You are on page 1of 26

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tuberkulosis

adalah

suatu

penyakit

yang

disebabkan

oleh

kuman

micobakterium tuberkulosa. Hasil ini ditemukan pertama kali oleh Robert Koch pada
tahun 1882.
Penyakit tuberculosis sudah ada dan dikenal sejak zaman dahulu, manusia
sudah berabad-abad hidup bersama dengan kuman tuberculosis. Hal ini dibuktikan
dengan ditemukannya lesi tuberculosis pada penggalian tulang-tulang kerangka di
Mesir. Demikian juga di Indonesia, yang dapat kita saksikan dalam ukiran-ukiran
pada dinding candi Borobudur.
Diseluruh dunia tahun 1990, WHO melaporkan terdapat 3,8 juta kasus baru
TB dengan 49% kasus terjadi di Asia Tenggara. Dalam periode 1984 1991 tercatat
peningkatan jumlah kasus TB diseluruh dunia, kecuali Amerika dan Eropa. Di tahun
1990 diperkirakan 7,5 juta kasus TB dan 2,5 juta kematian akibat TB diseluruh dunia.
Annual Risk Infection ditahun 1980 - 1985 dinegara-negara Asia Tenggara
diperkirakan sekitar 2% yang berarti terdapat insidensi 100 kasus BTA (+) per
100.000 penduduk. Tahun 1987 di Singapura terdapat 62 kasus per 100.000
penduduk, dengan rata-rata penurunan tahunan 5,7% sejak tahun 1959. Brunei
Darussalam dengan angka kematian 8,5 kasus per 100.000 penduduk dengan insiden
BTA (+) 84 kasus per 226.000 penduduk. Sedangkan Filipina di tahun 1981 1983
memperkirakan prevalensi BTA (+), 0,95%. Berdasarkan data dari SEAMIC Health
Statistictahun 1990, penyakit tuberculosis penyebab kematian no.10 di Thailand

tahun 1989 dan menduduki urutan ke-4 di Filipina pada tahun 1987. Menurut global
TB-WHO, 1998 saat ini pusat dari epidemic TB berada di Asia dengan terdapat 4,5
juta dari 8 juta kasus yang diperkirakan terdapat di dunia atau 50% kasusnya di 6
negara yaitu India, Cina, Bangladesh, Pakistan, Indonesia dan Filipina. Indonesia
menempati urutan ke-3 sebagai penyumbang kasus terbesar di dunia setelah India
dan Cina.
Berdasarkan hasil survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Departemen
Kesehatan RI, tahun 1972 TB menempati urutan ke-3 penyebab kematian. Pada
tahun 1980, TB menempati urutan ke-4, dan menurut SKRT tahun 1992 menempati
urutan ke-2 setelah penyakit sistem sirkulasi. Hasil SKRT tahun 1995, TB merupakan
penyebab kematian ke-3 dari seluruh kelompok usia dan urutan pertama antara
penyakit infeksi yang merupakan masalah kesehatan masyarakat Indonesia.
Epidemiologi berdasarkan kasus di pkm
Pembuatan diagnosis tuberculosis paru kadang-kadang sulit, sebab penyakit
tuberculosis paru yang sudah berat dan progresif sering tidak menimbulkan gejala
yang dapat dilihat. Antara gejala dengan luasnya penyakit maupun lamanya sakit,
sering tidak mempunyai korelasi yang baik. Hal ini disebabkan oleh karena penyakit
tuberculosis paru merupakan penyakit paru yang besar (great imitator), yang
mempunyai diagnosis banding hampir pada semua penyakit dada dan penyakit lain
yang mempunyai gejala umum berupa kelelahan dan panas.
Walaupun penyakit ini telah lama dikenal, obat-obat untuk menyembuhkan
belum lama ditemukan, dan pengobatan tuberculosis paru saat ini lebih dikenal

dengan sistem pengobatan jangka pendek dalam waktu 6-9 bulan. Prinsip pengobatan
jangka pendek adalah membunuh dan mensterilkan kuman yang berada di dalam
tubuh manusia. Obat yang sering digunakan dalam pengobatan jangka pendek saat ini
adalah isoniazid, rifampisin, pirazinamid, streptomisin dan etambutol.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka rumusan masalah pada tutorial
klinik ini adalah faktor-faktor apakah yang berhubungan dengan peningkatan angka
kejadian TBC di Puskesmas Rappokalling pada tahun 2016?
C. Tujuan Tutorial Klinik
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui faktor-faktor apakah yang berhubungan dengan
peningkatan angka kejadian TBC di Puskesmas Rappokalling pada tahun 2016?
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui faktor resiko TBC di puskesmas rappokalling
b. Untuk mengetahui bagaimana respon masyarakat terhadap pengobatan TBC
di puskesmas rappokalling
c. Untuk menurunkan angka mortalitas dan morbiditas akibat penyakit TBC di
puskesmas rappokalling
D. Manfaat
1. Bagi Institusi
2. Bagi Puskesmas
3. Bagi Dokter Muda

