You are on page 1of 32

Asuhan Keperawatan Klien dengan Hemoroid

A. DEFINISI
Hemoroid adalah pelebaran dan inflamasi pembuluh darah vena di daerah anus yang
berasal dari plexus hemorrhoidalis.
Hemoroid adalah bagian vena yang berdilatasi di dalam kanal anal. Hemoroid sangat
umum terjadi. Pada usia 50 an, sekitar 50 % individu mengalami berbagai tipe hemoroid
berdasarkan luasnya vena yang terkena.
Hemoroid diklasifikasikan menjadi dua tipe, yaitu hemoroid interna yang terjadi diatas
sfingter anal dan hemoroid eksternal yang terjadi diluar sfingter anal.
B. PATOGENESIS
Hemoroid timbul karena dilatasi, pembengkakan, atau inflamasi vena hemoroidalis yang
disebabkan oleh faktor-faktor risiko/pencetus. Faktor risiko hemoroid antara lain mengejan pada
saat buang air besar yang sulit, pola buang air besar yang salah (lebih banyak memakai jamban
duduk, terlalu lama duduk di jamban sambil membaca), peningkatan tekanan intra abdomen yang
disebabkan oleh tumor (tumor usus, tumor abdomen), kehamilan (disebabkan karena tekanan
janin pada abdomen dan perubahan hormonal), usia tua, konstipasi kronik, diare kronik atau
diare yang berlebihan, hubungan seks per-anal, kurang minum air, kurang makan makanan
berserat (sayur dan buah), kurang olahraga/imobilisasi.
C. PATOFISIOLOGI
Hemoroid adalah bantalan jaringan ikat dibawah lapisan epitel saluran anus. Sebagai
bantalan, maka ia berfungsi untuk:
o Mengelilingi dan menahan anastomosis antara arteri rektalis superior dengan vena
rektalis superior, media, dan inferior
o Mengandung lapisan otot polos di bawah epitel yang membentuk masa bantalan

o Memberi informasi sensorik penting dalam membedakan benda padat, cair, atau gas
o Secara teoritis, manusia memiliki tiga buah bantalan pada posterior kanan, anterior
kanan, dan lateral kiri.
Kelainan-kelainan bantalan yang terjadi adalah pembesaran, penonjolan keluar,
trombosis, nyeri, dan perdarahan yang kemudian disebut/menjadi ciri dari hemoroid.
D. KLASIFIKASI
Hemoroid diklasifikasikan menjadi hemoroid eksterna dan interna.
Hemoroid interna dibagi berdasarkan gambaran klinis, yaitu:
1. Derajat I: bila terjadi pembesaran hemoroid yang tidak prolaps keluar kanal anus.
Hanya dapat dilihat dengan anorektoskop;
2. Derajat II: pembesaran hemoroid yang prolaps dan menghilang atau masuk sendiri ke
dalam anus secara spontan.
3. Derajat III: pembesaran hemoroid yang prolaps dapat masuk lagi ke dalam anus
dengan bantuan dorongan jari.
4. Derajat IV: prolaps hemoroid yang permanen, rentan, dan cenderung untuk mengalami
trombosis atau infark.
Untuk melihat risiko perdarahan, hemoroid dapat dideteksi olek adanya stigmata
perdarahan berupa bekuan darah yang masih menempel, erosi, kemerahan di atas
hemoroid.
E. PENEGAKAN DIAGNOSIS
Diagnosis hemoroid ditegakkan berdasarkan anamnesis keluhan klinis dari hemoroid
berdasarkan klasifikasi hemoroid (derajat I sampai dengan derajat IV) dan pemeriksaan anoskopi

dan kolonoskopi. Untuk memastikan, diperlukan pemeriksaan rontgen barium enema atau
kolonoskopi total.
F. MANIFESTASI KLINIS
Hemoroid menyebabkan tanda dan gejala:
- Rasa gatal dan nyeri
- Perdarahan berwarna merah terang pada saat BAB
- Pada hemoroid eksternal, sering timbul nyeri hebat akibat inflamasi dan edema yang
disebabkan oleh trombosis (pembekuan darah dalam hemoroid) sehingga dapat
menimbulkan iskemia dan nekrosis pada area tersebut.
G. ETIOLOGI
Penyebab terjadinya hemoroid antara lain:
1. Terlalu banyak duduk
2. Diare menahun/kronis
3. Kehamilan: disebabkan oleh karena perubahan hormon
4. Keturunan penderita wasir
5. Hubungan seks tidak lazim (perianal)
6. Penyakit yang membuat penderita mengejan
7. Sembelit/ konstipasi/ obstipasi menahun
8. Penekanan kembali aliran darah vena
9. Melahirkan

10. Obesitas
11. Usia lanjut
12. Batuk berat
13. Mengangkat beban berat
14. Tumor di abdomen/usus proksimal
H. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan hemoroid terdiri dari penatalaksanaan medis dan penatalaksanaan
bedah.
1. Penatalaksanaan Medis
Ditujukan untuk hemoroid interna derajat I sampai III atau semua derajat hemoroid yang
ada kontraindikasi operasi atau klien yang menolak operasi.
a. Non-farmakologis
Bertujuan untuk mencegah perburukan penyakit dengan cara memperbaiki defekasi.
Pelaksanaan berupa perbaikan pola hidup, perbaikan pola makan dan minum,
perbaikan pola/cara defekasi. Perbaikan defekasi disebut Bowel Management
Program (BMP) yang terdiri atas diet, cairan, serat tambahan, pelicin feses, dan
perubahan perilaku defekasi (defekasi dalam posisi jongkok/squatting). Selain itu,
lakukan tindakan kebersihan lokal dengan cara merendam anus dalam air selama 1015 menit, 2-4 kali sehari. Dengan perendaman ini, eksudat/sisa tinja yang lengket
dapat dibersihkan. Eksudat/sisa tinja yang lengket dapat menimbulkan iritasi dan rasa
gatal bila dibiarkan.
b. Farmakologi

