Professional Documents
Culture Documents
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sistem perkemihan terdiri dari organ ginjal, ureter, vesika urinaria (kandung kemih) dan uretra
membentuk sistem urinarius. Fungsi utama ginjal adalah mengatur cairan serta elektrolit dan
komposisi asam- basa cairan tubuh, mengeluarkan produk akhir metabolic dari dalam darah, dan
mengatur tekanan darah. Urine yang terbentuk sebagai hasil dari proses ini diangkut dari ginjal
melalui ureter kedalam kandung kemih tempat urine tersebut disimpan untuk sementara waktu. Pada
saat urinasi kandung kemih berkontraksi dan urine akan di ekskresikan dari tubuh lewat uretra.
Namun, fungsi masing-masing organ dari sistem perkemihan tersebut tidak luput dari suatu masalah
atau abnormal. Sehingga hal ini dapat menimbulkan beberapa penyakit atau gangguan salah satunya
berupa sindrom nefrotik.
Pada tahun 1905 Friedrich Muller menggunakan istilah nefrosis untuk membedakan
degenerasi lemak tubulus dengan glomerulus. Namun istilah nefrosis sekarang tidak dipakai lagi.
Tahun 1913 Munk melaporkan adanya butir-butir lipoid (Lipoid droplets) dalam sedimen urin pasien
dengan nefritis parenkimatosa kronik. Kelainan ini ditemukan terutama atas dasar adanya lues dan
diberikan istilah nefrosis lipoid. Istilah sindrom nefrotik (SN) kemudian digunakan untuk
menggantikan istilah terdahulu yang menunjukkan suatu keadaan klinik dan laboratorik tanpa
menunjukkan satu penyakit yang mendasari.
Insidens lebih tinggi pada laki-laki dari pada perempuan. Mortalitas dan prognosis anak
dengan sindrom nefrotik bervariasi berdasarkan etiologi, berat, luas kerusakan ginjal, usia anak,
kondisi yang mendasari, dan responnya trerhadap pengobatan. Sindrom nefrotik jarang menyerang
anak dibawah usia 1 tahun. Sindrom nefrotik perubahan minimal ( SNPM ) menacakup 60 90 %
dari semua kasus sindrom nefrotik pada anak. Angka mortalitas dari SNPM telah menurun dari 50 %
menjadi 5 % dengan majunya terapi dan pemberian steroid. Bayi dengan sindrom nefrotik tipe
finlandia adalah calon untuk nefrektomi bilateral dan transplantasi ginjal.
Berdasarkan hasil
penelitian univariat terhadap 46 pasien, didapatkan insiden terbanyak sindrom nefrotik berada pada
kelompok umur 2 6 tahun sebanyak 25 pasien (54,3%), dan terbanyak pada laki-laki dengan jumlah
29 pasien dengan rasio 1,71 : 1. Insiden sindrom nefrotik pada anak di Hongkong dilaporkan 2 - 4
kasus per 100.000 anak per tahun ( Chiu and Yap, 2005 ). Insiden sindrom nefrotik pada anak dalam
kepustakaan di Amerika Serikat dan Inggris adalah 2 - 4 kasus baru per 100.000 anak per tahun. Di
negara berkembang, insidennya lebih tinggi. Dilaporkan, insiden sindrom nefrotik pada anak di
Indonesia adalah 6 kasus per 100.000 anak per tahun.
Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk mendapatkan gambaran lebih jelas tentang
bagaimana Asuhan Keperawatan Pada An. A (6 tahun )Yang Mengalami sindrom nefrotik
a) Tujuan umum:
Mahasiswa dapat mengetahui asuhan keperawatan pada klien dengan sindrom nefrotik
b) Tujuan khusus
Mampu mengidentifikasi pengertian, etiologi, tanda dan gejala, klasifikasi, patofisiologi,
penatalaksanaan, pemeriksaan diagnostik sindrom nefrotik
Mampu mengiidentifikasi proses keperawatan dengan sindrom nefrotikmeliputi:
Pengkajian, Diagnosa Keperawatan, Intervensi dan Rasionalisasi
1.4 Manfaat
1. Mahasiswa:
Mahasiswa memahami penyakit sindrom nefrotik sehingga menunjang pembelajaran mata kuliah
sistem perkemihan.
Mahasiswa mengetahui proses keperawatan yang benar sehingga dapat menjadi bekal dalam
persiapan praktik di rumah sakit.
2. Institusi:
Dapat membantu perkembangan ilmu keperawatan khususnya proses keperawatan
dengan sindrom nefrotik di institusi kelompok melakukan studi.
Dijadikan acuan dan bahan bagi penulis/kelompok lain yang berminat untuk menulis makalah
tentang asuhan keperawatan dengan sindrom nefrotik
3. Masyarakat:
Masyarakat mampu memahami apa itu sindrom nefrotik beserta penyebab dan akibatnya.
BAB II
TINJAUAN TEORI
1.1 Konsep dasar penyakit
A. Anatomi Fisiologi
1. Ginjal
Kedudukan ginjal di belakang dari kavum abdominalis di belakang peritoneum pada kedua sisi
vertebra lumbalis III melekat langsung pada dinding abdomen.Manusia memiliki sepasang ginjal yang
terletak di belakang perut atau abdomen. Ginjal ini terletak di kanan dan kiri tulang belakang, di
bawah hati dan limpa. Di bagian atas (superior) ginjal terdapat kelenjar adrenal (juga disebut kelenjar
suprarenal).Ginjal kanan biasanya terletak sedikit di bawah ginjal kiri untuk memberi tempat untuk
hati.Sebagian dari bagian atas ginjal terlindungi oleh iga ke sebelas dan duabelas. Kedua ginjal
dibungkus oleh dua lapisan lemak (lemak perirenal dan lemak pararenal) yang membantu meredam
goncangan.
Ginjal adalah organ ekskresi dalam vertebrata yang berbentuk mirip kacang. Sebagai bagian dari
sistem urin, ginjal berfungsi menyaring kotoran (terutama urea) dari darah dan membuangnya
bersama dengan air dalam bentuk urin. Cabang dari kedokteran yang mempelajari ginjal dan
penyakitnya disebut nefrologi.
Lapisan ginjal
Setiap ginjal terbungkus selaput tipis (kapsula renalis) berupa jaringan fibrus berwarna ungu
tua.lapisan ginjal terbagi atas :
Bagian paling luar dari ginjal disebut korteks, bagian lebih dalam lagi disebut medulla. Bagian paling
dalam disebut pelvis. Pada bagian medulla ginjal manusia dapat pula dilihat adanya piramida yang
merupakan bukaan saluran pengumpul. Ginjal dibungkus oleh lapisan jaringan ikat longgar yang
disebut kapsula.
Unit fungsional dasar dari ginjal adalah nefron yang dapat berjumlah lebih dari satu juta buah dalam
satu ginjal normal manusia dewasa. Nefron berfungsi sebagai regulator air dan zat terlarut (terutama
elektrolit) dalam tubuh dengan cara menyaring darah, kemudian mereabsorpsi cairan dan molekul
yang masih diperlukan tubuh. Molekul dan sisa cairan lainnya akan dibuang. Reabsorpsi dan
pembuangan dilakukan menggunakan mekanisme pertukaran lawan arus dan kotranspor. Hasil akhir
yang kemudian diekskresikan disebut urin.
Sebuah nefron terdiri dari sebuah komponen penyaring yang disebut korpuskula (atau badan
Malphigi) yang dilanjutkan oleh saluran-saluran (tubulus).Setiap korpuskula mengandung gulungan
kapiler darah yang disebut glomerulus yang berada dalam kapsula Bowman. Setiap glomerulus
mendapat aliran darah dari arteri aferen. Dinding kapiler dari glomerulus memiliki pori-pori untuk
filtrasi atau penyaringan. Darah dapat disaring melalui dinding epitelium tipis yang berpori dari
glomerulus dan kapsula Bowman karena adanya tekanan dari darah yang mendorong plasma darah.
Filtrat yang dihasilkan akan masuk ke dalan tubulus ginjal. Darah yang telah tersaring akan
meninggalkan ginjal lewat arteri eferen.
Tubulus ginjal merupakan lanjutan dari kapsula Bowman. Bagian yang mengalirkan filtrat glomerular
dari kapsula Bowman disebut tubulus konvulasi proksimal. Bagian selanjutnya adalah lengkung
Henle yang bermuara pada tubulus konvulasi distal.
Lengkung Henle diberi nama berdasar penemunya yaitu Friedrich Gustav Jakob Henle di awal tahun
1860-an. Lengkung Henle menjaga gradien osmotik dalam pertukaran lawan arus yang digunakan
untuk filtrasi. Sel yang melapisi tubulus memiliki banyak mitokondria yang menghasilkan ATP dan
memungkinkan terjadinya transpor aktif untuk menyerap kembali glukosa, asam amino, dan berbagai
ion mineral. Sebagian besar air (97.7%) dalam filtrat masuk ke dalam tubulus konvulasi dan tubulus
kolektivus melalui osmosis.Cairan mengalir dari tubulus konvulasi distal ke dalam sistem pengumpul
yang terdiri dari:Tempat lengkung Henle bersinggungan dengan arteri aferen disebut aparatus
juxtaglomerular, mengandung macula densa dan sel juxtaglomerular. Sel juxtaglomerular adalah
tempat terjadinya sintesis dan sekresi renin.
Ginjal berfungsi sebagai salah satu alat ekskresi yang sangat penting melalui ultrafiltrat yang
terbentuk dalam glomerulus. Terbentuknya ultrafiltrat ini sangat dipengaruhi oleh sirkulasi ginjal yang
mendapat darah 20% dari seluruh cardiac output.
1) Faal glomerolus
Fungsi terpenting dari glomerolus adalah membentuk ultrafiltrat yang dapat masuk ke tubulus akibat
tekanan hidrostatik kapiler yang lebih besar dibanding tekanan hidrostatik intra kapiler dan tekanan
koloid osmotik. Volume ultrafiltrat tiap menit per luas permukaan tubuh disebut glomerula filtration
rate (GFR). GFR normal dewasa : 120 cc/menit/1,73 m2 (luas pemukaan tubuh). GFR normal umur 212 tahun : 30-90 cc/menit/luas permukaan tubuh anak.
2) Tubulus
Fungsi utama dari tubulus adalah melakukan reabsorbsi dan sekresi dari zat-zat yang ada dalam
ultrafiltrat yang terbentuk di glomerolus. Sebagaimana diketahui, GFR : 120 ml/menit/1,73 m2,
sedangkan yang direabsorbsi hanya 100 ml/menit, sehingga yang diekskresi hanya 1 ml/menit dalam
bentuk urin atau dalam sehari 1440 ml (urin dewasa).
Pada anak-anak jumlah urin dalam 24 jam lebih kurang dan sesuai dengan umur :
1-2 hari : 30-60 ml
3-10 hari : 100-300 ml
10 hari-2 bulan : 250-450 ml
B. Definisi
Sindrom nefrotik adalah suatu kumpulan gejala gangguan klinis, meliputi proteinuria masif > 3,5
gr/hr, hipoalbuminemia, edema, hiperlipidemia. Manifestasi dari keempat kondisi tersebut yang
sangat merusak membran kapiler glomerulus dan menyebabkan peningkatan permeabilitas glomerulus
(Muttaqin, 2012). Sindrom nefrotik terjadi tiba-tiba, terutama pada anak-anak. Biasanya berupa
oliguria dengan urin berwarna gelap, atau urin yang kental akibat proteinuria berat. Pada dewasa
terlihat adalah edema pada kaki dan genitalia (Mansjoer, 2001).
Nefrotik sindrom adalah gangguan klinik yang ditandai dengan peningkatan protein urine
(proteinuria), edema, penurunan albumin dalam darah (hipoalbuminemia), dan kelebihan lipid dalam
darah (hiperlipidemia). Kejadian ini diakibatkan oleh kelebihan pecahan plasma protein ke dalam
urine karena peningkatan permeabilitas membran kapiler glomerulus. (dr.nursalam, dkk. 2009)
Sindrom nefrotik adalah penyakit dengan gejala edema, proteinuria, hipoalbuminemia dan
hiperkolesterolemia. Kadang-kadang terdapat hematuria, hipertensi dan penurunan fungsi ginjal
( Ngastiyah, 2005). Sindroma nefrotik adalah suatu keadaan klinik dan laboratorik tanpa
menunjukkan penyakit yang mendasari, dimana menunjukkan kelainan inflamasi glomerulus. Secara
fungsional sindrom nefrotik diakibatkan oleh keabnormalan pada proses filtrasi dalam glomerulus
yang biasanya menimbulkan berbagai macam masalah yang membutuhkan perawatan yang tepat,
cepat, dan akurat. (Alatas, 2002)
Sindrom nefrotik adalah keadaan klinik dengan proteinuria masif (>3,5 g/hari), hipoalbuminemia,
edema dan hiperlipidimia, biasanya kadar BUN normal. Disertai penyakit glomerulus (idiopatik)
primer atau mungkin berkaitan dengan berbagai gangguan sistemik dengan ginjal yang terserang
secara sekunder. (sylvia A. Price. 2005)
C. Etiologi
Menurut Mansjoer, 2001 Penyebab sindrom nefrotik yang pasti belum diketahui, akhir-akhir ini
dianggap sebagai suatu penyakit autoimun, yaitu suatu reaksi antigen antibodi. Umumnya etiologi
dibagi menjadi :
1. Sindrom nefrotik bawaan
Diturunkan sebagai resesif autosomal atau karena reaksi maternofetal. Resisten terhadap semua
pengobatan. Prognosis buruk dan biasanya pasien meninggal dalam bulan-bulan pertama
kehidupannya.
