You are on page 1of 18

Bab I

Pendahuluan
A. Latar Belakang
Dalam tiga puluh tahun terakhir terjadi peningkatan prevalensi (kekerapan
penyakit) asma terutama di negara-negara maju. Kenaikan prevalensi asma di
Asia seperti Singapura, Taiwan, Jepang, atau Korea Selatan juga mencolok.
Kasus asma meningkat insidennya secara dramatis selama lebih dari lima belas
tahun, baik di negara berkembang maupun di negara maju. Beban global untuk
penyakit ini semakin meningkat. Dampak buruk asma meliputi penurunan
kualitas hidup, produktivitas yang menurun, ketidakhadiran di sekolah,
peningkatan biaya kesehatan, risiko perawatan di rumah sakit dan bahkan
kematian.
Asma merupakan penyakit kronis saluran pernapasan yang ditandai oleh
inflamasi, peningkatan reaktivitas terhadap berbagai stimulus, dan sumbatan
saluran napas yang bisa kembali spontan atau dengan pengobatan yang sesuai.
Meskipun pengobatan efektif telah dilakukan untuk menurunkan morbiditas
karena asma, keefektifan hanya tercapai jika penggunaan obat telah sesuai.
Seiring dengan perlunya mengetahui hubungan antara terapi yang baik dan
keefektifan terapetik, baik peneliti maupun tenaga kesehatan harus memahami
faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan pasien.
Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah untuk menanggulangi
asma di masyarakat, namun tanpa peran serta masyarakat tentunya tidak akan
dicapai hasil yang optimal.

Bab II
Pembahasan
ASUHAN KEPERAN ASMA

A. Defnisi
Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversible di mana
trakea dan bronki berespon dalam secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu.
(KMB vol. 1. 2002)
Asma adalah obstruksi jalan nafas akut, periodik yang diakibatkan oleh
rangsangan yang tidak menimbulkan respon pada orang sehat. Gangguan ini
dikarakteristikkan pada dispnea yang tidak disertai oleh penyakit lain.
(Mansjoer, Arif, Kapita Selekta, 2001)
Asma adalah suatu keadaan dimana saluran nafas mengalami penyempitan
karena hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu, yang menyebabkan
peradangan; penyempitan ini bersifat sementara. (Kusuma, Hardhi & Amin
Huda Nuranif, Aplikasi Keperawatan Berdasarkan NANDA-NIC-NOC, 2012)
B. Etiologi
Sebagai pemicu timbulnya serangan dapat berupa infeksi (infeksi virus
RVS), iklim (perubahan mendadak suhu, tekanan udara), inhalan (debu, kapuk,
tungau, sisa serangga mati, bulu binatang, serbuk sari, bau asap, uap cat),
makanan (putih telur, susu sapi, kacang tanah, coklat, biji-bijian, tomat), obat
(aspirin), kegiatan fisik (olah raga berat, kecapaian, tertawa terbahak-bahak),
serta emosi.

