You are on page 1of 2

Antiklinorium Samarinda adalah jalur-jalur antiklin-sinklin di bagian timur cekungan

kutai di Kalimantan timur, dari daratan sampai lepas pantai membentuk jalur-jalur sejajar berarah
selatan baratdaya-utara timurlaut selebar sekitar 125km dan sepanjang sekitar 400km.
antiklinorium ini terdiri atas lipatan asimetris dengan antiklin sempit, sinklin terbuka lebar, dan
memanjang yang merupakan jalur-jalur antiklin-sinklin yang disusun oleh coal bearing formation
(formasi pembawa batubara) seperti formasi pamaluan, formasi pulau balang, formasi balikpapan
dan formasi kampungbaru.
Asal kejadian antklinorium samarinda telah dibahas oleh banyak peniliti yang
melibatakan banyak mekanisme, misalnya : kompresi yang berasal dari benturan mikrokontinen
Banggai-Suladi sebelah timur Sulawesi(van de Weerd dan Armin, 1992 AAPG Bull), Inversi
oleh dua sesar mendatar besar yang mengapit Cekungan Kutai di sebelah selatan (Sesar AdangPaternoster) dan sebelah utara (Sesar Mangkalihat)(Biantoro,dkk.,1992 IPA Proc), detachment
folding above overpressured sediments (Chambers dan Daley, 1955 IPA Proc), differential
loading in deltaic sediments and an inverted delta growth fault system (Ferguson dan McClay,
1997 IPA Proc).
Mekanisme dari van de Weerd dan Armin (1992 APPG Bull) tidak terbukti karena
bagian utama selat Makassar di sebelah timur Kalimantan Timur sama sekali tidak menunjukkan
gejala-gejala kompresi, sehingga tidak ada propagasi gaya kompresi dari benturan mikrokontinen
Banggai-Sula menerus sampai cekungan Kutai lalu membentuk Antiklinorium Samarinda.
Penjelasan dari Bintaro dkk (1992 IPA Proc) tidak sesuai karena regional wreching dari dua
sesar mendatar besar tidak akan membentuk antiklinorium semapi selabar 125km dans sepanjang
400km, itu mungkin hanya akan membentuk pop-up structure tunggal. Penjelasan dari Chamber
dan Daley (1955 IPA Proc) benar pada aspek pembentukan struktur secara individu, tetapi tidak
menjawab pembentukan Antiklinorium Samarinda secara keseluruhan.
Menurut Bapak Awang Satyan dalam forum iagi, Penjelasan yang memuaskan secara
regional dan komprehensif diajukan oleh van Bemmelen (1949 the Geology of Indonesia), Rose
dan Hartono (1976 IPA Proc) dan kinematika struktur atau tektoniknya didetailkan oleh Ott
(1987 IPA Proc). Ketiga publikasi ini menggunakan gliding tectonic atau gravity sliding dalam
pembentukan Antiklinorium Samarinda. Penyeba utama kinematikan ini adalah terangkatnya
Tinggian Kuching pada Oligi-Miosen di sebalah barat Cekungan Kutai yang kemudian

dikopempensasi secara gravitasi dan volumetric oleh menurunnya Cekungan Kutai ke sebelah
timur. Sedimen molasse dari Tinggian Kuching yang didominasi oleh sedimen halus pada
Cekungan Kutai dan telah membentuk decollement atau detachment surface yang merupakan
floor thrust untuk sedimen-sedimen yang lebih muda di atasnya terdeformasi secara thin-skinned
tectonic sambil berprogradasi diendapkan ke sebelah timur membentuk Antiklinorium
Samarinda. Kinematika Gravity sliding ini masih terjadi sampai sekarang di bagian paling timur
cekunga kutai yang membuka ke cekungan selat makassr utar dalam bentuk toe-thrust system
sedimen-sedimen turbidit di wilayah lereng cekungan.
Tidak ada peranan tektonik lempeng dalam pembentukan Antiklinorium Samarinda.
Tetapi pengangkatan Tinggian Kuching pada Oligo-Miosesn dapat dijelaskan melaui dua cara :
tektonik lempeng dan undasi. Tektonik lempeng menjelaskan sebagai berhubungan dengan
benturan mikrokontinen-mikrokontinen di sebelah baratlaut Kalimantan akibat pemekaran dasar
samudera Laut Cina Selatan. mikrokontinen-mikrokontinen Luconia dan Spratley IslandDangerous Ground (Metcalfe, 1996 Tectonic Evol. Of SE Asia, eds Hall & Blundell) dianggap
telah membentur Kalimantan di sebelah baratlaut dan mengangkat Tinggian Kuching.
Teori Undasi van Bemmelen (1949 the Geology of Indonesia) menganggapnya sebagi
gerakan vertical meso-undasi oleh naiknya intracrustal asthenoliths mengangkat foredeep palung
(flysh phase) proto-Laut Cina Selatan. Intracrustal asthenoliths adalah material mantel yang naik
(upwelling mantel plume yang terjadi mengikuti reaksi geokimia terhadap perubahan-perubahan
tekanan dan temperature setelah tektonik gravitasi flysch phase yang membentuk endapanendapan turbidit di palung. Dalam anggapan ini, maka semua sedimen pasca-pengangkatan
Tinggian Kuching adalah fase molasse orogenesa.

You might also like