Professional Documents
Culture Documents
Oleh :
Nama
NIM
Rombongan
Kelompok
Asisten
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
berlawanan.Tiap langkah dalam kunci tersebut terdiri atas dua alternatif (dua ciri
yang saling berlawanan) sehingga disebut kunci dikotomis. Setelah dilakukan suatu
identifikasi dan determinasi maka diperlukan sebuah pembuktikan kebenaran atau
untuk menentukan atau menguji akurasi yang disebut dengan verifikasi (Yatim,
1985).
Determinasi yaitu membandingkan suatu hewan dengan hewan lain yang
sudah dikenal sebelumnya (dicocokkan atau dipersamakan). Determinasi juga dapat
diartikan bahwa untuk mengelompokkan atau mengklasifikasi spesies yang diamati
berdasarkan spesies yang telah ada. Serangkaian pertanyaan atau pernyataan khusus
yang sengaja dirancang untuk mengidentifikasi makhluk hidup yang sedang diteliti
disebut kunci determinasi. Setiap pertanyaan dapat dibuat dengan kemungkinan
jawaban lebih dari satu dan tiap jawaban mengarah pada pertanyaan lainnya, hingga
didapatkan satu jawaban, yaitu spesies (Yatim, 1985).
Klasifikasi adalah pengelompokan makhluk hidup yang mempunyai ciri dan
sifat yang sama, dimasukkan kedalam satu kelompok, dan bila dalam persamaan
ditemukan perbedaan ciri dan sifat, maka dipisahkan lagi ke dalam kelompok lain
yang lebih kecil, sehingga akan diperoleh kelompok-kelompok makhluk hidup
dengan jenjang yang berbeda (Radiopoetro, 1996). Sementara verifikasi adalah teori
filsafat positif logis dalam memilih yang menyatakan bahwa pengalaman adalah
satu-satunya sumber dasar pengetahuan dan dalam analisis logis dapat dilakukan
dengan bantuan simbol-simbol logika dengan menggunakan metode untuk
pemecahkan masalah melalui metode verifikasi empirik yaitu bila terdapat sesuatu
yang tidak dapat diverifikasi secara empirik maka hasilnya adalah sia-sia
(Indarmawan, 2010).
B. Tujuan
Tujuan praktikum acara Aves kali ini, antara lain :
1. Mengenal beberapa anggota Aves.
2. Mengetahui beberapa karakter penting untuk identifikasi dan klasifikasi anggota
Aves.
Burung atau aves adalah salah satu kelompok yang paling banyak dan paling
terkenal di dunia. Kelas aves ini seperti mamalia tetapi lebih dekat kekerabatannya
dengan reptil, mereka berkembang sejak 135 juta tahun yang lalu. Semua burung
lebih dulu bernenek moyang dari fosil burung pertama, yaitu Archaeopteryx (Mac
Kinnon, 1991).
Kelas Aves adalah kelas hewan vertebrata yang berdarah panas dengan
memiliki bulu dan sayap. Tulang dada tumbuh membesar dan memipih, anggota
gerak belakang beradaptasi untuk berjalan, berenang dan bertengger. Mulut sudah
termodifikasi menjadi paruh, punya kantong hawa, jantung terdiri dari empat ruang,
rahang bawah tidak mempunyai gigi karena gigi-giginya telah menghilang yang
digantikan oleh paruh ringan dari zat tanduk dan berkembang biak dengan bertelur.
Kelas ini dimanfaatkan oleh manusia sebagai sumber makanan, hewan ternak, hobi
dalam peliharaan. Bulunya dapat dimanfaatkan sebagai bahan industri contohnya
baju, hiasan dinding, dan lainnya. (Mukayat, 1990).
Anggota kelas aves memiliki kemampuan adaptasi yang tinggi terhadap
lingkungannya, sehingga hewan ini mampu bertahan dan berkembang biak pada
suatu tempat. Struktur dan fisiologi burung diadaptasikan dalam berbagai cara untuk
penerbangan yang efisien. Sayap adalah komponen yang umumnya membedakan
aves dengan kelas lainnya. Meskipun sekarang sayap itu memungkinkan burung
untuk terbang jauh mencari makanan yang cocok dan berlimpah, mungkin saja sayap
itu dahulu timbul sebagai adaptasi yang membantu hewan ini lolos dari
pemangsanya. Adanya burung-burung yang tidak memiliki sayap yang hidup di
Antartika, Selandia Baru dan daerah-daerah lain yang jarang ada pemangsanya
membuktikan hal ini (Kimball, 1983).
