You are on page 1of 15

BAB I

KONSEP DASAR
A.

Pengertian
Asfiksia atau mati lemas adalah suatu keadaan berupa berkurangnya kadar oksigen (O2)
dan berlebihnya kadar karbon dioksida (CO2) secara bersamaan dalam darah dan jaringan tubuh
akibat gangguan pertukaran antara oksigen (udara) dalam alveoli paru-paru dengan karbon
dioksida dalam darah kapiler paru-paru. Kekurangan oksigen disebut hipoksia dan kelebihan
karbon dioksida disebut hiperkapnia.
Asfiksia neonatorum adalah keadaan dimana bayi tidak dapat bernafas secara spontan
dan teratur setelah lahir.
Asfiksia berarti hipoksia yang progresif karena gangguan pertukaran gas serta transport O2 dari
ibu ke janin sehingga terdapat gangguan dalam persediaan O2 dan kesulitan mengeluarkan CO2,
saat janin di uterus hipoksia. . Apgar skor yang rendah sebagai manifestasi hipoksia berat pada
bayi saat lahir akan memperlihatkan angka kematian yang tinggi.
Dalam kenyataan sehari-hari, hipoksia ternyata merupakan gabungan dari empat
kelompok, dimana masing-masing kelompok tersebut memang mempunyai ciri tersendiri.
Walaupun ciri atau mekanisme yang terjadi pada masing-masing kelompok akan menghasilkan

akibat yang sama bagi tubuh. Kelompok tersebut adalah :


Hipoksik-hipoksia
Dalam keadaan ini oksigen gagal untuk masuk ke dalam sirkulasi darah.
Anemik-hipoksia
Keadaan dimana darah yang tersedia tidak dapat membawa oksigen yang cukup untuk
metabolisme dalam jaringan.
Stagnan-hipoksia
Keadaan dimana oleh karena suatu sebab terjadi kegagalan sirkulasi.
Histotoksik-hipoksia
Suatu keadaan dimana oksigen yang terdapat dalam darah, oleh karena suatu hal, oksigen
tersebut tidak dapat dipergunakan oleh jaringan.
Asfiksia neonartum ialah suatu keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas secara
spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini oleh karena hipoksia janin intra uterin dan hipoksia ini
berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul di dalam kehamilan, persalinan atau segera
setelah lahir. (Tim FK Unair 1995).
B.

Etiologi

Faktor ibu Cacat bawaan Hipoventilasi selama anastesi Penyakit jantung sianosis
Gagal bernafas Keracunan CO Tekanan darah rendah Gangguan kontraksi uterus Usia
ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun Sosial ekonomi rendah Hipertensi pada
penyakit eklampsia
Faktor janin / neonatorum Kompresi umbilikus Tali pusat menumbung, lilitan tali
pusat Kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir Prematur Gemeli Kelainan
congential Pemakaian obat anestesi Trauma yang terjadi akibat persalinan
Faktor plasenta Plasenta tipis Plasenta kecil Plasenta tidak menempel Solusio
plasenta
Faktor persalinan Partus lama Partus tindakan
C.

Patofisiologi
Bila terdapat gangguan pertukaran gas atau pengangkutan O2 selama kehamilan /
persalinan, akan terjadi asfiksia. Keadaan ini akan mempengaruhi fungsi sel tubuh dan bila tidak
teratasi akan menyebabkan kematian. Kerusakan dan gangguan ini dapat reversible atau tidak
tergantung dari berat badan dan lamanya asfiksia. Asfiksia ringan yang terjadi dimulai dengan
suatu periode appnoe, disertai penurunan frekuensi jantung. Selanjutnya bayi akan menunjukan
usaha nafas, yang kemudian diikuti pernafasan teratur. Pada asfiksia sedang dan berat usaha
nafas tidak tampak sehingga bayi berada dalam periode appnoe yang kedua, dan ditemukan pula
bradikardi

dan

penurunan

tekanan

darah.