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Penyakit tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis. Sebagian besar kuman Mycobacterium tuberculosis
menyerang paru, tetapi dapat juga menyerang organ tubuh lainnya. Penyakit ini
merupakan infeksi bakteri kronik yang ditandai oleh pembentukan granuloma pada
jaringan yang terinfeksi dan reaksi hipersensitivitas yang diperantarai sel (cell

mediated hypersensitivity). Penyakit tuberkulosis yang aktif bisa menjadi kronis dan
berakhir dengan kematian apabila tidak dilakukan pengobatan yang efektif.
B. Epidemiologi
Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di
dunia. Pada tahun 1992 World Health Organization (WHO) telah mencanangkan
tuberculosis sebagai Global Emergency. Laporan WHO tahun 2004 menyatakan
bahwa terdapat 8,8 juta kasus baru tuberculosis pada tahun 2002, dimana 3,9 juta
adalah kasus BTA (Basil Tahan Asam) positif. Sepertiga penduduk dunia telah
terinfeksi kuman tuberculosis dan menurut regional WHO jumlah terbesar kasus TB
terjadi di Asia Tenggara, yaitu 33 % dari seluruh kasus TB di dunia, namun bila
dilihat dari jumlah penduduk terdapat 182 kasus per 100.000 penduduk.
Diperkirakan kematian akibat TB adalah 8000 setiap hari dan 2-3 juta setiap
tahun. Laporan WHO tahun 2004 menyebabkan bahwa jumlah terbesar kematian
akibat TB terdapat di Asia Tenggara yaitu 625.000 orang atau angka mortality sebesar
39 orang per 100.000 penduduk. Angka mortalitas tertinggi terdapat di Afrika yaitu
83 per 100.000 penduduk, dimana prevalensi HIV yang cukup tinggi mengakibatkan
peningkatan cepat kasus TB yang muncul.
Indonesia masih menempati urutan ke-3 di dunia dengan jumlah kasus TB
setelah India dan China. Setiap tahun terdapat 250.000 kasus baru TB dan sekitar
140.000 kasus kematian akibat TB. Di Indonesia Tuberkulosis adalah pembunuh
nomor satu diantara penyakit menular dan merupakan penyebab kematian nomor tiga
setelah penyakit jantung dan penyakit pernapasan akut pada seluruh kalangan usia.
C. Etiologi
Penyakit Tuberkulosis adalah disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium
tuberculosis (M. tuberculosis). M. tuberculosis berbentuk batang lurus tidak berspora

dan juga tidak berkapsul. Bakteri ini berukuran lebar 0,3 0,6 mm dan panjang 1 4
mm. Dinding M. tuberculosis sangat kompleks dan terdiri dari lapisan lemak yang
cukup tinggi (60%)
D. Patogenesis
Paru merupakan port dentre lebih dari 98% kasus infeksi TB. Karena
ukurannya yang sangat kecil, kuman TB dalam percik renik (droplet nuclei) yang
terhirup, dapat mencapai alveolus. Masuknya kuman TB ini akan segera diatasi oleh
mekanisme imunologis non spesifik. Makrofag alveolus akan memfagosit kuman TB
dan biasanya sanggup menghancurkan sebagian besar kuman TB. Akan tetapi, pada
sebagian kecil kasus, makrofag tidak mampu menghancurkan kuman TB dan kuman
akan bereplikasi dalam makrofag. Kuman TB dalam makrofag yang terus
berkembang biak, akhirnya akan membentuk koloni di tempat tersebut. Lokasi
pertama koloni kuman TB di jaringan paru disebut Fokus Primer GOHN.
Dari fokus primer, kuman TB menyebar melalui saluran limfe menuju
kelenjar limfe regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke lokasi
focus primer. Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran limfe
(limfangitis) dan di kelenjar limfe ( limfadenitis) yang terkena. Jika focus primer
terletak di lobus paru bawah atau tengah, kelenjar limfe yang akan terlibat adalah
kelenjar limfe parahilus, sedangkan jika focus primer terletak di apex paru, yang akan
terlibat adalah kelenjar paratrakeal. Kompleks primer merupakan gabungan antara
focus primer, kelenjar limfe regional yang membesar (limfadenitis), dan saluran limfe
yang meradang (limfangitis).
Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga terbentuknya
kompleks primer secara lengkap disebut sebagai masa inkubasi TB. Hal ini berbeda

