Professional Documents
Culture Documents
Oleh:
DWI RIZKI FADHILAH
1210313026
Preseptor:
dr. Edison, MPH
BAB 1
PENDAHULUAN
Kebijakan nasional dalam upaya penyehatan lingkungan seperti tercantum
dalam Program Pembangunan Nasional (PROPENAS) diarahkan untuk
mendukung pemberantasan penyakit berbasis lingkungan yang menjadi prioritas
nasional dan pengendalian pencemaran lingkungan yang berdampak terhadap
kesehatan masyarakat sebagai bagian dari upaya pembangunan dan komitmenkomitmen yang berkelanjutan. Salah satu tujuan Pemerintah Kabupaten/Kota
yang dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan adalah membebaskan penduduk dari
penularan atau transmisi penyakit dengan cara menghilangkan sumber penyakit,
melakukan penyehatan lingkungan, dan meningkatkan perilaku hidup sehat
penduduk serta memberikan kekebalan terhadap serangan penyakit.1,2
Penyakit-penyakit berbasis lingkungan sampai saat ini masih menjadi
masalah kesehatan masyarakat. Masalah kesehatan berbasis lingkungan
disebabkan oleh kondisi lingkungan yang tidak memadai baik kualitas maupun
kuantitasnya serta perilaku hidup sehat masyarakat yang masih rendah sehingga
mengakibatkan penyakit-penyakit berbasis lingkungan muncul, seperti: diare,
ISPA, malaria, DBD, TBC, yang masih mendominasi 10 penyakit terbesar
puskesmas dan merupakan pola penyakit utama di Indonesia3
Untuk meningkatkan status kesehatan masyarakat, puskesmas merupakan
ujung tombak yang paling depan di wilayah kerjanya. Salah satu fungsi
puskesmas yang penting adalah mengembangkan dan membina kemandirian
masyarakat dalam memecahkan masalah kesehatan yang timbul, mengembangkan
kemampuan dan kemauan masyarakat baik berupa pemikiran maupun
kemampuan yang berupa sumber daya. Oleh sebab itu diperkenalkan dan
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penyakit Berbasis Lingkungan
Kesehatan lingkungan pada hakekatnya adalah keadaan lingkungan yang
optimum sehingga berpengaruh positif terhadap terwujudnya status kesehatan
yang optimal pula. Ruang lingkup kesehatan lingkungan antara lain: perumahan,
pembuangan kotoran manusia, penyediaan air bersih, pembangunan sampah,
pembuangan air kotor dan pencemaran. ruang lingkup tersebut harus dijaga untuk
mengoptimumkan lingkungan hidup manusia agar menjadi media yang baik
untuk terwujudnya kesehatan yang optimum bagi manusia yang hidup di
dalamnya5.
Penyakit berbasis lingkungan merujuk pada penyakit yang memiliki akar atau
hubungan yang erat dengan satu atau lebih komponen lingkungan pada sebuah
ruang masyarakat tersebut bertempat tinggal atau beraktivitas dalam jangka waktu
tertentu. Penyakit tersebut bisa dicegah atau dikendalikan, kalau kondisi
lingkungan yang berhubungan atau diduga berhubungan dengan penyakit tersebut
dihilangkan1
Patogenesis penyakit berbasis lingkungan dapat dituangkan dalam empat
simpul. Simpul satu adalah sumber penyakit, yaitu virus, bakteri, parasit, dll.
Simpul kedua adalah komponen lingkungan yang menjadi media transmisi
penyakit tersebut, baik berupa udara, air, maupun binatang vektor. Simpul ketiga
adalah penduduk dengan berbagai variabel kependudukan, baik dari segi
pendidikan, kepadatan, perilaku, dll. Simpul keempat adalah penduduk yang
dalam keadaan sehat atau sakit setelah mendapat paparan komponen lingkungan6
sanitasi bukan sebagai unit pelayanan yang berdiri sendiri, akan tetapi sebagai
bagian integral dari kegiatan puskesmas dalam melaksanakan program ini
bekerjasama dengan lintas program dan lintas sektoral yang ada di wilayah kerja
puskesmas7.
Klinik sanitasi juga merupakan kegiatan wawancara mendalam dan
penyuluhan yang bertujuan untuk mengenal masalah lebih rinci, kemudian
diupayakan yang dilakukan oleh petugas klinik sanitasi sehubungan dengan
komunikasi penderita/pasien yang datang ke puskemas7.
