You are on page 1of 22

TUGAS KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH 2

ASUHAN KEPERAWATAN PADA GAGAL GINJAL KRONIK

DISUSUN OLEH :
1.
2.
3.
4.

DEWI UNTARI
ERNA SETYA DWI K.
INDAH AISSYIATUL F.
RYNI FITRI

(18)
(19)
(20)
(21)

TINGKAT 3 REGULER A

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN SURABAYA


PRODI D3 KEPERAWATAN KAMPUS SUTOPO
TAHUN AJARAN 2016/2017
A.

ANATOMI GINJAL

1.

Ginjal

Ginjal merupakan organ yang terpenting dalam mempertahankan homeostasis


cairan tubuh. Berbagai fungsi ginjal untuk mempertahankan homeostasis dengan
mengatur volume cairan, keseimbangan osmotik, asam-basa, ekskresi sisa
metabolisme, dan sistem pengaturan hormonal dan metabolisme. Ginjal terletak
dalam rongga abdomen retroperitoneal kiri dan kanan kolumna vertebralis, dikelilingi
oleh lemak dan jaringan ikat dibelakang peritoneum. Batas atas ginjal kiri setinggi iga
ke-11 dan ginjal kanan setinggi iga ke-12, sedangkan batas bawah setinggi vertebralis
lumbalis ke-3.
2.

Struktur ginjal
Ginjal terdiri atas:
a. Medulla (bagian dalam): substansi medularis terdiri atas pyramid renalis,
jumlahnya antara 8-16 buah yang mempunyai basis sepanjang ginjal,
sedangkan apeksnya menghadap kesinus renalis
b. Korteks (bagian luar): subtansi kortekalis berwarna coklat merah,
konsistensi lunak, dan bergranula. Subtansi tepat dibawah fibrosa,
melengkung sepanjang basis piramid yang berdekatan dengan sinus
renalis. Bagian dalam diantara piramid dinamakan kolumna renalis.

3.

Pembungkus ginjal

Ginjal dibungkus oleh massa jaringan lemak yang disebut kapsula adiposa
(peritonel feet). Bagian yang paling tebal terdapat pada tepi ginjal memanjang melalui
hilus renalis. Ginjal dan kapsula adipose tertutup oleh lamina khusus dari fasia
subserosa yang disebut fasia renalis yang terdapat diantara lapisan dalam dari fasia
profunda dan stratum fasia subserosa internus. Fasia fibrosa terpecah menjadi dua,
yaitu :
a. Lamella anterior atau fasia prerenalis.
b. Lamella posterior atau fasia retrorenalis
4.

Struktur makroskopis ginjal

Satuan fungsional ginjal disebut juga dengan nefron, mempunyai + 1,3 juta.
Selama 24 jam nefron dapat menyaring 170 liter darah. Arteri renalis membawa darah
murni dari aorta ke ginjal. Lubang-lubang yang terdapat pada renal piramid masingmasing membentuk simpul yang terdiri atas satu badan malpigi yang disebut
glomerulus.
5.

Bagian-bagian dari nefron


a.

Glomerulus

Bagian ini merupakan gulungan atau anyaman kapiler yang terletak


didalam kapsula bowman menerima darah dari arteriole aferen dan
meneruskan ke sistem vena melalui arteriol aferen. Natrium secara bebas
difiltrasi ke dalam glomerulus sesuai dengan kosentrasi dalam plasma. Kalium
juga difiltrasi secara bebas, diperkirakan 10-20% dari kalium plasma terikat
oleh protein dalam keadaan normal.
b.

Tubulus proksimal konvulta

Tubulus ginjal yang langsung berhubungan dengan kapsula bowman


dengan panjang 15 mm dan diameter 55 .Bentuknya berkelok-kelok berjalan
dari korteks ke bagian medulla lalu kembali ke korteks, sekitar 2/3 dari
natrium yang terfiltrasi akan diabsorbsi secara isotonik bersama klorida.
Proses ini melibatkan transport aktif natrium. Peningkatan reabsorbsi natrium
akan mengurangi pengeluaran air dan natrium.
c.

Lengkung Henle (ansa henle)

Bentuknya lurus dan tebal diteruskan ke segmen tipis selanjutnya ke


segmen tebal, panjangnya 12 mm, total panjangnya ansa henle 2-14 mm.
Klorida secara aktif diserap kembali pada cabang asendens gelung henle dan
natrium bergerak secara pasif untuk mempertahankan kenetralan listrik.
d.

Tubulus distal konvulta

Bagian ini adalah bagian tubulus ginjal yang berkelok-kelok dan


letaknya jauh dari kapsula bowman, panjangnya 5 mm. Tubulus distal
dimasing-masing nefron bermuara ke duktus kolingetis yang panjangnya 20
mm.
e.

Duktus kolingetis medulla

Saluran yang secara metabolik tidak aktif. Pengaturan secara halus


ekskresi natrium urin terjadi disini dengan aldosteron yang paling berperan
terhadap rearbsopsi natrium. Duktus ini memiliki kemampuan untuk
mereabsorpsi dan menyekresi kalium. Ekskresi aktif kalium dilakukan pada
duktus kolingen kortikal dan dikendalikan oleh aldosteron.