dengan pengertian masa inkubasi pada penyakit infeksi lain, yaitu waktu yang
diperlukan sejak masuknya kuman hingga timbul gejala penyakit. Masa inkubasi TB
biasanya berlangsung dalam waktu 4-8 minggu dengan rentang waktu antara 2-12
minggu. Dalam masa inkubasi tersebut, kuman tumbuh hingga mencapai jumlah 103104, yaitu jumlah yang cukup untuk merangsang respons imunitas seluler.
Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran napas akan bersarang di
jaringan paru sehingga akan terbentuk suatu sarang pneumoni, yang disebut sarang
primer atau afek primer. Sarang primer ini mungkin timbul di bagian mana saja dalam
paru, berbeda dengan sarang reaktivasi. Dari sarang primer akan kelihatan
peradangan saluran getah bening menuju hilus (limfangitis lokal). Peradangan
tersebut diikuti oleh pembesaran kelenjar getah bening di hilus (limfadenitis
regional).Afek primer bersama-sama dengan limfangitis regional dikenal sebagai
kompleks primer. Kompleks primer ini akan mengalami salah satu nasib sebagai
berikut :
1. Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali (restitution ad integrum).
2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (antara lain sarang Ghon, garis
fibrotik, sarang perkapuran di hilus).
3. Menyebar dengan cara :
a. Perkontinuitatum, menyebar ke sekitarnya.
Salah satu contoh adalah epituberkulosis, yaitu suatu kejadian penekanan
bronkus, biasanya bronkus lobus medius oleh kelenjar hilus yang membesar
sehingga menimbulkan obstruksi pada saluran napas bersangkutan, dengan
akibat atelektasis. Kuman tuberkulosis akan menjalar sepanjang bronkus yang
tersumbat ini ke lobus yang atelektasis dan menimbulkan peradangan pada
lobus yang atelektasis tersebut, yang dikenal sebagai epituberkulosis.

b. Penyebaran secara bronkogen, baik di paru bersangkutan maupun ke paru


sebelahnya atau tertelan.
Penyebaran secara hematogen dan limfogen. Penyebaran ini berkaitan
dengan daya tahan tubuh, jumlah dan virulensi kuman. Sarang yang
ditimbulkan dapat sembuh secara spontan, akan tetetapi bila tidak terdapat
imuniti yang adekuat, penyebaran ini akan menimbulkan keadaan cukup
gawat seperti tuberkulosis milier, meningitis tuberkulosis, typhobacillosis
Landouzy.Penyebaran ini juga dapat menimbulkan tuberkulosis pada alat
tubuh lainnya, misalnya tulang, ginjal, anak ginjal, genitalia dan sebagainya.
Patogenesis TBC

E. Diagnosis
1. Gejala Klinis

Gejala klinis tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala


lokal dan gejala sistemik, bila organ yang terkena adalah paru maka gejala lokal
ialah gejala respiratori (gejala lokal sesuai organ yang terlibat).
a. Gejala Respiratorik :
- Batuk 2 minggu
- Batuk darah
- Sesak napas
- Nyeri dada
Gejala respiratori ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala
sampai gejala yang cukup berat tergantung dari luas lesi. Kadang pasien
terdiagnosis pada saat medical check up. Bila bronkus belum terlibat dalam
proses penyakit, maka pasien mungkin tidak ada gejala batuk. Batuk yang
pertama terjadi karena iritasi bronkus, dan selanjutnya batuk diperlukan untuk
membuang dahak ke luar.
b. Gejala Sistemik :
- Demam
- Gejala sistemik lain, seperti: malaise, keringat malam, anoreksia, dan
berat badan menurun.
c. Gejala Tuberkulosis Ekstra Paru :
Gejala tuberkulosis ekstraparu tergantung dari organ yang terlibat,
misalnya pada limfadenitis tuberkulosis akan terjadi pembesaran yang lambat
dan tidak nyeri dari kelenjar getah bening, pada meningitis tuberkulosis akan
terlihat gejala meningitis, sementara pada pleuritis tuberkulosis terdapat gejala
sesak napas dan kadang nyeri dada pada sisi yang rongga pleuranya terdapat
cairan.
2. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisis, kelainan yang akan dijumpai tergantung dari
organ yang terlibat. Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didapat tergantung luas