Disamping perubahan klinis juga terjadi gangguan metabolisme dan keseimbangan asam dan
basa pada neonatus.
Pada tingkat awal menimbulkan asidosis respiratorik, bila gangguan berlanjut terjadi
metabolisme anaerob yang berupa glikolisis glikogen tubuh, sehingga glikogen tubuh pada hati
dan jantung berkurang. Hilangnya glikogen yang terjadi pada kardiovaskuler menyebabkan
gangguan fungsi jantung. Pada paru terjadi pengisian udara alveoli yang tidak adekuat sehingga
menyebabkan resistensi pembuluh darah paru. Sedangkan di otak terjadi kerusakan sel otak yang
dapat menimbulkan kematian atau gejala sisa pada kehidupan bayi selanjutnya.
D.
Manifestasi Klinis
Appnoe primer : Pernafasan cepat, denyut nadi menurun dan tonus neuromuscular
menurun

Appnoe sekunder : Apabila asfiksia berlanjut , bagi menunjukan pernafasan megap


megap yang dalam, denyut jantung terus menerus, bayi terlihat lemah (pasif), pernafasan makin
lama makin lemah
TANDA-

STADIUM I

TANDA
Tingkat

Sangat waspada

STADIUM II

STADIUM III

Lesu (letargia)

Pinsan

kesadaran
Tonus otot
Normal
Postur
Normal
Refleks tendo / Hyperaktif

Hipotonik
Fleksi
Hyperaktif

koma
Flasid
Disorientasi
Tidak ada

klenus
Mioklonus
Refleks morrow
Pupil

Ada
Lemah
Miosis

Tidak ada
Tidak ada
Tidak

Ada
Kuat
Midriasis

refleks
Kejang-kejang
EEG

Tidak ada
Normal

Hasil akhir

Baik

cahaya

kejang- sampai isoelektrik

kejang
24 jam jika ada 24 jam sampai 14 Beberapa
kemajuan

sama,

jelek
Lazim
Deserebrasi
ledakan
1aktifitas Voltase Supresi
rendah

Lamanya

(stupor),

hari

hari

sampai

beberapa

Bervariasi

minggu
Kematian, defisit
berat

E.

APGAR Score
Penilaian menurut score APGAR merupakan tes sederhana untuk memutuskan apakah
seorang bayi yang baru lahir membutuhkan pertolongan. Tes ini dapat dilakukan dengan
mengamati bayi segera setelah lahir (dalam menit pertama), dan setelah 5 menit. Lakukan hal ini
dengan cepat, karena jika nilainya rendah, berarti tersebut membutuhkan tindakan.
Observasi dan periksa :
A = Appearance (penampakan) perhatikan warna tubuh bayi.
P = Pulse (denyut). Dengarkan denyut jantung bayi dengan stetoskop atau palpasi denyut
jantung dengan jari.

G = Grimace (seringai). Gosok berulang-ulang dasar tumit ke dua tumit kaki bayi dengan jari.
Perhaitkan reaksi pada mukanya. Atau perhatikan reaksinya ketika lender pada mukanya. Atau
perhatikan reaksinya ketika lender dari mulut dan tenggorokannya dihisap.
A = Activity. Perhatikan cara bayi yang baru lahir menggerakkan kaki dan tangannya atau
tarik salah satu tangan/kakinya. Perhatikan bagaimana kedua tangan dan kakinya bergerak
sebagai reaksi terhadap rangsangan tersebut.
R = Repiration (pernapasan). Perhatikan dada dan abdomen bayi. Perhatikan pernapasannya.
TANDA

JUMLAH
NILAI

Frekwensi
jantung
Usaha bernafas

Tidak ada

Kurang

dari Lebih

Tidak ada

100 x/menit
100 x/menit
Lambat, tidak Menangis
teratur
/ Ekstremitas

Tonus otot

Lumpuh

Refleks

lemas
Tidak

Warna

respon
Biru / pucat Tubuh:

dari

kuat
Gerakan aktif

fleksi sedikit
ada Gerakan sedikit Menangis
batuk
Tubuh

dan

kemerahan,

ekstremitas

ekstremitas:

kemerahan

biru
Apgar Skor : 7-10; bayi dianggap sehat dan tidak memerlukan tindakan istimewa
Apgar Skor 4-6; (Asfiksia Neonatorum sedang); pada pemeriksaan fisik akan terlihat frekwensi
jantung lebih dari 100 X / menit, tonus otot kurang baik atau baik, sianosis, reflek iritabilitas
tidak ada
Apgar Skor 0-3 (Asfiksia Neonatorum berat); pada pemeriksaan fisik ditemukan frekwensi jantung
kurang dari 100 X / menit, tonus otot buruk, sianosis berat dan kadang-kadang pucat, reflek
iritabilitas tidak ada.
F.