B.

DEFINISI CKD
Chronic Kidney Desease (CKD) atau Gagal ginjal kronis (GGK) atau penyakit
renal tahap akhir (ESRD) merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan
irreversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan
keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah
nitrogen lain dalam darah) (Smeltzer & Bare, 2002).

Gagal ginjal kronis (GGK) ditandai oleh kerusakan fungsi ginjal secara
progresif dan irreversibel dalam berbagai periode waktu, dan beberapa bulan hingga
beberapa dekade. Gagal ginjal kronis terjadi karena sejumlah keadaan nefron tidak
berfungsi secara permanen dan penurunan laju filtrasi glomerulus (GFR) (Chang, dkk,
2010).

C.

ETIOLOGI
Penyebab GGK dapat dibagi dalam 3 kelompok yaitu:
1. Penyebab pre-renal: berupa gangguan aliran darah kearah ginjal sehingga ginjal
kekurangan suplai darah menyebabkan kurang oksigen dengan akibat lebih lanjut
jaringan ginjal mengalami kerusakan, misal: volume darah berkurang karena
dehidrasi berat atau kehilangan darah dalam jumlah besar, berkurangnya daya
pompa jantung, adanya sumbatan/ hambatan aliran darah pada arteri besar yang
ke arah ginjal, dsb.
2. Penyebab renal: berupa gangguan/ kerusakan yang mengenai jaringan ginjal
sendiri,
misal:
kerusakan
akibat penyakit diabetes mellitus (diabetic
nephropathy), hipertensi (hypertensive nephropathy), penyakit sistem kekebalan
tubuh seperti SLE (Systemic Lupus Erythematosus), peradangan, keracunan obat,
kista dalam ginjal, berbagai gangguan aliran darah di dalam ginjal yang merusak
jaringan ginjal, dll.
3. Penyebab post renal: berupa gangguan/ hambatan aliran keluar (output) urin
sehingga terjadi aliran balik urin ke arah ginjal yang dapat menyebabkan
kerusakan ginjal, misal: akibat adanya sumbatan atau penyempitan pada saluran
pengeluaran urin antara ginjal sampai ujung saluran kencing. Contoh: adanya batu
pada ureter sampai urethra, penyempitan akibat saluran tertekuk penyempitan
akibat pembesaran kelenjar prostat, tumor, dll.

D.

KLASIFIKASI
Klasifkasi penyakit gagal ginjal kronik didasarkan atas dua hal yaitu, atas
dasar derajat penyakit dan atas dasar diagnosis etiologi.
Klasifikasi atas dasar derajat penyakit, dibuat atas dasar LFG, yang dihitung
dengan mempergunakan rumus Kockeroft-Gault sebagai berikut:
LFG (ml/mnt/1,73m2) =
72 x kreatinin plasma (mg/dl)

*) pada perempuan dikalikan 0,85

(140 umur) x berat badan

Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronis atas Dasar Derajat Penyakit


Derajat/
Stadium

Penjelasan

LFG (ml/mnt/1,73m2)

Kerusakan ginjal dengan LFG normal > 90


atau

Kerusakan ginjal dengan LFG


ringan

60 89

Kerusakan ginjal dengan LFG


sedang

30 59

Kerusakan ginjal dengan LFG berat

15 29

Gagal ginjal

< 15 atau dialysis

Stadium 1:
Kerusakan ginjal dengan LFG normal (90 atau lebih). Kerusakan pada ginjal dapat
dideteksi sebelum LFG mulai menurun. Pada stadium pertama penyakit ginjal ini, tujuan
pengobatan adalah untuk memperlambat perkembangan GGK dan mengurangi risiko
penyakit jantung dan pembuluh darah.
Stadium 2:
Kerusakan ginjal dengan penurunan ringan pada LFG (60-89). Saat fungsi ginjal kita
mulai menurun, dokter akan memperkirakan perkembangan GGK kita dan meneruskan
pengobatan untuk mengurangi risiko masalah kesehatan lain.
Stadium 3:
Penurunan lanjut pada LFG (30-59). Saat GGK sudah berlanjut pada stadium ini,
anemia dan masalah tulang menjadi semakin umum. Kita sebaiknya bekerja sama dengan
dokter untuk mencegah atau mengobati masalah ini.
Stadium 4:
Penurunan berat pada LFG (15-29). Teruskan pengobatan untuk komplikasi GGK dan
belajar semaksimal mungkin mengenai pengobatan untuk kegagalan ginjal. Masing-masing
pengobatan membutuhkan persiapan. Bila kita memilih hemodialisis, kita akan membutuhkan
tindakan untuk memperbesar dan memperkuat pembuluh darah dalam lengan agar siap
menerima pemasukan jarum secara sering. Untuk dialisis peritonea, sebuah kateter harus
ditanam dalam perut kita. Atau mungkin kita ingin minta anggota keluarga atau teman
menyumbang satu ginjal untuk dicangkok.
Stadium 5:

Kegagalan ginjal (LFG di bawah 15). Saat ginjal kita tidak bekerja cukup untuk
menahan kehidupan kita, kita akan membutuhkan dialisis atau pencangkokan ginjal.