kelainan struktur paru. Pada permulaan (awal) perkembangan penyakit umumnya


tidak (atau sulit sekali) menemukan kelainan. Kelainan paru pada umumnya
terletak di daerah lobus superior terutama daerah apeks dan segmen posterior (S1
dan S2) , serta daerah apeks lobus inferior (S6). Pada pemeriksaan jasmani dapat
ditemukan antara lain suara napas bronkial, amforik, suara napas melemah, ronki
basah, tanda-tanda penarikan paru, diafragma dan mediastinum. Pada pleuritis
tuberkulosis, kelainan pemeriksaan fisis tergantung dari banyaknya cairan di
rongga pleura. Pada perkusi ditemukan pekak, pada auskultasi suara napas yang
melemah sampai tidak terdengar pada sisi yang terdapat cairan. Pada limfadenitis
tuberkulosis, terlihat pembesaran kelenjar getah bening, tersering di daerah leher
(pikirkan kemungkinan metastasis tumor), kadang-kadang di daerah ketiak.
Pembesaran kelenjar tersebut dapat menjadi cold abscess.
3. Pemeriksaan Bakteriologik
a. Bahan Pemeriksaan
Pemeriksaan bakteriologi untuk menemukan kuman tuberkulosis
mempunyai arti yang sangat penting dalam menegakkan diagnosis. Bahan
untuk pemeriksaan bakteriologi ini dapat berasal dari dahak, cairan
pleura, liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan
bronkoalveolar (bronchoalveolar lavage/BAL), urin, faeces dan jaringan
biopsi (termasuk biopsi jarum halus/BJH)
b. Cara Pengumpulan dan Pengiriman Bahan
Cara pengambilan dahak 3 kali (SPS) :
- Sewaktu / Spot (dahak sewaktu kunjungan)
- Pagi (keeseokan harinya)
- Sewaktu / spot (pada saat mengantarkan dahak pagi) Atau setiap 3 hari
berturut-turut
Bahan

pemeriksaan/

spesimen

yang

berbentuk

cairan dikumpulkan/ ditampung dalam pot yang bermulut lebar,

berpenampang 6 cm atau lebih dengan tutup berulir, tidak mudah pecah


dan tidak bocor. Apabila ada fasilitas, spesimen tersebut dapat dibuat
sediaan apus pada gelas objek (difiksasi) sebelum dikirim ke laboratorium.
Bahan pemeriksaan hasil BJH, dapat dibuat sediaan apus kering di gelas
objek, atau untuk kepentingan biakan dan uji resistensi dapat ditambahkan
NaCl 0,9% 3-5 ml sebelum dikirim ke laboratorium. Spesimen dahak yang
ada dalam pot (jika pada gelas objek dimasukkan ke dalam kotak sediaan)
yang akan dikirim ke laboratorium, harus dipastikan telah tertulis identiti
pasien

yang

sesuai

dengan

formulir

permohonan

pemeriksaan

laboratorium.
c. Cara Pemeriksaan dahak dan barang lain
Pemeriksaan bakteriologi dari spesimen dahak dan bahan lain (cairan
pleura, liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan
bronkoalveolar /BAL, urin, faeces dan jaringan biopsi, termasuk BJH).
4. Pemeriksaan Radiologik
Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA. Pemeriksaan lain atas
indikasi: foto lateral, top-lordotik, oblik, CT-Scan. Pada pemeriksaan foto
toraks, tuberkulosis dapat memberi gambaran bermacam-macam bentuk
(multiform). Gambaran radiologi yang dicurigai sebagai lesi TB aktif :
- Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas
-

paru dan segmen superior lobus bawah.


Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan

atau nodular.
- Bayangan bercak milier
- Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang)
Diagnosis TB paru

F. Perjalanan Penyakit
Cara Penularan:
1. Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif
2. Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk
partikel dahak (droplet). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan
dahak
3. Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada dalam
waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara sinar
matahari langsung dapat membunuh kuman. Percikan dapat bertahan selama
beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan lembab

4. Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang


dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat BTA + pada hasil pemeriksaan
dahak, makin menular pasien tersebut
5. Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman

TB ditentukan oleh

konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut


Risiko penularan
1. Risiko tertular tergantung dari tingkat pajanan dengan percikan dahak. Pasien TB
paru dengan BTA positif memberikan kemungkinan risiko penularan lebih besar
dari pasien TB paru dengan BTA negative
2. Risiko penularan
setiap tahunnya ditunjukkan dengan Annual Risk of
Tuberculosis Infection (ARTI) yaitu proporsi penduduk yang berisiko terinfeksi
TB selama satu tahun. ARTI sebesar 1% berarti 10 (sepuluh) orang diantara 1000
penduduk terinfeksi setiap tahun
3. ARTI di Indonesia bervariasi 1-3%
4. Infeksi TB dibuktikan dengan perubahan reaksi tuberculin negatif menjadi positif
Risiko menjadi sakit TB
1. Hanya sekitar 10% yang terinfeksi TB akan menjadi sakit TB
2. Dengan ARTI 1%, diperkirakan diantara 100.000 penduduk rata-rata terjadi 1000
terinfeksi TB dan 10% diantaranya (100 orang) akan menjadi sakit TB setiap
tahun. Sekitar 50 diantaranya adalah pasien TB BTA positif.
3. Faktor yang mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi pasien TB adalah
daya tahan tubuh yang rendah, diantaranya infeksi HIV/AIDS dan malnutrisi (gizi
buruk)

4. HIV merupakan faktor risiko yang paling kuat bagi yang terinfeksi TB menjadi
sakit (cellular immunity), sehingga jika terjadi infeksi penyerta (oportunistic),
seperti tuberculosis, maka yang bersangkutan akan menjadi sakit parah bahkan
biasa mengakibatkan kematian. Bila jumlah orang terinfeksi HIV meningkat,
maka jumlah pasien TB akan meningkat, dengan demikian penularan TB di
masyarakat akan meningkat pula.

G. Penatalaksanaan
Pengobatan tuberculosis dibagi menjadi 2 fase, yaitu fase intensif (2-3 bulan)
dan fase lanjutan 4 atau 7 bulan. Paduan obat yang digunakan teridir dari obat utama
dan tambahan.
1. OBAT ANTI TUBERKULOSIS (OAT)
Obat yang dipakai :
a. Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan :
- INH
- Rifampisin
- Pirazinamid
- Streptomisin
- Etambutol
b. Jenis obat tambahan lainnya (lini 2) :
- Kanamisin
- Amikasin
- Kuinolon
- Obat lain masih dalam penelitian yaitu makrolid dan amoksilin + asam
klavulanat

Kemasan :
- Obat Tunggal :
Obat disajikan secara terpisah, masing-masing INH, Rifampisin,
Pirazinamid, dan Etambutol.
-

Obat kombinasi dosis tetap (Fixed Dose Combination FDC)


Kombinasi dosis tetap ini terdiri dari 3 atau 4 obat dalam satu tablet
DOSIS OAT

DOSIS OAT KOMBINASI DOSIS TETAP

Penentuan dosis terapi kombinasi dosis tetap 4 obat berdasarkan rentang dosis
yang telah ditentukan oleh WHO merupakan dosis yang efektif atau masih termasuk
dalam batas dosis terapi dan non toksik.
Pada kasus yang mendapat obat kombinasi dosis tetap tersebut, bila
mengalami efek samping serius harus dirujuk ke rumah sakit / dokter spesialis paru /
fasiliti yang mampu menanganinya.

BAB III
GAMBARAN UMUM PUSKESMAS RAPPOKALLING

A Keadaan Geografi
Puskesmas Rappokalling terletak di Kecamatan Tallo Kota Makassar dengan
luas wilayah kerja kurang lebih 3,03 km2. Dari empat kelurahan yang masuk dalam
wilayah kerja Puskesmas Rappokalling terdapat 22 ORW dan 119 ORT. Kecamatan
Tallo merupakan daerah perkotaan yang sebagian wilayahnya berada pada daerah
aliran Sungai Tallo. Sarana transportasi cukup memadai hanya saja jarak tempuh yang
agak jauh dan kondisi jalan yang kurang baik sehingga membutuhkan waktu dan
biaya yang lebih untuk mencapai lokasi Puskesmas Rappokalling maupun Puskesmas
Pembantu.
Pemanfaatan potensi lahan dan alih fungsi lahan yang terjadi sedemikian rupa,
akan membawa pengaruh terhadap kondisi dan perkembangan sosial ekonomi serta
keamanan masyarakat. Lahan yang terletak di tepi laut di beberapa bagian berubah
fungsi menjadi pemukiman penduduk. Hal demikian akan membawa pengaruh pada
urbanisasi, status gizi, pola dan jenis penyakit serta kondisi lingkungan pemukiman
yang sebagian daerahnya dilanda banjir pada waktu musim hujan.
Luas wilayah kerja Puskesmas Rappokalling dapat dilihat pada tabel
berikut :

Tabel 1
Luas Wilayah, Jumlah ORW/ORT Menurut Kelurahan di WilayahKerja
Puskesmas RappokallingTahun 2016
No.

