You are on page 1of 5

Minggu, 26 Agustus 2012

asfiksia neonatorum
asfiksia neonatorumDiseluruh dunia, setiap tahun diperkirakan 4 juta bayi
meninggal pada tahun pertama kehidupannya dan dua pertiganya meninggal pada
bulan pertama. Penyebab utama kematian pada minggu pertama kehidupan adalah
komplikasi kehamilan dan persalinan seperti asfiksia, sepsis, dan komplikasi berat
lahir rendah.
Asfiksia neonatorum adalah keadaan ketika bayi tidak dapat bernafas secara
sepontan dan teratur segera setelah lahir. Keadaan ini disertai dengan hipoksia,
hiperkapnea, dan berakhir dengan asidosis (Rahayu, Dedeh Sri. 2009). Faktor yang
memicu asfiksia neonatorum yaitu, faktor ibu, faktor uterus, faktor plasenta,
faktor umbilikal, faktor janin ( Strigh, Barbara R. 2005: 327). Faktor ibu meliputi
amnionitis, anemia, diabetes, hipertensi yang diinduksi oleh kehamilan, obat
obatan dan infeksi( Strigh, Barbara R. 2005: 327). Asuhan antenatal penting untuk
menjamin agar proses alamiah tetap berjalan normal selama kehamilan. WHO
memperkirakan bahwa sekitar 15% dari seluruh wanita yang hamil akan
berkembang menjadi komplikasi yang berkaitan dengan kehamilan serta dapat
mengancam jiwanya.
1 DEFINISI
Asfiksia neonatorum ialah suatu keadaan bayi baru lahir yang gagal bernafas
secara spontan dan teratur segera setelah lahir (Hutchinson, 1967). Keadaan ini
disertai dengan hipoksia, hiperkapnia, dan berakhir dengan asidosis. Gangguan ini
dapat timbul pada masa kehamilan, persalinan atau segara setelah lahir
(Abdoerrachman, dkk. 2007: 1072).
Asfiksia adalah perubahan patologis yang disebabkan oleh kurangnya O2 dalam
udara pernafasan, yang mengakibatkan hipoksia dan hiperkapnia. Asfiksia
neonatorum adalah keadaan ketika bayi tidak dapat bernafas secara sepontan dan
teratur segera setelah lahir. Keadaan ini disertai dengan hipoksia, hiperkapnea,
dan berakhir dengan asidosis (Rahayu, Dedeh Sri. 2009: 11).

2 ETIOLOGI
1. Faktor ibu meliputi amnionitis, anemia, diabetes, hipertensi yang diinduksi oleh
kehamilan, obat obatan, dan infeksi.
2. Faktor uterus meliputi persalinan lama dan presentasi janin abnormal.
3. Faktor plasenta meliputi plasenta previa, solusio plasenta, dan insufisiensi
plansenta.
4. Faktor umbilical meliputi prolaps tali pusat dan lilitan tali pusat.
5. Faktor janin meliputi disproporsi sevalopelvik, kelahiran congenital, dan
kesulitan kelahiran ( Strigh, Barbara R. 2005: 327).