E.

MANIFESTASI KLINIS
1.

Perubahan berkemih

Pada stadium awal gagal ginjal, poliuria dan nukturia tampak jelas karena
ginjal tidak mampu memekatkan urin, khususnya di malam hari. Berat jenis urin
secara bertahap menetap pada nilai di sekitar 1,010 (konsentrasi osmolar plasma)
yang mencerminkan ketidakmampuan ginjal untuk mengencerkan atau memekatkan
urin.
2.

Gangguan keseimbangan cairan, elektrolit, dan asam basa.

Peningkatan retensi cairan menyebabkan penurunan ekskresi urin. Keparahan


gejala bergantung pada tingkat kelebihan cairan. Dapat terjadi edema dan hipertensi.
Kelebihan cairan pada akhirnya dapat menyebabkan edema paru, dan efusi
perikardium serta efusi pleura. Pada keadaan ini terdapat pula sejumlah gangguan
keseimbangan elektrolit yang disebabkan oleh disfungsi ginjal. Ekskresi natrium akan
terganggu dan retensi natrium terjadi bersama dengan retensi air.
3.

Sindrom uremia

Ginjal merupakan organ yang bertanggung jawab untuk ekskresi ureum yaitu
produk akhir metabolism protein. Pada gagal ginjal terjadi peningkatan ureum dan
kreatinin dimana kenaikan kadar kreatinin serum merupakan indikator terbaik untuk
menunjukkan gagal ginjal. Retensi ureum dan kreatinin mempengaruhi semua sistem
tubuh dan keadaan ini disebut sindrom uremia.
4.

Gangguan kardiovaskuler

Hipertensi merupakan gangguan kardiovaskuler yang paling sering terjadi dan


bertanggung jawab atas percepatan penyakit aterosklerosis vaskuler, hipertrofi
ventrikel kiri, dan gagal jantung kongesif. Hal tersebut merupakan penyebab utama
kematian pada pasien gagal ginjal kronik.
5.

Gangguan pernafasan

Dispnea akibat kelebihan cairan, edema paru, pleuritis uremia, dan efusi
pleura sering ditemukan pada pasien gagal ginjal.
6.

Gangguan neurologi

Perubahan neurologi dapat berkisar dari keletihan dan kesulitan konsentrasi


hingga kejang, stupor, dan koma. Neuropati perifer juga terjadi dan pasien
mengeluh restless leg syndrome dan parestesia (rasa terbakar) pada kedua kaki.

7.

Gangguan metabolik dan endokrin

Gagal ginjal dikaitkan dengan beberapa gangguan metabolik dan endokrin.


Gangguan ini meliputi: hiperglikemia, hiperinsulinemia, abnormalitas uji toleransi
glukosa, dan hiperlipidemia.
8.

Disfungsi hematologi dan imunologi

Anemia merupakan manifestasi klinis yang sering ditemukan karena gagal


ginjal menyebabkan gangguan produksi eritropoietin yang diperberat oleh
abnormalitas trombosit. Anemia mengakibatkan kemunduran keadaan umum pasien
dan menjadi penyebab primer hipertrofi ventrikel kiri pada gagal ginjal kronis. Sel
darah putih juga mengalami perubahan karena retensi ureum, yang menyebabkan
imunodefisiensi sehingga pasien lebih rentan terhadap infeksi. Meskipun jumlah
trombosit normal, fungsinya menjadi abnormal karena uremia, sehingga timbul
kecendrungan perdarahan.
9.

Gangguan gastrointestinal

Anoreksia, mual, dan muntah menyertai gagal ginjal dan menyebabkan


penurunan berat badan dan malnutrisi yang dialami oleh banyak pasien. Setiap bagian
sistem gastrointestinal terpengaruh akibat inflamasi mukosa yang disebabkan oleh
kadar ureum berlebih. Stomatitis, ulserasi oral, rasa logam dalam mulut, dan fetor
uremia (bau nafas uremik, seperti bau buah) umumnya ditemukan. Selain itu,
perdarahan gastrointestinal, diare, dan atau konstipasi dapat pula terjadi karena retensi
produk uremia.
10. Gangguan muskuloskeletal
Gagal ginjal mengganggu proses pengaktifan vitamin D. Vitamin D aktif
diperlukan dalam saluran cerna untuk membantu absorpsi kalsium. Pada GGK,
keadaan ini mengakibatkan hipokalsemia. Hormon paratiroid (PTH) kemudian
disekresikan untuk mengimbangi sekresi hormon paratiroid merangsang
demineralisasi tulang sehingga kalsium terlepas dari tulang untuk menaikkan kadar
kalsium serum. Fosfat juga dilepaskan oleh tulang, yang memperberat keadaan
hiperfosfatemia yang sudah terjadi. Kerja hormon paratiroid pada tulang
menyebabkan osteodistrofi ginjal yaitu suatu sindrom perubahan skeletal yang terjadi
pada penyakit ginjal kronis.
11. Gangguan integumen
Perubahan paling mencolok pada pasien yang mengalami penurunan fungsi
ginjal adalah perubahan warna kulit menjadi kuning kusam karena absorpsi dan
retensi pigmen urin. Kulit juga menjadi pucat (karena anemia), dan kering serta
bersisik Karena penurunan aktivitas kelenjar minyak dan keringat. Pruritus terjadi
karena peningkatan kadar ureum dan deposit kalsium-fosfat dalam kulit. Rasa gatal
begitu hebat sehingga menyebabkan perdarahan atau infeksi sekunder akibat garukan.