Kelurahan

Luas (Ha)

ORW

ORT

1.

Tammua

92

27

2.

Rappokalling

89,23

39

3.

Buloa

61

27

4.

Tallo

61

26

303,23

22

119

Jumlah

Sumber : Badan statistik , 2016


Puskesmas Rappokalling mempunyai wilayah kerja yang unik dimana wilayah
kerjanya terbagi dua karena dipisahkan oleh wilayah kerja Puskesmas Kaluku Bodoa
dan Puskesmas Jumpandang Baru.
Wilayah kerja yang pertama yaitu Kelurahan Rappokalling dan Kelurahan
Tammua yang memiliki batas sebagai berikut :
-

Sebelah Utara berbatasan dengan Kelurahan Rappojawa dan Sungai Sinassara

Sebelah Timur berbatasan dengan Kelurahan Karuwisi Utara

Sebelah Selatan berbatasan dengan Kelurahan Karuwisi Utara

Sebelah Barat berbatasan dengan Kelurahan Rappojawa


Wilayah kerja yang kedua yaitu Kelurahan Buloa dan Kelurahan Tallo

dimana pada Kelurahan Buloa terdapat Puskesmas Pembantu (PUSTU) dengan dua
orang tenaga kesehatan. Adapun wilayah ini memiliki batas-batas sebagai berikut :
-

Sebelah Utara berbatasan dengan Selat Makassar

Sebelah Timur berbatasan dengan Sungai Tallo

Sebelah Selatan berbatasan dengan Kelurahan Jumpandang Baru

Sebelah Barat berbatasan dengan Kelurahan Kaluku Bodoa

Peta wilayah kerja Puskesmas Rappokalling yang meliputi wilayah Kecamatan


Tallo dengan empat kelurahan dapat dilihat pada lampiran 1.
B Keadaan Penduduk
Kependudukan

merupakan

permasalahan

yang

dihadapi

dewasa

ini

menyangkut jumlah penduduk, laju pertumbuhan penduduk, kepadatan penduduk dan


arus urbanisasi dengan segala dampak sosial ekonomi dan keamanan, dan menjadi
keharusan untuk mengendalikan angka kelahiran dan kematian.
Pembahasan mengenai kependudukan mencakup masalah pertumbuhan
penduduk, kepadatan penduduk dan struktur penduduk menurut kelompok umur.
Upaya

menahan

laju

pertumbuhan

penduduk

dilaksanakan

melalui

pengendalian tingkat kelahiran dan penurunan angka kematian (bayi, anak balita dan
ibu). Adapun jumlah penduduk di wilayah kerja Puskesmas Rappokalling pada tahun
2015 dapat dilihat pada tabel 2
Tabel 2
Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin di Wilayah Kerja Puskesmas
Rappokalling Tahun 2016
No.

Kelurahan

1.

Jumlah (per jenis kelamin)

Jumlah

Rappokalling

Laki-laki
7379

Perempuan
7433

2.

Tammua

4.998

4.796

9.794

3.

Buloa

4.089

3.908

7.997

4.

Tallo

4.083

4.108

8.191

20.549

20.245

40.794

Jumlah
Sumber : Badan statistik, 2016

14.812

Kepadatan Penduduk
Keadaan penduduk sangat berpengaruh terhadap tingkat kesejahteraan
rakyat khususnya kesejahteraan anak dan masalah sosial ekonomi. Hal ini terjadi
karena faktor gizi yang berhubungan dengan lingkungan, perumahan, sanitasi
serta munculnya berbagai wabah penyakit. Di samping itu bertambahnya
kepadatan penduduk sebagai tanda perkembangan suatu daerah.
Berdasarkan Profil Kesehatan Tahun 2015, kepadatan penduduk Kota
Makassar tidak merata di tiap kecamatan yaitu 69.137 jiwa/KM2. Berikut ini
terdapat tabel perbandingan Jumlah Rumah dan Jumlah Kepala Keluarga sebagai
gambaran kepadatan penduduk di wilayah kerja Puskesmas Rappokalling.
Tabel 3
Tabel Perbandingan Jumlah Kepala Keluarga dan Jumlah Rumah di
Wilayah Kerja Puskesmas Rappokalling tahun 2016
N

Jumlah Kepala

Jumlah

Rappokalling

Keluarga
3.394

Rumah
2.835

2.

