Professional Documents
Culture Documents
TINJAUAN PUSTAKA
c. Palsmodium malariae
Plasmodium ini merupakan penyebab malaria kuartana yang memberikan
gejala demam setiap 72 jam. Malaria jenis ini umumnya di temukan di daerah
pegunungan dan dataran rendah dan dataran tropis, dengan masa inkubasi 14 hari
d. Plasmodium ovale
Jenis ini sangat jarang di jumpai umumnya banyak terjadi di afrika dan Pasifik
barat. Masa inkubasi penyakit yang di sebabkan Plasmodium ovale 12-17 hari.
Dengan gejala demam setiap 48 jam, relatif ringan dan cepat sembuh sendiri.
b) Ukuran telur 0,5 mm, dengan jumlah telur (sekali bertelur) 100 300 butir,
rata-rata 150 butir, dan frekuensi bertelur dua atau tiga hari
c) Lama menetas dapat beberapa saat setelah kena air, hingga dua sampai tiga
hari setelah berada di air, dan menetas menjadi larva (larva)
2. Larva
- Larva terletak di air dan mengalami empat masa pertumbuhan (stadium)
yaitu : stadium 1 ( 1 hari), stadium II ( 1-2 hari), stadium III ( 2 hari),
dan standium IV ( 2-3 hari)
- Masing-masing stadium ukurannya berbeda-beda dan juga bulu-bulunya,
dan tiap pergantian stadium disertai dengan pergantian kulit, dan belum ada
perbedaan jantan dan betina
- Pada pergantian kulit terakhir berubah menjadi kepompong dengan umur
rata-rata antara 8-14 hari
3. Kepompong
Kepompong terdapat di air, tidak memerlukan makanan tetapi memerlukan
udara, menetas 1-2 hari menjadi nyamuk, dan umumnya nyamuk jantan menetas lebih
dahulu daripada nyamuk betina
4. Nyamuk Dewasa
Nyamuk anopheles dewasa bentuk badannya lebih besar kalau di bandingkan
dengan rata-rata nyamuk lain, mempunyai urat sayap bersisik, mempunyai prombosis
panjang, mempunyai sirip penutup tubuh, sisik pada pinggir sayap berubah menjadi
jumbai, dan sayap terdiri dari 6 urat sayap, yaitu urat sayap 2, 4 dan 5 bercabang.
(Depkes RI,2003)
Jumlah nyamuk jantan dan nyamuk betina yang menetas dari sekelompok
telur pada umumnya sama banyak (1 : 1), nyamuk jantan umurnya lebih pendek dari
nyamuk betina seminggu, umur nyamuk betina lebih panjang daripada nyamuk
jantan, dan nyamuk betina dapat terbang jauh antara 0,5 5 km
Berdasarkan morfologi, diketahui Morfologi Nyamuk Anopheles spp dewasa,
diketahui bahwa bagian tubuh nyamuk terdiri dari kepala, dada dan perut, kepala :
proboscis, palpi (pembelai), antenna, dada (thoraks) : scutellum, halter, sayap dan
venasinya, perut : ruas-ruas abdomen, sayap terdiri dari costa, sub costa, venasinya
sayap, jumbai, dan kaki terdiri dari coxa, femur, tibia, tarsus. Secara spesifik dapat
dijelaskan ciri-ciri nyamuk dewasa, yaitu
(1) Ciri-ciri umum nyamuk Anopheles spp dewasa yaitu :
a. Proboscis dan palpi sama panjang
b. Scutellum berbentuk satu lengkungan ( lingkaran)
c. Urat sayap bernoda pucat dan gelap
d. Jumbai biasanya terdapat noda pucat
e. Pada palpi bergelang pucat atau sama sekali tidak bergelang
f. Kaki panjang dan langsing
(2) Ciri-ciri khusus nyamuk Anopheles spp dewasa, yaitu:
a. Pada palpi bergelang pucat atau tidak sama sekali
b. Pada sayap ditekankan pada urat-urat sayap dengan noda gelap dan pucat
juga di lakukan
pemeriksaan limpa dengan menggunakan indikator Spleen Rate (SR) yaitu persentase
dari orang yang membesar limpanya terhadap orang yang di periksa (Depkes RI,
2003).
