriksaan lainnya
anoreksia (+), oedem priorbita (+), hipoalbuminemia (+) dan pada ektstremitas pitting edema
(+) dengan derajat II.
7. Pemeriksaan urine
Pemeriksaan
Nilai normal
Nilai pasien
Keterangan pd
urine
pasien
Warna
Kuning muda-kuning tua Kuning
Normal
Kejernihan
Jernih-agak keruh
agak keruh
Normal
Berat jenis
1.003-1.030
1,005
Normal
pH
4,6-8,5
5,5
Normal
Glukosa
(-)
(-)
Normal
Bilirubin
(-)
(-)
Normal
Darah
Protein
Urobilonogen
Leukosit
B.
(-)
(-)
(-)
(-)
(+2)
(+3)
(+1)
(+1)
Tidak normal
Tidak normal
Tidak normal
Tidak normal
Data Fokus
Data subjektif
Data objektif
1. datang dibawa ibunya kerumah sakit dengan 1. Pada saat dikaji terlihat terdapat luka borok
keluhan badan anaknya bengkak-bengkak di pada kulit An. A.
seluruh badan terutama dibagian wajah dan 2. nadi 112x/menit,
mata.
3. RR : 44x/menit,
2. Ibunya mengatakan 5 hari SMRS saat 4. tekanan darah 130/80mmHg
bangun tidur pagi hari mata anaknya 5. kolesterol total 479 gr/dl,
sembab, namun sembab berkurang di sore 6. wbc 5.900
hari, sembab juga menyebar dibagian perut 7. Protein total 2,4 g/dl,
dan esoknya pada kedua kaki,
8. Albumin: 1,0 g/dl,
3. sejak 4 hari yag lalu BAK berwarna merah 9. globulin : 1,46 g/dl,
tua dan sedikit.
10.
Pasien anoreksia (+),
11.
oedem priorbita (+),
12.
hipoalbuminemia (+)
13.
pada ektstremitas pitting edema
Analisa data
Nama
: An. A
Umur
: 6 tahun
Diagnosa medis
: sindrom nefrotik
Data
Ds:
An. A (6 tahun ), JK : laki-laki, datang dibawa ibunya
kerumah sakit dengan keluhan badan anaknya
bengkak-bengkak di seluruh badan terutama dibagian
wajah dan mata.
Ibunya mengatakan 5 hari SMRS saat bangun tidur
pagi hari mata anaknya sembab, namun sembab
berkurang di sore hari, sembab juga menyebar
dibagian perut dan esoknya pada kedua kaki.
sejak 4 hari yag lalu BAK berwarna merah tua dan
sedikit.
Do:
oedem priorbita (+)
pada ektstremitas pitting edema (+) dengan derajat II.
nadi 112x/menit
RR : 44x/menit
tekanan darah 130/80mmHg
darah (+2)
urobilonogen (+1)
leukosit (+1)
Ds: Pasien anoreksia (+)
Do:
kolesterol total 479 gr/dl
Protein total 2,4 g/dl,
Albumin: 1,0 g/dl,
globulin : 1,46 g/dl,
hipoalbuminemia (+)
protein (+3)
etiologi
Kehilangan
protein
sekunder
terhadap
peningkatan
permeabilitas
sekunder
masalah
Kelebihan volume
cairan
Anoreksia
ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh.
Ds:
Edema
An. A (6 tahun ), JK : laki-laki, datang dibawa ibunya
kerumah sakit dengan keluhan badan anaknya
bengkak-bengkak di seluruh badan terutama dibagian
wajah dan mata.
Ibunya mengatakan 5 hari SMRS saat bangun tidur
pagi hari mata anaknya sembab, namun sembab
berkurang di sore hari, sembab juga menyebar
dibagian perut dan esoknya pada kedua kaki.
DO:
Pada saat dikaji terlihat terdapat luka borok pada
kulit An. A.
oedem priorbita (+)
pada ektstremitas pitting edema (+) dengan derajat II.
Ds:
kerusakan
Do:
jaringan
Pada saat dikaji terlihat terdapat luka borok pada
kulit An. A.
Kerusakan
integritas kulit
resiko infeksi
Wbc 5.900
D.
1.
Diagnosa keperawatan
Kelebihan volume cairan b.d Kehilangan protein sekunder terhadap peningkatan
permeabilitas sekunder
2. ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d Anoreksia
3. kerusakan integritas kulit b.d edema
4. resiko infeksi b.d kerusakan jaringan
E.
Intervensi keperawatan
Tujuan & KH
volume cairan b.d Tujuan : Dalam waktu 3x24 jam
h.
n protein sekunder pasien tidak menunjukkan buktipeningkatan bukti akumulasi cairan (pasien
i.
itas sekunder
mendapatkan volume cairan
yang tepat)
j.
