Professional Documents
Culture Documents
Robert Hyman pada tahun 1950-an. Menurut Hyman, sosialisasi politik adalah suatu proses
penyerapan nilai dari lingkungan sistem politik ataupun masyarakat terhadap individu atau
terhadap masyarakat secara keseluruhan. Konsep ini muncul ketika para ilmuwan politik
menyadari bahwa pewarisan nilai dan kepentingan serta prilaku politik selalu terjadi dan
merupakan satu proses yang penting artinya dalam kehidupan politik. Kaitan antara sosialisasi
politik dan sistem politik dijelaskan oleh David Easton dan Janck Dennis. Keduanya
mengemukakan bahwa tujuan sosialisasi politik adalah untuk memantapkan sistem politik itu
sendiri. Dengan diserapnya nilai-nilai politik atau orientasi-orientasi politik dari suatu sistem
politik, maka diharapkan bahwa warganegara mempunyai seperangkat pengetahuan atau
seperangkat nilai yang diperlukan untuk mendukung terpeliharanya sistem politik .
Sosialisasi politik merupakan satu konsep yang menentukan prilaku politik masyarakat.
Dalam banyak masyarakat, pelestarian norma dan sikap politik dari satu generasi ke generasi
selanjutnya sangat penting artinya bagi tegak berdirinya satu kekuatan politik (partai). Sosialisasi
yang baik dianggap dapat meningkatkan stabilitas politik. Proses sosialisasi politik ini dapat
terjadi karena pendidikan politik yang sering diadakan.
Secara umum, sosialisasi melalui tiga buah proses, yaitu kognitif, afektif, dan evaluatif.
Kognitif adalah proses seseorang memperoleh pengetahuan. Sedangkan ketika pikiran seseorang
terpengaruhi oleh pengetahuan yang diperolehnya merupakan penjelasan dari afektif. Sedangkan
ketika telah memasuki proses penilaian maka telah berada pada proses yang terakhir, yaitu
evaluatif.
Pengertian sosialisasi politik diugkapkan oleh berapa ahli, diantaranya :
TOKOH
Gabriel
Almond
diperoleh atau dibentuk dan juga merupakan sarana bagi suatu generasi untuk
menyampaikan patakon-patokan politik dan keyakinan-keyakinan politik
Kenneth
Langton
Ramlan
Surbakti
Irwin L. Child
David
Aberle
menanamkan kepada individu-individu, ketrampilan-ketrampilan, motifmotif, dan sikap-sikap yang perlu untuk menampilkan peranan-peranan yang
sekarang atau yang tengah diantisipasikan sepanjang kepentingan manusia
Ricard
Dawson
dari orang tua, guru dan sarana-sarana sosialisasi politik lainnya kepada
membentuk dan mentransmisikan budaya politik suatu bangsa, selain itu juga dapat memelihara
budaya politik suatu negara dalam peyampaian budaya politik dari suatu generasi ke generasi
berikutnya, serta dapat mengubah budaya politik.
Untuk dapat membentuk, mentrasmisisikan, memelihara, dan mengubah nilai, sikap,
pandangan maupun keyakinan politik diperlukan sarana-sarana dan agen-agen penunjang
sosialisasi politik. Sarana-sarana dan agen-agen tersebut, antara lain :
SARANA
KETERANGAN
DAN AGEN
Keluarga
Keluarga merupakan lembaga atau kelompok sosial paling awal dijumpai oleh
pelajaran
Civics
Education
(Pendidikan
Ber-main
Pekerjaan
Media Massa
Kontak
Politik
Langsung
(Partai
Politik)
politik juga secara tidak langsung melakukan sosialisasi politik.