Rambut kering serta rapuh dan kuku tipis dan beralur. Pada akhirnya dapat terjadi
petekia dan ekimosis yang disebabkan oleh abnormalitas trombosit.
12. Disfungsi reproduksi
Fungsi reproduksi normal juga berubah pada gagal ginjal. Hormon pria dan
wanita menurun dan mereka mengalami penurunan libido serta masalah infertilitas
(Chang, dkk., 2010).

F. PATOFISIOLOGI
Penyakit gagal ginjal kronik disebabkan oleh penyakit sistemik seperti
diabetes melitus, glomerulonefritis kronis, pielonefritis, hipertensi yang tidak
terkontrol, infeksi, medikasi dan agen toksik sehingga menyebabkan fungsi renal
menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya diekskresikan kedalam
urine) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh.
Semakin banyak tertimbun produk sampah maka gejala akan semakin berat.
Gangguan klirens renal muncul pada gagal ginjal sebagai akibat dari penurunan
jumlah glomeruli yang berfungsi, yang menyebabkan penurunan klirens substansi
darah yang seharusnya dibersihkan oleh ginjal. Menurunnya filtrasi glomerulus akibat
tidak berfungsinya glomeruli klirens kreatinin akan menurun dan kadar kreatinin akan
meningkat. Selain itu, kadar nitrogen urea darah (BUN) biasanya meningkat.
Selain itu, ginjal juga tidak mampu untuk mengkosentrasikan atau
mengencerkan urin secara normal pada penyakit ginjal tahap akhir. Respon ginjal
yang sesuai terhadap perubahan masukan cairan dan elektrolit sehari-hari tidak terjadi
sehingga natrium dan cairan tertahan ditubuh sehingga miningkatkan resiko terjadinya
edema, gagal jantung kongesif, dan hipertensi.
Selain itu dengan semakin berkembangnya penyakit ginjal, terjadi asidosis
metabolik seiring dengan ketidakmampuan ginjal mengekskresi muatan asam (H+).
Selain itu anemia juga sering terjadi sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang
tidak adekuat, memendeknya usia sel darah merah, defesiensi nutrisi dan
kecenderungan terjadinya perdarahan akibat status uremik pasien, terutama dari
saluran gastrointestinal. Eritropoetin merupakan suatu subtansi normal yang
diproduksi oleh ginjal, menstimulasi sum-sum tulang untuk menghasilkan sel darah
merah. Pada gagal ginjal, produksi eritropoetin menurun dan anemia berat terjadi,
disertai keletihan, angina dan sesak nafas (Smeltzer & Bare, 2002).

G.

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1

2
3
4
5

H.

Pemeriksaan darah bertujuan untuk menguji penurunan fungsi ginjal,


menunjukkan kenaikan kadar nitrogen, kreatinin, natrium, dan kalium urea;
kadar pH dan bikarbonat turun; dan kadar Hb dan Ht rendah
Uji pembersihan kreatinin bertujuan untuk menguji penurunan fungsi ginjal,
menunjukkan deteriorasi perlahan-lahan pada fungsi ginjal.
Biopsy ginjal bertujuan untuk menentukan sel jaringan untuk memungkinkan
identifisasi hitologis pada patologi mendasar.
X-Ray pada ginjal atau abdomen, CT-Scan pada ginjal, MRI, atau USG
menunjukkan ukuran ginjal mengecil.
Gravitasi khusus urin menjadi tepat pada 1,010; urinalisasis bisa menunjukkan
proteinuria, glikosuria, eritrosit, leukosit, dan warna lain, tergantung pada
penyebabnya.

KOMPLIKASI GAGAL GINJAL KRONIK

Gagal ginjal kronis menyebabkan berbagai macam komplikasi .


1. Hiperkalemia, yang diakibatkan karena adanya penurunan ekskresi asidosis
metabolic, Perikardistis efusi pericardial dan temponade jantung.
2. Hipertensi yang disebabkan oleh retensi cairan dan natrium, serta malfungsi system
renin angioaldosteron.
3. Anemia yang disebabkan oleh penurunan eritroprotein, rentang usia sel darah merah,
dan pendarahan gastrointestinal akibat iritasi.
4. Penyakit tulang. Hal ini disebabkan retensi fosfat kadar kalium serum yang rendah,
metabolisme vitamin D, abnormal, dan peningkatan kadar aluminium.
5. Retensi cairan, yang dapat menyebabkan pembengkakan pada lengan dan kaki,
tekanan darah tinggi, atau cairan di paru-paru (edema paru)
6. Kerusakan permanen pada ginjal (stadium akhir penyakit ginjal), akhirnya ginjal
membutuhkan dialysis atau transplantasi ginjal untuk bertahan hidup.