3 DERAJAT ASFIKSIA
1. Vigorous baby, skor apgar 7-10. Dalam hal ini bayi dianggap sehat dan
tidak memerlukan tindakan khusus.
2. Mild-moderate asphyxia (asfiksia sedang), skor apgar 4-6. Pada
pemeriksaan fisis akan terlihat frekuensi jantung lebih dari 100x/menit,
tonus otot kurang baik atau baik, sianosis, reflek iritabilitas tidak ada.
3. (a) Asfiksia berat, skor apgar 0-3. Pada pemeriksaan fisis ditemukan
frekuensi jantung kurang dari 100x/menit, tonus otot buruk, sianosis berat
dan kadang kadang pucat, reflek iritabilitas tidak ada.(b) Asfiksia berat
dengan henti jantung. Dimaksudkan dengan henti jantung ialah keadaan
(1) bunyi jantung fetus menghilang tidak lebih dari 10 menit sebelum lahir
lengkap, (2) bunyi jantung menghilang post partum. Dalam hal ini
pemeriksaan fisis lainnya sesuai dengan yang ditemukan pada penderita
asfiksia berat. ( Abdoerrachman, dkk. 2007: 1077)
4 PENANGANAN ASFIKSIA NEONATORUM
Tujuan utama mengatasi asfiksia ialah untuk mempertahankan kelangsungan hidup
bayi dan membatasi gejala sisa (skuele) yang mungkin timbul di kemudian hari.
Tindakan yang dikerjakan pada bayi lazim disebut resusitasi bayi baru lahir.
Sebelum resusitasi dikerjakan, perlu diperhatikan bahwa:
1 Faktor waktu sangat penting. Semakin lama bayi menderita asfiksia, perubahan
homeostasis yang timbul semakin berat, resusitasi akan lebih sulit dan
kemungkinan timbulnya skuele akan meningkat.
2 Kerusakan yang timbul pada bayi akibat anoksia atau hipoksia antenatal tidak
dapat diperbaiki, tetapi kerusakan yang akan terjadi karena anoksia atau hipoksia
pascanatal harus dicegah dan diatasi.
3 Riwayat kehamilan dan partus akan memberikan keterangan yang jelas tentang
faktor penyebab terjadinya depresi pernafasan pada bayi baru lahir.
Penilaian bayi baru lahir perlu dikenal baik, agar resusitasi yang dilakukan dapat
dipilih dan ditentukan secara adekuat (Abdoerachman, M. H. 2007: 1077).
Prinsip dasar resusitasi yang perlu diingat ialah:
1) Memberikan lingkungan yang baik pada bayi dan mengusahakan saluran
pernafasan tetap bebas serta merangsang timbulnya pernafasan, yaitu agar
oksigenasi dan pengeluaran CO2 berjalan lancar.
2) Memberikan bantuan pernafasan secara aktif pada bayi yang menunjukkan
usaha pernafasan lemah.
3) Melakukan koreksi terhadap asidosis yang terjadi.
4) Menjaga agar sirkulasi darah tetap baik.
Cara resusitasi terbagi atas tindakan umum dan tindakan khusus.
5 Tindakan umum
1 Pengawasan suhu
Bayi baru lahir secara relatif banyak kehilangan panas yang diikuti oleh penurunan
suhu tubuh. Penurunan suhu tubuh ini akan mempertinggi metabolisme sel jaringan
sehingga kebutuhan oksigen meningkat. Hal ini akan mempersulit keadaan bayi,
apalagi bila bayi menderita asfiksia berat. Perlu diperhatikan agar bayi mendapat
lingkungan yang baik segera setelah lahir. Harus dicegah atau dikurangi kehilangan
panas dari kulit. Pemakaian sinar lampu yang cukup kuat untuk pemanasan luar