2. Sindrom nefrotik sekunder
Disebabkan oleh : Malaria kuartana atau parasit lainnya, Penyakit kolagen seperti lupus eritematosus
diseminata, purpura anafilaktoid, Glumerulonefritis akut atau kronik, Trombosis vena renalis, Bahan
kimia seperti trimetadion, paradion, penisilamin, garam emas, air raksa, Amiloidosis, penyakit sel
sabit, hiperprolinemia, nefritis membranoproliferatif hipokomplementemik.
3. Sindrom nefrotik idiopatik
Tidak diketahui sebabnya atau disebut sindroma nefrotik primer. Berdasarkan histopatologis yang
tampak pada biopsi ginjal dgn pemeriksaan mikroskop biasa dan mikroskop elektron, terbagi
menjadi :
Kelainan minimal
Pada mikroskop elektron akan tampak foot prosessus sel epitel berpadu. Dengan cara
imunofluoresensi ternyata tidak terdapat IgG pada dinding kapiler glomerulus.
Nefropati membranosa
Semua glomerulus menunjukan penebalan dinding kapiler yang tersebar tanpa proliferasi sel.
Prognosis kurang baik.
Glomerulonefritis proliferatif
Glomerulonefritis proliferatif esudatif difus. Terdapat proliferasi sel mesangial dan infiltrasi sel
polimorfonukleus. Pembengkanan sitoplasma endotel yang menyebabkan kapiler tersumbat, dengan
penebalan batang lobular, Terdapat prolefirasi sel mesangial yang tersebar dan penebalan batang
lobular, Dengan bulan sabit ( crescent), Didapatkan proliferasi sel mesangial dan proliferasi sel epitel
sampai kapsular dan viseral. Prognosis buruk.
Glomerulonefritis membranoproliferatif
Proliferasi sel mesangial dan penempatan fibrin yang menyerupai membran basalis di mesangium.
Titer globulin beta-IC atau beta-IA rendah. Prognosis buruk.
Glomerulosklerosis fokal segmental
Pada kelainan ini yang mencolok sklerosis glomerulus. Sering disertai atrofi tubulus. Prognosis buruk.
Glomerulonefritis
2) Sekunder, akibat infeksi, penggunaan obat, dan penyakit sistemik lain, seperti:
Diabetes mellitus
Amyloidosis
Pucat
Hematuri
Sakit kepala, malaise, nyeri abdomen, berat badan meningkat dan keletihan umumnya terjadi.
Proteinuria > 3,5 gr/hr pada dewasa atau 0,05 g/kg BB/hr pada anak-anak
klien mudah lelah atau lethargie tapi tidak kelihatan sakit payah.
E. Klasifikasi
Whaley dan Wong (1999 : 1385) membagi tipe-tipe sindrom nefrotik:
a.
Kondisi yang sering menyebabkan sindrom nefrotik pada anak usia sekolah. Anak
dengan sindrom nefrotik ini, pada biopsi ginjalnya terlihat hampir normal bila
dilihat dengan mikroskop cahaya.
b. Sindrom Nefrotik Sekunder
Terjadi selama perjalanan penyakit vaskuler seperti lupus eritematosus sistemik,
purpura anafilaktik, glomerulonefritis, infeksi system endokarditis, bakterialis
dan neoplasma limfoproliferatif.
c.
Faktor herediter sindrom nefrotik disebabkan oleh gen resesif autosomal. Bayi
yang terkena sindrom nefrotik, usia gestasinya pendek dan gejala awalnya
adalah edema dan proteinuria. Penyakit ini resisten terhadap semua pengobatan
dan kematian dapat terjadi pada tahun-yahun pertama kehidupan bayi jika tidak
dilakukan dialysis.
(2,3)
Penyebab dari sindrom nefrotik terdiri dari primer dan sekunder, penyebab secara primer berkaitan
dengan berbagai penyakit ginjal, seperti: Glomerulonefritis,Nefrotik sindrom perubahan
minimal.Sedangkan secara sekunder yaitu akibat infeksi, penggunaan obat, dan penyakit sistemik lain,
seperti: Diabetes mellitus disertai glomerulosklerosis interkapiler, Sistema lupus eritematosus,
Amyloidosis, dan trombosis vena renal. Kondisi dari sindrom nefrotik adalah hilangnya plasma
protein, terutama albumin ke dalam urine. Meskipun hati mampu meningkatkan produksi albumin,
namun organ ini tidak mampu untuk terus mempertahankannya jika albumin terus-menerus hilang
melalui ginjal sehingga terjadi hipoalbuminemia.
Terjadi penurunan tekanan onkotik menyebabkan edema generalisata akibat cairan yang berpindah
dari sistem vaskuler ke dalam ruang caiaran ekstraseluler. Penurunan sirkulasi volume darah
mengaktifkan sistem renin-angiotensin menyebabkan retensi natrium dan edema lebih lanjut.
Manifestasi hilangnya protein dalam serum akan menstimulasi sintesis lipoprotein di hati dan terjadi
peningkatan konsentrasi lemak dalam darah (hiperlipidemia).
Sindrom nefrotik dapat terjadi di hampir setiap penyakit renal intrinsik atau sistemik yang
memengaruhi glomerulus. Meskipun secara umum penyakit ini dianggap menyerang anak-anak,
namun sindromnefrotik juga terjadi pada orang dewasa termasuk lansia..Respon perubahan patologis
pada glomerulus secara fungsional akan memberikan berbagai masalah keperawatan pada pasien yang
mengalami glomerulus progresif cepat (Muttaqin, 2011).
Kelainan yang terjadi pada sindrom nefrotik yang paling utama adalah
proteinuria sedangkan yang lain dianggap sebagai manifestasi sekunder.
Kelainan ini disebabkan oleh karena kenaikan permeabilitas dinding kapiler
glomerulus yang sebabnya belum diketahui yang terkait dengan hilangnya
muatan negative gliko protein dalam dinding kapiler. Pada sindrom nefrotik
keluarnya protein terdiri atas campuran albumin dan protein yang sebelumnya
terjadi filtrasi protein didalam tubulus terlalu banyak akibat dari kebocoran
glomerolus dan akhirnya diekskresikan dalam urin. (Husein A Latas, 2002 : 383).
Pada sindrom nefrotik protein hilang lebih dari 2 gram perhari yang terutama
terdiri dari albumin yang mengakibatkan hipoalbuminemia, pada umumnya
edema muncul bila kadar albumin serum turun dibawah 2,5 gram/dl. Mekanisme
edema belum diketahui secara fisiologi tetapi kemungkinan edema terjadi
karena penurunan tekanan onkotik/ osmotic intravaskuler yang memungkinkan
cairan menembus keruang intertisial, hal ini disebabkan oleh karena
hipoalbuminemia. Keluarnya cairan keruang intertisial menyebabkan edema
yang diakibatkan pergeseran cairan. (Silvia A Price, 2005).
Akibat dari pergeseran cairan ini volume plasma total dan volume darah arteri
menurun dibandingkan dengan volume sirkulasi efektif, sehingga mengakibatkan
penurunan volume intravaskuler yang mengakibatkan menurunnya tekanan
perfusi ginjal. Hal ini mengaktifkan system rennin angiotensin yang akan
meningkatkan konstriksi pembuluh darah dan juga akan mengakibatkan
rangsangan pada reseptor volume atrium yang akan merangsang peningkatan
aldosteron yang merangsang reabsorbsi natrium ditubulus distal dan
merangsang pelepasan hormone anti diuretic yang meningkatkan reabsorbsi air
dalam duktus kolektifus. Hal ini mengakibatkan peningkatan volume plasma
tetapi karena onkotik plasma berkurang natrium dan air yang direabsorbsi akan
memperberat edema. (Husein A Latas, 2002).
Stimulasi renis angiotensin, aktivasi aldosteron dan anti diuretic hormone akan
mengaktifasi terjadinya hipertensi. Pada sindrom nefrotik kadar kolesterol,
H. Pemeriksaan diagnostik
a.
Laboratorium
1) Urine
Volume biasanya kurang dari 400 ml/24 jam (fase oliguria). Warna urine kotor,
sediment kecoklatan menunjukkan adanya darah, hemoglobin, mioglobin,
porfirin. Berat jenis kurang dari 1,020 menunjukkan penyakit ginjal. Contoh
glomerulonefritis, pielonefritis dengan kehilangan kemampuan untuk
meningkatkan, menetap pada 1,010 menunjukkan kerusakan ginjal berat. pH
lebih besar dari 7 ditemukan pada infeksi saluran kencing, nekrosis tubular ginjal
dan gagal ginjal kronis (GGK). Protein urin meningkat (nilai normal negatif).
2) Darah
Hemoglobin menurun karena adanya anemia. Hematokrit menurun. Natrium
biasanya meningkat, tetapi dapat bervariasi. Kalium meningkat sehubungan
dengan retensi seiring dengan perpindahan seluler (asidosis) atau pengeluaran
jaringan (hemolisis sel darah merah). Klorida, fsfat dan magnesium meningkat.
Albumin. Kimia serum : protein total dan albumin menurun, kreatinin meningkat
atau normal, trigliserida meningkat dan gangguan gambaran lipid. Penurunan
pada kadar serum dapat menunjukkan kehilangan protein dan albumin melalui
urin, perpindahan cairan, penurunan pemasukan dan penurunan sintesis karena
kekurangan asam amino essensial. Kolesterol serum meningkat (umur 5-14
tahun : kurang dari atau sama dengan 220 mg/dl).
I.
Penatalaksanaan
Tujuan terapi adalah untuk mencegah kerusakan ginjal lebih lanjut dan menurunkan risiko
komplikasi.
c.
Penatalaksanaan Medis
Pengobatan sindroma nefrotik hanya bersifat simptomatik, untuk mengurangi atau menghilangkan
proteinuria dan memperbaiki keadaan hipoalbuminemia, mencegah dan mengatasi komplikasinya,
yaitu:
Istirahat sampai edema tinggal sedikit. Batasi asupan natrium sampai kurang lebih 1 gram/hari
secara praktis dengan menggunakan garam secukupnya dan menghindari makanan yang diasinkan.
Diet protein 2-3 gram/kgBB/hari.
Bila edema tidak berkurang dengan pembatasan garam, dapat digunakan diuretik, biasanya
furosemid 1 mg/kgBB/hari. Bergantung pada beratnya edema dan respon pengobatan. Bila edema
refrakter, dapat digunakan hididroklortiazid (25-50 mg/hari) selama pengobatan diuretik perlu
dipantau kemungkinan hipokalemi, alkalosis metabolik dan kehilangan cairan intravaskuler berat.
Dengan antibiotik bila ada infeksi harus diperiksa kemungkinan adanya TBC
Diuretikum
Boleh diberikan diuretic jenis saluretik seperti hidroklorotiasid, klortahidon, furosemid atau asam
ektarinat. Dapat juga diberikan antagonis aldosteron seperti spironolakton (alkadon) atau kombinasi
saluretik dan antagonis aldosteron.
Kortikosteroid
Diet
Diet rendah garam (0,5 1 gr sehari) membantu menghilangkan edema. Minum tidak perlu
dibatasi karena akan mengganggu fungsi ginjal kecuali bila terdapat hiponatremia. Diet tinggi protein
teutama protein dengan ilai biologik tinggi untuk mengimbangi pengeluaran protein melalui urine,
jumlah kalori harus diberikan cukup banyak.
Pada beberapa unit masukan cairan dikurangi menjadi 900 sampai 1200 ml/ hari dan masukan
natrium dibatasi menjadi 2 gram/ hari. Jika telah terjadi diuresis dan edema menghilang, pembatasan
ini dapat dihilangkan. Usahakan masukan protein yang seimbang dalam usaha memperkecil
keseimbangan negatif nitrogen yang persisten dan kehabisan jaringan yang timbul akibat kehilangan
protein. Diit harus mengandung 2-3 gram protein/ kg berat badan/ hari. Anak yang mengalami
anoreksia akan memerlukan bujukan untuk menjamin masukan yang adekuat.