- Fungsi Partai politik
1. Representasi
2. Rekrutmen dan Pembentukan elit
3. Perumusan tujuan
4. Artikulasi dan agregasi kepentingan
5. Sosialisasi dan mobilisasi politik; dan
6. Pengorganisasian Pemerintah.
1. Fungsi representasi
Representasi kadang dilihat sebagai fungsi utama sebuah partai politik. Representasi
menunjukkan kapasitas partai untuk merespon dan mengartikulasikan pandangan-pandangan
baik pandangan para anggota maupun para pemilihnya. Dalam bahasa teori sistem, partai
politik adalah alat pemasok utama yang memastikan bahwa pemerintah akan melaksanakan
apa yang menjadi kebutuhan masyarakat luas.
Jelasnya, ini adalah fungsi untuk dilaksanakan sebaik-baiknya di dalam suatu sistem terbuka
dan kompetitif yang memaksa partai untuk merespon pilihan-pilihan rakyat. Teoritisi Pilihanrasional, semisal Anthony Downs (1957) menjelaskan proses ini dengan menyarankan bahwa
pasar politik paralel dengan pasar ekonomi, di dalam mana para politisi bertindak yang
intinya sebagai wiraswastawan yang memburu suara, berarti bahwa partai bertindak seperti
berbisnis.
Kekuasaan, dengan demikian, utamanya terletak pada konsumennya, yakni para pemilih.
Tetapi model ekonomi ini mendapatkan kritikan dengan dasar bahwa partai itu tidak
semata-mata mencari suara tetapi juga membentuk atau memobilisasi pendapat umum
sebagaimana dia meresponnya, dan bahwa citra para pemilih sebagai orang yang sangat tahu,
rasional, dan seperti konsumen yang berorientasi masalah (isu) patut dipertanyakan, dan
bahwa bentangan pilihan para pemilih (atau elektorat) seringkali sempit.
2. Pembentukan elit dan rekrutmen
Partai-partai politik dalam semua jenisnya bertanggung jawab menyediakan bagi negara para
pemimpin politiknya. Salah satu kekecualian yang jarang ada dalam aturan ini adalah
Jenderal de Gaulle, yang menawarkan dirinya untuk memimpin Prancis tahun 1944 sebagai
seorang juru selamat yang berada di atas semua perbedaan partai-partai. Partai seperti
Union for the New Republic (UNR) adalah ciptaannya.
Lebih lazim lagi, politisi mendapatkan jabatan dengan memanfaatkan kedudukan di
partainya; kontestan dalam pemilihan presiden biasanya pemimpin puncak partai, sementara
di dalam sistem parlementer pemimpin partai terbesar di majelis biasanya menjadi perdana
menteri. Kabinet dan pos-pos kementerian lainnya biasanya diisi oleh figur-figur senior
partai, meskipun kekecualian dapat ditemukan di dalam sistem presidensial di Amerika
Serikat yang dapat menunjuk menteri-menteri dari tokoh-tokoh non-partai.
Di sebagian besar kasus, partai-partai dengan demikian menyediakan basis pelatihan dan
pengalaman politik bagi para politisi, melengkapi mereka dengan ketrampilan, pengetahuan,
dan pengalaman, dan menawari mereka sejumlah bentuk struktur karir, kecuali orang yang
hanya mengharapkan keberuntungan dari partai. Di sisi lain, monopoli partai di dalam
pemerintahan mendapatkan kritikan karena para pemimpin politiknya diambil dari tempat
yang sangat sempit: tokoh-tokoh senior partai besar. Tetapi, di Amerika Serikat sifat
monopoli itu sangat berkurang karena adanya penggunaan luas dari pemilihan di tingat
primary, yang mengurangi kendali partai dalam menyeleksi dan menominasikan kandidatnya.
3. Perumusan tujuan
Partai-partai politik secara tradisional merupakan cara melalui mana masyarakat menata
tujuan-tujuan kolektif dan, di beberapa kasus, memastikan bahwa hal itu dilaksanakan.
Partai-partai memainkan peran ini sebab di dalam proses pemerolehan kekuasaan, mereka
merumuskan program pemerintah (melalui konperensi, konvensi, manifesto pemilihan
umum, dan sebagainya) dengan suatu pandangan untuk menarik dukungan rakyat.