dapat dianjurkan dan pengeringan tubuh bayi perlu dikerjakan untuk mengurangi
evaporasi.
2 Pembersihan jalan nafas
Saluran nafas bagian atas segera dibersihkan dari lendir dan cairan amnion.
Tindakan ini harus dilakukan dengan cermat dan tidak perlu tergesah gesah atau
kasar. Perlu diperhatikan pula saat itu bahwa letak kepala harus lebih rendah untuk
memudahkan dan melancarkan keluarnya lendir. Bila terdapat lendir kental yang
melekat ditrakea dan sulit dikeluarkan dengan pengisapan biasa, dapat dilakukan
laringoskop neonatal sehingga pengisapan dapat dilakukan dengan melihat
semaksimalnya, terutama pada bayi dengan kemungkinan infeksi. Pengisapan yang
dilakukan dengan ceroboh akan menimbulkan penyakit sperti spasme laring, kolaps
paru atau kerusakan sel mukosa jalan nafas.
3 Rangsangan untuk menimbulkan pernafasan
Bayi yang tidak menunjukkan usaha bernafas 20 detik setelah lahir dianggap sedikit
banyak telah menderita depresi pusat pernfasan. Dalam hal ini rangsangan
terhadap bayi harus segera dikerjakan. Pada sebagian besar bayi pengisapan lendir
dan cairan amnion yang dilakukan melalui nasofaring akan segera menimbulkan
rangsangan pernafasan. Pengaliran O2 yang cepat kedalam mukosa hidung dapat
pula merangsang reflek pernafasan yang sensitif dalam mukosa hidung dan faring.
Bila tindakan ini tidak berhasil beberapa cara stimulasi lain perlu dikerjakan.
Rangsangan nyeri pada bayi dapat ditimbulkan dengan memukul kedua telapak kaki
bayi, menekan tendon Achiles atau memberikan suntikan vitamin K terhadap bayi
tertentu. Hindarilah pemukulan di daerah bokong dan punggung bayi untuk
mencegah timbulnya perdarahan alat dalam. Bila tindakan tersebut tidak berhasil,
cara lain pun tidak akan memberikan hasil yang diharapkan. Dalam hal ini tindakan
utama ialah memperbaiki ventilasi. Perlu dikemukakan bahwa melakukan kompresi
dinding toraks untuk, untk menimbulkan tekanan negatif dalam rongga dada tidak
akan bermanfaat pada paru bayi yang belum berkembang. Tindakan ini mungkin
akan menimbulkan kerusakan parunya sendiri atau perdarahan hati
(Abdoerachman, M. H. 2007: 1078).
6 Tindakan khusus
Tindakan umum yang dibicarakan diatas dilakukan pada setiap bayi baru lahir. Bila
tindakan ini tidak memperoleh hasil yang memuaskan, barulah dilakukan tindakan
khusus. Cara yang dikerjakan disesuaikan dengan beratnya asfiksia yang timbul
pada bayi yang dimanifestasikan oleh tinggi rendahnya skor apgar.
Asfiksia Berat ( skor Apgar 0-3 )
Resusitasi aktif dalam hal ini harus segera dikerjakan. Langkah utama ialah
memperbaiki ventilasi paru dengan memberikan O2 dengan tekanan dan
intermiten. Cara yang terbaik ialah dengan melakukan intubasi endotrakeal.
Setelah kateter diletakkan dalam trakea, O2 diberikan dengan tekanan tidak lebih
dari 30 cm H2O. hal ini untuk mencegah kemungkinan terjadinya inflasi paru
berlebihan sehingga dapat terjadi ruptur alveoli. Tekanan positif ini dilakukan
dengan meniupkan udara yang mengandung O2 tinggi kedalam kateter secara
mulut ke pipa atau ventilasi kantong ke pipa. Bila diragukan akan timbulnya
infeksi, terhadap bayi yang mendapatkan tindakan ini dapat diberikan antibiotika
profilaksis. Keadaan asfiksia berat ini hampir selalu disertai asidosis yang
membuthkan koreksi segera, karena itu bikarbonas natrikus diberikan dengan
asidosis 2 4 mEq/kgBB (di bagian IKA FKUI-RSCM Jakarta digunakan larutan