Makanan yang mengandung protein tinggi sebanyak 3 4 gram/kgBB/hari, dengan garam
minimal bila edema masih berat. Bila edema berkurang dapat diberi garam sedikit. Diet rendah
natrium tinggi protein. Masukan protein ditingkatkan untuk menggantikan protein di tubuh. Jika
edema berat, pasien diberikan diet rendah natrium.
Kemoterapi:
Prednisolon digunakan secra luas. Merupakan kortokisteroid yang mempunyai efek samping
minimal. Dosis dikurangi setiap 10 hari hingga dosis pemeliharaan sebesar 5 mg diberikan dua kali
sehari. Diuresis umumnya sering terjadi dengan cepat dan obat dihentikan setelah 6-10 minggu. Jika
obat dilanjutkan atau diperpanjang, efek samping dapat terjadi meliputi terhentinya pertumbuhan,
osteoporosis, ulkus peptikum, diabeters mellitus, konvulsi dan hipertensi.
Jika terjadi resisten steroid dapat diterapi dengan diuretika untuk mengangkat cairan berlebihan,
misalnya obat-abatan spironolakton dan sitotoksik ( imunosupresif ). Pemilihan obat-obatan ini
didasarkan pada dugaan imunologis dari keadaan penyakit. Ini termasuk obat-obatan seperti 6merkaptopurin dan siklofosfamid.
d. Penatalaksanaan Keperawatan
Tirah baring: Menjaga pasien dalam keadaan tirah baring selama beberapa harimungkin
diperlukan untuk meningkatkan diuresis guna mengurangi edema. Baringkan pasien setengah duduk,
karena adanya cairan di rongga thoraks akan menyebabkan sesak nafas. Berikan alas bantal pada
kedua kakinya sampai pada tumit (bantal diletakkan memanjang, karena jika bantal melintang maka
ujung kaki akan lebih rendah dan akan menyebabkan edema hebat).
Terapi cairan: Jika klien dirawat di rumah sakit, maka intake dan output diukur secara cermat da
dicatat. Cairan diberikan untuk mengatasi kehilangan cairan dan berat badan harian.
Perawatan kulit. Edema masif merupakan masalah dalam perawatan kulit. Trauma terhadap kulit
dengan pemakaian kantong urin yang sering, plester atau verban harus dikurangi sampai minimum.
Kantong urin dan plester harus diangkat dengan lembut, menggunakan pelarut dan bukan dengan cara
mengelupaskan. Daerah popok harus dijaga tetap bersih dan kering dan scrotum harus disokong
dengan popok yang tidak menimbulkan kontriksi, hindarkan menggosok kulit.
Perawatan mata. Tidak jarang mata anak tertutup akibat edema kelopak mata dan untuk
mencegah alis mata yang melekat, mereka harus diswab dengan air hangat.
Penatalaksanaan krisis hipovolemik. Anak akan mengeluh nyeri abdomen dan mungkin juga
muntah dan pingsan. Terapinya dengan memberikan infus plasma intravena. Monitor nadi dan tekanan
darah.
Pencegahan infeksi. Anak yang mengalami sindrom nefrotik cenderung mengalami infeksi
dengan pneumokokus kendatipun infeksi virus juga merupakan hal yang menganggu pada anak
dengan steroid dan siklofosfamid.
Perawatan spesifik meliputi: mempertahankan grafik cairan yang tepat, penimbnagan harian,
pencatatan tekanan darah dan pencegahan dekubitus.
Dukungan bagi orang tua dan anak. Orang tua dan anak sering kali tergangu dengan penampilan
anak. Pengertian akan perasan ini merupakan hal yang penting. Penyakit ini menimbulkan tegangan
yang berta pada keluarga dengan masa remisi, eksaserbasi dan masuk rumah sakit secara periodik.
Kondisi ini harus diterangkan pada orang tua sehingga mereka mereka dapat mengerti perjalanan
penyakit ini. Keadaan depresi dan frustasi akan timbul pada mereka karena mengalami relaps yang
memaksa perawatan di rumahn sakit.
Bila pasien seorang anak laki-laki, berikan ganjal dibawah skrotum untuk mencegah
pembengkakan skrotum karena tergantung (pernah terjadi keadaan skrotum akhirnya pecah dan
menjadi penyebab kematian pasien).
J. Komplikasi
1. Infeksi sekunder mungkin karena kadar imunoglobulin yang rendah akibat hipoalbuminemia.
2. Shock hipovolemik: terjadi terutama pada hipoalbuminemia berat (< 1 gram/100ml) yang
menyebabkan hipovolemia berat sehingga menyebabkan shock.
3. Trombosis vaskuler : mungkin akibat gangguan sistem koagulasi sehingga terjadi peninggian
fibrinogen plasma.
4. Komplikasi yang bisa timbul adalah malnutrisi atau kegagalan ginjal.
5. Trombosis vena, akibat kehilangan anti-thrombin 3, yang berfungsi untuk mencegah terjadinya
trombosis vena ini sering terjadi pada vena renalis. Tindakan yang dilakukan untuk mengatasinya
adalah dengan pemberian heparin.
6. Gagal ginjal akut akibat hipovolemia. Disamping terjadinya penumpukan cairan di dalam
jaringan, terjadi juga kehilangan cairan di dalam intravaskuler.
7. Edema pulmonal, akibat kebocoran cairan, kadang-kadang masuk kedalam paru-paru yang
menyebabkan hipoksia dan dispnea.
8. Perburukan pernafasan (berhubungan dengan retensi cairan)
9. Kerusakan kulit
10. Peritonitis (berhubungan dengan asites)
11. Hipovolemia
12. Komplikasi tromboemboli- terombosis vena renal, trombosis vena dan arteri ekstremitas dan
trombosis arteri serebral
A. Pengkajian
a.
Identitas klien:
Umur: lebih banyak pada anak-anak terutama pada usia pra-sekolah (3-6 th). Ini dikarenakan
adanya gangguan pada sistem imunitas tubuh dan kelainan genetik sejak lahir.
Jenis kelamin: anak laki-laki lebih sering terjadi dibandingkan anak perempuan dengan rasio 2:1.
Ini dikarenakan pada fase umur anak 3-6 tahun terjadi perkembangan psikoseksual : dimana anak
berada pada fase oedipal/falik dengan ciri meraba-raba dan merasakan kenikmatan dari beberapa
daerah genitalnya. Kebiasaan ini dapat mempengaruhi kebersihan diri terutama daerah genital. Karena
anak-anak pada masa ini juga sering bermain dan kebersihan tangan kurang terjaga. Hal ini nantinya
juga dapat memicu terjadinya infeksi.
Agama
Suku/bangsa
Status
Pendidikan
Pekerjaan
b.
Hal yang perlu dikaji meliputi nama, umur, pendidikan, agama, dan hubungannya dengan klien.
c.
Riwayat Kesehatan
Keluhan utama: kaki edema, wajah sembab, kelemahan fisik, perut membesar (adanya acites).
Untuk pengkajian riwayat kesehatan sekarang, perawatan perlu menanyakan hal berikut:
Kaji berapa lama keluhan adanya perubahan urine output
Kaji onset keluhan bengkak pada wajah atau kaki apakah disertai dengan adanya keluhan pusing
dan cepat lelah
Kaji adanya anoreksia pada klien
Kaji adanya keluhan sakit kepala dan malaise
Kaji adanya penyakit keturunan dalam keluarga seperti DM yang memicu timbulnya manifestasi
klinis sindrom nefrotik
d. Kebutuhan bio-psiko-sosio-spiritual
Pola nutrisi dan metabolisme: anoreksia, mual, muntah.
Pola eliminasi: diare, oliguria.
Pola aktivitas dan latihan: mudah lelah, malaise
Pola istirahat tidur: susah tidur
Pola mekanisme koping : cemas, maladaptif
Pola persepsi diri dan konsep diri : putus asa, rendah diri
e.
Pemeriksaan Fisik
i. Status kesehatan umum
B1 (Breathing)
Biasanya tidak didapatkan adanya hgangguan pola nafas dan jalan nafas walau secara frekuensi
mengalami peningkatan terutama pada fase akut. Pada fase lanjut sering didapatkan adanya gangguan
pola nafas dan jalan nafas yang merupakan respons terhadap edema pulmoner dan efusi pleura.
B2 (Blood)
Sering ditemukan penurunan curah jantung respons sekunder dari peningkatan beban volume .
B3 (Brain)
Didapatkan edema terutama periorbital, sklera tidak ikterik. Status neurologis mengalami perubahan
sesuai dengan tingkat parahnya azotemia pada sistem saraf pusat.
B4 (Bladder)
B5 (Bowel)
Didapatkan adanya mual dan muntah, anoreksia sehingga didapatkan penurunan intake nutrisi dari
kebutuhan. Didapatkan asites pada abdomen.
B6 (Bone)
Didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum, efek sekunder dari edema tungkai dari keletihan
fisik secara umum.
f.
Pengkajian Diagnostik
C. Intervensi keperawatan
Diagnosa
Tujuan & KH
Intervensi
Rasiona
a. per
kebutuh
resiko k
Kriteria hasil:
b. Me
c. Un
merupak
d. Aga
yang dib
e. Unt
diresepk
f.
Un
g. Un
sementa
a.
Mo
b. Gan
perlahan
hipoproteinemia, diare.
Kriteria Hasil :
Tidak terjadi
hipoprtoeinemia
Porsi makan yang
dihidangkan dihabiskan
intestina
buruk.
c. me
meningk
d. asu
usus yan
anak
e. aga
f.
unt
g.
unt
h. untu
Tujuan :
Tidak terjadi infeksi
Kriteria hasil :
Pantau suhu.
Kriteria hasil :
a. Me
Menceg
b. Me
c. Me
tubuh. D
menceg
d. Unt
organism
e. Unt
infeksi
f. Ka
pernafas
g.
Ind
h. Me
dan geja
a. Per
pasien u
mengha
b. Me
ekspresi
c. Du
ketakuta
d. Me
terpisah
tidak takur
Intoleransi aktifitas
berhubungan dengan kelelahan.
Kriteria hasil :
c.
a.
seb
b. men
klien, po
ginjal d
meningk
c. pem
ganggua
lama me
intregita
d. mel
e. men
f. me
selama
Gangguan body image
berhubungan dengan perubahan
penampilan
a. me
memfor
b. keti
tubuhny
mengind
c. me
dirinya.
d. men
kehilang
a. me
menceg
b. dap
tertekan
c. unt
karena g
d. untu
e. kare
letargis,
untuk m
2. Posi
paru dan
3. Men
periode
menuru
4. Paka
menyeb
BAB III
TINJAUAN KASUS
Skenario
An. A (6 tahun ), JK : laki-laki, datang dibawa ibunya kerumah sakit dengan keluhan badan anaknya
bengkak-bengkak di seluruh badan terutama dibagian wajah dan mata. Ibunya mengatakan 5 hari
SMRS saat bangun tidur pagi hari mata anaknya sembab, namun sembab berkurang di sore hari,
sembab juga menyebar dibagian perut dan esoknya pada kedua kaki, sejak 4 hari yag lalu BAK
berwarna merah tua dan sedikit. Mual muntah (-), batuk pilek(-) dan sesak nafas (-). Pada saat dikaji
terlihat terdapat luka borok pada kulit An. A. Keadaan umum pasien tampak sakit sedang, kesadaran
kompos mentis, pada pemeriksaan TTV didapatkan nadi 112x/menit, RR : 44x/menit, suhu : 36,7 0C,
dan tekanan darah 130/80mmHg. BB= 42kg, PB 136cm. pada pemeriksaan lab darah rutin diperoleh
HB : 10,9 g/dl, WBC : 5.900, trombosit : 398.00, Ht : 33%, kolesterol total 479 gr/dl, protein total 2,4
g/dl, albumin: 1,0 g/dl, globulin : 1,46 g/dl, Ureum : 31mg/dl,. Pasien anoreksia (+), oedem priorbita
(+), hipoalbuminemia (+) dan pada ektstremitas pitting edema (+) dengan derajat II. Pada
pemeriksaan urin lengkap diperoleh warna : kuning, kejernihan :agak keruh, berat jenis : 1,005, pH
5,5, glukosa (-), bilirubin (-),darah (+2), protein (+3) , urobilonogen (+1), leukosit (+1). Th/
medikamentosa yg diberikan furosemid 2x30gr.