C. Anatomi dan Fisiologi

Asma di tandai dengan kontraksi sportif dari otot polos bronciolus yang
menyebabkankerusakan brofor. Hal ini terjadi pada 3-5 % dari seluruh manusia
pada suatu saat dalam hidupnya. Pada dasarnya bronciolus lebih banyak
berkembang sesama ekspisi. Karena peningkatannya tertanam dalam paru
selama ekspirasi di paksa merekam bagian luar bronciolus. Karena broncioalus
bertambah sebagian maka sumbatan selanjutnya adalah akibat dari tekanan
eksternal yang menimbulkan obstruksi berat terutama selama ekspirasi.
Penderita asma biasanya dapat melakukan inspirasi dengan baik dan adekuat
tetapi sukar sekali melakukan ekspirasi.
Reaksi yang ditimbulkan pada tipe asma Alergi memiliki kecenderungan
untuk membentuk sejumlah antibody IgE abnormal dalam jumlah besar, dan
antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bila mereka bereaksi dengan atigen
spisifikasi. Antibodi ini melekat sel niast yang terdapat pada intertirial baru
yang berhubungan dengan brociolus dan brongus.
D. Klasifikasi
1. Asma Alergik disebabkan oleh allergen yang dikenal (mis; serbuk sari,
binatang, amarah, makanan, dan jamur). Kebanyakan allergen terdapat di
udara dan musiman. Pasien dengan asma alergik biasanya mempunyai
riwayat keluarga yang alergik dan riwayat medis masa lalu eczema/rhinitis
alergik. Pemajanan terhadap allergen asma alergik sering dapat mengatasi
kondisi sampai masa remaja.
2. Asma idiopatik/nonalergik tidak berhubungan dengan allergen spesifik.
Faktor-faktor seperti latihan, emosi, dan polutan lingkungan dapat
mencetuskan serangan. Beberapa agens farmakologi, seperti aspirin dan
agens anti-inflamasi nonsteroid lain, pewarna rambut, antagonis betaadrenergik dan agens sulfit (pengawet makanan) juga mungkin menjadi
faktor. Serangan asma idiopatik menjadi lebih berat dan sering sejalan
dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi bronchitis kronis
dan emfisema. Beberapa pasien akan mengalami asma gabungan.
3. Asma Gabungan adalah bentuk asma yang paling umum. Asma ini
mempunyai karakteristik dari bentuk alergik maupun bentuk idiopatik atau
nonalergik.

E. Patofisiologi
ALLERG
Masuk dalam
EN
tubuh
Serangan asma : sesak
nafas
Mengeluarkan
Hospitalisasi, Tx
Intake tak
mediator; histamine,
inhalannsi,
adekuat,
platelet, brakidin, dll
tndkn invasif
metabolism
mengkt,
Permeabilitas
Ketidks
kapiler
mbngn
meningkat
nutrisi
Edema mukosa,
Kelelaha
Nyeri
Cemas
sekresi produktif,
n
kontriksi otot polos
Psikis
Bersihan jalan nafas tidak
kelelah
efektif
Pola nafas
an
Infeksi
tidak efektif
Iritan;
Cuaca;
sal.nafas
debu
dingin
Menempel pasa sel
mast
Degranulasi

F. Manifestasi Klinis
Gejala umum asma : batuk, dyspnea, dan mengi.
Gejala awal berupa :
Batuk terutama pada malam atau dini hari
Sesak napas
Napas berbunyi (mengi) yang terdengar jika pasien menghembuskan
napasnya
Rasa berat di dada
Dahak sulit keluar.
Gejala yang berat adalah keadaan gawat darurat yang mengancam jiwa. Yang
termasuk gejala yang berat adalah:
Serangan batuk yang hebat
Sesak napas yang berat dan tersengal-sengal
Sianosis (kulit kebiruan, yang dimulai dari sekitar mulut)
Sulit tidur dan posisi tidur yang nyaman adalah dalam keadaan duduk
Kesadaran menurun
G. Komplikasi
1. Gagal nafas

2. Fraktur iga
3. Pneumonia
4. Ateletaksis
H. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laborratorium
1) Pemeriksaan Sputum
Pemeriksaan sputum dilakukan untuk melihat adanya:
-

Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari kristal

eosinopil.
Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell (sel cetakan) dari
cabang

bronkus.
Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus.
Netrofil dan eosinopil yang terdapat pada sputum, umumnya bersifat
mukoid dengan viskositas yang tinggi dan kadang terdapat mucus

plug.
2) Pemeriksaan Darah
- Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula
-

terjadi hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis.


Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH.
Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang di atas 15.000/mm3

dimana menandakan terdapatnya suatu infeksi.


Pada pemeriksaan faktor-faktor alergi terjadi peningkatan dari Ig E

pada waktu serangan dan menurun pada waktu bebas dari serangan.
Pemeriksaan Radiologi
Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu
serangan meninjukkan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni
radiolusen yang bertambah dan peleburan rongga intercostalis, serta
diafragma yang menurun. Akan tetapi bila terdapat komplikasi, maka
kelainan yang didapat adalah sebagai berikut:
-

Bila disertai dengan bronkitis, maka bercak-bercak di hilus akan

bertambah.
Bila terdapat komplikasi empisema (COPD), maka gambaran radiolusen

akan semakin bertambah.


Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrate pada paru.
Dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis lokal.