Hal ini bukan berarti bahwa partai politik adalah satu-satunya sumber inisiatif kebijakan,
tetapi partai politik juga berperan mendorong rakyat untuk merumuskan tatanan koheren dari
pilihan-pilihan kebijakan yang akan memberi para pemilih suatu pilihan terbaik yang
realistik dan tujuan yang dapat dicapai.
Fungsi ini secara sangat jelas dibawakan oleh partai dalam sistem parlementer yang dapat
mengklaim membawa amanat untuk melaksanakan kebijakannya jika terpilih untuk berkuasa.
Tetapi hal itu juga bisa terjadi di dalam siste presidensial yang biasanya partai-partai nonprogram semisal dalam kasus partai Republik di Amerika Serikat yang menyerukan kontrak
dengan Amerika! dalam pemilihan Kongres tahun 1994.
Namun demikian, tendensi de-ideologisasi partai catch-all dan fakta bahwa kampanye
pemilihan umum semakin menekankan pada figur dan citra kandidat ketimbang kebijakan
dan isu, telah secara umum mereduksi peran partai-partai sebagai perumus kebijakan. Lebihlebih, program partai biasanya juga mengalami modifikasi oleh adanya tekanan dari rakyat
sipil dan kelompok kepentingan, dan juga keadaan domestik dan internasional. Implementasi
kebijakan, di sisi lain, biasanya lebih dilaksanakan oleh birokrasi ketimbang partai, kecuali di
dalam sistem ekapartai (partai tunggal) seperti di negara-negara komunis ortodoks, di mana
partai berkuasa mengawasi aparatur negara pada level mana pun.
4. Artikulasi dan agregasi kepentingan
Dalam proses pengembangan tujuan-tujuan kolektif, partai-partai juga membantu
mengartikulasikan dan mengagregasikan berbagai kepentingan masyarakat. Memang, partai
sering berkembang sebagai kendaraan melalui mana kelompok-kelompok bisnis, buruh,
agama, etnik, atau kelompok lainnya, memperluas atau mempertahankan beragam
kepentingannya.
Contohnya, Partai Buruh di Inggris, diciptakan oleh gerakan serikat dagang untuk tujuan
mendapatkan representasi politik klas pekerja. Partai lain secara efektif memiliki kemampuan
untuk merekrut kepentingan dan kelompok tertentu untuk memperluas basis pemilihnya,
sebagaimana yang dilakukan partai-partai di Amerika Serikat di akhir abad ke-19 dan awal
abad ke-20 kepada kelompok-kelompok imigran.
Fakta bahwa partai-partai nasional sedemikian mengartikulasikan tuntutan dari beragam
kekuatan memaksa partai-partai itu untuk mengagregasikan kepentingan ini dengan
membawanya ke dalam kesatuan kepentingan yang koheren dan menyeimbangkan
kepentingan-kepentingan yang berlawanan. Partai-partai konstitusional secara jelas dipaksa
untuk melakukan hal ini di bawah tekanan kompetisi pemilihan umum, tetapi bahkan partaipartai monopolistik pun mengartikulasikan dan mengagregasikan kepentingan melalui
hubungan dekatnya dengan negara dan ekonomi, khususnya di dalam sistem ekonomi yang
terencana secara terpusat.
Tetapi, bahkan di dalam sistem partai kompetitif pun tidak semua kepentingan diartikulasikan
dan apalagi diagregasikan. Kelompok-kelompok kecil, yang relatif miskin dan secara politik
tak terorganisir menjadi sangat rentan untuk dikucilkan dari proses artikulasi kepentingan.
5. Sosialisasi dan mobilisasi
Melalui debat dan diskusi internal, dan juga berkampanye serta berkompetisi dalam
pemilihan umum, partai-partai menjadi agen penting pendidikan dan sosialisasi politik. Isuisu yang dipilih oleh partai untuk memusatkan perhatian pada agenda politik tertentu, dan
tata nilai serta sikap yang ditunjukkannya menjadi bagian dari budaya politik yang lebih luas.