A. Pengkajian
1. Identitas klien
Nama
: An. A
Umur
: 6 tahun
5. untu
terjadi s
An. A (6 tahun ), JK : laki-laki, datang dibawa ibunya kerumah sakit dengan keluhan badan anaknya
bengkak-bengkak di seluruh badan terutama dibagian wajah dan mata.
b) Riwayat penyakit sekarang
Ibunya mengatakan 5 hari SMRS saat bangun tidur pagi hari mata anaknya sembab, namun sembab
berkurang di sore hari, sembab juga menyebar dibagian perut dan esoknya pada kedua kaki, sejak 4
hari yag lalu BAK berwarna merah tua dan sedikit. Pada saat dikaji terlihat terdapat luka borok pada
kulit An. A. Keadaan umum pasien tampak sakit sedang, kesadaran kompos mentis, pada pemeriksaan
TTV didapatkan nadi 112x/menit, RR : 44x/menit, suhu : 36,70C, dan tekanan darah 130/80mmHg.
Pasien anoreksia (+), oedem priorbita (+), hipoalbuminemia (+) dan pada ektstremitas pitting edema
(+) dengan derajat II.
c) Riwayat penyakit dahulu
d) Riwayat penyakit keluarga
3. Pola fungsional
No
Pola fungsional
Hasil pasien
Pola Makan/cairan
Pola Aktivitas/latihan
Pola Sirkulasi
Pola Eliminasi
sejak 4 hari yag lalu BAK berwarna merah tua dan sedikit, Pada
pemeriksaan urin lengkap diperoleh warna : kuning,
kejernihan :agak keruh, berat jenis : 1,005, pH 5,5, glukosa (-),
bilirubin (-),darah (+2), protein (+3) , urobilonogen (+1),
leukosit (+1).
Pola Nyeri/kenyamanan
Pola Pernapasan
RR : 44x/menit.
Pola Keamanan
Pola Istirahat-tidur
Penyuluhan / Pembelajaran
10
4. Pemeriksaan fisik
a) Keadaan umum
: 136 cm
c) BB
: 42 kg
d) Tanda-tanda Vital
TandaTanda
Vital
Nilai Normal
Nilai
Pasien
Keterangan
pd pasien
Abnormalitas
TD
130/80
mmHg
normal
Anak : 80-100/60
mmHg
Remaja : 90-110/66
mmHg
Dewasa muda:110140/60-90 mmHg
Suhu
36,50C -37,50C
36,70C
normal
112x/
menit
44x/
menit
5. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan
lab
Nilai normal
Nilai
pasien
Keterangan pd
pasien
Abnormalitas
Hb
10,9 g/dl
Normal
WBC
Pria:Trombosit :
150.000 440.000
(150.000
400.000)mm3
Wanita:Trombosit :
150.000 400.000mm3
398.00
pria: 4.000-11.000
5.900
wanita: 5.000-10.000
anak: 9.000-12.000
Normal
Wanita:37 45 %
33%
Normal
Pria: 40 50 %
Anak: 33 -38%
protein total
albumin
150-270 mg/dl
6,5-8,8 mg/dl
479 gr/dl
2,4 gr/dl
1,0 g/dl
Tdk normal
(terjadi
peningkatan
Tdak normal
(terjadi
penurunan)
Tdk normal
(terjadi
penurunan)
1,46 g/dl
Tdk normal
(terjadi
penurunan)
20-40 mg
31mg/dl
Normal
fenotiazin.
6. Pemeriksaan lainnya
anoreksia (+), oedem priorbita (+), hipoalbuminemia (+) dan pada ektstremitas pitting edema (+)
dengan derajat II.
7. Pemeriksaan urine
Pemeriksaan
urine
Nilai normal
Nilai pasien
Keterangan pd
pasien
Warna
Kuning
Normal
Kejernihan
Jernih-agak keruh
agak keruh
Normal
Berat jenis
1.003-1.030
1,005
Normal
pH
4,6-8,5
5,5
Normal
Glukosa
(-)
(-)
Normal
Bilirubin
(-)
(-)
Normal
Darah
(-)
(+2)
Tidak normal
Protein
(-)
(+3)
Tidak normal
Urobilonogen
(-)
(+1)
Tidak normal
Leukosit
(-)
(+1)
Tidak normal
B. Data Fokus
Data subjektif
Data objektif
2. nadi 112x/menit,
3. RR : 44x/menit,
4. tekanan darah 130/80mmHg
5. kolesterol total 479 gr/dl,
6. wbc 5.900
7. Protein total 2,4 g/dl,
8. Albumin: 1,0 g/dl,
9. globulin : 1,46 g/dl,
10.
11.
12.
hipoalbuminemia (+)
13.
pada ektstremitas pitting edema (+)
dengan derajat II.
14.
darah (+2),
15.
protein (+3) ,
16.
urobilonogen (+1),
17.
leukosit (+1).
C. Analisa data
Nama
: An. A
Umur
: 6 tahun
Diagnosa medis
: sindrom nefrotik
Data
etiologi
masalah
Ds:
Kehilangan
protein
sekunder
terhadap
peningkatan
permeabilitas
sekunder
Kelebihan volume
cairan
darah (+2)
urobilonogen (+1)
leukosit (+1)
Ds: Pasien anoreksia (+)
Anoreksia
ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh.
Edema
Kerusakan
integritas kulit
kerusakan
jaringan
resiko infeksi
Do:
kolesterol total 479 gr/dl
Protein total 2,4 g/dl,
Albumin: 1,0 g/dl,
globulin : 1,46 g/dl,
hipoalbuminemia (+)
protein (+3)
Ds:
An. A (6 tahun ), JK : laki-laki, datang dibawa ibunya
kerumah sakit dengan keluhan badan anaknya bengkakbengkak di seluruh badan terutama dibagian wajah dan
mata.
Ibunya mengatakan 5 hari SMRS saat bangun tidur pagi
hari mata anaknya sembab, namun sembab berkurang di sore
hari, sembab juga menyebar dibagian perut dan esoknya
pada kedua kaki.
DO:
Pada saat dikaji terlihat terdapat luka borok pada kulit
An. A.
oedem priorbita (+)
pada ektstremitas pitting edema (+) dengan derajat II.
Ds:
Do:
Pada saat dikaji terlihat terdapat luka borok pada kulit
An. A.
Wbc 5.900
D. Diagnosa keperawatan
1. Kelebihan volume cairan b.d Kehilangan protein sekunder terhadap peningkatan permeabilitas
sekunder
E. Intervensi keperawatan
mbangan nutrisi
kebutuhan tubuh
sia
Tujuan & KH
Intervensi
Rasional
Kriteria hasil:
m. Kolaborasi :Berikan
kortikosteroid sesuai ketentuan.
i.
Kriteria Hasil :
l.
i.
disukai anak
Tujuan :
g.
Kriteria hasil:
Menunjukkan perilaku untuk
mencegah kerusakan kulit.
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
g.
Pantau suhu.
BAB IV
Sindrom nefrotik merupakan gangguan klinis ditandai oleh peningkatan protein, penurunan albumin
dalam darah (hipoalbuminemia), edema dan serum kolesterol yang tinggi dan lipoprotein densitas
rendah (hiperlipidemia).
Etiologi nefrotik sindrom dibagi menjadi 3, yaitu primer (Glomerulonefritis dan nefrotik sindrom
perubahan minimal), sekunder (Diabetes Mellitus, Sistema Lupus Erimatosis, dan Amyloidosis), dan
idiopatik (tidak diketahui penyebabnya).Tanda paling umum adalah peningkatan cairan di dalam
tubuh. Tanda lainnya seperti hipertensi (jarang terjadi), oliguri (tidak umum terjadi pada nefrotik
sindrom), malaise, mual, anoreksia, irritabilitas, dan keletihan.
Sehingga masalah keperawatan yang mungkin muncul adalah kelebihan volume cairan berhubungan,
resiko tinggi infeksi, perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan, resiko tinggi kerusakan integritas kulit,
resiko kehilangan volume cairan intravaskuler, gangguan perfusi jaringan perifer, gangguan citra
tubuh, intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan, dan defisit pengetahuan.
4.2 Saran
Demikian makalah yang kami sampaikan. Kami berharap agar makalah yang kami buat ini dapat
bermanfaat bagi para dosen, teman-teman dan pembaca terutama mahasiswa keperawatan
DAFTAR PUSTAKA
Behrman, R.E. MD, dkk. 2000. Nelson Ilmu Kesehatan Anak Volume 3 Edisi
15.Jakarta: EGC
Dr. Nursalam, pransisca. 2009. Asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem
perkemihan. Salemba medika. Jakarta.
Husein A Latas. 2002. Buku Ajar Nefrologi. Jakarta: EGC.
Judith M. Wilkinson, Nancy R. Ahern. 2011. Buku Satu Diagnosa Keperawatan Nanda NIC NOC,
Edisi 9. EGC. Jakarta
Muttaqin, Arif. 2012. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika
Mansjoer, Arif, dkk, (2012), Kapita Selekta Kedokteran, edisi ketiga, Jilid 1, Media Aesculapius:
Jakarta
Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit Edisi 2. Jakarta: EGC
Price A & Wilson L. 2005. Pathofisiology Clinical Concept of Disease Process
(Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit) . Jakarta: EGC.
Suharyanto, tato, & mudjid, abdul. 2009. Asuhan keperawatan pada klien
dengan gangguan sistem perkemihan. Salemba Medika. Jakarta.
Disusun Oleh:
-
(1305003886)
(00000000924)
(00000001252)
Wanda Adelina S.
(00000003763)
Zentya Tumuhury
(00000001544)
Kata Pengantar
Berkat rahmat Tuhan Yesus Kristus, kelompok dapat menyelesaikan dan menyusun makalah ini.
Makalah yang dibahas kelompok tentang Sindrom Nefrotik yang diderita oleh seorang klien di RSU
Siloam lantai 2 blok G Karawaci Lippo Village.
Kelompok mengucapkan terimakasih kepada CE (Clinical Edukator) yang telah mengarahkan dan
memberi saran kepada kelompok dalam menuliskan makalah ini, serta mengucapkan terimakasih
kepada asarama dan fakultas yang telah memberikan fasilitas yang cukup dalam mendukung
kelompok untuk dapat menyelesaikannya.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas kelompok Laporan Kasus NC (Nursing Care) 5.
Kelompok berharap semoga makalah ini dapat berguna serta menambah pengetahuan dan
memberikan informasi mengenai penyakit yang dibahas bagi kelompok dan pembaca.
Kelompok menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini berhubungan dengan
pengetahuan maupun pengalaman kelompok. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan saran dan
kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini. Terima kasih.
Kelompok
Bab 1
Pendahuluan
1.1 Angka kejadian sindrom nefrotik di beberapa negara dan di indonesia
Menurut data Nephcure Kidney Internasional Sindrom Nefrotik 2-4 dari 100.000 anak dan 3 dari
100.000 dewasa didiagnosa Sindrom Nefrotik primer setiap tahunnya di benua Amerika-Afrika. Di
dalam Journal of Cardiovascular Disease yang ditulis oleh Gaetano Santulli dari Amerika Serikat
2013, pada tahun 2011 tercatat sekitar 45.731 warga di Amerika meninggal karena mengalami
penyakit nefritis, sindrom nefrotik, dan nefrosis. Di U.S sindrom nefrotik memiliki insiden tiga kasus
baru per 100 000 setiap tahun pada orang dewasa. (Hull R, 2008). Didalam Jurnal penelitian yang
dilakukan olen Min Chen dkk yang diterbitkan oleh Oxford Universitytahun 2011 menyatakan bahwa
sekitar 1.523 pasien menderita sindrom nefrotik dengan beberapa penyebab dan banyak diderita oleh
wanita berusia 14-24 dan 25-44 tahun.
Sedangkan di Indonesia sendiri, angka kejadian Sindrom Nefrotik menurut International Study of
Kidney Disease in Children (ISKDC) seperti dikutip oleh Rosita dan Muryawan (2012), 6 dari
100.000 anak didiagnosa dengan penyakit ini.
1.2 Peran perawat dalam meberikan asuhan keperawtan pada pasien dengan sindrom nefrotik
Perawat dapat memberikan edukasi kepada klien dan keluarga dengan memberika informasi mengenai
pentingnya kepatuhan akan medikasi dan regimen dietserta olahraga atau pola aktifitas yang dapat
dilakukan oleh klien yang sesuai dengan kondisi sakit yang dialami sehingga kondisi klien bisa dijaga
sebaik mungkin.
Perawat juga dapat memberikan edukasi kepada klien tetntang petingnya peranan tenaga kesehatan
yang dapat membantu klien dalam menangani sakit yang dialaminya dengan menghubungi layanan
kesehatan mengenai adanya perubahan status kesehatannya jika mengalami pemburukan kondisi.