Bila terjadi pneumonia mediastinum, pneumotoraks, dan


pneumoperikardium, maka dapat dilihat bentuk gambaran radiolusen

pada paru-paru.
Pemeriksaan Tes Kulit
Tujuan uji kulit untuk menunjukkan adanya anti body Lg E spesifika dalam
tubuh dan mencari faktor alergi dengan berbagai allergen yang dapat
menimbulkan reaksi yang positif pada asma.
Elektrokardiografi
Gambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan dapat dibagi
menjadi 3 bagian, dan disesuaikan dengan gambaran yang terjadi pada
empisema paru yaitu:
-

Perubahan aksis jantung, yakni pada umumnya terjadi right axis deviasi

dan clock wise rotation.


Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni terdapatnya RBB

(Right bundle branch block).


Tanda-tanda hopoksemia, yakni terdapatnya sinus tachycardia, SVES,

dan VES atau terjadinya depresi segmen ST negative.


Scanning Paru
Dengan scanning paru melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa redistribusi
udara selama serangan asma tidak menyeluruh pada paru-paru.
Spisometri
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversible, cara yang
paling cepat dan sederhana diagnosis asma adalah melihat respon
pengobatan dengan bronkodilator. Pemeriksaan spirometer dilakukan
sebelum dan sesudah pemberian bronkodilator aerosol (inhaler atau
nebulizer) golongan adrenergik. Peningkatan FEV1 atau FVC sebanyak
lebih dari 20% menunjukkan diagnosis asthma. Tidak adanya respon aerosol
bronkodilator lebih dari 20%. Pemeriksaan spirometri tidak saja penting
untuk menegakkan diagnosis tetapi juga penting untuk menilai berat
obstruksi dan efek pengobatan. Benyak penderita tanpa keluhan tetapi
pemeriksaan spirometrinya menunjukkan obstruksi.
I. Penatalaksanaan
1) Terapi Non Farmakologi
Edukasi pasien

Edukasi pasien dan keluarga, untuk menjadi mitra dokter dalam


penatalaksanaan asma.
Edukasi kepada pasien/keluarga bertujuan untuk :
-

meningkatkan pemahaman (mengenai penyakit asma secara umum

dan pola penyakit asma sendiri)


meningkatkan keterampilan (kemampuan dalam penanganan asma

sendiri/asma mandiri)
meningkatkan kepuasan
meningkatkan rasa percaya diri
meningkatkan kepatuhan (compliance) dan penanganan mandiri
membantu pasien agar dapat melakukan penatalaksanaan dan
mengontrol asma

Bentuk pemberian edukasi :


-

Komunikasi/nasehat saat berobat


Ceramah
Latihan/training
Supervisi
Diskusi
Tukar menukar informasi (sharing of information group)
Film/video presentasi
Leaflet, brosur, buku bacaan, dll

Komunikasi yang baik adalah kunci kepatuhan pasien, upaya


meningkatkan kepatuhan pasien dilakukan dengan :
1. Edukasi

dan

mendapatkan

persetujuan

pasien

untuk

setiap

tindakan/penanganan yang akan dilakukan. Jelaskan sepenuhnya


kegiatan tersebut dan manfaat yang dapat dirasakan pasien
2. Tindak lanjut (follow-up). Setiap kunjungan, menilai ulang
penanganan yang diberikan dan bagaimana pasien melakukannya. Bila
mungkin kaitkan dengan perbaikan yang dialami pasien (gejala dan
faal paru).
3. Menetapkan rencana pengobatan bersama-sama dengan pasien.
4. Membantu pasien/keluarga dalam menggunakan obat asma.
5. Identifikasi dan atasi hambatan yang terjadi atau yang dirasakan
pasien, sehingga pasien merasakan manfaat penatalaksanaan asma
secara konkret.