Dalam kasus partai monopolistik, propaganda ideologi resmi (misal, Marxisme-Leninisme,
Sosialisme Nasional, atau seadar gagasan-gagasan pemimpin karismatik) secara sadar diakui
sebagai fungsi yang sentral, jika bukan fungsi utama.
Partai-partai utama dalam sistem kompetitif memainkan peran yang tak kalah pentingnya
dalam mendorong kelompok-kelompok untuk bermain dalam koridor aturan main demokrasi,
dengan demikian mengerahkan dukungan bagi rezim itu sendiri. Contohnya, kebangkitan
partai-partai sosialis di akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 merupakan cara yang penting
untuk mengintegrasikan klas pekerja ke dalam masyarakat industri.
Namun demikian, kapasitas partai untuk mobilisasi dan sosialisasi kemudian diragukan
karena terdapat bukti-bukti di banyak negara adanya para partisan yang keluar dari partai dan
semakin tidak menariknya partai-partai pro-sistem konvensional. Masalah yag disandang
oleh partai-partai adalah, sampai batas tertentu, mereka sendiri korup, sehingga membuatnya
kurang efektif dalam meraih simpati dan gagal menarik perhatian dan perasaan para partisan.
6. Pengorganisasian pemerintah
Sering dilontarkan pendapat yang menyatakan bahwa dalam masyarakat modern yang rumit
akan menjadi nirpemerintahan apabila tidak ada partai politik. Pada awalnya partai
membantu pembentukan pemerintahan, di dalam sistem parlementer sampai dengan yang
dapat disebut sebagai pemerintahan oleh partai.
Partai juga memberi pemerintah sebentuk stabilitas dan keberlangsungan, khususnya jika
anggota pemerintahan itu diambil dari satu partai dan dengan demikian dipersatukan oleh
simpati dan keterikatan bersama. Bahkan jika pemerintah itu dibentuk dari suatu koalisi
partai-partai itupun akan membantu persatuan dan persetujuan dari pihak-pihak yang masingmasing berbeda prioritasnya.
Lebih jauh lagi, partai-partai memberi fasilitas bagi kerja sama antara dua cabang utama
pemerintahan, yakni majelis (dewan) dan eksekutif. Dalam sistem parlementer, hal ini secara
efektif dijamin oleh fakta bahwa pemerintah dibentuk dari partai atau partai-partai yang
memiliki kursi mayoritas di majelis (dewan). Tetapi bahkan di dalam sistem presidensial pun,
kepala eksekutif dapat memberikan sebentuk pengaruh, jika bukan kendali, melalui daya
tarik kebersatuan partai.
Akhirnya, partai-partai menyediakan, setidaknya di dalam sistem yang kompetitif, sumber
vital dari oposisi dan kritik, baik di dalam maupun di luar pemerintah. Dan juga dengan
memperluas debat politik dan mendidik para pemilih, hal ini membantu memastikan bahwa
kebijakan pemerintah akan lebih dapat diawasi dengan baik dan dengan demikian dapat
dilaksanakan dengan baik pula.
yaitu
upaya
perorangan
atau
kelompok
menghubungi
Budaya politik yang partisipasif adalah budaya politik yang demokratik, dalam hal ini, akan
mendukung terbentuknya sebuah sistem politik yang demokratik dan stabil. Budaya politik yang
demokratik ini menyangkut suatu kumpulan sistem keyakinan, sikap, norma, persepsi, dan
sejenisnya, yang menopang terwujudnya partisipasi, kata Almond dan Verba.
Masayarakat dalam budaya politik ini mamahami bahwa mereka berstatus warga negara dan
memberikan perhatian terhadap sistem politik. Masyarakat memiliki kebangsaan dan kemaua
untuk berperam dalam sistem politik. Selain itu, masyarakat dalam budaya politik imi memiliki
keyakinan dapat memengaruhi pengambilan kebijakan publik dan membentuk kelompok untuk
melakukan protes jika pelaksamaa pemerintah tidak transparan.