B.
Pengobatan Penderita
Tujuan pengobatan secara umum adalah untuk mengurangi kesakitan,
Pemberantasan Vektor
Pemberantasan vektor malaria dilaksanakan berdasarkan pertimbangan;
yang sudah dicapai harus dapat dipertahankan dengan kegiatan lain yang
biayanya lebih murah, antara lain dengan penemuan dan pengobatan penderita.
e. Acceptable, kegiatan yang dilaksanakan dapat diterima dan didukung oleh
masyarakat setempat
Adapun kegiatan yang dilakukan dalam pemberantasan vektor adalah
sebagai berikut (Depkes RI,2004): (a) penyemprotan rumah, (b) Larvaciding, (c)
Biological control, (d) pengelolaan lingkungan (source reduction), dan (e) pemolesan
kelambu dengan insektisida.
D.
API =
2.4. Pestisida
Menurut Depkes RI (2000),, pestisida adalah semua bahan kimia, binatang
maupun tumbuh-tumbuhan yang dipergunakan untuk mengendalikan hama. Secara
umum pestisida dapat didefinisikan sebagai bahan yang dipergunakan untuk
mengendalikan jasad hidup yang dianggap hama (pest) yang secara langsung ataupun
tidak langsung merugikan kepentingan manusia.
Pestisida yang dipergunakan dalam pemberantasan hama dikelompokan
menjadi 3 kelompok yaitu (1) pestisida yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, (2)
pestisida yang berasal dari hewan, dan (3) pestisida yang berasal dari bahan kimia.
Secara umum pestisida yang lazim digunakan adalah pestisida berasal dari bahan
kimia. Berdasarkan cara kerja atau pengaruh fisiologis, pestisida dapat digolongkan
menjadi: (1) racun perut (stomach poisson), (2) racun kulit (contact poisson),(3)
racun nafas. Sedangkan pestisida kimia secara farmakologis, dapat digolongkan
menjadi (Depkes RI, 2000):
(1) Senyawa organofosfat
Senyawa organofosfat antara lain temasuk diazinon, dimethyl phosphate,
dimeton, oxydimeton methyl, azinophosmethyl, carbophenothion, ethion, methyl
parathion, ethyl parathion, trichlorfon, malathion dimethoate, phorate, dan
dinitrodimeton.
(2) Senyawa organokhlorin
Senyawa organokhlorin antara lain DDT, BHC, chlorobenzilate, dicotol,
aldrin, dieldrin, chlordane, neptachlor, metoxychlor, lindane, endrin, toxophene,
methyl bromide, ethylene dichloride, carbon tetra bromide, ethylene dibromide.
(3) Senyawa carbamat
Senyawa carbamat dapat menghambat aktifitas enzim cholinesterase darah,
dengan ciri khasnya mengandung unsur nitrogen. Senyawa carbamat seperti
pyrolan, isolan, dimethilan, karbaryl (baygon, banol, mesurol, zectran).
2.5. Larvasiding
Larvasiding adalah aplikasi larvasida pada tempat perindukan potensial vektor
guna membunuh /memberantaskan larva dengan menggunkan bahan kimia atau agen
biologis dan bahan kimia. Menurut WHO (2004), Larvicida adalah formulasi
insektisida yang dapat diserap oleh tanah atau aplikasi untuk menekan perkembangan
vektor sejak tahap. Penggunaan larvasida dinilai lebih efektif dan mengurangi biaya
yaitu, pengendalian larva nyamuk sebelum mereka muncul sebagai nyamuk dewasa.