6. Menanyakan kembali tentang rencana penganan yang disetujui


bersama dan yang akan dilakukan, pada setiap kunjungan.
7. Mengajak keterlibatan keluarga.
8. Pertimbangkan pengaruh agama, kepercayaan, budaya dan status
sosioekonomi yang dapat berefek terhadap penanganan asma

Pengukuran Peak Flow Meter


Perlu dilakukan pada pasien dengan asma sedang sampai berat. Pengukuran
Arus Puncak Ekspirasi (APE) dengan Peak Flow Meter ini dianjurkan pada:
1. Penanganan serangan akut di gawat darurat, klinik, praktek dokter dan
oleh pasien di rumah.
2. Pemantauan berkala di rawat jalan, klinik dan praktek dokter.
3. Pemantauan sehari-hari di rumah, idealnya dilakukan pada asma
persisten usia di atas > 5 tahun, terutama bagi pasien setelah perawatan di
rumah sakit, pasien yang sulit/tidak mengenal perburukan melalui gejala
padahal berisiko tinggi untuk mendapat serangan yang mengancam jiwa.
Pada asma mandiri pengukuran APE dapat digunakan untuk membantu
pengobatan seperti :
1. Mengetahui apa yang membuat asma memburuk
2. Memutuskan apa yang akan dilakukan bila rencana pengobatan berjalan
baik
3. Memutuskan apa yang akan dilakukan jika dibutuhkan penambahan atau
penghentian obat
4. Memutuskan kapan pasien meminta bantuan medis/dokter/IGD

Identifikasi dan mengendalikan faktor pencetus


Pemberian oksigen
Banyak minum untuk menghindari dehidrasi terutama pada anak-anak
Kontrol secara teratur
Pola hidup sehat
Dapat dilakukan dengan :
- Penghentian merokok
- Menghindari kegemukan
- Kegiatan fisik misalnya senam asma
2) Terapi Farmakologi

a. Simpatomemik : pengguanaan langsung melalui inhalasi aakan


meningkatkan bronkoselektifitas, member efeek yang lebih cepat dan
memberikan efek perlindungan yang lebih besar terhadap rangsangan
(misalnya

allergen,

latihan)

yang

menimbulkan

bronkospamse

dibandingkan bila diberikan secara sistemik.


b. Xantin : metilxantin (teofilin, garamnya yangmudah larut dan
turunannya) akan merelaksasi secara langsung otot polos bronki dan
pembuluh darah pulmonal, merangsang SSP, menginduksi dieresis,
meningkatkan sekresi asam lambung, menurunkan tekanan sfinker
esophageal bawah dan menghambat kontraksi uterus. Teofilin juga
merupakan stimulant pusat pernafasan. Amofilin mempunyai efek kuat
pada kontraktilitas diafragma pada orang sehat dan dengan demikian
mampu menurunkan kelelahan serta memperbaiki kontraktilitas pada
pasien dengan penyakit obstruksi saluran pernafasan kronik.
c. Antikolimergik :
- Ipratropium Bromida (semprot hidung) : untuk inhalasi oral adalah
seuatu antikolinergik (parasimpatik) yang akan menghambat reflex
vegal dengan cara mengantagonis kerja asetilkolin. Bronkodilasi yang
dihasilkan bersifat lokal, pada tempat tertentu dan tidak bersifat
sistemik, juga mempunyai antesekresi dan penggunaan lokal dapat
-

menghambat sekresi kelenjer serosa dan seromukus mukosa hidung.


Tiotropium Bromida : adalah obat muskarinik kerja diperlama yang
biasanya digunakan sebagai antikolinergik. Pada saluran pernapasan,
tiotropium menunjukkan efek farmakologi dengan cara menghambat
reseptor M3 pada otot polos sehingga terjadi bronkodilasi.
Bronkodilasi yang timbul setelah inhalasi tiotropium bersifat sangat

spesifik pada lokasi tertentu.


d. Kromolin Sodium dan Nedokromil :
- Kromolin natrium : merupakan obat anti-inflamasi. Obat ini
menghambat pelepasan mediator, histamine dan SRS-A (Slow
Reacting Substance Anaphylaxis, Leukotrien) dari sel mast. Kromolin
-

bekerja lokal pada paru tempat obat diberikan.