Dalam budaya politik partisipan ini, demokrasi dapat berkembang dengan baik. Hal ini
dikarenakan terjadinya hubungan yang harmonis antara warga negara dan pemerintah yang
ditunjuk oleh tingkat kompetensi politik (penyelesaian sesuatu secara politik), dan tingkat
efficacy (keberdayaan). Dapat dikatakan bahwa tipe budaya ini merupakan kondisi ideal bagi
secara politik.
Dalam budaya politik partisipan, orientasi politik warga terhadap kesulurahan objek, baik umum,
input, maupun output secara pribadinya mendekati satu atau dapat dikatakan tinggi.
Menurut Bronson dan kawan-kawan dalam bukunya Belajar Civic Education dari
Amerika,beberapa karakter publik dan privat sebagai perwujudan budaya partisipan sebagai
berikut:
a. Menjadi anggota masyarakat yang independen. Karakter ini meliputi,
1. Kesadaran pribadi untuk bertanggung jawab sesuai ketentuan, bukan karena keterpaksaan
atau pengawasan dariluar;
2. Bertanggung jawab atas tindakan yang di perbuat;
3. Memenuhi kewajiban moral dan hukum sebagai anggota masyarakat demokrtis.
b. Memenuhi tanggung jawab personal kewargaan dibidang ekonomi dan politik. Tanggung jawab
ini antara lain meliputi:
1. Memelihara atau menjaga diri;
2. Memberi nafkah dan merawat keluarga;
3. Mengasuh dan mendidik anak.
Didalamnya termasuk pula mengikuti informasi tentang isu-isu publik, seperti:
1. Menentukan pilihan (voting);
2. Membayar pajak;
3. Menjadi juri di pengadilan;
4. Melayani masyarakat;
5. Melakukan tugas kepemimpinan sesuai bakat masing-masing.
c. Menghormati harkat dan marabat kemanusiaan setiap invidu.
1. Menghormati orang lain berarti mendengarkan pendapat mereka.
2. Bersifat sopan.
3. Menghargai hak-hak dan kepentingan-kepentingan sesama warga negara.
4. Meengikuti aturan prinsip mayoritas namun tetap menghargai hak-hak minoritas untuk
d.
berbeda pendapat.
Berpartisipasi dalam urusan-urusan kewarganegaraan secara efektif dan bijaksana.
Karakterini merupakan sadar informasi sebelum :
1. Menentukan pilihan (voting) atau berpartisipasi dalam debat publik:
Kehidupan politik dianggap sebagai sarana trnsaksi seperti halnya penjual dan
pembeli. Warga dapat menerima berdasar kesadaran, tetapi juga mampu menolak
berdasarkan penilaiannya sendiri
Suatu pemerintahan dengan budaya politik yang bertentangan dengan semangat pembangunan
politik bangsa yang transparan (terbuka) apabila dalam penyelenggaraan sistem politik
pemerintahannya tidak terdapat kebebasan aliran informasi dalam berbagai proses kelembagaan
sehigga tidak mudah di akses oleh masyarakat sebagai warga bangsa yang membutuhkan.
Budaya politik feodalisme yang terjadi adalah merupakan sebuah sistem pemerintahan dimana
seorang pemimpin bangsawan memiliki anak buah banyak yang juga masih dari kalangan
bangsawan,tetapi lebih rendah mereka biasa disebut vazal. Dalam penggunaan bahasa sekalipun,
sering kalli digunakan untuk menunjuk para perilaku-perilaku negatif yang mirip dengan
perilaku para penguasa yang zalim,seperti kolot,selalu ingin di hormati atau bertahan pada nilai-
nilai lama yang sudah banyak di tinggalkan,artinya sudah banyak tidak sesuai lagi dengan
pengertian politik yang sesungguhnya.