I.

PENCEGAHAN

Supaya terhindar dari penyakit gagal ginjal, harus melakukan pencegahan sebagai berikut :
a.

Olah Raga.

b.

Berhenti merokok.

c.

Mengurangi makanan berlemak.

d.

Menurunkan berat badan.

e.

Mengkonsumsi air putih dan menghindari konsumsi obat kimia.

f.

Variasikan Konsumsi Makanan.

h.

Jangan Menahan BAK.

J.

PENATALAKSANAAN MEDIS DAN KEPERAWATAN


Penatalaksanaan Medis
a.

Hemodialisa

Pengertian Hemodialisa

Hemodialisa berasal dari kata hemo=darah,dan dialisa=pemisahan atau filtrasi.


Pada prinsipnya hemodialisa menempatkan darah berdampingan dengan cairan
dialisat atau pencuci yang dipisahkan oleh suatu membran atau selaput semi
permeabel. Membran ini dapat dilalui oleh air dan zat tertentu atau zat sampah.
Proses ini disebut dialysis yaitu proses berpindahnya air atau zat, bahan melalui
membran semi permeabel ( Pardede, 1996 ).
Terapi hemodialisa adalah suatu teknologi tinggi sebagai terapi pengganti untuk
mengeluarkan sisa-sisa metabolisme atau racun tertentu dari peredaran darah
manusia seperti air, natrium, kalium, hidrogen, urea, kreatinin, asam urat, dan zatzat lain melalui membran semi permeabel sebagai pemisah darah dan cairan
dialisat pada ginjal buatan dimana terjadi proses difusi, osmosis dan ultra filtrasi
(Setyawan, 2001).

Tujuan Hemodialisa

Sebagai terapi pengganti, kegiatan hemodialisa mempunyai tujuan :


a. Membuang produk metabolisme protein seperti urea, kreatinin dan asam urat
b. Membuang kelebihan air.
c. Mempertahankan atau mengembalikan system buffer tubuh.
d. Mempertahankan atau mengembalikan kadar elektrolit tubuh.
e. Memperbaiki status kesehatan penderita.

Proses Hemodialisa
Dalam kegiatan hemodialisa terjadi 3 proses utama seperti berikut :
a) Proses Difusi yaitu berpindahnya bahan terlarut karena perbedaan kadar di
dalam darah dan di dalam dialisat. Semakian tinggi perbedaan kadar dalam darah
maka semakin banyak bahan yang dipindahkan ke dalam dialisat.

b) Proses Ultrafiltrasi yaitu proses berpindahnya air dan bahan terlarut karena
perbedaan tekanan hidrostatis dalam darah dan dialisat.
c) Proses Osmosis yaitu proses berpindahnya air karena tenaga kimia, yaitu
perbedaan osmolaritas darah dan dialisat ( Lumenta, 1996 ).

Frekuensi Hemodialisa.

Frekuensi, tergantung kepada banyaknya fungsi ginjal yang tersisa, tetapi


sebagian besar penderita menjalani dialisa sebanyak 3 kali/minggu. Program
dialisa dikatakan berhasil jika :
1 ) Penderita kembali menjalani hidup normal.
2 ) Penderita kembali menjalani diet yang normal.
3 ) Jumlah sel darah merah dapat ditoleransi.
4 ) Tekanan darah normal.
5 ) Tidak terdapat kerusakan saraf yang progresif ( Medicastore.com, 2006 )
Dialisa bisa digunakan sebagai pengobatan jangka panjang untuk gagal ginjal
kronis atau sebagai pengobatan sementara sebelum penderita menjalani
pencangkokan ginjal. Pada gagal ginjal akut, dialisa dilakukan hanya selama
beberapa hari atau beberapa minggu, sampai fungsi ginjal kembali normal.

b.

Obat-obatan

Diuretik untuk meningkatkan urinasi, alumunium hidroksida untuk terapi


hiperfosfatemia, anti hipertensi untuk terapi hipertensi serta diberi obat yang dapat
menstimulasi produksi RBC seperti apoetin alfa bila terjadi anemia.

c.

Transplantasi Ginjal

Transplantasi ginjal telah menjadi terapi pilihan bagi mayoritas pasien dengan
panyakit renal tahap akhir. Pasien memilih transplantasi ginjal dengan berbagai
alasan, seperti keinginan untuk menghindari dialisis atau untuk memperbaiki
perasaan sejahtera, dan harapan untuk hidup secara lebih normal. Selain itu, biaya
transplantasi ginjal yang sukses dibandingkan dialisis adalah sepertiganya

Penatalaksanaan Keperawatan
a.