Nedokromil natrium : merupakan anti-inflamasi inhalasi untuk
pencegahan asma. Obat ini akan menghambat aktivitas secara in vitro
dan pembebasan mediator dari berbagai tipe sel berhubungan dengan
9

asma termasuk eosinofil, neutrofil, makrofag, sel mast, monosit dan


platelet. Nedokromil menghambat perkembangan respon bronco
konstriksi baik awal dan maupun lanjut terhadap antigen terinhalasi.
e. Kortikosteroid : obat-obat ini merupakan steroid adrenokortikal steroid

sintetik dengan cara kerja dan efek yang sama dengan glukokortikoid.
Glukokortikoid dapat menurunkan jumlah aktivitas sel yang terinflamasi
dan meningkatkan efek obat beta adrenergic dengan memproduksi AMP
siklik, inhibisi mekanisme bronkokonstriktor atau merelaksasi otot polos
secara langsung.
f. Antagonis Reseptor Leukotrien :
- Zafirlukast : adalah antagonis reseptor leukotrien, okupasi reseptor
berhubungan dengan edema saluran pernafasan, kontriksi otot polos
dan perubahan aktivitas selular yang berhubungan dengan proses
-

inflamasi yang menimbulkan tanda dan gejala asma.


Montelukast Sodium : adalah antagonis reseptor leukotrien selektif
dan aktif pada penggunaan oral. Leukotrien adalah produk metabolism
asam arakhidonat dan dilepaskan dari sel mast dan eosinofil. Okupasi
reseptor berhubungan dengan edema saluran pernafasan, kontriksi otot
polos dan perubahan aktivitas selular yang berhubungan dengan

proses inflamasi yang menimbulkan tanda dan gejala asma.


g. Obat-obatan Penunjang
- Ketotifen Fumarat : adalah suatu antihistamin yang mangantagonis
secara nonkompetitif dan relative selektif reseptor H1, menstabilkan
sel mast dan menghambat pelepasan mediator dari sel-sel mast yang
-

berkaitan dengan reaksi hipersensitivitas.


N-Asetilsistein : berhubungan dengan kelompok sulfhidril pada
molekul yang bekerja langsung untuk mencegah ikatan disulfide
antara ikatan molecular mukoprotein menghasilkan depolimerasi dan
menurunkan viskositas mucus. Aktivitas mukolitik pada asetilsistein

meningkat seiring dengan peningkatan pH.


Pencegahan
1. Menjaga Kesehatan : makan makanan yang bernilai gizi baik, minum banyak,
istirahat yang cukup, rekreasi dan olahraga yang sesuai.
2. Menjaga Kebersihan Lingkungan : Rumah sebaiknya tidak lembab, cukup
ventilasi dan cahaya matahari.

10

3. Menghindari Faktor Pencetus : menghindari allergen seperti debu, tungau,


bulu kucing, olah raga berat, serta zat-zat yang merangsang saluran nafas
seperti asap rokok, asap mobil, uap bensin, uap cat/uap kimia dan udara
kotor lainnya harus dihindari.
4. Menggunakan Obat-Obat Antipenyakit Asma : Pada serangan penyakit asma
yang ringan apalagi frekuensinya jarang, penderita boleh memakai obat
bronkodilator, baik bentuk tablet, kapsul maupun sirup. Tetapi bila ingin agar
gejala penyakit asmanya cepat hilang, jelas aerosol lebih baik.

J. Askep
1. Pengkajian
a. Identitas klien
b. Pengkajian Awal
A = Biasanya ditemukan sekret dijalan nafas, Bronkospasme.
B = Biasanya terjadi retraksi iga pernafasan, cepat, nafas cuping
hidung, nafas sesak.
C = Biasanya denyut nadi meningkat, sianosis.
D = Tingkat kesadaran biasanya kesadaran klien composmentis
Kooperatif.
c. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat kesehatan dahulu
Biasanya klien pernah menderita penyakit asma atau alergi dan
serangan asma yang lalu, dan masalah kesehatan spesifik (pernafasan)
2) Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya klien sesak nafas, pernafasan cepat dan pendek, bunyi nafas
wheezing, pernafasan cuping hidung, batuk-batuk, adanya sekret /
sputum, kelemahan/ keletihan, tidak ada nafsu makan, mual dan
muntah, dada terasa tertekan, sesak setelah melakukan aktivitas/
ketidak mampuan melakukan aktivitas, sesak nafas karena reaksi
alergi / sensitif terhadap zat
3) Riwayat kesehatan keluarga
Biasanya ada anggota keluarga yang mengalami penyakit yang sama
dengan klien.
d. Pemeriksaan fisik
1) Aktivitas / Istirahat
Gejala :
-