Realitas budaya politik masih menjadi kendala bagi proses pendidikan politik karena masih di
warnai oleh kuatnya pengaruh nilai-nilai feodalisme,primordialisme,dan paternalisme berlebihan
dalam kehidupan sosial kemasyarakatan. Kondisi itu di perparah dengan makin sulitnya mencari
figur-figur yang dapat diteladani dalam kepemimpinan nasional. Keadaan ini di rasakan
mempersuli mahasiswa dan kaum yang terpelajar dalam mengoperasionalkan konsep dan nilainilai yang terkandung dalam khasanah budaya bangsa.
Banyak kalangan berpendapat, di era Orde Reformasi ini,korupsi,kolusi,dan nepotisme(KKN)
tetap hidup dan bahkan makin berkembang(wajah baru KKN). Pemilihan pejabat publik, baik di
pemerintahan maupun BUMN, masih menggunakan cara lama; siapa dekat dia dapat.
Pertimbangan profesional buakn acuan utama. Akibat KKN,harta republik telah menjadi barang
jarahan yang hanya menguntungkan sedikit orang.
Tindakan KKN memiliki kecendrungan terstruktur dalam kehidupan masyarakat politik.
Tentang
perubahan
struktur
ini,
para
ilmuan
sosial
memasuki
perdebatan
yang
4. Seseorang cenderung kurang terlibat dalam politik jika merasa bahwa hasil-hasilnya relatif
akan memuaskan orang tersebut sekalipun ia tidak berperan di dalamnya.
5. Jika pengetahuan seseorang tentang politik tersebut terlalu terbatas untuk dapat menjadi
efektif.
6. Semakin besar kendala yang dihadapi dalam perjalanan hidup, semakin kecil kemungkinan
bagi seseorang untuk terlibat dalam politik.
-
1.
dan warga Idonesia sengat diperlukan untuk mewujudkan pemilu yang Luber dan Jurdil. Untuk
itu diperlukan persyaratan minimal, di antaranya sebagai berikut.
a) Peraturan perundangan yang mengatur pemilu harus tidak tidak membuka peluang bagi
terjadinya tindak kecurangan ataupun menguntungkan satu atau beberapa pihak tertentu.
b) Peraturan pelaksanaan pemilu yang memuat petunjuk teknis dan petunjuk pelaksanaan
pemilu harus tidak membuka peluang bagi terjadinya kecurangan ataupun menguntungkan
satu atau beberapa pihak tertentu.
c) Badan/lembaga penyelenggara maupun panitia pemilu baik di tingkat pusat maupun daerah
harus bersifat mandiri dan independen.
d) Partai politik peserta pemilu memiliki kesiapan yang memadai untuk terlibat dalam
penyelenggaraan pemili, khususnya yang berkaitan dengan kepanitiaan pemilu serta
kemampuan mempersiapkan saksi-saksi di tempat pemungutah suara,
e) Lembaga/organisasi/jaringan pemamtauan pemilu harus terlibat aktif dalam suatu proses dan
tahapan pemilu di semua tingkatan di seluruh wilayah pemilihan untuk memantau
perkembangan penyelenggaraan pemilu.
f) Anggota masyarakat luas, baik secara perorangan dan kelompok maupun yang terhimpun
dalam
organisasi-organisasi
kemasyarakatan
harus
aktif
dalam
memantau
setiap
Pemilu merupakan salah satu media pembelajaran politik bagi terbentuknya komunikasi
politik yang demokratis dimasa mendatang. Oleh karena itu, pelajar sebagai pemilih pemula
jangan mudah dieksploitasi dalam pemilu untuk kepentingan sesaat kelompok tertentu.
5. Tidak Apatis
Komunitas pelajar yang memiliki jumlah signifikan jangan bersikapa apatis dalam pemilu.
Gunakan hak pilih dengan menggunakan hati nurani dan akal pikiran yang sehat ketika
memilh wakil-wakil raktyat yang duduk di perlement, presiden dan wakil presiden, partai
politik sebagai kontestan dalam pemilu, dan sebagainya.