1.3 Tujuan Penulisan Laporan
-
Bab II
Tinjauan Teori
Sindrom Nefrotik
A. Definisi
Serangkaian manifestasi klinis yang disebabkan oleh pembuangan protein sekunder untuk
menyebarkan kerusakan glomerulus. Kelaianan permeabelitas pada membran dasar glomerular
(khususnya albumin) mengakibatkan hilangnya protein dari urine, sebagai akibatnya terjadi perubahan
tekanan onkotik dicabang vaskular dan cairan bergerak keruang intestisial yang menyebabkan edema.
Pergerakan ini merangsang aktivitas plasma renin yang menambah produksi aldosteron: yang
mengakibatkan ginjal menahan natrium dan air, sehingga menambah akumulasi cairan ekstraselular.
(Black & Hawks, 2009)
Perubahan fungsi renal yang disebabkan oleh peningkatan permeabelitas membran basal glomerular
terhadap plasma protein (albumin). (Luxner, 2005)
Sindrom nefrotik disebabkan oleh peningkatan permeabelitas dinding kapilar glomerular. (EMB,
2014)
B. Etiologi
Penyebab mayor:
Diabetes
Amyloidosis
Polyarteritis Nodosa
Goodpastures syndrom
Maligant Disease
Multiple Myeloma
Hodgkins Disease
Various Caranomas
Gangguan Sirkulasi
Constrictive pericarditis
Toxins
Mercury ointments
Bismud
Gold
Penyakit Infeksi
Malaria
Syphilis
Typhus
Chronio jejunoileitis
Herpes zoaster
Pollen
Sengatan lebah
Poison oak
Troxidone
Probenecid
Penicilamine
6. Produksi eritropeitin
7. Fungsi metabolik khusus
Secara umum ginjal terbagi atas 3 bagian:
1. Korteks (bagian luar). Mengandung kurang lebih 100 juta nefron. Terletak diantara medula ginjal
dan kapsul ginjal. Korteks berisi sel-sel ginjal, pembuluh darah, saluran pengumpil kortikol dan
tubulus ginjal kecuali lengkung henle karena letaknya dimedula ginjal.
2. Medula (sumsum Ginjal). Tempat berkumpulnya pembuluh kapiler yang beraal dari kapsul
bowman. Berbentuk renal, piramid, atau kerucut. Terjadi proses reabsorbsi (tubulus proksimal) dan
augmentasi (tubulus distal).
3. Pelvis renalis (rongga ginjal). Merupakan bagian dari ureter dibagian tubulus proksimal yang
terletak didalam sinus renalis yaitu permukaan ureter. Memiliki percabangan kaliks mayor.
D. Manifestasi Klinis
1. Oedem umum (anasarka), terutama jelas pada muka dan jaringan periorbital
2. Proteinuria dan albuminemia
3. Hipoproteinemi
4. Hiperlipidemi
5. Lipid uria
6. Mual, aneroxia, diare
7. Anemia
8. Edema
E. Patofisologi
Terlampir.
Ketidakseimbangan Na- akan membantu mengurangi edema, untuk sebagai obat dasar/ menyelesaikan
peradangan ginjal secara bertahap. Batasi asupan sodium 3g/hari, asupan cairan kurang lebih < 1.5
L /hari.
-
Diuretik
Untuk mengurangi/ menghindari kegagalan elektrolit ginjal akut. Diuretik loop spt furosemide (lasix)/
bumetarde yang paling sering digunakan. Dosis yang paling besar digunakan 80 120 mg rute IV
karena penyerapan yang buruk secara oral dan dapat menyebabkan edema. Serum albumin yang
rendah juga membatasi efektivitas diuretik dan memerlukan dosis yang lebih tinggi. Diuretik
Thiozide, potassium sparing / metalozone (zaroxolyn) mungkin berguna sebagai ojuvan/ diuretik
sinergis.
-
Mengurangi proteinuria dan mengurangi resiko pengembangan penyakit ginjal pada orang dewasa.
Dosis enalaptil (vasotec) 2.5 20 mg/hari.
-
Albumin
Membantu mengurangi diuresis (Secara IV), karena edema dapat disebabkan oleh hipoalbuminemia
dan mengakibatkan tekanan onkotik.
-
Kortikosteroid
G. Komplikasi
1. Efek akumulasi cairan ekstraseular
2. Perkembangan progresif gagal ginjal
Terjadi ketika proteinuria masih berkembang dan tingkat albumin menurun, sirkulasi volume dalam
plasma berkurang mengakibatkan kolaps sirkulasi / uremia pra-ginjal drajat ringan. Proteinuria berat,
okulasi nefron lumina distal dari formasi utama/ kompresi ekstratubular dari ginjal edema interstisial
mengakibatkan peningkatkan tekanan tubular proksimal mengakibatkan menurunnya GFR. Faktor
pemicu: sepsis, agen radiocontrast, nekrosis tubular akut dari antibiotik, nefrotoksik dan NSAIDS.
3. Hipovolemia
Akibat depresi bert albumin, diuretik dosis tinggi dan vomiting. Manifestasi yang muncul: takikardi,
ekstremitas dingin, refill kapiler yang sedikit, kadar Ht meningkat, dan asam urat meningkat.
4. Thrombo embolisme
Akibat hilangnya protein dalam homeostatis sistemik, meningkatkan sintesis faktor prothrombotic/
aktivitas lokal homeostatis. Faktor predisposisi thromboembolisme adalah: kelainan aktivitas platelet
dan agregrasi, aktivasi sistem koagulasi, penurunan antikoagulan endogen, antitrombin III, protein C,
Protein S/ faktor jar. Jalur inhibitor, penurunan aktivasi sistem fibrinolitik, perubahan sistem
homeostatis glomerulus, menurunya volume intravaskular.
5. Infeksi
Akibat penggunaan obat sititosik (lebih banyak pada anak-anak) dari pada penggunaan prednisolon.
Beberapa pern imunology yang mengakibatkan infeksi : serum imun rendah konsentrasi, fungsi sel- T
depresi, pengumpulan cairan dalam rongga dan dilusi pertahanan hormonal lokal dengan edema.
H. Prognosis
Sindrom nefrotik akibat glomerulonefritis membranosa terutama terjadi pada dewasa dan pada 50%
penderita yang berusia 15 tahun. Penyakit ini secara perlahan akan berkembang menjadi gagal ginjal.
I. Pengkajian Keperawatan
Kaji adanya edema. (pada daerah periorbital, skrotum, labia, tungkai, sakrum)
D. Intervensi
1. Pertahankan catatan intake dan output yang adekuat
Rasional: untuk mengetahui perkembangan intake dan ouput klien.
2. Kolaborasi pemberian diuretik sesuai instruksi
Rasional: agar cairan dapat dikeluarkan ari tubuh.
3. Monitor TTV
Rasional: untuk mengetahui adanya perubahan yang signifikan dari TTV klien
4. Edukasi klien untuk tidak minum terlalu banyak
Rasional: agar klien mengerti dan dapat membantu klien dalam mengontrol cairan didalam tubuhnya.
2. A. Diagnosa Keperawatan
Ketidakefektifan pola nafas berdasarkan ekspansi paru tidak maksimal
B. Tujuan
Status respirasi : ventilasi dan kepatenan jalan napas.
C. Kriteria Hasil
- Menujukkan jalan napas yang paten
- TTV dalam rentang normal
D. Intervensi
1. Auskultasi suara napas, catat adanya suara tambahan
Rasional: untuk mengetahui adanya perubahan suara napas baik tidaknya
2. Posisikan pasien pada posisi semi fowler atau fowler
Rasional: Agar jalan napas pasien lancar dan mengurangi adanya tekanan pada dada.
3. Kolaborasi dalam melakukan fisioterapi dada
Rasional: untuk mendukung pasien dapat memaksimalkan pola napasnya
4. Kolaborasi pemberian oksigen
Rasional: untuk membantu pemenuhan oksigen dalam paru yang tidak adekuat.
3. A. Diagnosa Keperawatan
Konstipasi berdasarkan ketidakseimbangan elektrolit.
B. Tujuan
Bowel eliminasi dan hidrasi
C. Kriteria Hasil
- mempertahankan bentuk feces lunak setiap 1-3 hari
- bebas dari ketidaknyamanan dan konstipasi
D. Intervensi
1. Monitor bising usus
Rasional: untuk mengatahui adanya bising usus atau tidak
2. Timbang pasien secara teratur
Rasional: untuk mengetahui perkembangan perubahan BB klien
3. Kolaborasi pemberian lasatif
Rasional: untuk membantu feces tidak keras dan mudah keluar
4. Ajarkan klien mengenai hubungan asupan diet dan olahraga
Rasional: agar klien dapat mengatur pola aktifitas dan nutrisinya dalam penanganan konstipasi.
Bab III
Asuhan Keperawatan
Nama Klien
: Ibu K
Ruang/Kamar
Tanggal Masuk
: 16 Oktober 2015
Tanggal pengkajian
: 26 Oktober 2015
Diagnosa Medik
: Sindrom Nefrotik
I.
Biodata
A. IdentitasKlien
1.
Nama (Inisial)
: Ibu K
2.
Jeniskelamin
: Perempuan
3.
Umur/tanggallahir
4.
Status Perkawinan
: Menikah
5.
Agama
: Islam
6.
Suku/ kewarganegaraan
: Sunda/ Indonesia
7.
Pendidikanterakhir
: SMP
8.
Pekerjaan
:IbuRumah Tangga
9.
Alamat
Tangerang
B. Identitaspenanggung
1.
Namalengkap (Inisial)
: Bpk. G
2.
Jeniskelamin
: Laki-laki
3.
Pekerjaan
: Buruh Pabrik
4.
Hubungandenganklien
: Suami
5.
Alamat
Tangerang
II. RiwayatKesehatan
1.
Keluhanutama
2.
a.
b.
Sifat keluhan
Lokasi
d.
Perut, serta gatal pada area perut. Klien juga merasa kram dan nyeri pada kaki kanan.
e.
Klien menyatakan memiliki riwayat DM dan penyakit kuning (liver) sekitar 4 tahun yang lalu.
f.
Klien mengatakan sebelum dirawat di RSUS, sebelumnya klien berobat ke klinik dan RS lain, tetapi tidak ada
perubahan, bahkan perutnya terus membesar serta tidak dapat beraktifitas.
g.
Alergi : tidak
4.
Kebiasaan
Minumalkohol
Minum kopi
Lain-lain : Klien mengatakan bahhwa ia jarang mengonsumsi nasi dan lebih sering
mengonsumsi mie, bakso dan minuman bersoda.
IV. PemeriksaanFisik
a.
Tanda-tanda vital
Tekanandarah
: 100/ 70 mm/Hg
Nadi
: 84 x/menit
Pernapasan
: 18 x/menit
Suhubadan
: 36 derajat celcius
b.
Kepaladanleher
Kepala:
Rambut terlihat berwarna total hitam, tipis, berminyak, lengket dan kotor. Klien mengatakan kepala terasa gatal.
Klien juga mengatakan sudah seminggu ia tidak keramas.
-
Penglihatan:
Klien mengatakan dapat melihat dengan jelas dan tidak memiliki keluhan. Klien menyatakan tidak
menggunakan kacamata dan tidak memiliki gangguan penglihatan.
-
Pendengaran:
Hidung:
Tenggorokandanmulut:
Klien mengatakan tidak memiliki masalah pada tenggorokan dan tidak mengalami kesulitan dalam menelan.
-
Kelenjarleher:
Tidak terlihat adanya pembengkakan pada kelenjar leher dan teraba simetris.
c.
Pernapasan
Klien tidak mengeluhkan akan adanya sesak napas, batuk dan nyeri dada. Namun, sebelum dirawat di RSUS,
klien mengatakan bahwa ia merasa sangat sesak semenjak adanya pembengkakan pada perutnya dan semakin
sesak dengan pembengkakan pada perut yang semakin bertambah. Hidung klien tampak simetris. Warna
membran mukosa merah muda. Tidak terdapat nikotin stained dan clubbing finger pada kuku klien. Bentuk dada
klien tampak simetris . Frekuensi pernapasan klien normal (12-20 x/ mnt). Pada saat dilakukan taktil fremitus
terdapat getaran pada seluruh permukaan dada. Pada saat diperkusi, suara paru sonor/ resonan. Pada saat
diauskultasi, terdengar bunyi napas vesikuler di semua lapang paru. Pada saat pengkajian pola napas terlihat
baik, tidak terlihat menggunakan otot bantu dada dan tidak terlihat terengah-engah.
d.
Pencernaan
Pada saat diinspeksi, kontur abdomen klien terlihat distended, umbilikus terlihat di midline, namun pada
abdomen klien terlihat adanya scars.Pada saat dipalpasi, kulit di area perut klien teraba hangat. Pada saat
diperkusi, abdomen klien terdengar bunyi dullnes. Bising Usus tidak terdengar jelas karenamasih banyaknya
cairan didalam perut. Klien mengatakan pernah memiliki masalah pencernaan seperti maag.
e.