bikarbonus natrikus 7,5% dengan dosis 2 4 ml/kgBB). Disamping itu diberikan


glukosa 15 20% dengan dosis 2 4 ml/kgBB. Kedua obat ini disuntikkan secara
intravena dengan perlahan lahan melalui vena umbilikus. Perlu diperhatikan
bahwa reaksi obat obatan ini akan tampak jelas apabila pertukaran gas (ventilasi)
paru sedikit banyak berlangsung. Usaha pernafasan (gasping) biasanya mulai timbul
setelah tekanan positif diberikan 1 3 kali. Bila stelah 3 kali inflasi tidak
didapatkan perbaikan pernafasan atau frekuensi jantung, masase jantung eksternal
harus segera dikerjakan dengan frekuensi 80 100/menit. Tindakan ini dilakukan
dengan diselingi ventilasi tekanan dalam perbandingan 1 : 3, yaitu tiap 1 kali
ventilasi tekanan diikuti oleh 3 kali kompresi dinding thoraks. Bila tindakan
inidilakukan bersamaan mungkin akan terjadi komplikasi berupa pneumotoraks
atau peneumomediastinum. Bila tindakan ini tidak memberikan hasil yang
diharapkan, bayi harus dinilai kembali, yaitu karena hal ini mungkin disebabkan
oleh gangguan keseimbangan asam-baa yang belum dikoreksi dengan baik atau
adanya kemungkinan gangguan organik seperti hernia diafragmatika, atresia atau
stenosis jalan nafas dan lain-lain. Asfiksia berat disertai dengan henti jantung,
tindakan yang dilakukakn sesuai dengan penderita asfiksia berat, hanya dalam hal
ini disamping pemasangan pipa endotrakeal, segera pula lakukan masase jantung
eksternal.
Asfiksia Ringan (skor apgar 4 6)
Dalam hal ini dapat dicoba melakukan stimulasi agar timbul refleks pernafasan.
Bila dalam waktu 30 60 detik tidak timbul pernafasan spontan, ventilasi aktif
harus segera dimulai. Ventilasi yang sederhana dapat dilakukan secara frog
bhriting. Cara ini dikerjakan dengan cara meletakkan kateter O2 intranasal dan
O2 dialirkan dengan aliran 1 2 l/menit. Agar saluran nafas bebas, bayi diletakkan
dalam posisi dorso fleksi kepala. Secar ritmis dilakukan gerakan membuka dan
menutup nares da mulut, disertai gerakan dagu ke atas dan ke bawah dalam
frekuensi 20 kali/menit. Gerakan ini dilakukan dengan memperhatikan gerakan
dinding torak dan abdomen. Bila bayi memperlihatkan gerakan pernafasan
spontan, usahakanlah mengikuti gerakan tersebut. Ventilasi ini dihentikan bila
setelah 1 2 menit tidak dicapai hasil yang diharapkan. Dalam hal ini segera
dilakukan ventilasi paru dengan tekanan positif secara tidak langsung. Ventilasi ini
dapat dikerjakan dengan 2 cara, yaitu ventilasi mulut ke mulut atau ventilasi
kantong ke masker. Sebelum ventilasi dikerjakan, kedalam mulut bayi dimasukkan
plastic pharyngeal airway yang berfungsi mendorong pangkal lidah kedepan agar
jalan nafas tetap dalam keadaan bebas. Pada ventilasi mulut ke mulut,
sebelumnya mulut penolong diisi dulu dengan O2 sebelum melakukan peniupan.
Ventilasi dilakukan secara teratur dengan frekuensi 20 30 kali/menit dan
diperhatikan gerakan pernafasan spontan yang mungkin timbul. Tindakan
dinyatakan tidak berhasil bila setelah dilakukan beberapa saat terjadi penurunan
frekuensi jantung atau perburukan tonus otot. Intubasi endotrakela harus segera
dikerjakan dan bayi diperlakukan sebagai penderita asfiksia berat. Bikarbonas
natrikus dan glukosa dapat diberikan pada bayi, apabila 3 menit setelah lahir tidak
memperlihatkan pernafasan tidak teratur, walaupun ventilasi telah dilakukan
dengan adekuat. Cara dan dosis obat yang diberikan sesuai dengan cara yang
dilakukan terhadap penderita asfiksia berat (Abdoerrachman, dkk. 2007: 10791080).
Daftar Pustaka

Abdoerrachman, dkk. 2007. Ilmu Kesehatan Anak 3. Jakarta. Infomedika Jakarta


Drew, david dkk. 2009. Resusitasi Bayi Baru Lahir. Jakarta: EGC
Mansjoer, Arif. 2002. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: EGC
Rahayu, Dedeh Sri. 2009. Asuhan Keperawtan Anak dan Neonatus. Jakarta:
Salemba Medika
Rompas, Jefferson. 2004. Pengelolaan Persalinan Pemartur. Manado: Cermin Dunia
Kedokteran
Strigh, Barbara R. 2005. Keperawatan Ibu Bayi Baru Lahir. Jakarta: EGC

You might also like