Pemeriksaan Penunjang
Foto polos dada
USG kepala
Laboratorium : darah rutin, analisa gas darah, serum elektrolit
G.
Pemeriksaan Diagnostik
1. Analisa gas darah
-

2. Elektrolit darah

3. Gula darah
4. Baby gram
5. USG ( Kepala )
6. Penilaian APGAR score
7. Pemeriksaan EGC dab CT- Scan
8. Pengkajian spesifik
H.
Penatalaksanaan
Tindakan dilakukan pada setiap bayi tanpa memandang nilai apgar. Segera setelah lahir,
usahakan bayi mendapat pemanasan yang baik, harus dicegah atau dikurangi kehilangan panas
pada tubuhnya, penggunaan sinar lampu untuk pemanasan luar dan untuk meringankan tubuh
bayi, mengurangi evaporasi.
Bayi diletakkan dengan kepala lebih rendah, pengisapan saluran nafas bagian atas, segera
dilakukan dengan hati-hati untuk menghindari timbulnya kerusakan mukosa jalan nafas, spasmus
larink atau kolaps paru. Bila bayi belum berusaha untuk nafas, rangsangan harus segera
dikerjakan, dapat berupa rangsangan nyeri dengan cara memukul kedua telapak kaki, menekan
tendon Achilles atau pada bayi tertentu diberikan suntikan vitamin K.
I.

Penatalaksanaan Awal
Cegah pelepasan panas yang berlebihan, keringkan ( hangatkan ) dengan menyelimuti
seluruh tubuhnya terutama bagian kepala dengan handuk yang kering.
Bebaskan
jalan
nafas
:
atur
posisi,

isap

lendir

Bersihkan jalan nafas bayi dengan hati-hatidan pastikan bahwa jalan nafas bayi bebas dari halhal yang dapat menghalangi masuknya udara kedalam paru-paru. Hal ini dapat dilakukan
dengan:
Ekstensi kepala dan lehert sedikit lebih rendah dari tubuh bayi.
Hisap lendir, cairan pada mulut dan hidung bayi sehingga jalan nafas bersih dari cairan
ketuban, mekonium/ lendir dan menggunakan penghisap lendir Delee.
Rangsangan taktil, bila mengeringkan tubuh bayi dan penghisapan lendir/ cairan ketuban
dari mulut dan hidung yang dasarnyan merupakan tindakan rangsangan belum cukup untuk
menimbulkan pernafasan yang adekuat padabayi lahir dengan penyulit, maka diperlukan
rangsangan taktil tambahan. Selama melakukan rangsangan taktil, hendaknya jalan nafas sudah
dipastikan bersih. Walaupun prosedur ini cukup sederhana tetapi perlu dilakukan dengan cara
yang betul.
Ada 2 cara yang memadai dan cukup aman untuk memberikan rangsangan taktil, yaitu:

Menepukan atau menyentil telapak kaki dan menggosok punggung bayi. Cara ini sering
kali menimbulkan pernafasan pada bayi yang mengalami depresi pernafasan yang ringan.
Cara lain yang cukup aman adalah melakukan penggosokan pada punggung bayi secara
cepat, mengusap atau mengelus tubuh, tungkai dan kepala bayi juga merupakan rangsangan taktil
tetapi rangsangan yang ditimbulkan lebih ringan dari menepuk, menyentil, atau menggosok.
Prosedur ini tidak dapat dilakukan pada bayi yang appnoe, hanya dilakukan pada bayi yang telah
berusaha bernafas. Elusan pada tubuh bayi, dapat membantu untuk meningkatkan frekuensi dari
dalamnya pernafasan.
J.