Bertujuan memperbaiki defekasi dan meredakan atau menghilangkan keluhan dan


gejala.
Obat-obat farmakologis hemoroid dapat dibagi atas empat macam, yaitu:
1. Obat yang memperbaiki defekasi
Terdapat dua macam obat yaitu suplement serat (fiber suplement) dan pelicin tinja
(stool softener). Suplemen serat komersial yang yang banyak dipakai antara lain
psylium atau isphaluga Husk (ex.: Vegeta, Mulax, Metamucil, Mucofalk) yang
berasal dari kulit biji plantago ovate yang dikeringkan dan digiling menjadi
bubuk. Obat ini bekerja dengan cara membesarkan volume tinja dan
meningkatkan peristaltik usus. Efek samping antara lain ketut dan kembung. Obat
kedua adalah laxant atau pencahar (ex.: laxadine, dulcolax, dll).
2. Obat simptomatik
Bertujuan untuk menghilangkan atau mengurangi keluhan rasa gatal, nyeri, atau
kerusakan kulit di daerah anus. Jenis sediaan misalnya Anusol, Boraginol N/S dan
Faktu. Sediaan yang mengandung kortikosteroid digunakan untuk mengurangi
radang daerah hemoroid atau anus. Contoh obat misalnya Ultraproct, Anusol HC,
Scheriproct.
3. Obat penghenti perdarahan
Perdarahan menandakan adanya luka pada dinding anus atau pecahnya vena
hemoroid yang dindingnya tipis. Psyllium, citrus bioflavanoida yang berasal dari
jeruk lemon dan paprika berfungsi memperbaiki permeabilitas dinding pembuluh
darah.
4. Obat penyembuh dan pencegah serangan

Menggunakan Ardium 500 mg dan plasebo 32 tablet selama 4 hari, lalu 22


tablet selama 3 hari. Pengobatan ini dapat memberikan perbaikan terhadap gejala
inflamasi, kongesti, edema, dan prolaps.
c. Minimal Invasif
Bertujuan untuk menghentikan atau memperlambat perburukan penyakit dengan
tindakan-tindakan pengobatan yang tidak terlalu invasif antara lain skleroterapi
hemoroid atau ligasi hemoroid atau terapi laser. Dilakukan jika pengobatan
farmakologis dan non-farmakologis tidak berhasil.
2. Penatalaksanaan Tindakan Operatif
Ditujukan untuk hemoroid interna derajat IV dan eksterna atau semua derajat hemoroid
yang tidak berespon terhadap pengobatan medis.
o Prosedur ligasi pita karet
o Hemoroidektomi kriosirurgi
o Laser Nd: YAG
o Hemoroidektomi
3. Penatalaksanaan Tindakan non-operatif
o Fotokoagulasi inframerah, diatermi bipolar, terapi laser adalah tekhnik terbaru yang
digunakan untuk melekatkan mukosa ke otot yang mendasarinya
o Injeksi larutan sklerosan juga efektif untuk hemoroid berukuran kecil dan berdarah.
Membantu mencegah prolaps.
Nursing Assesment:
o Personal Hygiene yang baik terutama didaerah anal

o Menghindari mengejan selama defekasi


o Diet tinggi serat
o Bedrest/tirah baring untuk mengurangi pembesaran hemoroid
I. PENCEGAHAN
Upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya hemoroid antara lain:
1. Jalankan pola hidup sehat
2. Olah raga secara teratur (ex.: berjalan)
3. Makan makanan berserat
4. Hindari terlalu banyak duduk
5. Jangan merokok, minum minuman keras, narkoba, dll.
6. Hindari hubunga seks yang tidak wajar
7. Minum air yang cukup
8. Jangan menahan kencing dan berak
9. Jangan menggaruk dubur secara berlebihan
10. Jangan mengejan berlebihan
11. Duduk berendam pada air hangat
12. Minum obat sesuai anjuran dokter
J. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian

Riwayat kesehatan:
- Apakah ada rasa gatal, terbakar dan nyeri selama defekasi?
- Adakah nyeri abdomen?
- Apakah terdapat perdarahan dari rektum? Berapa banyak, seberapa sering, apa
warnanya?
- Adakah mucus atau pus?
- Bagaimana pola eliminasi klien? Apakah sering menggunakan laksatif?
Riwayat diet:
- Bagaimana pola makan klien?
- Apakah klien mengkonsumsi makanan yang mengandung serat?
Riwayat pekerjaan:
- Apakah klien melakukan pekerjaan yang memerlukan duduk atau berdiri dalam
waktu lama?
Aktivitas dan latihan:
- Seberapa jumlah latihan dan tingkat aktivitas?
Pengkajian obyektif:
- Menginspeksi feses apakah terdapat darah atau mucus dan area perianal akan
adanya hemoroid, fisura, iritasi, atau pus.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Konstipasi b.d mengabaikan dorongan untuk defekasi akibat nyeri selama defekasi