Kelas aves memiliki kemajuan bila dibandingkan dengan kelas-kelas yang
mendahuluinya dalam hal:
1. Tubuh mempunyai penutup yang bersifat isolasi,
2. Darah vena dan arteri terpisah secara sempurna dalam sirkulasi pada jantung,
3. Pengaturan suhu tubuh,
4. Rata-rata metabolisme aves tinggi,
5. Mempunyai kemampuan untuk terbang,
tiroksin. Sempurnanya bulu setiap spesies burung sejak menetas sampai dewasa
berbeda-beda. Beberapa spesies burung yang pada saat menetas telanjang /tidak
memiliki bulu. Bulu pada saat menetas disebut dengan natal plumage. Sebagian besar
spesies burung memiliki jumlah bulu bervariasi pada saat menetas, hanya beberapa
deret bulu pada spesies altrical (misalnya merpati) atau seluruh tubuh tertutup bulu
pada burung precocial muda (misal ayam) (Mukayat, 1990).
Bulu adalah ciri khas kelas aves yang tidak dimiliki oleh vertebrata lain.
Hampir seluruh tubuh aves ditutupi oleh bulu, yang secara filogenetik berasal dari
epidermal tubuh, yang pada reptile serupa dengan sisik. Secara embriologis bulu aves
bermula dari papil dermal yang selanjutnya mencuat menutupi epidermis. Dasar bulu
itu melekuk ke dalam pada tepinya sehingga terbentuk folikulus yang merupakan
lubang bulu pada kulit. Selaput epidermis sebelah luar dari kuncup bulu menanduk
dan membentuk bungkus yang halus, sedang epidermis membentuk lapisan penyusun
rusuk bulu.Sentral kuncup bulu mempunyai bagian epidermis yang lunak dan
mengandung pembuluh darah sebagai pembawa zat-zat makanan dan proses
pengeringan pada perkembangan selanjutnya (Jasin, 1992).
Bagian mulut terdapat bagian yang terproyeksi sebagai paruh ( Rostrum)
yang terbentuk oleh maxila pada ruang bagian atas dan mandibula pada ruang
bagian bawah. Bagian luar dari rostrum dilapisi oleh pembungkus zat tanduk dan
pada kelompok burung Neornithes tidak bergigi. Tubuhnya dibungkus oleh kulit,
pada kulit terdapat bulu yang merupakan hasil derivat epidermis menjadi bentuk
yang ringan, fleksibel, dan sebagai sebagai pembungkus tubuh yang sangat resisten
(Jasin, 1992).
Burung pada umumnya mempunyai kulit yang tipis, mengandung keratin
sedikit sekali. Hubungan dengan jaringan yang ada disebelahnya tidak erat. Struktur
tambahan dari kulit ialah bulu mengalami penandukan kuat sekali. Bagian bawah
kaki dan jari, ditutupi oleh sisik tanduk yang terdapat pada Archosauria dan ini
mengelupas. Paruh juga mengalami penandukan (Djuhanda, 1983).
Burung berkembang biak dengan bertelur. Telur burung mirip telur reptil,
hanya cangkangnya lebih keras karena berkapur. Beberapa jenis burung
seperti burung maleo danburung gosong, menimbun telurnya di tanah pasir yang
bercampur serasah, tanah pasir pantai yang panas, atau di dekat sumber air panas.
Alih-alih mengerami, burung-burung ini membiarkan panas alami dari daun-daun
membusuk, panas matahari, atau panas bumi menetaskan telur-telur itu, persis seperti
yang dilakukan kebanyakan reptil. Akan tetapi, kebanyakan burung membuat sarang,
dan menetaskan telurnya dengan mengeraminya di sarangnya itu. Sarang bisa dibuat
secara sederhana dari tumpukan rumput, ranting, atau batu atau sekedar kaisan di
tanah berpasir agar sedikit melekuk, sehingga telur yang diletakkan tidak mudah
terguling (Brotowidjoyo, 1990).