Klinik sanitasi diharapkan dapat memperkuat tugas dan fungsi puskesmas
dalam melaksanakan pelayanan pencegahan dan pemberantasan penyakit berbasis
lingkungan dan semua persoalan yang ada kaitannya dengan kesehatan
lingkungan, khususnya pengendalian penyakit berbasis lingkungan, guna
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat7.
Pelaksanaan program klinik sanitasi menjaring pasien/klien di puskesmas
dengan keluhan penyakit berbasis lingkungan dan lingkungan yang tidak sehat
sebagai media penularan dan penyebab penyakit yang dialami oleh masyarakat
selanjutnya dilaksanakan konseling dan kunjungan lapangan atau kunjungan
rumah untuk mencari jalan keluar akibat masalah kesehatan lingkungan dan
penyakit berbasis lingkungan yang muncul di masyarakat7.
Terdapat beberapa pengertian yang harus dipahami dalam pelaksanaan
program
klinik sanitasi selain dari pengertian klinik sanitasi, yaitu3:
Pasien Klinik Sanitasi
Penderita penyakit berbasis lingkungan yang datang ke puskesmas yang
kemudian dirujuk oleh dokter ke ruang klinik sanitasi atau yang
Masyarakat
mampu
memecahkan
masalah
kesehatan
yang
penyehatan
lingkungan
melalui
pemberdayaan
masyarakat.
5. Meningkatkan kewaspadaan dini terhadap penyakit-penyakit berbasis
lingkungan melalui Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) secara
terpadu
2.2.2 Sasaran Klinik Sanitasi
Pelaksanaan program klinik sanitasi mengarah pada suatu sasaran yang
ditentukan, yaitu7:
Penderita penyakit yang berhubungan dengan masalah kesehatan lingkungan
yang datang ke puskesmas.
hasil
Kegiatan lain di dalam gedung yaitu secara rutin petugas klinik sanitasi
menyampaikan segala permasalahan, cara penyelesaian masalah, hasil
monitoring/evaluasi dan perencanaan klinik sanitasi dalam Mini Lokakarya
Puskesmas yang melibatkan seluruh penanggungjawab kegiatan dan
dilaksanakan satu bulan sekali. Dengan demikian diharapkan seluruh petugas
puskesmas mengetahui pelaksanaan kegiatan Klinik Sanitasi dapat dilakukan
secara integritas dalam lintas program.
2. Luar Gedung
a. Kunjungan rumah (sebagai tindak lanjut kunjungan pasien/klien ke
Puskesmas)
Kunjungan rumah/lokasi dilakukan oleh petugas dengan membawa hasil
analisa keadaan lingkungan pasien/klien klinik sanitasi yang merupakan
lanjut dari kesepakatan antara petugas klinik sanitasi dengan pasien/klien
yang datang ke Puskesmas. Kunjungan rumah ini untuk mempertajam
sasarannya karena pada saat kunjungan petugas telah memiliki data pasti
adanya sarana lingkungan bermasalah yang perlu diperiksa dan fakor-faktor
perilaku yang berperan besar dalam proses terjadinya masalah kesehatan
lingkungan dan penyakit berbasis lingkungan.
Pada kunjungan tersebut dapat mengambil partisipasi perawat dari
puskesmas pembantu atau bidan desa, dan kader kesehatan lingkungan untuk
melakukan pengecekan fisik/klinis atas penyakit yang telah diobati tersebut
(semacam kegiatan Perawatan Kesehatan Keluarga). Petugas klinik sanitasi
membawa kartu status kesehatan lingkungan/register yang telah diisi saat
kunjungan pasien ke ruang klinik sanitasi di puskesmas sebelumnya.