b. Ansietas b.d rencana pembedahan dan rasa malu


c. Nyeri b.d iritasi, tekanan dan sensitivitas pada area rektal/anal sekunder akibat
penyakit anorektal dan spasme sfingter post-operatif
d. Perubahan eliminasi urinarius b.d rasa takut nyeri post-operatif
e. Risiko ketidakefektifan penatalaksanaan program terapi
3. Perencanaan dan intervensi
- Menghilangkan konstipasi
Intervensi:
a. Menyusun waktu untuk defekasi, biasanya setelah makan atau pada waktu tidur
b. Menggunakan latihan relaksasi sesuai kebutuhan
c. Menambahkan makanan tinggi serat pada diet
d. Meningkatkan masukan cairan hingga 2 liter/24 jam
- Menurunkan ansietas
- Menghilangkan nyeri
Intervensi:
a. Mengubah posisi tubuh dan aktifitas untuk meminimalkan nyeri dan
ketidaknyamanan
- Meningkatkan eliminasi urinarius
- Pemantauan dan penatalaksanaan komplikasi
- Pendidikan klien dan pertimbangan perawatan di rumah

K. BIBLIOGRAFI
Leff, E: Hemorrhoidectomy Laser vs non-laser: out patient surgical experience at:
www.medscape.com.
Keigley MRB. 2001. Hemorrhoidal Disease in Surgery of the Anus, Rectum and Colon,
2nd edition. WB Saunders: London.
Iwagaki: The Laser Treatment of Hemorrhoids: result of a study on 1816 patients in
Surgery Today, vol 19 on 6 November 1989.
Gurley, D: hemorrhoid at: www.emedicine.com.
Brunner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. EGC: Jakarta.
Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Jilid I edisi IV.
Asuhan Keperawatan Klien dengan Gonorrhea
A. DEFINISI
Gonorhea adalah sebuah penyakit infeksi yang disebabkan oleh
Neisseria gonorrhea yang penularannya melalui hubungan kelamin baik
melalui genito-genital, oro-genital, ano-genital. Penyakit ini menginfeksi
lapisan dalam uretra, leher rahim, rektum, tenggorokan, dan konjungtiva.
B. PENYEBARAN
Gonore dapat menyebar melalui aliran darah ke bagian tubuh lain
terutama kulit dan persendian. Pada wanita, gonore bisa menjalar ke saluran
kelamin dan menginfeksi selaput di dalam panggul sehingga menyebabkan
nyeri pinggul dan gangguan reproduksi.
C. ETIOLOGI

- Penyebab pasti penyakit gonore adalah bakteri Neisseria gonorrhea


yang bersifat patogen.
- Daerah yang paling mudah terinfeksi adalah daerah dengan mukosa
epitel kuboid atau lapis gepeng yang belum berkembang pada
wanita yang belum pubertas.
D. MANIFESTASI KLINIS
Pada pria:
- Gejala awal gonore biasanya timbul dalam waktu 2-7 hari setelah
terinfeksi
- Gejalanya berawal sebagai rasa tidak enak pada uretra kemudian
diikuti nyeri ketika berkemih
- Disuria yang timbul mendadak, rasa buang air kecil disertai dengan
keluarnya lendir mukoid dari uretra
- Retensi urin akibat inflamasi prostat
- Keluarnya nanah dari penis.
Pada wanita:
- Gejala awal biasanya timbul dalam waktu 7-21 hari setelah terinfeksi
- Penderita seringkali tidak merasakan gejala selama beberapa minggu
atau bulan (asimtomatis)
- Jika timbul gejala, biasanya bersifat ringan. Namun, beberapa
penderita menunjukkan gejala yang berat seperti desakan untuk
berkemih

- Nyeri ketika berkemih


- Keluarnya cairan dari vagina
- Demam
- Infeksi dapat menyerang leher rahim, rahim, indung telur, uretra, dan
rektum serta menyebabkan nyeri pinggul yang dalam ketika
berhubungan seksual
Wanita dan pria homoseksual yang melakukan hubunga seks
melalui anus, dapat menderita gonore di rektumnya. Penderita akan
merasa tidak nyaman disekitar anusnya dan dari rektumnya keluar
cairan. Daerah disekitar anus tampak merah dan kasar serta tinja
terbungkus oleh lendir dan nanah.
E. DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan atas dasar anamnesis, pemeriksaan klinis, dan
pemeriksaan pembantu yang terdiri atas 15 tahap, yaitu:
1. Sediaan langsung dengan pewarnaan gram akan ditemukan
diplokokus gram negatif, intraseluler dan ekstraseluler, leukosit
polimorfonuklear.
2. Kultur untuk identifikasi perlu atau tidaknya dilakukan pembiakan
kultur. Menggunakan media transport dan media pertumbuhan.
3. Tes definitif, tes oksidasi (semua golongan Neisseria akan bereaksi
positif),
glukosa)

tes

fermentasi

(kuman

gonokokus

hanya

meragikan

4. Tes beta laktamase, hasil tes positif ditunjukkan dengan perubahan


warna kuning menjadi merah apabila kuman mengandung enzim
beta laktamase
5. Tes Thomson dengan menampung urin pagi dalam dua gelas. Tes ini
digunakan

untuk

mengetahui

sampai

berlangsung.
F. KOMPLIKASI
Komplikasi pada pria:
- Prostatitis
- Cowperitis
- Vesikulitis seminalis
- Epididimitis
- Cystitis dan infeksi traktus urinarius superior
Komplikasi pada wanita:
- Komplikasi uretra
- Bartholinitus
- Endometritis dan metritis
- Salphingitis
G. PENGOBATAN
1. Medikamentosa