Kriteria hasil:
Penurunan edema, ascites
Kadar protein darah meningkat
Output urine adekuat 600 700
k.
ml/hari
Intervensi
Kaji masukan yang relatif
h.
terhadap keluaran secara akurat.
Timbang berat badan setiap
hari (ataui lebih sering jika
i.
diindikasikan).
j.
Kaji perubahan edema : ukur
lingkar
abdomen
pada
k.
umbilicus serta pantau edema
sekitar mata.
l.
Atur masukan cairan dengan
Rasional
perlu untuk menentukan fun
kebutuhan penggantian ca
penurunan resiko kelebihan ca
Mengkaji retensi cairan
Untuk mengkaji ascites d
merupakan sisi umum edema.
Agar tidak mendapatkan
jumlah yang dibutuhkan
Untuk mempertahankan
yang diresepkan
mbangan
nutrisi
ari kebutuhan tubuh
ksia
Untuk
menurunkan
proteinuria
Untuk memberikan pen
sementara dari edema.
membantu pemenuhan nu
dan meningkatkan daya tah
anak
memberikan kenyamanan p
dan mencegah kerusakan kulit
dapat mengakibatkan ar
menonjol tertekan
untuk mencegah terjadinya i
kulit karena gesekan dengan a
untuk menghilangkan aea te
karena anak dengan edem
selalu letargis, mudah lelah
saja
untuk mencegah terjadinya u
Meminimalkan
organisme. Mencegah terjadin
pengunjung.
nosokomial.
terjadinya
Ada
perubahan
perilaku
keluarga
dalam
melakukan
c.
Cuci tangan sebelum dan
k.
Membatasi masuknya b
perawatan
sesudah tindakan.
dalam tubuh. Deteksi din
infeksi dapat mencegah sepsis
d.
Lakukan tindakan invasif
secara aseptik
l.
Untuk meminimalkan paj
organisme infektif
e.
Gunakan teknik mencuci
tangan yang baik
m. Untuk
memutus
mata
penyebaran infeksi
f.
Jaga agar anak tetap hangat
dan kering
n.
Karena kerentanan terhada
pernafasan
g.
Pantau suhu.
o.
Indikasi awal adanya tanda i
h.
Ajari orang tua tentang tanda
dan gejala infeksi
p.
Memberi pengetahuan dasa
tanda dan gejala infeksi
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Sindrom nefrotik merupakan gangguan klinis ditandai oleh peningkatan protein,
penurunan albumin dalam darah (hipoalbuminemia), edema dan serum kolesterol yang tinggi
dan lipoprotein densitas rendah (hiperlipidemia).
Etiologi nefrotik sindrom dibagi menjadi 3, yaitu primer (Glomerulonefritis dan
nefrotik sindrom perubahan minimal), sekunder (Diabetes Mellitus, Sistema Lupus
Erimatosis, dan Amyloidosis), dan idiopatik (tidak diketahui penyebabnya).Tanda paling
umum adalah peningkatan cairan di dalam tubuh. Tanda lainnya seperti hipertensi (jarang
terjadi), oliguri (tidak umum terjadi pada nefrotik sindrom), malaise, mual, anoreksia,
irritabilitas, dan keletihan.
Sehingga masalah keperawatan yang mungkin muncul adalah kelebihan volume
cairan berhubungan, resiko tinggi infeksi, perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan, resiko
tinggi kerusakan integritas kulit, resiko kehilangan volume cairan intravaskuler, gangguan
perfusi jaringan perifer, gangguan citra tubuh, intoleransi aktivitas berhubungan dengan
kelelahan, dan defisit pengetahuan.
4.2 Saran
Demikian makalah yang kami sampaikan. Kami berharap agar makalah yang kami buat
ini dapat bermanfaat bagi para dosen, teman-teman dan pembaca terutama mahasiswa
keperawatan
DAFTAR PUSTAKA
Behrman, R.E. MD, dkk. 2000. Nelson Ilmu Kesehatan Anak Volume 3 Edisi 15.Jakarta: EGC
Dr. Nursalam, pransisca. 2009. Asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem
perkemihan. Salemba medika. Jakarta.
Husein A Latas. 2002. Buku Ajar Nefrologi. Jakarta: EGC.
Judith M. Wilkinson, Nancy R. Ahern. 2011. Buku Satu Diagnosa Keperawatan Nanda NIC NOC,
Edisi 9. EGC. Jakarta
Muttaqin, Arif. 2012. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta: Salemba
Medika
Mansjoer, Arif, dkk, (2012), Kapita Selekta Kedokteran, edisi ketiga, Jilid 1 , Media Aesculapius:
Jakarta
Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit Edisi 2. Jakarta: EGC
Price A & Wilson L. 2005. Pathofisiology Clinical Concept of Disease Process (Patofisiologi
konsep klinis proses-proses penyakit). Jakarta: EGC.
Suharyanto, tato, & mudjid, abdul. 2009. Asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan sistem
perkemihan. Salemba Medika. Jakarta.