You are on page 1of 7

I.

TUJUAN
1. Menentukan perbedaan efek antipiretik Morfin, Parasetamol, Ibuprofen, serta
Piroksikam yang diuji pada tikus jantan melalui pengukuran suhu inti tikus pada selang
waktu tertentu
II. TEORI DASAR
Demam adalah kondisi tubuh dimana terjadi kenaikan 1 hingga 1,5 C dari suhu normal
tubuh. Antipiretik adalah golongan obat yang berfungsi untuk menurunkan suhu pada
penderita demam. Contohnya adalah Parasetamol. Suhu inti adalah suhu yang diukur
pada bagian dalam tubuh dan tidak terpengaruh lingkungan, contohnya pada anus serta
pada sublingual.
III. METODOLOGI
Pada percobaan ini digunakan 15 ekor tikus jantan. Pertama tikus diinduksi demam
dengan member pepton 0,5 ml setiap tikus dengan rute subkutan. Selanjutnya diukur suhu
tubuh mencit pada anus setiap jam selama empat jam dengan termometer. Setelah itu,
tikus dibagi enam kelompok yaitu kontrol +, Kontrol - , Morfin, Parasetamol, Ibuprofen,
serta Piroksikam. Sediaan diberi dengan rute oral. Setelah itu, diukur suhu pada masingmasing tikus setiap 30 menit selama 3 jam.
IV. HASIL PERCOBAAN
V. PEMBAHASAN
Demam adalah kondisi fisiologis tubuh ketika suhu tubuh lebih dari 1 atau 1,5 derajat
dari suhu normal tubuh. Mekanisme terjadinya demam adalah ketika terjadi stimulus
yang menyebabkan demam baik yang disebabkan infeksi atau non infeksi, maka tubuh
akan mengeluarkan sel - sel darah putih sebagai reaksi imun. Sel darah putih akan
mengeluarkan pirogen eksogen serta endogen yang merangsang hipotalamus membentuk
prostaglandin. Prostaglandin tersebut yang akan meningkatkan patokan termostat pada
pusat Termoregulasi hipotalamus sehingga terjadi kenaikan suhu tubuh yang disebut
demam.
Pengaturan suhu saat demam diatur oleh Hipotalamus anterior di bagian preoptik. Ketika
suhu tubuh meningkat dari suhu normal maka hipotalamus akan memerintah untuk
vasodilatasi pembuluh darah sehingga terjadi kehilangan panas. Kulit juga akan
mengeluarkan keringat untuk mengurangi panas tubuh melalui pori- pori.
Demam tidak selamanya merugikan karena demam dapat dijadikan indikator untuk masa
ovulasi wanita, serta mengamati untuk efektivitas dari vaksin tertentu seperti vaksin DPT.

Demam juga merupakan mekanisme tubuh dalam promosi aktivitas Interferon sehingga
menjadi indikasi bahwa sistem antibodi tubuh aktif ketika terkena infeksi, dan dapat juga
untuk mempercepat laju metabolisme.
Faktor penyebab demam
1. Infeksi
Infeksi yang dapat menyebabkan demam umumnya terjadi yaitu infeksi bakteri pada
pneumonia, bronkitis, osteomyelitis, apeendisitas, otitis, tuberkulosis dan infeksi lainnya
(Graneto, 2010). Selain bakteri, virus juga dapat betindak sebagai agen penginfeksi yag
dapat menimbulkan demam pada penyakit sepeti influenza, demam berdarah, demam
chikungunya dan penyakit lain akibat virus seperti H1N1 (Davis, 2011). Infeksi jamur
dan parasit juga umumnya menimbulkan demam seperti kriprokosis, malaria dan
toksoplasmosis (Jenon &Baltimore, 2007)