Komplikasi
Edema otal, perdarahan otak, anusia dan oliguria, hiperbilirubinumia, enterokolitis,
nekrotikans, kejang, koma. Tindakan bag and mask berlebihan dapat menyebabkan

1.
2.
3.
4.
5.
K.

pneumotoraks.
Otak : Hipokstik iskemik ensefalopati, edema serebri, palsi serebralis.
Jantung dan paru: Hipertensi pulmonal persisten pada neonatorum, perdarahan paru, edema paru.
Gastrointestinal: enterokolitis, nekrotikans.
Ginjal: tubular nekrosis akut, siadh.
Hematologi: dic
Diagnosis
Diagnosis hipoksia janin dapat dibuat dalam persalinan dengan ditemukannya tanda-tanda
gawat

janin.

Tiga

hal

yang

perlu

diperhatikan

Denyut jantung janin. Frekuensi normal adalah antara120 dan 160 denyut/menit selama his
frekuensi turun, tetapi diluar his kembali lagi kepada keadaan semula. Peningkatan kecepatan
denyut jantung umumnya tidak besar, artinya frekuensi turun sampai dibawah 100 x/ menit
diluar his dan lebih-lebih jika tidak teratur, hal itu merupakan tanda bahaya.
Mekonium dalam air ketuban. Mekonium pada presentasi sungsang tidak ada, artinya
akan tetapi pada presentasi kepala mungkin menunjukan gangguan. Oksigenisasi dan harus
menimbulkan kewaspadaan. Biasanya mekonium dalam air ketuban pada presentasi kepaladapat
merupakan indikasi untuk mengakhir persalinan bila hal itu dapat dilakukan dengan mudah.
Pemeriksaan pH darah janin. Dengan menggunakan amnioskop yang dimasukan lewat
serviks dibuat sayatan kecil pada kulit pada kulit kepala janin dan diambil contoh darah janin.
Darah ini diperiksa pH-nya. Adanya asidosis menyebabkan turunnya pH. Apabila pH itu sampai
turun dibawah 7,2 hal itu dianggap sebagai tanda bahaya.
L.

Prognosis

fiksia Ringan :Tergantung pada kecepatan penatalaksanaan.


fikisia Berat : Dapat menimbulkan kematian pada hari-hari pertama kelainan saraf. Asfiksia dengan PH 6,9
dapat menyababkan kejang sampai koma dan kelainan neurologis permanen,misalnya retardasi
mental.
M.

Prinsip Dasar Resusitasi


Ada beberapa tahap: ABC resusitasi,
A= memastikan saluran nafas terbuka.
B= memulai pernafasan .
C= mempertahankan sirkulasi (peredaran darah).
Membersihkan dan menciptakan lingkungan yang baik bagi bayi serta mengusahakan
saluran pernafasan tetap bebas serta merangsang timbulnya pernafasan, yaitu agar oksigenisasi
dan pengeluaran CO2 berjalan lancar.
Memberikan bantuan pernafasan secara aktif pada bayi yang menunjukan usaha pernafasan
lemah.
Melakukan koreksi terhadap asidosis yang terjadi.
Menjaga agar sirkulasi darah tetap baik

N.
1.

Tindakan
Pengawasan suhu: jangan biarkan bayi kedinginan, penurunan suhu tubuh akan mempertinggi

2.

metabolisme sel jaringan sehingga kebutuhan oksigen meningkat.


Pembersihan jalan napas: saluran napas atas dibersihkan dari lendir dan cairan amnion.
Tindakan dilakukan dengan hati hati tidak perlu tergesa gesa. Penghisapan yang dilakukan
dengan ceroboh akan timbul penyulit seperti spasme laring, kolap paru, kerusakan sel mukosa

3.

jalan napas. Pada Asfiksia berat dilakukan resusitasi kardio pulmonal


Rangsangan untuk menimbulkan pernapasan: Bayi yang tidak menunjukkan usaha bernapas 20
detik setelah lahir menunjukkan depresi pernapasan. Maka setelah dilakukan penghisapan diberi
O2 yang cepat kedalam mukosa hidung. Bila tidak berhasil dilakukan rangsang nyeri dengan

4.

memukul telapak kaki. Bila tidak berhasil pasang ET.


Therapi cairan pada bayi baru lahir dengan asfiksia.

BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN ASFIKSIA
A.
1.

Pengkajian
Biodata
Terdiri dari nama, umur/tanggal lahir, jenis kelamin, agama, anak keberapa, jumlah saudara dan
identitas orang tua. Yang lebih ditekankan pada umur bayi karena berkaitan dengan diagnosa

Asfiksia Neonatorum.
Keluhan Utama
Pada klien dengan asfiksia yang sering tampak adalah sesak nafas
3. Riwayat kehamilan dan persalinan
Bagaimana proses persalinan, apakah spontan, premature, aterm, letak bayi belakang kaki atau
2.

sungsang
4. Kebutuhan dasar
a. Pola Nutrisi
Pada neonatus dengan asfiksia membatasi intake oral, karena organ tubuh terutama lambung
belum sempurna, selain itu juga bertujuan untuk mencegah terjadinya aspirasi pneumonia
b. Pola Eliminasi
Umumnya klien mengalami gangguan b.a.b karena organ tubuh terutama pencernaan belum
sempurna
c. Kebersihan diri
Perawat dan keluarga pasien harus menjaga kebersihan pasien, terutama saat b.a.b dan b.a.k, saat
b.a.b dan b.a.k harus diganti popoknya
d. Pola tidur
Biasanya istirahat tidur kurang karena sesak nafas
5. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
Pada umumnya pasien dengan asfiksia dalam keadaan lemah, sesak nafas, pergerakan tremor,
reflek tendon hyperaktif dan ini terjadi pada stadium pertama.
b. Tanda-tanda Vital
Pada umunya terjadi peningkatan respirasi
c. Kulit
Pada kulit biasanya terdapat sianosis
d. Kepala
Inspeksi : Bentuk kepala bukit, fontanela mayor dan minor masih cekung, sutura belum menutup
dan kelihatan masih bergerak
e. Mata
Pada pupil terjadi miosis saat diberikan cahaya
f. Hidung
Yang paling sering didapatkan adalah didapatkan adanya pernafasan cuping hidung.

g. Dada
Pada dada biasanya ditemukan pernafasan yang irregular dan frekwensi pernafasan yang cepat
h. Neurology / reflek
Reflek Morrow : Kaget bila dikejutkan (tangan menggenggam)
6. Gejala dan tanda
a. Aktifitas; pergerakan hyperaktif
b. Pernafasan ; gejala sesak nafas Tanda : Sianosis
c. Tanda-tanda vital; Gejala hypertermi dan hipotermi Tanda : ketidakefektifan termoregulasi

B.

Diagnosa Keperawatan

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Gangguan pemenuhan kebutuhan O2 b.d ekspansi yang kurang adekuat.


Hipertermi b.d transisi lingkungan ekstra uterin neonatus.
Penurunan kardiak out put b.d
Gangguan perfusi jaringan b.d kebutuhan Oksigen yang tidak adekuat.
Intoleransi aktifitas b.d
Ansietas b.d kurang pengetahuan tentang kondisi yang dialami dan proses pengobatan.
Resiko tinggi terjadi infeksi

C.
Perencanaan Keperawatan
DP. I :Gangguan pemenuhan kebutuhan O2 b.d ekspansi yang kurang adekuat.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 X 24 jam kebutuhan O2 terpenuhi dengan
kriteria tidak ada pernafasan cuping hidung dan tidak sianosis.
Intervensi:
No
.
1.

Intervensi
Beri

penjelasan

tentang

penyebab

pada

Rasional
keluarga Agar keluarga tahu tentang

sesak

yang penyebab sesak yang dialami

dialami oleh pasien.


2.

oleh bayinya.

Atur kepala bayi dengan posisi Melonggarkan jalan nafas.


ekstensi.

3.

Batasi intake per oral, bila perlu Mencegah aspirasi.

4.
5.

dipuasakan.
Longgarkan jalan nafas.
Memudahkan untuk bernafas.
Observasi tanda-tanda kekurangan Mengetahui tingkat kekurangan
O2.

O2.

6.

Hangatkan bayi dalam incubator.

Mencegah sianosis.

7.