Aplikasi larvacida merupakan komponen penting dari setiap program pengendalian
nyamuk secara terpadu.
suatu zat pengghambat pembentukan cylitine, apabila larva nyamuk terkena dosis
yang cukup, maka larva akan mati pada waktu menjadi pupa atau dapat menetas
menjadi nyamuk tidak normal yang tidak dapat terbang. Selain itu larvasida smethoprene yang merupakan IGR (Insect Growth Regulator).
Larvasida kimia dalam penelitian ini adalah s-methoprene. Metopren adalah
serangga pengatur tumbuh yang sangat efektif sebagai agen kontrol untuk larva
nyamuk, karena dapat menghambat dengan pematangan dan reproduksi dalam
serangga. Metoprene adalah pengatur pertumbuhan serangga yang telah terdaftar
sebagai pestisida yang digunakan secara umum sejak tahun 1975. Metoprene tidak
memiliki efek yang signifikan toksikologi merugikan dalam setiap manusia efek
kesehatan dan sebagai biokimia pestisida karena mengendalikan serangga melalui
toksisitas langsung, mengganggu siklus hidup serangga dan mencegah dari mencapai
kematangan dan mereproduksi.
Secara komersial metoprhene dijual dengan nama dagang "Altosid". Produk
komersial tersedia yaitu Altosid produk formulasi slow release seperti Briket, yang
rilis bahan aktif terus-menerus ketika basah saat mereka mengikis selama periode
yang berkisar antara 12 hari sampai 150 hari. Aplikasi larvasida ini bervariasi
tergantung pada jenis habitat, kedalaman air dan kualitas air. Adapun rumus molekul
metophrene adalah C19H34O3, yaitu
berbentuk briket berwarna abu-abu dan juga bersifat terurai secara perlahan. Kedua
jenis tersebut sangat cocok untuk mengontrol hampir seluruh populasi nyamuk.
Altosid mengandung s-methoprene sebagai larvasida dengan cara kerja larva yang
memakan atau terkena methoprene tidak dapat mengeluarkan cycilitin, sehingga pupa
tidak dapat berkembang menjadi nyamuk dewasa dengan pelepasan zat aktif secara
bertahap. Altosid berisi zat arang (charcoal) yang melindungi zat aktif dari sinar
matahari, tetap efektif pada serangga yang resisten terhadap organophophat, carbonat
dan pyrethroid, serta efektif pada air dengan tingkat polusi tinggi seperti septic tank
(Wellmark, 2005).
Menurut Depkes RI (1999), penggunaan larvasida biologis jenis S-metoprene
efektif menurunkan populasi larva nyamuk Anopheles spp sampai 82,1% pada dosis
3,0 ppm dan 4,0 ppm.
AS) untuk penurunan kepadatan larva Anopheles di Teluk Dalam, Pulau Nias, setelah
penyemprotan pertama dan kedua berkisar antara 70,4-89,7% (Mujiyono, dkk,1996).
Menurut Depkes RI (1999), penggunaan larvasida biologis jenis B.
thuringiensis efektif menurunkan populasi larva nyamuk Anopheles spp sampai
82,1% pada dosis 4,0 ppm.
Kedua bahan aktif tersebut dapat membunuh larva nyamuk dewasa sehingga
memutuskan mata rantai populasi nyamuk Anopheles khususnya pada daerah endemis
malaria.
Konsep teori dalam penelitian ini mengacu pada konsep Blum (1974), bahwa
ada empat faktor utama mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat/individu yaitu
perilaku, faktor lingkungan, pelayanan kesehatan dan faktor genetik. Kaitannya
dengan kejadian malaria kecenderungan disebabkan oleh faktor perilaku, dan
lingkungan baik lingkungan fisik, dan biologis. Pengendalian vektor melalui
larvasiding
termasuk
dalam
upaya
manipulasi
keadaan
lingkungan
untuk
Angka Kematian
Anopheles spp