dimana

infeksi

sudah

o Walaupun semua gonokokus sebelumnya sangansensitif terhadap


penicilin, banyak strain yang sekarang relatif resisten. Terapi
penicillin, amoksisilin, dan tetrasiklin masih tetap merupakan
pengobatan pilihan.
o Untuk sebagian besar infeksi, penicillin G dalam aqua 4,8 unit
ditambah 1 gr probonesid per- oral sebelum penyuntikan penicillin
merupakan pengobatan yang memadai.
o Spectinomycin berguna untuk penyakit gonokokus yang resisten
dan penderita yang peka terhadap penicillin. Dosis: 2 gr IM untuk
pria dan 4 gr untuk wanita.
o Pengobatan jangka panjang diperlukan untuk endokarditis dan
meningitis gonokokus.
2. Non-medikamentosa
Memberikan pendidikan kepada klien dengan menjelaskan tentang:
o Bahaya penyakit menular seksual
o Pentingnya mematuhi pengobatan yang diberikan
o Cara penularan PMS dan perlunya pengobatan untuk pasangan
seks tetapnya
o Hindari hubungan seksual sebelum sembuh dan memakai kondom
jika tidak dapat dihindari.
o Cara-cara menghindari infeksi PMS di masa yang akan datang.
H. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Diagnosa dan Intervensi

Nyeri b.d reaksi infeksi


Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, klien akan:
- Mengenali faktor penyebab
Menggunakan

metode

pencegahan

non

analgetik

untuk

nyeri

meliputi

lokasi,

mengurangi nyeri
- Menggunakan analgetik sesuai kebutuhan
- Melaporkan nyeri yang sudah terkontrol
Intervensi:
a)

Kaji

secara

karakteristik,

komprehensif
dan

onset,

tentang
durasi,

frekuensi,

kualitas,

intensitas/beratnya nyeri, dan faktor-faktor presipitasi.


b) Observasi isyarat-isyarat non verbal dari ketidaknyamanan,
khususnya ketidakmampuan untuk komunikasi secara efektif.
c)

Gunakan

komunikasi

terapeutik

agar

klien

dapat

mengekspresikan nyeri
d) Berikan dukungan terhadap klien dan keluarga
e) Kontrol faktor-faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi
respon klien terhadap ketidaknyamanan (ex.: temperatur ruangan,
penyinaran, dll)

f) Ajarkan penggunaan teknik non farmakologik (ex.: relaksasi,


guided imagery, terapi musik, distraksi, aplikasi panas-dingin,
massage, TENS, hipnotis, terapi aktivitas)
g) Berikan analgesik sesuai anjuran
h) Tingkatkan tidur atau istirahat yang cukup
i) Evaluasi keefektifan dari tindakan mengontrol nyeri yang telah
digunakan.
Hipertermi b.d reaksi inflamasi
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, klien akan:
- Suhu dalam rentang normal
- Nadi dan RR dalam rentang normal
- Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing
Intervensi:
a) Monitor vital sign
b) Monitor suhu minimal 2 jam
c) Monitor warna kulit
d) Tingkatkan intake cairan dan nutrisi
e) Selimuti klien untuk mencegah hilangnya panas tubuh
f) Kompres klien pada lipat paha dan aksila

g) Berikan antipiretik bila perlu


Perubahan pola eliminasi urin b.d proses inflamasi
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, klien akan:
- Urin akan menjadi kontinens
- Eliminasi urin tidak akan terganggu: bau, jumlah, warna urin
dalam rentang yang diharapkan dan pengeluaran urin tanpa
disertai nyeri
Intervensi:
a) Pantau eliminasi urin meliputi: frekuensi, konsistensi, bau,
volume, dan warna dengan tepat
b) Rujuk pada ahli urologi bila penyebab akut ditemukan
Cemas b.d penyakit
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, klien akan:
- Tidak ada tanda-tanda kecemasan
- Melaporkan penurunan durasi dan episode cemas
- Melaporkan pemenuhan kebutuhan tidur adekuat
- Menunjukkan fleksibilitas peran
Intervensi:

a) Kaji tingkat kecemasan dan reaksi fisik pada tingkat kecemasan


(takikardi, takipneu, ekspresi cemas non verbal)
b) Temani klien untuk mendukung kecemasan dan rasa takut
c) Instruksikan klien untuk menggunakan teknik relaksasi
d) Berikan pengobatan untuk menurunkan cemas dengan cara
yang tepat
e) Sediakan informasi aktual tentang diagnosa, penanganan, dan
prognosis
Risiko penularan b.d kurang pengetahuan tentang sifat
menular dari penyakit
Tujuan:
Dapat meminimalkan terjadinya penularan penyakit pada orang
lain
Intervensi:
Berikan pendidikan kesehatan kepada klien dengan menjelaskan
tentang:
- Bahaya penyakit menular
- Pentingnya memetuhi pengobatan yang diberikan
- Jelaskan cara penularan PMS dan perlunya untuk setia pada
pasangan
- Hindari hubungan seksual sebelum sembuh dan memakai
kondom jika tidak dapat menghindarinya.