Kolaborasi dengan tim medis untuk Mendukung


pemberian O2.

penatalaksanaan medis.

DP. II : Hipertermi b.d transisi lingkungan ekstra uterin neonatus.


Tujuan :

perawatan

dan

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 X 24 jam, suhu tubuh kembali normal dengan
kriteria suhu tubuh antara 36.5C 37.4C, kelembaban cukup
Intervensi:
No
.
1.

Intervensi

Rasional

Beri penjelasan kepada keluarga Keluarga menjadi tahu tentang


tentang

penyebab

panas

yang penyebab panas yang dialami

dialami oleh bayinya.


2.

bayinya.

Berikan pakaian tipis yang mudah Mencegah

penguapan

menyerap keringat.

berlebihan.

3.

Berikan kompres hangat.

Menurunkan suhu tubuh.

4.

Observasi tanda-tanda vital terutama Menentukan


suhu tubuh.

5.

yang

tindakan

keperawatan selanjutnya.

Kolaborasi medis untuk pemberian Mendukung


infuse dan obat-obatan antipiretik.

perawatan

penatalaksanaan medis.

DP. III : Penurunan kardiak out put


Tujuan :
Kardiak output normal.
Intervensi:
No

Intervensi

.
1.
2.
3.

Monitoring jantung paru.


Mengkaji tanda vital.
Memonitoring perfusi jaringan tiap

4.
5.
6.

2-4 jam.
Monitor denyut nadi.
Memonitoring ontake dan out put.
Kolaborasi
dalam
pemberian
vasodilator.

DP. IV : Gangguan perfusi jaringan

Rasional

dan

Tujuan :
Perfusi jaringan kembali normal.
Intervensi:
No

Intervensi

.
1.

Pemberian diuretic sesuai dengan

2.
3.
4.

indikasi.
monitor laboraturium urine.
pemeriksaan darah.
Ajarkan pasien/ anggota keluarga

Rasional

tentang prosedur perawatan luka.


5.
DP. V : Intoleransi aktifitas
Tujuan :
Pasien menunjukkan peningkatan toleransi terhadap aktifitas.
Intervensi:
No

Intervensi

.
1.

Menyediakan stimulasi lingkungan

2.

yang minimal.
menyediakan monitoring jantung

Rasional

paru
3. mengurangi sentuhan
4. memberikan posisi yang nyaman
5. kolaborasi analgetiksesuai kondisi,
DP. VI : Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kondisi yang dialami dan proses
pengobatan.
Tujuan :
Mendemonstrasikan hilangnya ansietas dan memberikan informasi tentang proses penyakit,
program pengobatan.
Intervensi:
No
.
1.

Intervensi

Rasional

Jelaskan tujuan pengobatan pada Mengorientasi

program

2.

keluarga.
pengobatan.
Kaji ulang tanda / gejala yang Berulangnya
memerlukan evaluasi medik cepat.

3.

memerlukan

intervensi

medik

mencegah

menurunkan

potensial komplikasi.
Kaji ulang praktik kesehatan yang Mempertahanan
kesehatan
baik, istirahat.

umum

meningkatkan

penyembuhan

dan

mencegah kekambuhan.
4.

Dorong pasien / orang terdekat


untuk

5.

menyatakan

masalah

perasaan.
Beri penguatan informasi pasien
yang telah diberikan sebelumnya.

DP. VII : Resiko tinggi terjadi infeksi


Tujuan :
Mencapai waktu penyembuhan
Intervensi:
No
.
1.

Intervensi
Awasi

tanda

vital,

Rasional
perhatikan

demam ringan, menggigil, nadi dan


pernapasan cepat, gelisah, peka,
disorientasi.
2.
3.
4.
5.

untuk

Observasi drainase dari luka.

dapat

DAFTAR PUSTAKA

Arif, Mansjoer, 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III. Jakarta: FKUI.
Carpenito, Lynda Juall. 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi. 8. Jakarta: EGC.
Doengoes, Marilynn. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi III. Jakarta: EGC.
Markum. AN. 1991. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. Jilid I. BCS. IKA Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Jakarta.
Wong. Donna L. 2004. Pedoman Klinis Keperawatan Pediktif. EGC. Jakarta.

You might also like