Tammua

2.187

1.202

3.

Buloa

1.787

1.449

4.

Tallo

1.772

1.518

9.137

7.004

o
1.

Nama Kelurahan

Jumlah
Sumber : Badan Statistik, 2016
2

Struktur Penduduk Menurut Umur


Meningkatnya laju pertumbuhan akan mempengaruhi struktur penduduk
di wilayah kerja Puskesmas Rappokalling. Berikut ini terdapat tabel distribusi
penduduk menurut umur.

Tabel 4
Tabel Distribusi Penduduk Menurut Umur
No.
1.
2.
3.
4.

Kelurahan

0 -12

1-4

5 -14

bln

thn

thn

1431
945
900
727
4003

2474
1699
1454
1278
6905

Rappokalling 254
Tammua
202
Buloa
134
Tallo
146
Jumlah
736
Sumber : Badan Statistik, 2016

15-

25-

35-

45-

24

34

44

54

thn
3357
2023
1700
1633
8713

thn
2684
1836
1532
1560
7612

thn
1855
1344
1009
1166
5374

thn
1384
894
657
805
3740

> 55
thn
412
289
214
298
1213

C Tingkat Pendidikan Penduduk


Pendidikan merupakan salah satu upaya membentuk manusia-manusia
terampil dan produktif sehingga pada gilirannya dapat mempercepat peningkatan
kesejahteraan masyarakat. Untuk menggambarkan keadaan pendidikan penduduk di
wilayah kerja Puskesmas Rappokalling khususnya yang berusia 10 tahun sebagai
indikator partisipasi sekolah dan tingkat pendidikan yang ditamatkan yang ternyata
masih rendah, dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 5

Jumlah
13851
9232
7600
7613
38296

Distribusi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan di Wilayah Kerja Puskesmas


Rappokalling Tahun 2016
TINGKAT PENDIDIKAN
SD
SMP SMU D1,D2,D3
S1
Rappokalling
4638 2694
1492
296
230
Tammua
437
288
341
57
114
Buloa
795
526
463
2
28
Tallo
939
499
547
91
75
Jumlah
6845 4007
2843
446
447
Sumber : Kelurahan masing-masing, 2016

No.
1.
2.
3.
4.

KELURAHAN

S2
9
6
1
10
26

S3
5
1
6

D Tingkat Sosial Ekonomi Penduduk


Rata-rata pengeluaran per kapita penduduk wilayah kerja Puskesmas
Rappokalling belum ditemukan datanya, baik di kantor Kecamatan Tallo maupun
kantor kelurahan untuk tahun 2016.
Sesuai dengan profil tahun 2009 pendapatan per kapita penduduk di Sulawesi
Selatan tahun 2008 adalah Rp. 478.250,00 (angka perkiraan). Angka ini cenderung
menurun akibat krisis moneter yang terjadi sejak tahun 1997.
Mata pencaharian penduduk di wilayah kerja Puskesmas Rappokalling dapat
dilihat pada tabel berikut :

Tabel 6
Distribusi Penduduk Menurut Jenis Pekerjaan di Wilayah Kerja Puskesmas
Rappokalling Tahun 2016

Tkg
No
.
1.
2.
3.
4.

Kelurahan

Rappokallin

Peda

PN

TNI/

Swast

Nelaya

Batu

Sopi

POLRI

&

30

485

Becak
613

127

575

2015

70
165
458
1306

76
46
247

540
375
361
1851

1322
845
1099
5281

182

g
Tammua
284
10
342
0
Buloa
30
30
99
100
Tallo
68
68
141
3
Jumlah
564
138
1067
106
Sumber : Kelurahan masing-masing, 2016

Gang

Jumla
h

E Data Kesakitan
Berdasarkan Profil

Puskesmas Rappokalling tahun 2016 penyakit CC

menempati urutan pertama yaitu sebesar 4951 penderita atau sebesar 37,92 % dari
jumlah total 13.085 penderita.
Pola kesakitan di Puskesmas Rappokalling berdasarkan 10 penyakit utama
tahun 2011, menempatkan CC sebagai penyakit yang paling banyak diderita oleh
pasien pengunjung Puskesmas Rappokalling. Tabel berikut menggambarkan 10
macam penyakit utama di Puskesmas Rappokalling.