Kardiovaskuler
Pada saat diinspeksi, klien tidak tampak pucat ataupun berkeringat. CRT klien < 2 detik. Pada saat nadi
dipalpasi kekuatan nadi klien normal (2+), ritme nadi reguler, denyut nadi klien normal (60-100 x/mnt). Pada
saat diauskultasi, terdengar bunyi S1 dan S2. Tidak terdengar bunyi tambahan S3 atau S4, tidak terdengar
adanya suara murmur.
f.
Persarafan
g.
N. 1
N. 2
Pasien dapat membaca tulisan yang ada di buku. Lapang pandang pasien penuh
N. 3, 4, 6
Bola mata pasien dapat bergerak ke segala arah. Ukuran pupil pasien 3mm,
respon terhadap cahaya +/+, isokor (ukuran pupil sama)
N. 5
Pasien dapat menunjukkan lokasi karakteristik yang benar. Tonus otot simetris.
Refleks kornea baik.
N. 7
N. 8
Pasien mampu mendengar suara gesekan jari. Namun, pasien menyatakan bahwa
telinganya sedikit berdengung.
N. 9, 10
N. 11
Pasien mampu menahan bahu untuk bergerak ke atas dan menahan kepala untuk
menoleh ke kanan atau ke kiri.
N. 12
Muskuloskeletal
Saat pengkajian fisik didapatkan hasil kekuatan otot tangan dan kaki klien baik dengan nilai:
5 5
5 5 pada saat kelompok meminta klien mendorong tanggan dari pengkaji. Tetapi klien mengatakan
memiliki kesulitan dalam menggerakkan kedua kakinya lebih lagi dikarenakan kaki masih terasa berat dan klien
mengatakan merasa nyeri pada kaki sebelah kanan ketika diminta untuk membentuk sudut900 pada lutut. Dari
hasil observasi, klien masih sulit menggerakkan ekstremitasnya terutama pada kaki hal tersebut dikarenakan
masih adanya penumpukan cairan pada kaki karena edema, edema pad kaki tersebut membuat klien kesulitan
dalam melakukan aktifitasnya, klien juga tampak masih dibantu dalam melakukan ADLs. Ekstremitas bawah
klien juga teraba dingin yang disebabkan karena aliran darah klien yang kurang baik.
h.
Kulit/ Integumen
Warna kulit klien merata, hanya pada bagian abdomen terlihat adanya scar dan strech mark post pembengkakan.
Tidak tampak adanya lesi atau luka tekan. Terdapat sedikit keringat di area ketiak dan area lipatan lainnya. Suhu
tubuh klien dalam rentang normal (36-38 derajat celcius). Kulit klien tampak kering dengan tekstur sedikit
kasar. Kulit pada kedua kaki tampak adanya pitting edema dengan grade 2+ (4mm). Kulit klien juga tampak
kotor. Turgor kulit klien buruk.
i.
Reproduksi
Klien mengatakan selama empat bulan terakhir ini klien tidak menstruasi dan sebelum empat bulan tersebut
klien mengatakan pernah mengalami pendarahan pervagina yang tidak berhenti.
V.
A. Nutrisi
Klien mengatakan, sebelum masuk RS, pola makan klien teratur. Namun, makanan yang klien makan adalah
mie dan bakso, serta klien juga senang minum-minuman bersoda. Klien juga mengatakan pola makannya di RS
jarang menghabiskan makanannya, serta merasa mual.Klien juga menyatakan jarang minum susu. Klien
menyatakan BB klien sebelum masuk rumah sakit adalah 62 kg diakibatkan oleh adanya edema. Namun, pada
saat di RS, BB klien menurun menjadi 60 kg.
B. Eliminasi
1.
Klien mengatakan pola BAK sebelum masuk RS adalah klien jarang berkemih, serta urine yang keluar sedikit
dengan warna kuning. Setelah masuk RS, klien mengatakan pola berkemihnya semakin meningkat daripada
sebelum masuk RS. Warna urine tampak kuning bening. Urine dari pukul 06.00-12.00 300 ml. Klien
menyatakan bahwa ia minum sekitar 100 ml dan infus yang terpasang dari pukul 08.00-12.00 tersisa 400 ml dari
1 kolf (500 ml/ 12 jam).
2.
Klien menyatakan sebelum masuk RS, pola BAB klien lancar. Setelah masukRS, klien menyatakan setiap pagi
melakukan eliminasi dengan warna kuning, konsistensi padat.
C. Olah raga dan Aktivitas
Klien mengatakan kegiatan klien sehari-hari hanya membersihkan dan membereskan rumah. Klien juga
menyatakan bahwa ia tidak pernah berolahraga.
D. Istirahat dan tidur
Klien menyatakan pola istirahat di rumah baik, tidur cukup 8 jam per hari. Namun, setelah di RS klien
mengatakan tidak dapat tidur karena pasien lain berisik dan mengganggu. Klien juga menyatakan selama di RS,
klien hanya dapat tidur sekitar 5 jam dalam sehari.
VI.
Klien menyatakan sebelum masuk RS, hubungan sosial dengan tetangga baik, klien sering berbincang-bincang
dengan tetangga dan duduk bersama dengan tetangga di sekitar rumah. Selama di RS, klien juga menyatakan
bahwa ia sering berbincang dengan pasien lain atau keluarga pasien lainnya.
VII.
Kegiatan Sosial
Klien mengatakan tidak mengikuti kegiatan sosial apapun di dalam masyarakat dimana dia tinggal.
VIII.
Kegiatan Keagamaan
Klien mengatakan bahwa ia memiliki semangat untuk sembuh dari penyakitnya. Klien juga terlihat aktif
bertanya mengenai hal-hal yang dapat membuatnya pulih kembali.
X. Data Laboratorium & Diagnostik
a.
Laboratorium:
16/10/2015
Urine Feme
Hasil
Rentang Normal
Warna
Kuning
Appearance
Slightly Cloudy
Clear
pH
6,00
4,5-8,00
Leukosit
Negatif
Negative
Nitrit
Negatif
Negative
Protein
Negative
Negative
Keton
Urobilinogren
0,20
0,10-1.00
Bilirubin
Occult Blood
(1+) 25
Negatif
b.
16/10/2015
Jenis Tes
Hasil
Rentang Normal
SGOT (AST)
21
5-34
SGPT (ALT)
26
0-55
Albumin
1.00 g/dL
3.50-5.00 g/dL
Ureum
87.0 mg/dL
GFR
74.4 ml/mnt/1.73
60 ml/mnt/1.73
Glukosa POCT
49.0 mg/dL
<200.00 mg/dL
Elektrolit
Hasil
Rentang Normal
Sodium
135
137-145
Potasium
4,6
3,6-5,0
Chlorida
113 mmol/ L
Immunologi/ serologi
Hasil
Rentang Normal
HbsAg
Anti HCV
AFP
0,35
0.000-10.000
Haemoglobin
7.10 g/dL
11.70-15.50
Eritrosit
2.62
WBC
17.38
/L
/L
3.80-5.20
3.60-11.00
/L
/L
24/10/2015
Hasil
Rentang Normal
Haemoglobin
12.27 g/dL
11.70-15.50 g/dL
Hematokrit
39.16 %
35-47 %
Eritrosit
4.68 /L
3.80-5.20 /L
WBC
10.59 /L
3.60-11.00 /L
Platelet Count
150.50 /L
150.00-440.00 /L
MCV
83,68 FL
8.00-100.00 FL
MCH
26.23 pg
26.00-34.00 pg
MCHV
31.35 g/dL
32.00-36.00 g/dL
Ureum
95.0 mg/dL
<50.00 mg/dL
Kreatinin
0.71 mg/dL
0.5-1.1 mg/Dl
eGFR
106.6 ml/mnt/1.73
7.60 ml/mnt/1.73
Elektrolit
Hasil
Rentang Normal
Sodium
146
137-145
Potasium
2.9
3,6-5,0
Chlorida
116 mmol/ L
Urine Feme
Hasil
Warna
Kuning
Appearance
Slightly Cloudy
Clear
pH
6,00
4,5-8,00
Leukosit Esterase
Negative
Nitrit
Negatif
Negatif
Protein
Negatif
Rentang Normal
Keton
Urobilinogren
0,20
0,10-1.00
Bilirubin
Negative
Negative
Occult Blood
Negatif
Specific Gravity
1.020
1.000-1.030
Microscopic
Eritrosit
Many cells/L
0-3
Leukosit
Many cells/L
0-10
Epitel
(1+)
(1+)
Casts
Crystal
Negative
Others
Bacteria (1+)
25/10/2015
Albumin : 1.87 g/dL (Normal: 3.50-5.50 g/dL)
c.
Diagnostik
17/10/15
-
Tampak perselubungan pada basal kedua paru menutupi sinus costophrenicus dan diafragma bilateral.
Cor
Aorta
: Baik
Pulmo
a.
Hepar
Besar dan bentuk normal, permukaan rata, Struktur vaskular dan biliaris intra/ ekstra hepatik normal.
b.
Vesica Fellea
c.
Renal dextra
Ukuran +/- 11.1 x 4,73 cm, tampak gambaran inhomogen parencymal hyperechogenesitas.
d.
Renal sinistra
Spleen
Besar dan bentuk normal, tepi tumpul, tak tampak SOL. Vena lienalis dalam batas normal.
f.
Pankreas
Besar, bentuk dan permukaan normal, ekoparenkim homogen, tak tampak SOL. Tak tampak pelebaran duktus
pankreatikus mayor.
g.
Vesica urinaria
Besar dan bentuk normal, dinding baik, tak tampak batu/ SOL. Trabekulasi dalam batas normal. Tampak baloon
catether di dalamnya.
h.
Uterus
No.
obat
dosis
rute
waktu
Valsartan
40 mg
oral
BD
Albumin
25 %
IV
OD
Metilprednison
750 mg
IV
OD
Levofloxacin
750 mg
IV
OD
KSR
2 tab
Oral
TDS
Cavit D3
1 tab
Oral
tds
Omeprazole
4 mg
IV
bd
Ceftriaxon
2 gr
IV
bd
Lasix
10mg
IV
1 jam
Analisa Data
Nama Klien/Umur
: Ibu K
: 2G09
Tgl
1.
Masalah Keperawatan
Kelebihan volume
cairan.
2.
Klien mengatakan
merasa mual dan tidak
menghabiskan makanannya
Klien menyatakan jarang
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
3.
4.
minum susu.
4 mg
Klien menyatakan
ketika masuk rumah sakit ia
digotong oleh beberapa
orang
Diagnosa Keperawatan
Risiko kerusakan
integritas kulit
Hambatan mobilitas
fisik
1.
Kelebihan volume cairan berhubungan dengan akumulasi cairan didalam jaringan, gangguan
mekanisme regulasi retensio sodium, natrium dan air yang ditandai dengan edema pada abdomen dan kedua
kaki.
2.
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan asupan oral
dan mual.
3.
Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan adanya penumpukan cairan pada abdomen yang
mengakibatkan adanya peregangan otot abdomen yang ditandai dengan tampaknya scar dan strech mark pada
abdomen.
4.
Hambatan mobilitas fisik berhubugan dengan pembesaran kedua kaki karena penumpukan cairan
(edema) yang ditandai dengan keterbatasan rentang pergerakan sendi.
No.
DK
DiagnosaKeperawtan
1.
2.
3.
4.
gal/ Waktu
Catatan Perkembangan
No. DK
Catatan Perkembangan
3.
Bed making. Respon Klien: DS: Klien menyatakan bahwa ia merasa nyaman untuk
tidur di tempat tidur. DO: Tidak tampak adanya kerutan pada tempat tidur klien.
/15
mengedukasi klien untuk menggunakan pakaian longgar. Respon klien: DS: Klien
menyatakan paham mengapa ia harus menggunakan pakaian longgar. DO: Klien masih
menggunakan pakaian yang tidak longgar karena stok pakaian yang terbatas.
Memandikan klien dan memberikan lotion pada klien. Respon klien: DS: Klien
menyatakan bahwa kulitnya terasa bersih dan lembab. DO: Kulit klien tampak lebih
bersih dari sebelumnya dan kulit klien tampak lembab.
Memberikan latihan untuk menggeser badan serta kedua kaki pada pasien pada saat
memandikan pasien. Respon klien: DS: Klien menyatakan merasa sakit di paha sebelah
kanan ketika diberi perintah untuk menekuk kaki kanannya. DO: Klien tampak belum
bisa menggeser perut dan kedua kakinya dan masih dibantu dalam menggeser perut dan
kedua kakinya.
4.
Memberikan lasix via IV 10 mg kepada klien. Respon klien: DS: Klien menyatakan
ia sudah mulai berkemih sedikit, klien menyatakan merasakan efek samping seperti
merasa mual. DO: Klien tampak tidak menghabiskan makanannya. Urine output 100 ml.