Keletihan, kelelahan

11

Ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari karena


sulit bernafas

Ketikmampuan untuk tidur perlu tidur dalam posisi semi foewler

Dispnea

2) Makanan dan Cairan


Gejala :
-

Mual / muntah

Nafsu makan menurun

Ketidak mampuan untuk makan

3) Pernafasan
Gejala :
-

Nafas pendek, dada rasa tertekan dan ketidak mampuan untuk

bernafas/ sesak nafas.


- Batuk dengan produksi sputum.
Tanda :
- Pernafasna biasanya cepat, fase ekspirasi biasanya memanjang.
- Penggunaan otot bantu pernafasan, pernafasan cuping hidung.
- Bunyi nafas mengi sepanjang area paru pada ekspirasi dan
kemungkinan selama inspirasi berlanjut sampai penurunan/ tidak
adanya bunyi nafas.
4) Kardiovaskuler
- Takikardi
5) Neurologis
- Cemas dan sulit tidur
6) Muskuloskeletal
- Intoleransi aktivitas
7) Integumen
- Sianosis
8) Keamanan
Gejala : Riwayat reaksi alergi / sensitif terhadap zat
2. Diagnosa
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif

b/d peningkatan produksi sekret/

sputum
b. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b / d intake
yang tak adekuat
c. Intoleransi aktifitas b / d kelemahan fisik
d. Kerusakan pertukaran gas b / d gangguan suplay o2
12

3. Intervensi
1) Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d peningkatan produksi sekret /
sputum
Tujuan : bersihan jalan nafas kembali efektif
Dengan kriteria hasil :
a. Sesak nafas berkurang/ hilang
b. Batuk berkurang / hilang
c. Klien dapat mengeluarkan sputum/ sekret
d. Wheezing berkurang / hilang
e. TTV dalam batas normal dan keadaan umum baik
Intervensi :
a.

Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas,whezing


R/ : Sebagai sumber data adanya perubahan sebelum dan sesudah
perawatan diberikan

b.

Berikan

posisi yang aman untuk klien misalanya posisi semi

fowler
R/ : Mengembangkan ekspansi paru
c.

Bantu / ajarkan klien untuk latihan nafas dalam dan batuk efektif
R/ : Membantu membersihkan mukus dari paru dan nafas dalam
memperbaiki oksigenasi

d.

Lakukan fisioterapi
R/ : membantu pengeluaran sekresi, meningkatkan ekspansi paru

e.

Berikan air hangat


R/ : mengencerkan sekret yang ada dijalan nafas

f.

Kolaborasi
-

Lakukan suction jika perlu

R/ : membantu mengeluarkan sekret yang tidak dapat dikeluarkan oleh


klien.
-

Berikan bronchodilator sesuai indikasi

R/ : Otot pernafasan menjadi relaks dan steroid mengurangi inflamasi


2) Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b / d intake
yang tak adekuat

13

Tujuan : Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi


Kriteria hasil :
a. Keadaan umum baik
b. Mukosa bibir lembab
c. Nafsu makan meningkat
d. Testur kulit baik
e. Klien menghabiskan porsi makan yang disediakan
f. Berat badan dalam ideal
Intervensi :
a.

Kaji status nutrisi klien (testur kulit,rambut, konjungtiva)


R/ : Menentukan dan membantu dalam intervensi selanjutnya

b.

Jelaskan pada klien tentang pentinganya makanan untuk kehidupan


dan penyembuhan penyakitnya
R: Klien termotivasi untuk menghabiskan makanan yang diberikan

c.

Timbang dan berat badan


R/ : penurunan berat badan yang signifikan merupakan indikator
kurangnya nutrisi

d.

Anjurkan klien minum air hangat saat makan


R/ : Air hangat dapat mengurangi mual

e.

Berikan makanan dalam kondisi hangat


R: Meransang nafsu makanan klien

f.