Tabel 7
10 Penyakit Utama Puskesmas Rappokalling Tahun 2016
No
1.
2.

Jenis Penyakit
CC
Dispepsia

Jumlah
4951
2093

Persentase
37,92
16,03

3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.

Hipertensi
Batuk
Faringitis
Dermatitis
Artritis
Cepalgia
Diabetes Mellitus
Mialgia
Jumlah
Sumber : Puskesmas Rappokalling, 2016

1751
1183
970
752
558
300
271
229
13.853

13,41
9,06
7,43
5,76
4,27
2,30
2,07
1,75
100

F Struktur Organisasi Puskesmas Rappokalling


1 Kepala Puskesmas
: dr. Hj. Asniaya, M.Kes.
2 Kepala Sub.bagian tata usaha
: Hj. Rahmatan, SKM
a Perlengkapan/Inventaris
: Sutarto
b Keuangan
: Irma Suryani

Unit Pelayanan Teknis


Upaya Kesehatan Masyarakat
1 Upaya Kesehatan Wajib
a Promosi Kesehatan
b Kesehatan Lingkungan
c

KIA/ KB

d Gizi Kesehatan Masyarakat


e P2M/PTM
f Imunisasi
g TBC/Kusta
Upaya Kesehatan Perorangan
a Upaya Kesehatan Sekolah
b

M.Kes
Upaya Kesehatan Usila

: Adnan Nur, SKM


: Sutarto, Ernawati, SKM
Irma Nurvianti, AMKL
: Nurhidayati, Amd. Keb
Titin Harliah
Febriani Jonianto, Amd. Keb
: Elfirah Ahmady, SKM
: Rusnela Masli, SKM
: Hj. Yuliana/Sri Sulastri
: Hj. Hasmawati
:drg.

Andi

:Darmatasia

Rukmawati

Ningsih

Usaha Kesehatan Gigi dan Mulut

M.Kes., Suriyani, Amd. KG


d Perawatan Kesehatan Kerja
e Upaya Kesehatan OR
f Upaya Kesehatan Mata
Unit Gawat Darurat (UGD)
a Laboratorium
b Apotik/Gudang Obat

Jaringan Pelayanan Puskesmas


a Pustu Buloa
b

Pustu Tammua

:drg.

Andi

Rukmawati

Ningsih

: Ernawati, SKM
: Darmatasia
: Akmal Amin, S.Kep. NS
: Akmal Amin, S.Kep. NS
: Nismawati Thahir
: Sitti Balkis, Samsuriani AMD. Far

: Sri Sulastri, Ernawati SKM,


Irma Nurvianti, AMKL
: Irma Suryani

Sumber Daya Manusia (SDM) Puskesmas Rappokalling


Jumlah dan jenis pegawai di Puskesmas Rappokalling adalah:
1. Kepala Puskesmas: 1 orang
2. Dokter Umum
: 1 orang
3. Dokter Gigi
: 1 orang
4. Tata Usaha
: 2 orang
5. Perawat
: 7 orang
6. Bidan
: 4 orang
7. Tenaga Gizi
: 1 orang
8. Tenaga Farmasi
: 2 orang
9. Tenaga Laboratorium
: 1 orang
10. Tenaga Kesling
: 3 orang
11. Tenaga Promkes
: 2 orang
12. Perawat Gigi
: 1 orang

Jenis-Jenis Pelayanan Pasien Rawat Jalan Puskesmas Rappokalling


Jenis pelayanan yang diberikan puskesmas Rappokalling adalah sebagai berikut:

1. Pelayanan Tingkat Pertama (RJTP)


a. Pemeriksaan dan Konsultasi Kesehatan
b. Tindakan medik dasar
c. Tindakan medik gigi dan mulut dasar
d. Pelayanan Keluarga berencana (KB)
e. Imunsasi
f. Surat Keterangan Lahir
g. Surat keterangan sakit
h. Surat Keterangan berbadan Sehat
2. Pelayanan kesehatan Luar Gedung
a. Layanan Kesehatan
1) Puskel (puskesmas Keliling)
2) Posyandu
- Bayi dan Balita
- Lansia
b. Promosi Kesehatan
c. Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)
d. Home Care
e. Layanan darurat 24 jam/hari

You might also like