Harga diri rendah b.d penyakit


Tujuan:
Setelah

dilakukan

mengekspresikan

tindakan

pandangan

keperawatan,

positif

untuk

klien

masa

depan

akan
dan

memulai kembali tingkatan fungsi sebelumnya dengan indikator:


- Mengindentifikasi aspek-aspek positif diri
- Menganalisis perilaku sendiri dan konsekuensinya
Mengidentifikasi

cara-cara

menggunakan

kontrol

dan

mempengaruhi hasil
Intervensi:
a) Bantu individu dalam mengidentifikasi dan mengekspresikan
perasaan
b) Dorong klien untuk membayangkan masa depan dan hasil positif
dari kehidupan
c)

Perkuat

kemampuan

dan

karakter

positif

(misal:

hobi,

keterampilan, penampilan, pekerjaan)


d) Bantu klien menerima perasaan positif dan negatif
e) Bantu dalam mengidentifikasi tanggung jawab sendiri dan kontrol
situasi
I. BIBLIOGRAFI
Lachlan, MC. 1987. Buku Pedoman Diagnosis dan Penyakit Kelamin.
Ilmiah Kedokteran: Yogyakarta.

Natadidjaja, hendarto. 1990. Kapita Selekta Kedokteran. Bina Rupa


Aksara: Jakarta.
Prof. DR. Djuanda, Adhi. 1999. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi 3.
Balai Penerbit FKUI: Jakarta.
Wikinson, Judith M. 2006. Buku saku DIAGNOSIS KEPERAWATAN.
Penerbit buku kedokteran EGC.
Carpenito, Lynda J. 2001. Buku saku DIAGNOSA KEPERAWATAN Edisi 8.
Penerbit buku kedokteran EGC.
http://www.blogdokter.net/2008/05/25/gonorrhea/
Asuhan Keperawatan Anak dengan Leukemia
A. Definisi
Leukemia adalah neoplasma akut atau kronis dari sel-sel
pembentuk darah dalam sumsum tulang dan limfa (Reeves, 2001).
Sifat khas leukemia adalah proliferasi tidak teratur atau akumulasi sel
darah putih dalam sumsum tulang, menggantikan elemen sumsum
tulang normal. Proliferasi juga terjadi di hati, limpa, dan nodus
limfatikus. Terjadi invasi organ non hematologis seperti meninges,
traktus gastrointestinal, ginjal, dan kulit.
Leukemia limfositik akut (LLA) sering terjadi pada anak-anak.
Leukemia tergolong akut bila ada proliferasi blastosit (sel darah yang
masih

muda)

keganasan

dari

primer

sumsum
sumsum

tulang.
tulang

Leukemia
yang

akut

berakibat

merupakan
terdesaknya

komponen darah normal oleh komponen darah abnormal (blastosit)


yang

disertai

dengan

penyebaran

organ-organ

lain.

Leukemia

tergolong kronis bila ditemukan ekspansi dan akumulasi dari sel tua
dan sel muda (Tejawinata, 1996).

Selain akut dan kronik, ada juga leukemia kongenital yaitu


leukemia yang ditemukan pada bayi umur 4 minggu atau bayi yang
lebih muda.
B. Etiologi
Penyebab

LLA

sampai

sekarang

belum

jelas,

namun

kemungkinan besar karena virus (virus onkogenik).


Faktor lain yang berperan antara lain:
1. Faktor eksogen seperti sinar X, sinar radioaktif, dan bahan kimia
(benzol, arsen, preparat sulfat), infeksi (virus dan bakteri).
2. Faktor endogen seperti ras
3. Faktor konstitusi seperti kelainan kromosom, herediter (kadangkadang dijumpai kasus leukemia pada kakak-adik atau kembar satu
telur).
Faktor predisposisi:
1. Faktor genetik: virus tertentu menyebabkan terjadinya perubahan
struktur gen (T cell leukimia-lymphoma virus/HTLV)
2. Radiasi ionisasi: lingkungan kerja, prenatal, pengobatan kanker
sebelumnya
3. Terpapar zat-zat kimiawi seperti benzen, arsen, kloramfenikol,
fenilbutazon, dan agen anti neoplastik.
4. Obat-obat imunosupresif, obat karsinogenik seperti diethylstilbestrol
5. Faktor herediter misalnya pada kembar satu telur
6. Kelainan kromosom
Jika penyebab leukimia disebabkan oleh virus, virus tersebut akan
mudah masuk ke dalam tubuh manusia jika struktur antigen virus
tersebut sesuai dengan struktur antigen manusia. Struktur antigen
manusia terbentuk oleh struktur antigen dari berbagai alat tubuh
terutama kulit dan selaput lendir yang terletak di permukaan

tubuh(antigen jaringan). Oleh WHO, antigen jaringan ditetapkan


dengan istilah HL-A (human leucocyte locus A). Sistem HL-A individu ini
diturunkan menurut hukum genetika sehingga peranan faktor ras dan
keluarga sebagai penyebab leukemia tidak dapat diabaikan.
C. Patofisiologi
Leukemia merupakan proliferasi dari sel pembuat darah yang
bersifat sistemik dan biasanya berakhir fatal. Leukemia dikatakan
penyakit darah yang disebabkan karena terjadinya kerusakan pada
pabrik pembuat sel darah yaitu sumsum tulang. Penyakit ini sering
disebut kanker darah. Keadaan yang sebenarnya sumsum tulang
bekerja aktif membuat sel-sel darah tetapi yang dihasilkan adalah sel
darah yang tidak normal dan sel ini mendesak pertumbuhan sel darah
normal.
Terdapat dua mis-konsepsi yang harus diluruskan mengenai
leukemia, yaitu:
1. Leukemia merupakan overproduksi dari sel darah putih, tetapi sering
ditemukan pada leukemia akut bahwa jumlah leukosit rendah. Hal
ini diakibatkan karena produksi yang dihasilkan adalah sel yang
immatur.
2. Sel immatur tersebut tidak menyerang dan menghancurkan sel
darah normal atau jaringan vaskuler. Destruksi seluler diakibatkan
proses infiltrasi dan sebagai bagian dari konsekuensi kompetisi
untuk mendapatkan elemen makanan metabolik.