Penanganan hiperkalemia

Keseimbangan cairan dan elektrolit merupakan masalah utama pada gagal ginjal
akut, hiperkalemia merupakan kondisi yang paling mengancam jiwa pada
gangguan ini. Oleh karena itu pasien dipantau akan adanya hiperkalemia melalui
serangkaian pemeriksaan kadar elektrolit serum (nilai kalium > 5,5 mEq/L, SI: 5,5
mmol/L), perubahan EKG (tinggi puncak gelombang T rendah atau sangat tinggi),
dan perubahan status klinis. Peningakatan kadar kalium dapat dikurangi dengan
pemberian ion pengganti resin (Natrium polistriten sulfonat [kayexalatel]), secara
oral atau melalui retensi enema.

b.

Mempertahankan keseimbangan cairan

Penatalaksanaan keseimbangan cairan didasarkan pada berat badan harian,


pengukuran tekanan vena sentral, konsentrasi urin dan serum, cairan yang hilang,
tekanan darah dan status klinis pasien. Masukan dan haluaran oral dan parenteral
dari urin, drainase lambung, feses, drainase luka dan perspirasi dihitung dan
digunakan sebagai dasar untuk terapi penggantian cairan.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN DIAGNOSA MEDIS GGK


A. Pengkajian
1.

Identitas klien

2.

Identitas penanggung jawab

3.

Riwayat kesehatan masa lalu

4.

a.

Penyakit yang pernah diderita

b.

Kebiasaan buruk: menahan BAK, minum bersoda

c.

pembedahan

Riwayat kesehatan sekarang


a.

5.

Keluhan utama: nyeri, pusing, mual, muntah

Pemeriksaan fisik
a.

Umum: Status kesehatan secara umum

b.

Tanda-tanda vital: tekanan darah, nadi, pernapasan, dan suhu tubuh

c.

Pemeriksaan fisik

Teknik pemeriksaan fisik


1)

Inspeksi
a)

Kulit dan membran mukosa

Catat warna, turgor, tekstur, dan pengeluaran keringat.


Kulit dan membran mukosa yang pucat, indikasi gangguan ginjal yang
menyebabkan anemia. Tekstur kulit tampak kasar atau kering. Penurunan
turgor merupakan indikasi dehidrasi. Edema, indikasi retensi dan penumpukan
cairan.
b)

Mulut

Stomatitis, nafas bau amonia.


c)

Abdomen

Klien posisi telentang, catat ukuran, kesimetrisan, adanya masa atau


pembengkakan, kulit mengkilap atau tegang.
d)

Meatus urimary

Laki-laki: posisi duduk atau berdiri, tekan gland penis dengan memakai
sarung tangan untuk membuka meatus urinary. Wanita: posisi dorsal
rekumben, litotomi, buka labia dengan memakai sarung tangan.
2)

Palpasi
a)

Ginjal

Ginjal kiri jarang teraba, meskipun demikian usahakan untuk


mempalpasi ginjal untuk mengetahui ukuran dan sensasi. Jangan lakukan
palpasi bila ragu karena akan merusak jaringan.
Posisi klien supinasi, palpasi dilakukan dari sebelah kanan
Letakkan tangan kiri di bawah abdomen antara tulang iga dan spina
iliaka. Tangan kanan dibagian atas. Bila mengkilap dan tegang, indikasi
retensi cairan atau ascites, distensi kandung kemih, pembesaran ginjal.
Bila kemerahan, ulserasi, bengkak, atau adanya cairan indikasi infeksi.
Jika terjadi pembesaran ginjal, maka dapat mengarah ke neoplasma atau
patologis renal yang serius. Pembesaran kedua ginjal indikasi polisistik
ginjal. Tenderness/ lembut pada palpasi ginjal maka indikasi infeksi,
gagal ginjal kronik. Ketidaksimetrisan ginjal indikasi hidronefrosis.
Anjurkan pasien nafas dalam dan tangan kanan menekan sementara
tangan kiri mendorong ke atas.
Lakukan hal yang sama untuk ginjal di sisi yang lainnya.

b)

Kandung kemih

Secara normal, kandung kemih tidak dapat dipalpasi, kecuali terjadi


ditensi urin. Palpasi dilakukan di daerah simphysis pubis dan umbilikus. Jika
kandung kemih penuh maka akan teraba lembut, bulat, tegas, dan sensitif.
3)

Perkusi
a)

Ginjal
Atur posisi klien duduk membelakangi pemeriksa
Letakkan telapak tangan tidak dominan diatas sudut kostavertebral
(CVA), lakukan perkusi di atas telapak tangan dengan menggunakan
kepalan tangan dominan.
Ulangi prosedur pada ginjal di sisi lainnya. Tenderness dan nyeri
pada
perkusi
merupakan
indikasi
glomerulonefritis
atau
glomerulonefrosis.

b)

Kandung kemih
Secara normal, kandung kemih tidak dapat diperkusi, kecuali
volume urin di atas 150 ml. Jika terjadi distensi, maka kandung kemih
dapat diperkusi sampai setinggi umbilikus.
Sebelum melakukan perkusi kandung kemih, lakukan palpasi untuk
mengetahui fundus kandung kemih. Setelah itu lakukan perkusi di atas
region suprapubic.