Anjurkan klien makan sedikit sedikit tapi sering


R/ : Makanan kecil tapi sering menyediakan energi yang dibutuhkan,
lambung tidak terlalu penuh, sehingga memberikan kesempatan untuk
penyerapan makanan

g.

Perhatikan kebersihan mulut klien


R: Meningkatkan motivasi untuk makan

h.

Kolaborasi :

Consul dengan tim gizi / tim mendukung nutrisi


R/ : Menentukan kalori klien dan kebutuhan nutrisi dalam
pembatasan

Berikan obat sesuai indikasi seperti antiemetik

14

R/ : Untuk menghilangkan mual / muntah


3) Intoleransi aktifitas b / d kelemahan fisik
Tujuan : intoleransi aktifitas daat teratasi
Kriteria hasil :
Keadaan umum klien baik
Badan tidak lemah
Klien dapat beraktifas secara mandiri
Intervensi:
a.

Anjurkan klien untuk mengerakan kaki,jari-jari kaki dan


tangan
R/: Kurang gerakan dapat menunjukan masalah saraf brakial
inteskostal,dan dapat menggangu sirkulasi

b.

Evaluasi respon klien terhadap aktivitas. Catat laporan


dyspnea peningkatan kelemahan/ keletihan dan perubahan TTV
selama dan setelah aktivitas
R/ : Menetapkan kebutuhan/kemampuan klien dan memudahkan
pilihan intervensi

c.

Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan


dan perlunya keseimbangan aktivitas dan istirahat
R/ : Tirah baring dipertahankan selama fase akut untuk menurunkan
kebutuhan metabolik, menghemat energi untuk penyembuhan

d.

Bantu klien memilih posisi yang nyaman untuk istirahat


dan tidur
R/: Klien mungkin nyaman dengan kepala tinggi atau menunduk
kedepan meja atau bantal

e.

Bantu aktivitas keperawatan diri yang diperlukan. Berikan


kemajuan peningkatan aktivitas selama fase penyembuhan
R/: Meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplay dan
kebutuhan oksigen.

f.

Berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung selama


fase akut sesuai indikasi

15

R/: Menurunkan stress dan rangsangan berlebihan dan meningkatkan


istirahat
g.

Kolaborasi dalam pemberian O2


R/: Menambah kekurangan oksigenasi atau mengurangi sesak nafas

4. Implementasi
Setelah rencana keperawatan disususn dengan sistematik selanjutnya
rencana keperawatan tersebut diterapkan dalam bentuk kegitan yang nyata
dan terpadu guna memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuan yang
diharapkan.
5. Evaluasi
Akhir dari proses keperawatan adalah ketentuan hasil yang diharapkan
terhadap prilaku dan sejauhmana masalah klien dapat diatasi. Disamping itu
perawat juga melakukan umpan balik atau pengkajian ulang jika tujuan
yang ditetapkan belum berhasil atau belum teratasi.

Bab III
Penutup
A. Kesimpulan
Asma merupakan gangguan inflamasi kronik jalan nafas yang melibatkan
berbagai sel inflamasi dasar penyakit ini adalah hiper aktivitas bronkus dalam
berbagai tingkat, obstruksi jalan nafas, dan gejala pernafasan (mengi dan
sesak).

16

Penyakit ini dapat terjadi pada setiap golongan usia, setengah dari asma
bronkial berkembang sebelum usia 40 tahun. Penyakit ini jarang fatal, tetapi
mempengaruhi geya hidup.
B. Saran
Dengan makalah ini diharapkan mahasiswa dapat mengetahui penyakit asma, serta
dapat melaksanakan asuhan keperawatan terhadap pasien dengan asma.

Daftar Pustaka
Smeltzer, Suzanne C. & Brenda G. Bare. 2002. Keperawatan Medikal Bedah
Vol.1. Jakarta : EGC
Kusuma, Hardi & amin huda nurarif. 2012. Aplikasi Askep Berdasarkan NANDANIC-NOC. Yogyakarta: Media Hardi
Muchid, Abdul. 2007. Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Asma. Jakarta
Http://aprida-saragih.blogspot.com/2011/01/askep-asma-bronkhiale.html

17

18

You might also like