You are on page 1of 6

TUGAS KONSEP DASAR

KEPERAWATAN II
Konsep Kematian, Kehilangan, dan Berduka
Konsep Kematian

OLEH
KELOMPOK III
Ketua

Anggota

SITI NAZRA
MUH IKHSAN FADLI. N
ESRA LASGANDA SITORUS
LILI CAHYANI
ADINDA PUTRI CITRA PRATIWI
ARNI AYU
SRI RATU YULIANA
LA ODE PURWANTO
DEWI SUCIANI
AGRIFANNY ARSAN

KONS. ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2014/2015

LANDASAN TEORI
a. Kematian.
Secara biologis kematian didefinisikan sebagai berhentinya semua
fungsi vital tubuh meliputi detak jantung, aktifitas otak, serta pernapasan.
Kematian dinyatakan terjadi ketika napas dan denyut jantung individu telah
berhenti selama beberapa waktu yang signifikan atau ketika seluruh aktifitas
syaraf di otak berhenti bekerja.
Menurut Despelder & Strickland terdapat empat komponen dari
kematian, yaitu universalitas, irreversibility, non functionality, dan kausalitas.
Komponen universalitas menyatakan bahwa semua makhluk hidup pada
dasarnya akan mati. Kematian meliputi semua makhluk dan merupaka hal
yang tidak terhindar bagi semua. Komponen kedua, irreversibility,
menyatakan bahwa kematian bersifat final. Setiap organisme yang mati tidak
dapat hidup kembali. Kematian merupakan akhir dari segalanya. Komponen
non functionality menekankan bahwa kematian meliputi berhentinya fungsi
fisiologis atau tanda-tanda kehidupan dari setiap organ tubuh. Sedangkan
komponen kausalitas menyatakan bahwa terdapat alas an atau penyebab
terhadap terjadinya kematian.
Selain empat komponen itu, Despelder & Strickland bahwa sebenarnya
terdapat komponen kelima yaitu personal mortality komponen ini berkaitan
dengan konsep universalitas, yang menyatakan bahwa individu tidak hanya
mengerti bahwa semua makhluk pada akhirnya akan mati, tetapi juga
memengang suatu pemahaman bahwa aku juga akan mati.
b. Tahap-tahap Menghadapi Kematian.
Pada dasarnya seseorang yang dihadapkan dengan proses kematian
akan mengalami fase-fase sebgai berikut :

Penyangkalan (denial).

Penyangkalan biasanya merupakan pertahanan sementara untuk diri


sendiri. Perasaan ini pada umumnya akan digantikan dengan kesadaran yang
mendalam akan kepemilikan dan individu yang di tinggalkan setelah
kematian.

Marah (anger).

Ketika berada pada tahap kedua, individu akan menyadari bahwa ia


tidak dapat senantiasa menyangkal. Oleh karena kemarahan, orang tersebut

akan sulit untuk diperhatikan oleh karena perasaan marah dan iri hati yang
tertukar.

Tawar-menawar (berganing).

Tahap ketiga melibatkan harapan supaya individu dapat sedemikian


rupa menghambat atau menunda kematian. Biasanya kesepakatan untuk
perpanjangan hidup dibuat kepada kekuasaan yang lebih tinggi dalam bentuk
pertukaran atas gaya hidup yang berubah.

Depresi (depression).

Pada tahap keempat, penderita yang sekarang, menolak dibesuk dan


menghabiskan banyak waktu untuk menangis dan berduka. Proses ini
memberikan kesempatan kepada yang sekarat untuk memutus hubungan
dengan sesuatu yang dicintai ataupun disayangi. Tidak di sarankan untuk
mencoba menghibur individu yang berada pada tahapan ini. Ini merupakan
waktu penting untuk berduka yang harus dilalui.

Penerimaan (acceptance).

Ini merupakan tahapan terakhir, individu tiba pada kondisi sebagai


makhluk hidup atau kepada yang dicintainya.

Kasus
a. Kasus Kematian Janin.
Seorang ibu Ny. Z berusia 26 tahun telah hamil selama 6 bulan 5 hari,
di larikan ke RS guna memeriksakan kandungannya. Ny. Z datang di temani
oleh suaminya dengan keluhan terjatuh dari tangga rumahnya dan terjadi
pendarahan, serta nyeri pada bagian bawah perut. Perawat N dan tim medis
segera melakukan tidakan pemeriksaaan USG kondisi janin dan melakuakan
pencegahan agar pendarahan terhenti. Setelah dilakukan hasil pemeriksaan
USG tanda-tanda vital janin tidak terdeteksi. oleh tim medis janin tersebut
dikatakan telah meninggal. Perawat N di tugaskan untuk mengatasi kasus
kematian janin yang berkaitan dengan kondisi Ny. Z.