D. Klasifikasi Leukimia
1. Leukemia Mielogenus Akut (LMA)
LMA mengenai sel stem hematopoetik yang kelak berdiferensiasi ke
semua sel mieloid; monosit, granulosit (basofil, netrofil, eosinofil),
eritrosit, dan trombosit. Semua kelompok usia dapat terkena.
Insidensi meningkat sesuai dengan bertambahnya usia. Merupakan
leukemia nonlimfositik yang paling sering terjadi.
2. Leukemia Mielogenus Krinis (LMK)
LMK juga dimasukkan dalam sistem keganasan sel stem mieloid.
Namu lebih banyak sel normal dibanding bentuk akut, sehingga
penyakit ini lebih ringan. LMK jarang menyerang individu dibawah
20 tahun. Manifestasi mirip dengan gambaran LMA tetapi dengan
tanda dan gejala yang lebih ringan. Pasien menunjukkan tanpa

gejala selama bertahun-tahun, peningkatan leukosit kadang sampai


jumlah yang luar biasa, limpa membesar.
3. Leukemia Limfositik Kronis (LLK)
LLK merupakan kelainan ringan mengenai individu usia 50 70
tahun. Manifestasi klinis pasien tidak menunjukkan gejala. Penyakit
baru terdiagnosa saat pemeriksaan fisik atau penanganan penyakit.
4. Leukemia Limfositik Akut (LLA)
LLA dianggap sebagai proliferasi ganas limfoblast. Sering terjadi
pada anak-anak, laki-laki lebih banyak dibandingkan perempuan.
Puncak insiden usia 4 tahun, setelah usia 15 tahun. LLA jarang
terjadi. Limfosit immatur berproliferasi dalam sumsum tulang dan
jaringan perifer sehingga mengganggu perkembangan sel normal.
E. Tanda dan Gejala
1. Anemia
Disebabkan karena produksi sel darah merah kurang akibat dari
kegagalan sumsum tulang memproduksi sel darah merah. Ditandai
dengan

berkurangnya

konsentrasi

hemoglobin,

turunnya

hematokrit, jumlah sel darah merah kurang. Anak yang menderita


leukemia mengalami pucat, mudah lelah, kadang-kadang sesak
nafas.
2. Suhu tubuh tinggi dan mudah infeksi
Disebabkan karena adanya penurunan leukosit, secara otomatis
akan menurunkan daya tahan tubuh karena leukosit yang berfungsi
untuk mempertahankan daya tahan tubuh tidak dapat bekerja
secara optimal.
3. Perdarahan
Tanda-tanda perdarahan dapat dilihat dan dikaji dari adanya
perdarahan mukosa seperti gusi, hidung (epistaxis) atau perdarahan
bawah kulit yang sering disebut petekia. Perdarahan ini dapat
terjadi secara spontan atau karena trauma. Apabila kadar trombosit
sangat rendah, perdarahan dapat terjadi secara spontan.

4. Penurunan kesadaran
Disebabkan karena adanya infiltrasi sel-sel abnormal ke otak
dapat menyebabkan berbagai gangguan seperti kejang sampai
koma.
5. Penurunan nafsu makan
6. Kelemahan dan kelelahan fisik
F. Gambaran Klinis
Gejala yang khas berupa pucat (dapat terjadi mendadak), panas,
dan

perdarahan

hepatomegali

disertai

serta

splenomegali

limfadenopati.

dan

Perdarahan

kadang-kadang
dapat

didiagnosa

ekimosis, petekia, epistaksis, perdarahan gusi, dsb.


Gejala yang tidak khas ialah sakit sendi atau sakit tulang yang
dapat disalahartikan sebagai penyakit rematik. Gejala lain dapat timbul
sebagai akibat infiltrasi sel leukemia pada alat tubuh seperti lesi
purpura pada kulit, efusi pleura, kejang pada leukemia serebral.
G. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan darah tepi, gejala yang terlihat adalah adanya
pansitopenia,

limfositosis

yang

kadang-kadang

menyebabkan

gambaran darah tepi monoton dan terdapat sel blast (menunjukkan


gejala patogonomik untuk leukemia).
Pemeriksaan sumsum tulang ditemukan gambaran monoton
yaitu hanya terdiri dari sel limfopoetik patologis sedangkan sistem lain
terdesak (aplasia sekunder).
Pemeriksaan biopsi limfa memperlihatkan proliferasi sel leukemia
dan sel yang berasal dari jaringan limfa yang terdesak seperti: limfosit
normal, RES, granulosit, pulp cell.
70

90%

dari

kasus

leukemia

Mielogenus

Kronis

(LMK)

menunjukkan kelainan kromosom yaitu kromosom 21 (kromosom


Philadelphia atau Ph 1).
50 70% dari pasien Leukemia Limfositik Akut (LLA), Leukemia
Mielogenus Akut (LMA) mempunyai kelainan berupa:

- Kelainan jumlah kromosom seperti diploid (2n), haploid (2n-a),


hiperploid
- Kariotip yang pseudodiploid pada kasus dengan jumlah
kromosom yang diploid (2n+a)
- Bertambah atau hilangnya bagian kromosom (partial depletion)
- Terdapat

marker

kromosom

yaitu

elemen

yang

secara

morfologis bukan merupakan kromosom normal, dari bentuk


yang

sangat

besar

sampai

yang

sangat

kecil.