Walaupun kebanyakan burung mampu terbang, terdapat beberapa spesies
yang tidak mapu terbang seperti burung penguin, unta, rea, emu, kiwi, dan lain-lain.
Burung adalah oviparous atau bertelur, kadang kala kedua pasangan akan bergilir
(penguin) dan dalam setengah spesies burung hanya burung jantan yang akan
mengerami telur. Terdapat juga spesies burung yang bertelur dalam sarang burung
burung lain untuk dieramkan oleh burung lain (Jasin, 1992).
Burung ada pula yang memiliki cakar tajam untuk mencengkram mangsanya,
cakar pemanjat pohon, cakar penggali tanah dan sarasah, cakar berselaput untuk
berenang, cakar kuat untuk berlari dan merobek mangsa. Tipe-tipe cakar ini
merupakan adaptasi dari pengaruh habitat dan fungsinya. Burung berkembang biak
dengan bertelur. Telur burung mirip telur reptil, hanya saja cangkangnya lebih keras
karena mengandung zat kapur. Burung kebanyakan mengerami telurnya, tapi ada
beberapa jenis burung yang menimbunnya dalam pasir atau sarasah seperti burung
Maleo dan burung Gasong. Sebagai ganti mengerami telur burung-burung ini
mengandalkan panas bumi dan fermentasi dari sarasah/sampah yang membusuk
persis seperti yang dilakukan kebanykan reptil (Djuhanda, 1983).
Kegiatan mengidentifikasi burung, warna merupakan cara identifikasi utama,
kemudian dilanjutkan dengan melihat pola warna bulu-bulu burung tersebut.
Pengklasifikasian lebih lanjut perlu diketahui ukuran, keistimewaannya, ciri-ciri
khusus, tingkah laku, cara terbang, dan tempat burung tersebut ditemukan
(Mackinnon et.al, 1998)
DAFTAR REFERENSI
Campbell NA, Reece JB, Mitchell LG. 2004. Biologi Edisi Kelima Jilid 2. Jakarta:
Erlangga.
Gale AS. 1987. Phylogeny and classification of the Asteroidea (Echinodermata).
Zoological Journal of the Linnean Society 89(2): 107132.
Indarmawan. 2010. Petunjuk Praktikum Taksonomi Hewan. Purwokerto: Fakultas
Biologi, Universitas Jenderal Soedirman.
Mihaljevi M, Jerjen I, Smith AB. 2011. The test architecture of Clypeaster
(Echinoidea, Clypeasteroida) and its phylogenetic significance. Zootaxa
2983: 2138.
Radiopoetro. 1996. Zoologi. Jakarta: Erlangga.
Smirnov AV. 2014. Sea cucumbers symmetry (Echinodermata: Holothuroidea).
Paleontological Journal 48(12): 1215-1236.
Smith AB, Fell HB, Blake DB. 2003. Ophiuroidea. New York: McGraw-Hill.
Yatim W. 1985. Biologi Jilid II. Bandung: Tarsito.
DAFTAR PUSTAKA
Mackinnon, J.K, Philips and B.V. Balkh. 1998. Burung-Burung di Sumatra, Jawa, Bali
dan Kalimantan (termasuk Sabah, Serawak dan Brunei Darussalam). Seri Panduan
Lapangan. Puslitbang Biologi-LIPI. Jakarta.
Mukayat, D. 1990. Zoologi Vertebrata. Jakarta. Erlangga.
Rasmussen PC & JC Anderton (2005) Asia. Burung Selatan. The Ripley Guide. Panduan
Ripley. Volume 2 . Volume 2. Smithsonian Institution and Lynx Edicions. Lembaga
Smithsonian dan Edicions Lynx. pp. 395. hal. 395.
Tim Taksonomi Hewan Vertebrata. 2009. Penuntun Praktikum Taksonomi Hewan
Vertebrata. Universitas Andalas. Padang.