2. Non infeksi
Faktor diluar infeksi juga dapat menyebabkan demam seperti
- Faktor lingkungan yaitu pada saat suhu lingkungan yang terlalu tinggi atau intensitas
paparan sinar maahari yang terlalu tinggi
- Aktivitas tinggi sehingga memerlukan energi berlebih sehingga tubuh akan berusaha
mencukupi energi ini dengan meningkatkan laju metabolsime yang akan meningkatkan
suhu tubuh
- Peyakit auto imun seperti artritis, lupus dan lainnya karena sistem imun ini juga dapat
menginduksi terjadinya demam
- Efek samping konsumsi obat seprti antibiotik dan antihistamin
- Pemberian vaksin atau imunisasi pada anak-anak karena ada vaksin yang diberikan
dianggap sebagai antigen sehingga menginduksi sistem imun dan akhirnya menyebabkan
demam. Vaksin yang dapat menyebabkan demam yaitu vaksin DPT. Akan tetapi tidak

semua vaksin dapat menyebabkan demam seperti vaksin dalam bentuk antibodi tidak
akan menginduksi sistem imun seperti vaksin lainnya
- Kerusakan fungsi organ
- Emosi dan ganggua pada psikologi seperti stres dan depresi
- Masa ovulasi pada wanita juga dapat menyebabkan demam
- Hormon adrenal juga dapat mempengaruhi saraf simpatik sehingga dapat meningkatkan
suhu
Gejala klinis yang dapat ditimbulkan saat dmam yaitu peningkatan suhu ubuh diatas
suhu tubuh normal, wajah kemerahan sebagai indikator suhu tubuh meningkat, serta
nafsu makan berkurang akibat pada suhu tinggi enzim khususnya pada hati bekerja
dengan lambat dan meabolsime menjadi berkurang sehingga menurunkan kecenderungan
unuk lapar.
Dalam uji antipiretik ini, senyawa pepton yang berfungsi sebagai penginduksi
demam pada hewan uji dengan pemberian secara subkutan. Pepton merupakan protein
yang terhidrolisis, poten sebagai pemicu demam dan tidak mempunyai sifat toksik.
Pepton dapat menginduksi aktivitas esterase untuk menghancurkan pepton sehingga tidak
aktif saat didalam tubuh. Proses penghancuran ini dapat terjadi dengan peningkatan suhu
enadi 56o selama 30 menit atau penurunan pH menjadi 2,3. Sehingga proses ini akan
menyebabkan suhu inti tubuh dari hewan uji menjadi meningkat atau dengan kata lain
hewan uji mengalami demam. Sebelum diberikan secara sub kutan, pepto dipreparasi
dengan didiamkan mselama 24 jam sebagai upaya agar pepton aktif dan dapat
menginduksi aktivitas esterase tersebut.
Parasetamol

(N-(4-hydroxyphenyl)acetamide)

atau

asetaminofen

merupakan

metabolit aktif dari fenasetin dengan efek antipiretik dan analgesik lemah. Parasetamol
diberikan secara oral dan diabsorpsi cepat dan sempurna melalui saluran cerna.
Konsentrasi tertinggi di dalam plasma dicapai dalam 30-60 menit. Masa paruh plasma
antara 1-3 jam. Obat ini tersebar ke seluruh tubuh dan berikatan dengan protein plasma
secara lemah. Parasetamol akan dimetabolisme di dalam hati oleh enzim mikrosom hati

dan diubah menjadi asetaminofen sulfat dan glukuronida. Asetaminofen akan dioksidasi
oleh CYP2E1 membentuk metabolit yaitu N-acetyl-p-benzoquinone yang akan
berkonjugasi dengan glutation yang kemudian dieksresikan melalui ginjal.

Gambar 5.3 Struktur kimia parasetamol


Parasetamol merupakan penghambat prostaglandin dengan cara menghambat COX-1
dan COX-2 di saraf pusat (Frust & Ulrich, 2007) sehingga sifat antipiretik dari
parasetamol dikarenakan efek langsung ke pusat pengaturan panas di hipotalamus yang
mengakibatkan vasodilatasi perifer, berkeringat, dan pembuangan panas. Parasetamol
langsung empengaruhi sistem saraf pusat sehingga efek penurunan panas yang
ditimbulkan lebih cepat dan lebih efektif dibanding obat antipiretik lainnya, hal inilah
yang menyebabkan ia sebagai antipiretik lini pertama.