4)

Auskultasi

Gunakan diafragma stetoskop untuk mengauskultasi bagian atas sudut


kostovertebral dan kuadran atas abdomen. Jika terdengan bunyi bruit (bising) pada
aorta abdomen dan arteri renalis, maka indikasi adanya gangguan aliran darah ke
ginjal (stenosis arteri ginjal).
B.

Diagnosa dan Intervensi

a)
Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluaran urin, diet
berlebihan dan retensi cairan dan natrium.
Tujuan:
Mempertahankan berat tubuh ideal tanpa kelebihan cairan
Kriteria hasil: tidak ada edema, keseimbangan antara input dan output.
Intervensi

Rasional

a. Kaji status cairan dengan


menimbang berat badan perhari,
keseimbangan masukan dan haluaran,
turgor kulit dan adanya edema, distensi
vena leher, dan tanda-tanda vital.

a. Pengkajian merupakan dasar


dan data dasar berkelanjutan
untuk memantau perubahan dan
mengevaluasi intervensi.

b. Batasi masukan cairan

c. Jelaskan pada pasien dan keluarga


tentang pembatasan cairan.

d. Bantu pasien dalam menghadapi


ketidaknyamanan akibat pembatasan

b. Pembatasan cairan akan


menentukan berat tubuh ideal,
haluaran urin, dan respon
terhadap terapi.
c. Pemahaman meningkatkan
kerjasama pasien dan keluarga
dalam pembatasan cairan
d. Kenyamanan pasien
meningkatkan kepatuhan terhadap
pembatasan diet.

cairan.

e. Hygiene oral mengurangi


kekeringan membrane mukosa
e. Tingkatkan dan dorong hygiene oral mulut.
dengan sering.

b)
Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan ketidakseimbangan
volume sirkulasi, ketidakseimbangan elektrolit
Tujuan: klien dapat mempertahankan curah jantung yang adekuat
Kriteria Hasil:
1)

TD dan HR dalam batas normal

2)

Nadi perifer kuat dan sama dengan waktu pengisian kapiler


Intervensi

Rasional

a. Auskultasi bunyi jantung, evaluasi


adanya, dispnea, edema
perifer/kongesti vaskuler

a. S3/S4 dengan tonus meffled,


takikardia, frekuensi jantung
teratur, dipsnea, gemerisik, mengi
dan edema

b. Kaji adanya hipertensi, awasi TD,


perhatikan perubahan postural saat
berbaring, duduk dan berdiri

b. Hipertensi bermakna dapat


terjadi karena gangguan pada
sistem aldosteron renin
angiotensin (disebabkan oleh
fungsi ginjal)

c. Kaji adanya nyeri dada, lokasi,


radiasi, beratnya, apakah berkurang
dengan inspirasi dalam dan posisi
telentang

c. Hipertensi dan GJK kronik


dapat menyebabkan IM, kurang
lebih pasien GGK dengan dialisis
mengalami perikarditis

d. Evaluasi nadi perifer, pengisian


kapiler, suhu, sensori dan mental

d. Adanya hipotensi tiba-tiba,


nadi paradoksik, penympitan nadi,
penurunan/ tidak adanya nadi
perifer, penyimpangan mental
cepat menunjukkan tamponade
e. Kelalahan dapat menyertai
GJK juga anemia

e. Kaji tingkat dan respon thdp


aktivitas

a. Ketidakseimbangan dapat
menggangu konduksi elektrikal

dan fungsi jantung


Kolaborasi
a. Awasi hasil laboratorium :
Elektrolit (Na, K, Ca, Mg), BUN,
creatinin)

b. Penurunan ureum toksik dan


memperbaiki ketidakseimbangan
elektrolit dan kelebihan cairan

b. Siapkan dialysis

c)
Risiko perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia, mual,
muntah, pembatasan diet, dan perubahan membran mukosa mulut.
Tujuan: Mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat.
Kriteria hasil: menunjukkan berat badan yang stabil.
Intervensi

Rasional

a. Awasi konsumsi makanan /cairan

a. Mengidentifikasi kekurangan
nutrisi

b. Perhatikan adanya mual dan


muntah

b. Gejala yang menyertai


akumulasi toksin endogen yang
dapat mengubah atau menurunkan
pemasukan dan memerlukan
intervensi
c. Porsi lebih kecil dapat
meningkatkan masukan makanan

c. Berikan makanan sedikit tapi


sering

d. Memberikan pengalihan dan


meningkatkan aspek sosial

d. Tingkatkan kunjungan oleh orang


terdekat selama makan

e. Menurunkan
ketidaknyamanan stomatitis oral
dan rasa tak disukai dalam mulut
yang dapat mempengaruhi
masukan makanan

e. Berikan perawatan mulut sering

d)
Risiko tinggi kerusakan integritas kulit terhadap gangguan status metabolik, sirkulasi
( anemia dan iskemia jaringan) dan sensasi
Tujuan: Mempertahankan kulit