ke
lapangan
petugas
klinik
sanitasi
mengajak
kader
sarana
sanitasi
dasar
dengan
biaya
besar,
(seperti
BAB 3
ANALISIS SITUASI
Grafik 3.1 Persentase Penduduk yang Terakses Air Bersih Tahun 2015
Dari grafik diatas terlihat bahwa persentase penduduk yang terakses air
bersih yang memenuhi syarat di wilayah kerja Puskesmas Pauh adalah
sebanyak 83% sementara targetnya adalah 80%, pada 3 kelurahan telah
mencapai target.9
Inspeksi sanitasi terhadap sarana air bersih ini merupakan pengawasan
rutin yang dilakukan terhadap sarana sumber air bersih masyrakat. Hasil
inspeksi sanitasi terhadap sarana air bersih seperti terlihat pada grafik di
bawah ini.9
Grafik 3.2 Persentasse Tingkat Risiko Pencemaran Sarana Air Bersih Hasil
Inspeksi Sanitasi di Puskesmas Pauh Tahun 2015
Dari hasil inspeksi sanitasi yang dilakukan terlihat bahwa sarana dengan
tingkat resiko amat tinggi adalah SGL (sumur gali), kemudian sarana dengan
tingkat resiko tinggi adalah PMA (Perlindungan Mata Air), sarana dengan
tingkat resiko sedang adalah sumur gali dengan pompa kemudian sarana
dengan tingkat resiko rendah adalah PDAM/BPSPAM dan sumur bor.9
Sama halnya dengan sarana air bersih lain, DAMIU juga menjadi objek
pengawasan dan pembinaan secara rutin setiap bulannya. Jumlah DAMIU
yang ada wilayah kerja Puskesmas Pauh tahun 2015 adalah sebanyak 48 buah
yang tersebar di semua kelurahan di kecamatan Pauh, berikut hasil inspeksi
sanitasi DAMIU tersebut:9
Grafik 3.3 Hasil Inspeksi Sanitasi Depot Air Minum Isi Ulang di Wilayah Kerja
Puskesmas Pauh Tahun 2015
Dari grafik terlihat bahwa dari 48 DAMIU yang ada di wilayah kerja
Puskesmas Pauh, 13 diantaranya tidak memenuhi syarat, karena berdasarkan
hasil inspeksi sanitasi memiliki tingkat resiko tinggi atau amat tinggi. Melalui
kegiatan survey perumahan dan lingkungan yang rutin dilakukan setiap
bulannya maka pengawasan terhadap mutu lingkungan hidup masyarakat
dapat terpantau secara periodik, tabel berikut menjabarkan hasil survey
tersebut.9
Tabel 3.2 Survey Perumahan dan Lingkungan di Wilayah Kerja Puskesmas Pauh
Tahun 2015
NO. KELURAHAN
JUMLAH
JUMLAH
JUMLAH
RUMAH
RUMAH
DIPERIKSA MEMENUHI SYARAT
1
Cupak Tangah
1119
147
103
2
Binuang Kp Dalam
695
112
76
3
Pisang
1190
198
123
4
Piai Tangah
575
95
56
5
Koto Luar
1358
181
96
6
Limau Manis
662
258
188
7
Limau Manis Selatan 1633
76
55
8
Kapalo Koto
775
134
97
9
Lambung Bukit
470
75
46
Puskesmas
8477
1276
840
masalah tinja atau kotoran manusia seperti yang terlihat pada grafik dibawah
ini9
Grafik 3.5 Persentase Penduduk yang Menggunakan Jamban Sehat di Wilayah
Kerja Puskesmas Pauh Tahun 2015
Salon
3
1
3
1
1
1
0
1
0
11
Dari grafik diatas terlihat bahwa hanya 79,8% TTU yang memenuhi
syarat di wilayah kerja Puskesmas Pauh sedangkan target cakupan TTU yang
memenuhi syarat adalah 85%9.
Ada cukup banyak jenis TPM yang ada di wilayah kerja Puskesmas Pauh
seperti yang dapat dilihat pada tabel berikut9
Tabel 3.6 Distribusi Tempat Pengolahan Makanan (TPM) Menurut Kelurahan di
Wilayah Kerja Puskesmas Pauh Tahun 2015
No. Kelurahan
Jumlah dan Jenis TPM
RM/Rest
IRTP
Warkop
Makanan
Jajanan
1
Cupak Tangah
23
3
6
26
2
Binuang Kp. Dalam
6
3
4
3
3
Pisang
2
1
2
2
4
Piai Tangah
0
0
1
4
5
Koto Luar
2
5
1
4
6
Limau Manis Selatan 4
2
1
4
7
Limau Manis
1
1
2
5
8
Kapalo Koto
7
0
2
7
9
Lambung Bukit
0
0
2
1
Puskesmas
45
15
21
56
Dari tabel diatas terlihat bahwa ada 137 Tempat Pengolahan Makanan
(TPM) di wilayah kerja Puskesmas Pauh, pengawasan dan pembinaan
dilakukan pada semua TPM, artinya cakupan pengawasan 100%9.