1.
Mengedukasi klien untuk tidak minum terlalu banyak serta mengurangi konsumsi
garam. Respon klien: DS: Klien menyatakan mengerti mengapa ia tidak boleh minum
dan makan garam terlalu banyak. DO: Klien tampak minum hanya sedikit serta makan
bubur yang tidak asin dan puding.
Mengkaji luas edema. Setelah dikaji, edema pada klien dimulai dari abdomen
hingga ke kedua kaki dengan pitting edema 2+ (4mm).
Mengedukasi klien untuk miring kiri miring kanan setiap dua jam. Setelah 2 jam
Respon klien: DS: Klien mengerti mengapa ia harus miring kiri dan miring kanan setiap
2 jam. DO: Klien dengan dibantu oleh keluarganya tampak sedang merubah posisi.
2.
Mengajukan klien untuk meningkatkan intake protein. Setelah 2 jam Respon klien:
DS: Klien masih belum paham mengenai edukasi ini. DO: Klien masih tampak tidak
menghabiskan makanannya.
1.
3.
2.
4.
2.
Evaluasi
gal/ Waktu
No. DK
EVALUASI
/15
1.
/15
O: Klien tampak tidak terlalu banyak minum. Tampak edema. Urine output dari
pk.06.00-14.00 sebanyak 300 ml.
A: Masalah belum teratasi
P: Lanjutkan seluruh intervensi (no. 1,2,3,4,5)
2.
/15
/15
3.
S: Klien menyatakan masih terdapat bekas luka dan garis-garis putih setelah
penyusutan cairan pada perut
O: Masih terlihat adanya strech mark dan scar pada bagian abdomen
A: Masalah belum teratasi
P: Lanjutkan seluruh intervensi (no. 1,2,3,4,5,6)
4.
S: Klien menyatakan ketika menggerakkan kakinya terasa nyeri dan klien menyatakan
merasa kesulitan dalam bergerak, terutama menggerakkan ekstremitas bawahnya
O: Klien tampak menggerakkan kedua kakinya sedikit dan terlihat membutuhkan
usaha yang kuat untuk dapat menggerakkan kedua kakinya.
A: Masalah teratasi sebagian
P: Lanjutkan intervensi no. 2,3,4
Bab IV
Pembahasan
Ibu K dirawat di RSU Siloam dengan keluhan Pembengkakan pada perut dan kedua kaki
sejak 8 bulan yang lalu, demam, pinggang kiri terasa nyeri, sulit buang air kecil selama 8
bulan sampai sekarang, BAK sedikit, BAB sekitar 10 kali/ hari. Mual (+) Muntah (-) p ada
tanggal 16 Oktober 2015. Setelah tiba di RSU Siloam klien didiagnosa Sindrom Nefrotik.
Hal tersebut didukung dengan adanya riwayat DM dan penyakit kunig (liver) 4 tahun yang
lalu dan didukung dengan rendahnya nilai albumin (Albumin : 1.87 g/dL (Normal: 3.50-5.50
g/dL) serta tes diagnostik dari keluhan klien, riwayat klien serta tes lab.
Hal diatas, seperti riwayat, manifestasi yang terdapat dan diungkapkan oleh klien sesuai
dengann teori yang ada tentang sindrom nefrotik, meski tidak semua dialami oleh klien
namun hampir sebagain besar dari teori terdapat dan terjadi pada klien.
Teori tentang sindrom nefrotik sendiri menggungkapkan karena kebocoran atau ketidak
mampuan glomerulus yang mengakibatkan adanya pembuangan protein melalui urin juga
telah dibuktikan oleh klien yang mengalami sindrom nefrotik sendiri, dimana pada hasil lab
yang telah dilampirkan diatas hasil urin menujukkan adanya kandungan protein (+) pada urin
klien. Sesuai dengan teori yang ada etiologi dari munculnya sindrom nefrotik ini diperlihatkan
oleh klien memalui riwayat penyakit yang pernah diderita serta kebiasaan atau pola hidup
sehari-hari dari klien.
Diagnosa yang diangkat oleh kelompok tidak semuanya sesuai dengan teori karena
kelompok mengangkat diagnosa ini sesuai dengan kondisi klien pada saat dikaji. Masalah
utama yang dialami oleh klien adalah edema sesuai dengan teori yang ada sehingga
kelompok menggangkat diagnosa Kelebihan volume cairan diagnosa tersebut sesuai
dengan teori yang tertulis didalam laporan pendahuluan. Diagnosa yang kedua dan
selanjutnya yang kelompok angkat adalah : (2) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh, (3) Kerusakan integritas kulit, dan (4) hambatan mobilitas fisik. Dignosa medis yang tercantum
di dalam laporan pendahuluan tidak sesuai dengan diagnosa yang kelompok angkat, hal terebut
dapat dipengaruhi oleh berbagai macam faktor serta dapat juga dipengaruhi oleh kondis klien yang
telah mengalami perubahan kondisi dan yang sedang dalam masalah pumilihan.
Bab V
Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas, kelompok menyimpulkan kasus yang dikaji oleh kelompok sesuai
dengan teori yang ada. Namun, ada beberapa hal yang kelompok kaji tidak sama dengan teori
dikarenakan adanya faktor dari luar yang mempengaruhi kondisi klien seperti lingkungan, respon
tubuh klien dan persepsi dari klien sendiri juga mempengaruhi tanda gejala serta etiologi yang
dimunculkan oleh klien. Klien dengan sindrom nefrotik dalam teori lebih banyak dibahas dan terjadi
pada anak-anak namun pada kasusu ini yang mengalami sindrom nefrotik adalah orang dewasa, hal
ini menujukkan sedikitnya angka kesakitan yang disebabkan oleh sindrom nefrotif pada dewasa,
tetapi penyakit inipun tidak menutup kemungkinan dialami oleh orang dewasa.
Orang yang mengalami sindrom nefrotik ini memiliki ciri khas dari serangannya yaitu dengan adanya
pembengkakan yang disebabkan karena adanya penumpukan cairan pada seluruh tubuh (edema
sistemik). Selain itu seperti yang tertulis selain edema, ciri khas dari penyakit sindrom nefrotis ini
adalah adanya protein dalam urin (proteinuria) yang mengakibatkan turunnya kadar albumin dalam
darah sehingga memberikan hasil nilai albumin yang rendah. Akibat kurangnya protein dalam darah
maka proses metabolisme akan terganggu sehingga dapat memunculkan masalah baru yang dapat
diangkat oleh perawat terhadap respon dari klien yang mengalami sindrom nefrotik ini.
Perawat juga memiliki peranana yang penting dalam memberikan asuhan keperwatannya
yang dapat membantu klien dalam pemulihannya. Perawat dapat memberikan asuhannya
dan melihat perkembangan dari klien yang dapat dilihat melalui catatan perkembangan dan
evaluasi yang tertulis. Hal tersebut menujukkan pentingnya manajemen keperawatan dalam
penangan klien ynag sedang dirawat di RS.
Reference:
Black, J., Hawks J. (2009). Keperawatan Medikal Bedah, ed 8. Singapura: ELSEVIER.
Korteks ginjal terdiri atas glomeruli dan tubili, sedangkan pada medula hanya terdapat tubuli.
Glomeruli dari tubuli ini akan membentuk Nefron. Satu unit nefron terdiri dari glomerolus, tubulus
proksimal, loop of henle, tubulus distal (kadang-kadang dimasukkan pula duktus koligentes). Tiap
ginjal mempunyai lebih kurang 1,5-2 juta nefron berarti pula lebih kurang 1,5-2 juta glomeruli.
Pembentukan urin dimulai dari glomerulus, dimana pada glomerulus ini filtrat dimulai, filtrat
adalah isoosmotic dengan plasma pada angka 285 mosmol. Pada akhir tubulus proksimal 80 % filtrat
telah di absorbsi meskipun konsentrasinya masih tetap sebesar 285 mosmol. Saat infiltrat bergerak
ke bawah melalui bagian desenden lengkung henle, konsentrasi filtrat bergerak ke atas melalui
bagian asenden, konsentrasi makin lama makin encer sehingga akhirnya menjadi hipoosmotik pada
ujung atas lengkung. Saat filtrat bergerak sepanjang tubulus distal, filtrat menjadi semakin pekat
sehingga akhirnya isoosmotic dengan plasma darah pada ujung duktus pengumpul. Ketika filtrat
bergerak turun melalui duktus pengumpul sekali lagi konsentrasi filtrat meningkat pada akhir
duktus pengumpul, sekitar 99% air sudah direabsorbsi dan hanya sekitar 1% yang diekskresi sebagai
urin atau kemih (Price,2001 : 785).
C. Fatofisiologi
Adanya peningkatan permiabilitas glomerulus mengakibatkan proteinuria masif sehingga terjadi
hipoproteinemia. Akibatnya tekanan onkotik plasma menurun karean adanya pergeseran cairan dari
intravaskuler ke intestisial.
Volume plasma,curah jantung dan kecepatan filtrasi glomerulus berkurang mengakibatkan retensi
natrium. Kadar albumin plasma yang sudah merangsang sintesa protein di hati, disertai peningkatan
sintesa lipid, lipoprotein dan trigliserida.
Meningkatnya permeabilitas dinding kapiler glomerular akan berakibat pada hilangnya protein
plasma dan kemudian akan terjadi proteinuria. Lanjutan dari proteinuria menyebabkan
hipoalbuminemia. Dengan menurunnya albumin, tekanan osmotik plasma menurun sehingga cairan
intravaskuler berpindah ke dalam interstitial. Perpindahan cairan tersebut menjadikan volume
cairan intravaskuler berkurang, sehingga menurunkan jumlah aliran darah ke renal karena
hypovolemi.
Menurunnya aliran darah ke renal, ginjal akan melakukan kompensasi dengan merangsang produksi
renin angiotensin dan peningkatan sekresi anti diuretik hormon (ADH) dan sekresi aldosteron yang
kemudian terjadi retensi kalium dan air. Dengan retensi natrium dan air akan menyebabkan edema.
Terjadi peningkatan kolesterol dan trigliserida serum akibat dari peningkatan stimulasi produksi
lipoprotein karena penurunan plasma albumin dan penurunan onkotik plasma
Adanya hiper lipidemia juga akibat dari meningkatnya produksi lipopprtein dalam hati yang timbul
oleh karena kompensasi hilangnya protein, dan lemak akan banyak dalam urin (lipiduria)
Menurunya respon imun karena sel imun tertekan, kemungkinan disebabkan oleh karena
hipoalbuminemia, hiperlipidemia, atau defesiensi seng. (Suriadi dan Rita yuliani, 2001 :217)
D. Etiologi
Berdasarkan etiologinya sindrom nefrotik dibagi menjadi 3 yaitu:
1.Primer/ Idiopatik
a. Yang berhubungan dengan kelainan primer glomerulus dengn sebab tidak diketahui.
b. Banyak terjadi pada usia sekolah (74% pada usia 2 7 tahun)
c. Pria dan wanita 2 : 1
d. Diawali dengan infeksi virus pada saluran nafas atas.
2. Sekunder
a. Disebabkan oleh kerusakan glomerulus (akut/kronik) karena penyakit tertentu.
b. Karena infeksi, keganasan, obat-obtan, penyakit multisistem dan jaringan ikat, reaksi alergi,
bahan kimia, penyakit metabolik, penyakit kolagen, toksin, transplantasi ginjal, trombosis vena
renalis, stenosis arteri renalis, obesitas masif, glomerulonefritis akut/kronis.
c. Banyak terjadi pada anak dengan penurunan daya tahan tubuh/ gangguan imunitas, respon
alergi, glomerulonefritis. Dikaitkan dengan respon imun (abnormal immunoglobulin)
d. Pada orang dewasa SN skunder terbanyak disebabkan oleh dibetes melitus
3. Kongenital
a. Diturunkan sebagai resesif autosom atau karena reaksi fetomaternal
b. Herediter Resisten gen
c. Tidak resisten terhadap terapi malalui Transplantasi Ginjal
Beberapa penyakit yang dapat secara spesifik menyebabkan rusaknya glomeruli ginjal dan sering
mengakibatkan timbulnya proteinuria tentunya mempercepat timbulnya Nefrotik syndrome:
a. Amiloidosis
b. Congenital nephrosis
c. Focal segmental glomerular sclerosis (FSGS)
Terjadi kerusakan pada jaringan glomeruli, sehingga merusak membran pelindung protein
d. Glomerulonephritis (GN)
e. IgA nephropathy (Berger's disease)
f. Minimal change disease (Nil's disease)
g. Pre-eclampsia
Terjadinya Sindroma Nefrotik juga tergantung usia kejadiannya:
a. Usia kurang dari 1 tahun
b. Usia kurang dari 15 tahun
c. Usia 15 sampai 40 tahun
.