Kriteria Hasil: Menunjukkan perilaku untuk mencegah kerusakan /cedera kulit


Intervensi

Rasional

a. Inspeksi kulit terhadap perubahan


warna, turgor, vaskular. Perhatikan
kemerahan, ekskoriasi.

a. Menandakan area sirkulasi


buruk/ kerusakan yang dapat
menimbulkan pembentukan
dekubitus/ infeksi

b. Pantau masukan cairan dan hidrasi


kulit dan membran mukosa.

c. Inspeksi area tergantung terhadap


edema.

d. Berikan perawatan kulit. Batasi


penggunaan sabun. Beri salep atau
krim.

b. Mendeteksi area dehidrasi


atau hidrasi berlebihan yang
mempengaruhi sirkulasi dan
integritas jaringan pada tingkat
seluler
c. Jaringan edema cenderung
rusak/ robek
d. Soda kue dengan tepung,
mandi menurunkan gatal dan
mengurangi pengeringan dari
sabun. Salep atau krim mungkin
diinginkan untuk mengurangi
kering robekan kulit
e. Menurunkan iritasi dermal
dan risiko kerusakan kulit

e. Pertahankan linen kering dan bebas


keriput

e)
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan, anemia, retensi produk sampah dan
prosedur dialisis.
Tujuan: Berpartisipasi dalam aktivitas yang dapat ditoleransi.
Kriteria Hasil: Berpartisipasi dalam meningkatkan tingkat aktivitas dan latihan.
Intervensi

Rasional

a. Kaji faktor yang menimbulkan


keletihan; anemia, ketidakseimbangan
cairan dan elektrolit, retensi produk
sampah, depresi.

a. Menyediakan informasi
tentang indikasi tingakt keletihan.

b. Tingkatkan kemandirian dalam


aktivitas perawatan diri yang dapat
ditoleransi; bantu jika keletihan terjadi.
c. Anjurkan aktivitas alternatif sambil
istirahat.

d. Anjurkan untuk beristirahat setelah


dialisis.

b. Meningkatkan aktivitas
ringan/ sedang dan memperbaiki
harga diri.

c. Mendorong latihan dan


aktivitas dalam batas-batas yang
dapat ditoleransi dan istirahat
yang adekuat.
d. Istirahat yang adekuat
dianjurkan setelah dialysis, yang
bagi banyak pasien sangat
melelahkan.

f)
Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis berhubungan dengan kurang terpajan,
salah interprestasi imformasi
Tujuan : Meningkatkan pengetahuan mengenai kondisi dan penanganan yang bersangkutan.
Kriteria Hasil: Menunjukkan/ melakukan pola hidup yang benar
Intervensi

Rasional

a. Kaji ulang pengetahuan klien


tentang proses penyakit/ prognosis.

a. Memberikan dasar
pengetahuan dimana pasien dapat
membuat pilihan berdasarkan
imformasi.

b. Kaji ulang pembatasan diet, fosfat,


dan Mg.

b. Pembatasan fosfat meransang


kelenjar paratiroid untuk
pergeseran kalsium dan tulang.

c. Kaji ulang tindakan mencegah


perdarahan : sikat gigi halus.

d. Buat program latihan rutin,


kemampuan dalam toleransi aktivitas.
e. Identifikasi tanda dan gejala yang
memerlukan evaluasi medik segera,
seperti: demam, menggigil, perubahan

c. Menurunkan resiko
sehubungan dengan perubahan
pembekuan/ penurunan jumlah
trombosit.
d. Membantu dalam
mempertahankan tonus otot dan
kelenturan sendi.
e. Depresi sistem imun, anemia,
malnutrisi, dan semua
meningkatkan resiko infeksi.

urin/ sputum, edema, ulkus, kebas,


spasme pembengkakan sendi, pe
ROM, sakit kepala, penglihatan kabur,
edema.

DAFTAR PUSTAKA

Anonym. (2010). http://kesehatan.kompasiana.com/medis/2010/12/04/jurnal-ckd-chronicdisease-kidney/


Carpenito, Lynda Juall. (2001). Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 8. Jakarta: EGC.
Chang, dkk,. (2010). Patofisiologi Aplikasi pada Praktik Keperawatan. Jakarta: EGC.
Hinchliff, Sue. (1999). Kamus Keperawatan Edisi 17. Jakarta: EGC.
Pearce, Evelyn G. (2004). Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama.
Price & Wilson. (2006). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Volume 2.
Jakarta: EGC.
Purnomo, B. (2003). DasarDasar Urologi. Jakarta: Sagung Seto.
Smeltzer & Bare. (2002). Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8. Jakarta:
EGC.
Sudoyo, dkk,. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 2 Edisi 5. Jakarta:
InternaPublishing.
Syaifuddin. (2011). Anatomi Tubuh Manusia untuk Mahasiswa Keperawatan Edisi 2. Jakarta:
Salemba Medika

You might also like