Ibuprofen dan piroksikam merupakan obat golongan anti inflamasi nonsteroid


(NSAID). Ibuprofen merupakan obat pilihan atau biasa disebut sebagai second line
therapy untuk mengatasi demam setelah parasetamol sedangkan piroksikam memiliki
tujan utama sebagai antiinflamasi.

Gambar
Struktur

5.4
kimia

Ibuprofen (kiri) dan


Piroksikam (kanan)
Berbeda denga parasetamol, mekanisme kerja ibuprofen, piroksikam dan obat
golongan NSAID lainnya adalah dengan menghambat jalur siklooksigenase 1 (COX 1)
dan siklooksigenase 2 (COX 2) di perifer atau jaringan sehingga efek antipiretik lebih
lama dibandingan parasetamol sebagai lini utama. Khususnya piroksikam yang
menghambat jalur COX 2 dimana jalur ini bekerja terhadap sel inflamasi maka
piroksikam juga dapat digunakan sebagai antiinflamasi. Sebagai antiinflamasi,
piroksikam menghambat migrasi leukosit ke daerah inflamasi dan mencegah
terbentuknya tomboksan A2 sebagai agen pengagregat. Akan tetapi dalam penggunaan
obat golongan NSAID seringkali ditemukan efek samping yaitu gangguan pencernaan
(tukak lambung/duodenum).
Morfin merupakan obat analgesik yang termasuk dalam golongan opioid. Morfin
banyak ditemukan pada opium yang merupakan alkaloid analgesik yang sangat.
Mekanisme kerja morfin adalah langsung bekerja pada sistem saraf pusat untuk
menghilangkan rasa sakit. Morfin yang merupakan obat analgesik narkotik bekerja
dengan dua mekanisme diantaranya menutup kanal ion Ca2+.dan menghambat pelepasan
substansi P.
Morfin berikatan dengan reseptor Mu opioid lalu dihubungkan dengan protein G
yang secara langsung mempengaruhi saluran K+ dan

Ca2+. Namun saat opioid

berinteraksi dengan reseptornya, subunit GDP terdisosiasi dan berubah menjadi GTP
dengan mekanisme perubahan konformasi. GTP ini akan mendisosiasi subunit sehingga
menjadi saling terikat. GTP yang terikat pada subunit ini memerintahkan sel saraf untuk

menurunkan aktifitas listriknya dengan meningkatkan pemasukan K + dan menghambat


pemasukan Ca2+. Dengan terikatnya GTP pada sub unit juga dapat menghambat
terbentuknya enzim adenilat siklase. Enzim ini merupakan enzim yang berperan sebagai
messenger pada penyampaian pesan untuk sel saraf. Jika pembentukan enzim adenilat
siklase dihambat maka pembentukan substansi P yang merupakan neurotransmiter nyeri
juga dihambat, sehingga rasa sakitnya berkurang. Dengan kedua mekanisme inilah maka
morfin

akan

menurunkan

aktivitas

listrik

saraf

dan

menurunkan

pelepasan

neurotransmitter nyeri. Efek samping morfin antara lain adalah penurunan kesadaran,
euforia, rasa kantuk, lesu, penglihatan kabur, dan menimbulkan efek ketergantungan
tinggi.

Gambar

5.5

Struktur kimia morfin


Pengujian

aktivitas

antipiretik pada keempat


obat
untuk

tersebut

bertujuan

mengetahui

efek

spesifik yang dominan dari masing-masing obat saat diberikan untuk indikasi demam.
Parasetamol dan ibuprofen lebih berperan sebagai antipiretik, piroksikam sebagai
antiinflamasi dan morfin sebagai analgesik. Perbedaan fungsi utama ini dapat dilihat dari
perbedaan kemampuan penurunan suhu setiap waktu pengukuran pada masing-masing
perlakuan yang telah dihitug secara statistik.
VI. KESIMPULAN
1. Uji efektivitas antipiretik adalah...........
VII. SARAN
1. Hendaknya
VIII. DAFTAR PUSTAKA
http://repository.usu.ac.id/. Diakses kamis, 29 September 2016 pukul 22.01 wib.

You might also like