Untuk

menentukan pengobatannya harus diketahui jenis kelainan


yang ditemukan. Pada leukemia biasanya didapatkan dari
hasil darah tepi berupa limfositosis lebih dari 80% atau
terdapat sel blast. Juga diperlukan pemeriksaan dari sumsum
tulang dengan menggunakan mikroskop elektron akan terlihat
adanya sel patologis.
H. Penatalaksanaan
o Program terapi
Pengobatan terutama ditunjukkan untuk 2 hal (Netty Tejawinata,
1996) yaitu:
1. Memperbaiki keadaan umum dengan tindakan:
- Tranfusi sel darah merah padat (Pocket Red Cell-PRC) untuk
mengatasi anemi. Apabila terjadi perdarahan hebat dan
jumlah trombosit kurang dari 10.000/mm, maka diperlukan
transfusi trombosit.
- Pemberian antibiotik profilaksis untuk mencegah infeksi.
2. Pengobatan spesifik
Terutama ditunjukkan untuk mengatasi sel-sel yang abnormal.
Pelaksanaannya tergantung pada kebijaksanaan masing-masing
rumah sakit, tetapi prinsip dasar pelaksanaannya adalah sebagai
berikut:
- Induksi untuk mencapai remisi: obat yang diberikan untuk
mengatasi kanker sering disebut sitostatika (kemoterapi).

Obat diberikan secara kombinasi dengan maksud untuk


mengurangi sel-sel blastosit sampai 5% baik secara sistemik
maupun intratekal sehingga dapat mengurangi gejala-gajala
yang tampak.
- Intensifikasi, yaitu pengobatan secara intensif agar sel-sel yang
tersisa tidak memperbanyak diri lagi.
- Mencegah penyebaran sel-sel abnormal ke sistem saraf pusat
-

Terapi

rumatan

(pemeliharaan)

dimaksudkan

untuk

mempertahankan masa remisi


3 fase Pelaksanaan Kemoterapi:
1. Fase Induksi
Dimulai 4-6 minggu setelah diagnosa ditegakkan. Pada fase ini
diberikan terapi kortikosteroid (prednison), vineristin, dan Lasparaginase. Fase induksi dinyatakan berhasil jika tanda-tanda
penyakit berkurang atau tidak ada dan di dalam sumsum tulang
ditemukan jumlah sel muda kuurang dari 5%.
2. Fase profilaksis sistem saraf pusat
Pada fase ini diberikan terapi methotrexate, cytarabine, dan
hydrocortison melalui intratekal untuk mencegah invasi sel
leukemia ke otak. Terapi irradiasi kranial dilakukan hanya pada
pasien leukemia yang mengalami gangguan sistem saraf pusat.
3. Konsolidasi
Pada

fase

ini,

kombinasi

pengobatan

dilakukan

untuk

mempertahankan remisis dan mengurangi jumlah sel-sel leukemia


yang

beredar

dalam

tubuh.

Secara

berkala,

dilakukan

pemeriksaan darah lengkap untuk menilai respon sumsum tulang


terhadap pengobatan. Jika terjadi supresi sumsum tulang, maka
pengobatan dihentikan sementara atau dosis obat dikurangi.
o Pengobatan imunologik

Bertujuan untuk menghilangkan sel leukemia yang ada di dalam


tubuh agar pasien dapat sembuh sempurna. Pengobatan seluruhnya
dihentikan setelah 3 tahun remisi terus menerus.
I. Asuhan Keperawata
Diagnosa Keperawatan
1. Risiko tinggi kekurangan volume cairan b.d intake dan
output cairan, kehilangan berlebihan: muntah, perdarahan,
diare,

penurunan

pemasukan

cairan:

mual,

anoreksia,

peningkatan kebutuhan cairan: demam, hipermetabolik.


Tujuan: volume cairan terpenuhi
Kriteria hasil:
- Volume cairan adekuat
- Mukosa lembab
- Tanda vital stabil: TD 90/60 mmHg, nadi 100x/menit, RR
20x/menit
- Nadi teraba
- Pengeluaran urin 30 ml/jam
- Kapileri refill <2 detik
Intervensi:
a. Monitor intake dan output cairan
b. Monitor berat badan
c. Monitor TD dan frekuensi jantung
d. Evaluasi turgor kulit, pengisian kapiler dan kondisi membran
mukosa
e. Beri masukan cairan 3-4 L/hari
f. Inspeksi kulit/membran mukosa untuk petekie, area ekimosis;
perhatikan perdarahan gusi, darah warna karat atau samar pada
feses dan urin, perdarahan lanjut dari sisi tusukan invasif.
g.

Implementasikan

tindakan

untuk

mencegah

cidera

jaringan/perdarahan
h. Batasi perawatan oral untuk mencuci mulut bila diindikasikan

i. Berikan diet makanan halus


j. Kolaborasi:
- Berikan cairan IV sesuai indikasi
- Awasi pemeriksaan laboratorium: trombosit, Hb/Ht, pembekuan
- Berikan SDM, trombosit, faktor pembekuan
- Pertahankan alat akses vaskuler sentral eksternal (kateter arteri
subklavikula, tunneld, port implan)
- Berikan obat sesuai indikasi: allopurinol, kalium asetat atau
asetat, natrium bikarbonat, pelunak feses.
2. Nyeri b.d agen cidera fisik
Tujuan: nyeri teratasi
Kriteria hasil:
- Pasien menyatakan nyeri hilang atau terkontrol
- Menunjukkan perilaku penanganan nyeri
- Tampak rileks dan mampu istirahat
Intervensi:
a. Kaji keluhan nyeri, perhatikan perubahan pada derajat nyeri
(gunakan skala 0-10)
b. Awasi tanda vital, perhatikan petujuk non-verbal misal tegangan
otot, gelisah
c. Berikan lingkungan tenang dan kurangi rangsangan penuh stres.
d. Tempatkan

klien

pada

posisi

nyaman

dan

ganjal

sendi,

ekstremitas dengan bantal.