Peran Perawat
Pada dasarnya seorang ibu yang kehilangan
kandungan akan mengalami fase-fase, sebagai berikut :
a) Fase penyangkalan (denial).

anaknya

dalam

Sang ibu akan berusaha menyangkal putusan tim medis bahwa sang
janin telah meninggal. Ia mengatakan masih merasakan gerakan janin. Ia
belum bisa menerima kenyataan bahwa janinnya telah meninggal.
b) Fase marah (anger).
Sang ibu akan menyalahkan tim medis karena tidak dapat menolong
janinnya. Pada tahap ini sang ibu akan emosi, luapan emosi tersebut dapat
berupa perkataan bahkan tindakan yang dapat mengancam atau melukai ibu
tersebut.
c) Fase tawar-menawar (berganing).
Pada fase ini sang ibu belum dapat menerima kenyataan bahwa
janinya telah meninggal. Sang ibu akan terus menerus menyalahkan dirinya
seakan-akan penyebab dari kematian sang janin adalah kesalahan sang ibu
semata.
d) Fase depresi (depression).
Pada kondisi fase ini sang ibu akan merasa kehilangan yang sangat
mendalam. Fase ini ditandai dengan adanya kecenderungan menarik diri
dimana biasanya sang ibu akan cenderung menyendiri memikirkan maslah
yang ia hadapi. Bahkan pada fase depresi tingkat berat sang ibu akan
berhalusinasi bahwa janinnya masih hidup.
e) Fase penerimaan (acceptance).
Pada tahapan ini sang ibu akan menerima kenyataan dengan ikhlas
bahwa janinya telah meninggal, ia tidak lagi menyendiri dan berhalusinasi ia
telah dapat menerima kenyataan bahwa kesalahan (kematian) yang terjadi
merupakan takdir tuhan yang telah di tentukan waktu dan tempatnya ajal
seorang insan akan kembali ke rahmattullah.
Dalam tahapan atau fase-fase diatas peran perawat sangatlah di
butuhkan untuk membangun kembali citra diri atau semangat hidup baru
bagi sang ibu. Berikut merupakan peran penting perwat dalam membangun
citra diri atau semangat hidup pasien yang telah ditinggalkan, dengan :

Memberikan kesempatan kepada pasien untuk mengungkapkan


perasaannya.
Menunjukan sikap menerima dengan ikhlas kemudian mendorong
pasie untuk berbagi rasa.
Memberikan jawaban yang jujur terhadap pertanyaan tentang
kematian.

Mengizinkan dan mendorong pasien untuk mengungkapkan rasa


marahnya secara verbal tanpa melawan kembali dengan
kemarahannya.
Membantu pasien dalam mengungkapkan rasa bersalah dan takut.
Membuat pasien mengidentifikasi rasa bersalah dan takut.
Membantu pasien mengurangi rasa bersalah.
Membantu pasie menerima kehilangan yang tidak bisa dielakkan.

Penatalaksanaan
1. Memberikan kesempatan kepada pasien untuk mengungkapkan
perasaannya, dilakukan dengan cara:
Mendorong pasien untukmengungkapkan perasaanberdukanya.
Meningkatkan kesabaran pasien, secra bertahap, tentang
kenyataan dan kehilangan apa bila sudah siap secra emosional.
2. Menunjukan sikap menerima dengan ikhlas kemudian mendorong pasie
untuk berbagi rasa, dilakukan dengan cara:
Mendengarkan dengan penuh perhatian dan minat mengenai apa
yang dikatakan oelh pasien tanpa menghukum atau menghakimi.
Menjelaskan kepada pasien bahwa sikapnya dapat timbul kepada
siapun yang mengalami kehilangan.
3. Memberikan jawaban yang jujur terhadap pertanyaan tentang kematian,
dilakukan dengan cara:
Menjawab pertanyaan pasien dengan bahasa yang mudah
dimengerti, jelas, dan tidak berbelit-belit.
Mengamati dengan cermat respon pasien selama berbicara.
Meningkatkan kesadaran dengan bertahap.
4. Mengizinkan dan mendorong pasien untuk mengungkapkan rasa
marahnya secara verbal tanpa melawan kembali dengan kemarahannya,
dilakukan dengan cara:
Menjelaskan kepada keluarga pasien bahwa sebenarnya kemarahan
pasien tidak ditunjukan kepada mereka.
Memberikan kesempatan atau mengizinkan pasien untuk menangis.
Mendorong pasien untuk menyampaikan rasa marahnya.
5. Membantu pasien dalam mengungkapkan rasa bersalah dan takut,
dilakukan dengan cara:
Mendengarkan unkapan yang dikatakan pasien dengan penuh
perhatian.
Mendorong pasien untuk membicarakan atau rasa bersalahnya.
Membahas bersama pasien mengenai penyebab rasa bersalah atau
rasa takut.
6. Membuat pasien mengidentifikasi rasa bersalah dan takut, dilakukan
dengan cara:
Mengamati perilaku pasien mengidentifikasi dan bersama-sama
dengan pasien membahas tentang perasaannya.
Mencegah tindakan bunuh diri.

7. Membantu pasien mengurangi rasa bersalah, dilakukan dengan cara:


Menghargai perasaan pasien.
Membantu pasien menemukan dukungan yang positif dengan
mengaitkan dengan kenyataan.
Member kesempatan kepada pasien untuk melampiaskan dan
mengungkapkan perasaannya.
Bersama pasien membahas pikiran yang timbul.
8. Membantu pasie menerima kehilangan yang tidak bisa dielakkan,
dilakukan dengan cara:
Membatu keluarga mengunjugi pasien secara teratur.
Membantu kelurga membagi rasa.
Membahas rencana setelah masa berkabung terlewati.
Memberikan informasi akurat tentang kebutuhan pasien dan
keluarga.

You might also like