Dari hasil pengawasan dan pembinaan TPM dapat diketahui indikator
cakupan program seperti pada grafik dibawah ini9.
Grafik 3.7 Persentase Tempat Pengolahan Makanan (TPM) Memenuhi Syarat di
Wilayah Kerja Puskesmas Pauh Tahun 2015
Dari grafik diatas terlihat bahwa cakupan TPM yang memenuhi syarat di
wilayah kerja Puskesmas Pauh adalah 83,2%, sedangkan target cakupan
adalah 75%9
BAB 4
PEMBAHASAN
Klinik sanitasi adalah suatu upaya/kegiatan yang mengintegrasikan pelayanan
kesehatan antara promotif, preventif, dan kuratif yang difokuskan pada penduduk
yang beresiko tinggi untuk mengatasi masalah penyakit berbasis lingkungan dan
masalah kesehatan lingkungan pemukiman yang dilaksanakan oleh petugas
puskesmas bersama masyarakat yang dapat dilakukan secara pasif dan aktif di
dalam dan di luar puskesmas4.
Untuk mengatasi masalah penyakit berbasis lingkungan di Puskesmas, semua
pasien/klien yang datang berobat melalui prosedur pelayanan seperti: mendaftar
di loket, selanjutnya akan mendapat kartu status, diperiksa oleh petugas
medis/paramedis di puskesmas (dokter, bidan, perawat). Apabila diketahui
pasien/klien menderita penyakit berbasis lingkungan maka yang bersangkutan
dirujuk ke ruang klinik sanitasi. Pada ruang klinik sanitasi pasien/klien diberikan
penyuluhan dan bimbingan teknis, petugas mewawancarai pasien tentang
penyakit yang diderita dikaitkan dengan masalah kesehatan lingkungan4
Dari tabel terlihat bahwa jumlah pasien dengan penyakit berbasis
lingkungan yang dirujuk ke klinik sanitasi masih sangat sedikit yaitu sebanyak 23
orang pasien atau 0,03%. Tahun sebelumnya belum ada target kegiatan, tapi untuk
tahun 2016 target kunjungan ke klinik sanitasi adalah 10% dari semua kasus
penyakit berbasis lingkungan, tetapi puskesmas boleh memilih kasus penyakit
yang menjadi skala prioritas, berdasarkan kesepakatan dengan Pimpinan
Puskesmas Pauh kasus penyakit berbasis lingkungan yang menjadi prioritas
dirujuk ke klinik sanitasi adalah: diare, DBD, malaria, filariasis, cacingan,
keracunan makanan, TB Paru dan skabies, menurut data yang diperoleh dari poli
umum jumlah kasus tersebut selama tahun 2015 adalah 1020 kasus, sehingga
target kunjungan ke klinik sanitasi untuk tahun 2016 adalah 102 pasien.
Petugas juga membuat janji dengan pasien dan keluarganya apabila
diperlukan untuk melakukan kunjungan rumah untuk melihat langsung faktor
resiko penyakit yang dialami pasien tersebut. Setelah konseling di ruang klinik
sanitasi, pasien dapat mengambil obat di apotik puskesmas (loket obat) kemudian
pasien diperbolehkan pulang4. Sistem ini juga sudah diberlakukan di Puskesmas
Pauh. Namun pada pelaksanaan alur rujukan pasien penyakit berbasis lingkungan
masih belum optimal. Hal ini disebabkan karena petugas medis/paramedis
(dokter, bidan, perawat) yang melakukan pemeriksaan lupa merujuk pasien
penyakit berbasis lingkungan ke klinik sanitasi. Untuk mengoptimalkan alur
rujukan pasien penyakit berbasis lingkungan salah satu solusi yang bisa
diterapkan adalah dengan menempelkan media informasi mengenai alur rujukan
ke klinik sanitasi dan penyakit yang menjadi prioritas untuk dirujuk.
Untuk masalah kesehatan lingkungan terdapat beberapa program-program
kesehatan lingkungan, diantaranya:
Inspeksi Sanitasi Depot Air Minum Isi Ulang di Wilayah Kerja Puskesmas Pauh
Dari grafik terlihat bahwa dari 48 DAMIU yang ada di wilayah kerja
Puskesmas Pauh, 13 diantaranya tidak memenuhi syarat, karena berdasarkan
hasil inspeksi sanitasi memiliki tingkat resiko tinggi atau amat tinggi.