E. Manifestasi klinik
1. Manifestasi utama sindrom nefrotik adalah edema. Edema biasanya bervariasi dari bentuk ringan
sampai berat (anasarka). Edema biasanya lunak dan cekung bila ditekan (pitting), dan umumnya
ditemukan disekitar mata (periorbital) dan berlanjut ke abdomen daerah genitalia dan ekstermitas
bawah.
2. Penurunan jumlah urin : urine gelap, berbusa
3. Pucat Hematuri, azotemeia hipertensi ringan
4. Anoreksia dan diare disebabkan karena edema mukosa usus.
5. Sakit kepala, malaise, nyeri abdomen, berat badan meningkat dan keletihan umumnya terjadi.
6. Anoreksia dan diare disebabkan karena edema mukosa ususs
7. .Gagal tumbuh dan pelisutan otot (jangka panjang), (Betz, Cecily L.2002 : 335)
F. Pemeriksaan diagnostik
1. Uji urine
a. Protein urin meningkat
b. Urinalisis cast hialin dan granular, hematuria
c. Dipstick urin positif untuk protein dan darah
d. Berat jenis urin meningkat
2. Uji darah
a. Albumin serum menurun
b. Kolesterol serum meningkat
c. Hemoglobin dan hematokrit meningkat (hemokonsetrasi)
d. Laju endap darah (LED) meningkat
e. Elektrolit serum bervariasi dengan keadaan penyakit perorangan.
3. Uji diagnostik
Biopsi ginjal merupakan uji diagnostik yang tidak dilakukan secara rutin (Betz, Cecily L, 2002 :
335).
G. Penatalaksanaan Medik
1. Istirahat sampai edema tinggal sedikit. Batasi asupan natrium sampai kurang lebih 1 gram/hari
secara praktis dengan menggunakan garam secukupnya dan menghindar makanan yang diasinkan.
Diet protein 2 3 gram/kgBB/hari
2. .Bila edema tidak berkurang dengan pembatasan garam, dapat digunakan diuretik, biasanya
furosemid 1 mg/kgBB/hari. Bergantung pada beratnya edema dan respon pengobatan. Bila edema
refrakter, dapat digunakan hididroklortiazid (25 50 mg/hari), selama pengobatan diuretik perlu
dipantau kemungkinan hipokalemi, alkalosis metabolik dan kehilangan cairan intravaskuler berat.
3. Pengobatan kortikosteroid yang diajukan Internasional Coopertive Study of Kidney Disease in
Children (ISKDC), sebagai berikut :
a. Selama 28 hari prednison diberikan per oral dengan dosis 60 mg/hari luas permukaan badan (1bp)
dengan maksimum 80 mg/hari.
b. Kemudian dilanjutkan dengan prednison per oral selama 28 hari dengan dosis 40 mg/hari/1bp,
setiap 3 hari dalam satu minggu dengan dosis maksimum 60 mg/hari. Bila terdapat respon selama
Tujuan:
kecemasan anak menurun atau hilang dengan kriteria hasil kooperatif pada tindakan keperawatan,
komunikatif pada perawat, secara verbal mengatakan tidak takut.
Intervensi :
1. Validasi perasaan takut atau cemas. Rasional : Perasaan adalah nyata dan membantu pasien
untuk tebuka sehingga dapat menghadapinya
2. Pertahankan kontak dengan klien. Rasional : Memantapkan hubungan, meningkatan ekspresi
perasaan.
3. Upayakan ada keluarga yang menunggu. Rasional : Dukungan yang terus menerus mengurangi
ketakutan atau kecemasan yang dihadapi.
4. Anjurkan orang tua untuk membawakan mainan atau foto keluarga. Rasional : Meminimalkan
dampak hospitalisasi terpisah dari anggota keluarga.
Dengan nama Blog http://club2kmb32b.blogspot.com
Di postingkan oleh:
Lusy Puspitasari
NIM 05200ID09058
Kelas 2B
Tanda tersebut dijumpai disetiap kondisi yang sangat merusak membran kapiler glomerulus
dan menyebabkan peningkatan permiabilitas glomerulus (Sukiane, 2002).
2.2 Anatomi dan fisiologi
Fisiologi
Saluran kemih terdiri dari ginjal yang terus-menurus menghasilkan urine, dan berbagai
saluran dan reservoar yang dibutuhkan untuk membawa urine keluar tubuh.
Ginjal merupakan organ berbentuk seperti kacang yang terletak di kedua sisi kolumna
vertebralis. Ginjal kanan sedikit lebih reendah dibandingkan ginjal kiri karena tertekan
kebawah oleh hati. Kutub atasnya terletak stinggi iga kedua belas. Sedangkan kutup atas
ginjal kiri terletak setinggi iga kesebelas.
Kedua ureter merupakan saluran yang panjangnya sekitar 10-12 inchi (25 hingga 30
cm), terbentang dari ginjal sampai vesica urinaria. Fungsi satu-satunya adalah menyalurkan
urine ke vesika urinari.
Vesika urinaria adalah suatu kantong berotot yang dapat mengempis, terletak di
belakang simpisis pubis. Vesika urinaria mempunyai tiga muara: dua dari ureter dan satu
menuju uretra. Dua fungsi vesica urinaria adalah sebagai tempat penyimpanan urine sebelum
meninggalkan tubuh dan berfungsi mendorong urine keluar tubuh (dibantu uretra)
Uretra adalah saluran kecil yanng dapat mengembang, berjalan dari vesika urinaria
sampai keluar tubuh, panjang pada perempuan sekitar 1 inci (4cm) dan pada laki-laki
sekitar 8 inci (20cm), muara uretra keluar tubuh disebut meatus urinarius .
2.2 Etiologi
Penyebab sindrom nefrotik yang pasti belum diketahui, akhir-akhir ini dianggap sebagai
suatu penyakit autoimun, yaitu suatu reaksi antigen antibodi. Umumnya etiologi dibagi
menjadi :
Bahan kimia seperti trimetadion, paradion, penisilamin, garam emas, air raksa.
a.
Kelainan minimal
Pada mikroskop elektron akan tampak foot prosessus sel epitel berpadu. Dengan cara
imunofluoresensi ternyata tidak terdapat IgG pada dinding kapiler glomerulus.
b. Nefropati membranosa Semua glomerulus menunjukan penebalan dinding kapiler yang
tersebar tanpa proliferasi sel. Prognosis kurang baik.
c.
Glomerulonefritis proliferatif
2.3 Patofisiologi
Terjadi proteinuria akibat peningkatan permiabilitas membran glomerulus. Sebagian besar
protein dalam urin adalah albumin sehingga jika laju sintesis hepar dilampui, meski telah
berusaha ditingkatkan, terjadi hipoalbuminemia. Hal ini menyebabkan retensi garam dan air.
Menurunnya tekanan osmotik menyebabkan edema generalisata akibat cairan yang
berpindah dari sistem vaskuler kedalam ruang cairan ekstra seluler. Penurunan sirkulasi
volume darah mengaktifkan sistem imun angiotensin, menyebabkan retensi natrium dan
edema lebih lanjut. Hilangnya protein dalam serum menstimulasi sintesis lipoprotein di hati
dan peningkatan konsentrasi lemak dalam darah (hiperlipidemia). Menurunnya respon imun
karena sel imun tertekan, kemungkinan disebabkan karena hypoalbuminemia, hyperlipidemia
atau defisiensi seng.
Sindrom nefrotik dapat terjadi dihampir setiap penyakit renal intrinsik atau sistemik yang
mempengaruhi glomerulus. Meskipun secara umum penyakit ini dianggap menyerang anakanak, namun sindrom nefrotik juga terjadi pada orang dewasa termasuk lansia.
Proteinuria > 3,5 g/hari pada dewasa atau 0,05 g/kg BB/hari pada anak-anak.
Edema generalisata. Edema terutama jelas pada kaki, namun dapat ditemukan edema
muka, ascxites dan efusi pleura.
-
Anorexia
Fatique
Nyeri abdomen
2.5 Komplikasi
-
Emboli pulmo
Hypovolemia
Dehidrasi
Biopsi ginjal
2.7 Penatalaksanaan
-
Riwayat kesehatan yang lalu: pernahkah sebelumnya anak sakit seperti ini?
Riwayat kelahiran, tumbuh kembang, penyakit anak yang sering dialami, imunisasi,
hospitalisasi sebelumnya, alergi dan pengobatan.
Pola kebiasaan seharihari : pola makan dan minum, pola kebersihan, pola istirahat
tidur, aktivitas atau bermain, dan pola eliminasi.
3. Riwayat penyakit saat ini:
-
Keluhan utama
Faktor pencetus
Lamanya sakit
4. Pengkajian sistem
-
Pengkajian umum : TTV, BB, TB, lingkar kepala, lingkar dada (terkait dgn edema ).
Sistem kardiovaskuler : irama dan kualitas nadi, bunyi jantung, ada tidaknya cyanosis,
diaphoresis.
Sistem pernafasan : kaji pola bernafas, adakah wheezing atau ronki, retraksi dada,
cuping hidung.
Sistem persarafan : tingkat kesadaran, tingkah laku ( mood, kemampuan
intelektual,proses pikir ), sesuaikah dgn tumbang? Kaji pula fungsi sensori, fungsi
pergerakan dan fungsi pupil.
Sistem gastrointestinal : auskultasi bising usus, palpasi adanya hepatomegali /
splenomegali, adakah mual, muntah. Kaji kebiasaan buang air besar.
-
Sistem perkemihan : kaji frekuensi buang air kecil, warna dan jumlahnya.
5. Pengkajian keluarga
-
Anggota keluarga
Pola komunikasi
Pola interaksi
B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan integritas kulit b/d edema dan menurunnya sirkulasi.
2. Resiko infeksi b/d terapi immunosuppresivedan hilangnya gama globulin.
3. Resiko kurangnya volume cairan (intravaskuler) b/d proteinuria, edema dan efek diuretik.
4. Resiko kelebihan volume cairan b/d retensi sodium dan air.
5.Kecemasan pada anak dan keluarga b/d hospitalisasi pada anak.
C. Intervensi Keperawatan
1. Gangguan integritas kulit b/d edema dan menurunnya sirkulasi.
a. Tujuan : integritas kulit terjaga.
b. KH : Tidak ada tanda kemerahan, lecet dan tidak terjadi tenderness bila disentuh.
c. Intervensi :
R/: untuk mencegah terjadinya penekanan terlalu lama dan terjadi decubitus
-
Pertahankan kebersihan tubuh anak setiap hari dan pengalas tempat tidur.
c. Intervensi :
-
R/: untuk menngetahui kadar atau nilai yang menandakan terjadinya infeksi, dan untuk
mencegah terjadinya infeksi.
3. Resiko kurangnya volume cairan (intravaskuler) b/d proteinuria, edema dan efek diuretik
a. Tujuan : cairan tubuh seimbang
b. Kriteria hasil :
-
c. Intervensi :
-
R/: untuk mengetahui batasan masukan yang masuk dan pengeluaran dari tubuh klien
R/: untuk mengetahui apakah ada kelaianan yang lain yang terjadi pada klien.
4. Resiko kelebihan cairan b/d retensio sodium dan air
a. Tujuan : Volume cairan tubuh seimbang
b. Kriteria hasil :
-
BB stabil
c. Intervensi :
-
R/: sebagai acuan untuk mengetahui apakah ada penekanan atau penambahan kerja jantung
klien
-
R/: untuk mengetahui status klien, untuk menentukan intervensi selanjutnya, dan apakah
ada tanda-tanda terjadinya asites
5. Kecemasan pada anak atau keluarga b/d hospitalisasi pada anak
a. Tujuan : kecemasan hilang
b. Kriterai hasil :
-
c. Intervensi :
-
Anjurkan orang tua dan anak untuk mengekspresikan rasa takut dan cemas
R/: membuat sautu kepercayaan agar keluarga agar merasa keluarga dianggap ada
disamping klien
-
Berikan aktivitas bermain yang sesuai dgn tumbang anak dan kondisinya.
Doengoes et. al, (1999), Rencana Asuhan Keperawatan, alih bahasa Made Kariasa: EGC,
Jakarta
Mansjoer, Arif, dkk, (1999), Kapita Selekta Kedokteran, edisi ketiga, Jilid 1, Media
Aesculapius: Jakarta
Matondang, dkk. (2000), Diagnosis Fisis Pada Anak, Sagung Seto:Jakarta
Ngastiyah. (1997), Perawatan Anak Sakit. EGC: Jakarta
Rusepno, Hasan, dkk. (2000), Ilmu Kesehaatan Anak 2, Infomedica: Jakarta
Suryadi dan Yuliani, Rita, (2001), Praktek klinik Asuhan Keperawatan Pada Anak. Sagung
Seto: Jakarta