e. Ubah posisi secara periodik dan bantu latihan rentang gerak
lembut.
f. Berikan tindakan kenyamanan (pijatan, kompres dingin dan
dukungan psikologis)
g. Kaji ulang/tingkatkan intervensi kenyamanan klien
h. Evaluasi dan dukung mekanisme koping klien

i. Dorong menggunakan teknik manajemen nyeri. Contoh: latihan


relaksasi/nafas dalam, sentuhan.
j. Bantu aktivitas terapeutik, teknik relaksasi.
k. Kolaborasi:
- Awasi kadar asam urat, berikan obat sesuai indikasi: analgesik
(asetaminofen),

narkotik

(kodein,

meperidin,

morfin,

hidromorfin), agen ansietas (diazepam, lorazepam)


3. Risiko tinggi infeksi b.d menurunnya sistem pertahanan
tubuh sekunder (gangguan pematangan SDP, peningkatan
jumlah limfosit immatur, imunosupresi, penekanan sumsum
tulang)
Tujuan: klien bebas dari infeksi
Kriteria hasil:
- Keadaan temperatur normal
- Hasil kultur negatif
- Peningkatan penyembuhan
Intervensi:
a. Tempatkan pada ruangan khusus. Batasi pengunjung sesuai
indikasi
b. Cuci tangan untuk semua petugas dan pengunjung
c. Awasi suhu, perhatikan hubungan antara peningkatan suhu dan
pengobatan kemoterapi. Observasi demam sehubungan dengan
takikardia, hipotensi, perubahan mentak samar.
d. Cegah menggigil: tingkatkan cairan, berikan kompres
e. Dorong sering mengubah posisi, napas dalam, dan batuk
f. Auskultasi bunyi nafas, perhatikan gemericik, ronchi; inspeksi
sekresi terhadap perubahan karakteristik, contoh peningkatan
sputum atau sputum kental.
g. Inspeksi kulit untuk nyeri tekan, area eritematosus; luka terbuka.
Bersihkan kulit dengan larutan antibakterial.

h. Inspeksi membran mukosa mulut. Bersihkan mulut dengan sikat


gigi halus.
i. Tingkatkan kebersihan perianal
j. Diet tinggi protein dan cairan
k. Hindari prosedur invasiv (tusukan jarum dan injeksi) bila mungkin
l. Kolaborasi
- Awasi pemeriksaan lab. Misal: hitung darah lengkap, apakah
SDP turun atau tiba-tiba terjadi perubahan pada neutrofil;
kultur gram/sensitivitas.
Kaji ulang seri foto dada, berikan obat sesuai indikasi, hindari
antipiretik yang mengandung aspirin, berikan diet rendah
bakteri, misal makanan dimasak.
4. Risiko terjadi perdarahan b.d trombositopenia
Tujuan: klien bebas dari gejala perdarahan
Kriteria hasil:
- TD 90/60 mmHg
- Nadi 100x/menit
- Ekskresi dan sekresi negatif terhadap darah
- Ht 40-54%(laki-laki), 37-47%(perempuan)
- Hb 14-18 gr%
Intervensi:
a. Pantau hitung trombosit dengan jumlah 50.000/ml, risiko terjadi
perdarahan. Pantau Ht dan Hb terhadap tanda perdarahan.
b. Minta klien untuk mengingatkan perawat bila ada rembesan
darah dari gusi
c. Inspeksi kkulit, mulut, hidung, urin, feses, muntahan, dan tempat
tusukan IV terhadap perdarahan.
d. Gunakan jarum ukuran kecil
e. Jika terjadi perdarahan, tinggikan bagian yang sakit dan berikan
kompres dingin dan tekan perlahan
f. Beri bantalan tempat tidur untuk mencegah trauma

g. Anjurkan pada klien untuk menggunakan sikat gigi halus atau


pencukur listrik.
5. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan umum
Tujuan: klien mampu menoleransi aktivitas
Kriteria hasil:
- Peningkatan toleransi aktivitas yang dapat diukur
- Berpartisipasi

dalam

aktivitas

sehari-hari

sesuai

tingkat

kemampuan
- Menunjukkan penurunan tanda fisiologis tidak toleran misal
nadi, pernafasan, dan TD dalam batas normal
Intervensi:
a. Evaluasi laporan kelemahan, perhatikan ketidakmampuan untuk
berpartisipasi dalam aktivitas. Berikan lingkungan tenang dan
periode istirahat tanpa gangguan.
b. Implementasikan teknik penghematan energi. Contoh: lebih baik
duduk daripada berdiri.
c. Jadwalkan makan sekitar kemoterapi. Jaga kebersihan mulut.
Berikan antiemetik sesuai indikasi.
d. Kolaborasi: berikan oksigen tambahan.
J. Bibliografi
Behrman, Kliegman, Arvin. 2000. Ilmu Kesehatan Anak. EGC
Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. EGC
Nursalam, dkk. 2005. Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak. Salemba
Merdeka.
http://praktik-perawat.blogspot.com
http://creasoft.wordpress.com/2008/04/15/leukemia_pada_anak.html
http://dilichild86.blogspot.com/2008/04/asuh-keperawatan.html

You might also like