Sehingga pengawasan dan pembinaan terhadap DAMIU perlu lebih
diintensifkan
lagi
mengingat
produk
yang
dihasilkannya
langsung
Kesehatan dan bahkan tak banyak DAMIU yang mau mengurus Sertifikat
Laik Hygiene ke Dinas Kesehatan Kota Padang, kebanyakan alasannya
adalah biaya pemeriksaan labor yang cukup mahal dan tidak mau repot
dengan birokrasi pengurusan surat menyurat.
Pengelolaan Sampah dan Limbah di Wilayah Kerja Puskesmas Pauh
Dari tabel terlihat bahwa sebagian besar masyarakat masih menerapkan
sistem pembakaran dalam pengelolaan sampah. Hal ini disebabkan karena
jangkauan fasilitas yang disediakan oleh DKP masih kurang walaupun
penerapan Peraturan Daerah Nomor 14 Tahun 2014 tentang sampah telah
diberlakukan, demikian juga dengan pengelolaan limbah rumah tangga,
karena faktor geografis kecamatan Pauh yang dikelilingi oleh saluran air
maka bagi masyarakat membuang limbah langsung ke badan air masih
menjadi hal yang lumrah.
Penduduk yang Menggunakan Jamban Sehat di Wilayah Kerja Puskesmas Pauh
Dari grafik diatas terlihat bahwa cakupan persentase penduduk yang
menggunakan jamban sehat adalah 43,9% masih jauh dari target yang
ditetapkan untuk tahun 2015 yaitu sebesar 75%. perlu pendekatan yang lebih
intensif lagi dalam upaya merubah perilaku masyarakat untuk berhenti buang
air besar sembarangan, kondisi yang umum terjadi di wilayah kerja
Puskesmas Pauh adalah dimana penduduk langsung membuang kotoran/tinja
ke saluran air yang banyak berada di sekitar pemukiman tanpa melalui septic
tank.
Dari tabel diatas terlihat jumlah TTU yang ada di wilayah kerja
Puskesmas Pauh adalah sebanyak 178, target pengawasan tempat-tempat
umum adalah 100% artinya semua TTU tersebut harus dikunjungi selama satu
tahun, ternyata tidak semua dapat dikunjungi. Tempat ibadah seperti mushala
kebanyakan dibuka saat waktu maghrib hingga subuh, sehingga tidak bisa
dilihat kondisi dalam sarana tersebut, juga rumah sakit yang ada di wilayah
kerja Puskesmas tidak menjadi wewenang sanitarian dalam melakukan
pengawasannya.
TTU yang memenuhi syarat di wilayah kerja Puskesmas Pauh adalah
79,8% sedangkan target cakupan TTU yang memenuhi syarat adalah 85%,
sehingga pengawasan dan pembinaan TTU dapat lebih diintensifkan
kedepannya.
BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Rujukan pasien dengan penyakit berbasis lingkungan masih belum optimal
pelaksanaannya di Puskesmas Pauh
Inspeksi sanitasi terhadap DAMIU didapatkan 48 DAMIU yang ada di wilayah
kerja Puskesmas Pauh, 13 diantaranya tidak memenuhi syarat.
Masyarakat membuang limbah langsung ke badan air masih menjadi hal yang
lumrah
Pengelolaan sampah masyarakat di Puskesmas Pauh masih banyak yang dibakar.
5.2 Saran
Membuat media informasi mengenai alur rujukan sanitasi di ruang balai
pengobatan
Menambah bahan-bahan peraga dalam pelaksanaan konseling di klinik sanitasi
Puskesmas Pauh
Alat-alat untuk turun ke lapangan agar lebih ditambah
DAFTAR PUSTAKA
Achmadi. Dasar dasar Penyakit Berbasis Lingkungan , Jakarta: Rajawali
Press;2011.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI.
Survei Kesehatan Nasional: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2004
Substansi Kesehatan, Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan Departemen Kesehatan RI;2005
Depkes RI. Panduan Konseling Bagi Petugas Klinik Sanitasi di Puskesmas.
Jakarta;2001.
Depkes RI. Rencana Strategi Lingkungan Sehat. Jakarta;2005
Notoatmodjo. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. PT. Rineka Cipta,
Jakarta;2007