You are on page 1of 21

Makalah PBL

Stroke

Disusun Oleh
Adrian Cristianto Yusuf
B4
102010206
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana, Jakarta
Adrian_chris11@yahoo.co.id

BAB I
Pendahuluan
Stroke sudah dikenal sejak dulu kala, bahkan sebelum zaman
Hippocrates. Soranus dari Ephesus (98 -138) di Eropa telah mengamati
beberapa faktor yang mempengaruhi stroke. Hippocrates adalah Bapak
Kedokteran asal Yunani. Ia mengetahui stroke 2400 tahun silam. Kala itu,
belum ada istilah stroke. Sampai saat ini, stroke masih merupakan salah
satu penyakit saraf yang paling banyak menarik perhatian.
Definisi WHO, stroke adalah manifestasi klinik dari gangguan
fungsi

serebral,

baik

fokal

maupun

menyeluruh

(global),

yang

berlangsung dengan cepat, selama lebih dari 24 jam atau berakhir


dengan maut, tanpa ditemukannya penyebab lain selain gangguan
vaskuler.

Istilah

kuno

apopleksia

serebri

sama

maknanya

dengan Cerebrovascular Accident (CAV) dan Stroke.


1

BAB II
ISI

Anamnesis
Pada
-

anamnesis perlu ditanyakan :


Identitas pasien.
Keluhan utama
Keluhan tambahan
Riwayat penyakit sekarang
o Waktu dan lamanya keluhan berlangsung.
o Sifat dan beratnya serangan (masih dapat ditahan atau
tidak).
o Lokasi dan penyebarannya (dapat menyebutkan tempat sakit
atau menyebar).
o Hubungan dengan waktu (kapan saja terjadinya).
o Hubungannya dengan aktivitas (keluhan dirasakan setelah
melakukan aktivitas apa saja).
o Keluhan-keluhan yang menyertai serangan
o Apakah keluhan baru pertama kali atau sudah berulang kali.
o Faktor resiko dan pencetus serangan, termasuk faktor-faktor
yang memperberat atau meringankan serangan.
o Apakah ada saudara sedarah, atau teman dekat yang
menderita keluhan yang sama.
o Perkembangan penyakit, kemungkinan telah terjadi
komplikasi atau gejala sisa
o Upaya yang telah dilakukan dan bagaimana hasilnya, jenisjenis obat yang telah diminum oleh pasien; juga tindakan
medik lain yang berhubungan dengan penyakit yang saat ini

diderita.
Riwayat penyakit

dahulu

bertujuan

untuk

mengetahui

kemungkinan-kemungkinan adanya hubungan antara penyakit


-

yang pernah diderita dengan penyakit sekarang.


Riwayat kesehatan keluarga.
Riwayat penyakit menahun keluarga.1

Pemeriksaan Fisik Umum


2

Pemeriksaan vital:
a. Kesadaran: Penderita dengan stroke hemisferik jarang mengalami
gangguan atau penurunan kesadaran, kecuali pada stroke yang
luas. Hal ini disebabkan karena struktur-struktur anatomi yang
menjadi

substrat

kesadaran

yaitu formatio

reticularis

digaris

tengah dan sebagian besar terletak dalam fossa posterior karena


itu kesadaran biasanya kompos mentis, kecuali pada stroke yang
luas.
b. Tekanan darah: biasanya tinggi, hipertensi merupakan faktor risiko
timbulnya stroke pada lebih kurang 70% penderita.
c. Pemeriksaan neurovaskuler : langkah pemeriksaan yang khusus
ditujukan pada keadaan pembuluh darah ekstrakranial yang
mempunyai

hubungan

dengan

aliran

darah

otak

yaitu:

pemeriksaan tekanan darah pada lengan kiri dan kanan, palpasi


nadi karotis pada leher kiri dan kanan, a.temporalis kiri dan kanan
dan auskultasi nadi pada bifurcatio karotis komunis dan karotis
interna di leher, dilakukan juga auskultasi nadi karotis intema pada
orbita, dalam rangka mencari kemungkinan kelainan pembuluh
ekstrakranial.

Pemeriksaan Neurologi

Pemeriksaan saraf otak: pada stroke hemisferik saraf otak yang sering
terkena adalah:
- Gangguan n. fasialis dan n. hipoglosus: tampak paresis n.fasialis
tipe sentral (mulut mencong) dan paresis n.hipoglosus tipe sentral
-

(bicara pelo) disertai deviasi lidah bila dikeluarkan dari mulut.


Gangguan konjugat pergerakan bola mata antara lain deviatio
konyugae, gaze paresis kekiri atau kekanan dan hemianopia.
Kadang-kadang

ditemukan

sindroma

Horner

pada

penyakit

pembuluh karotis.
Gangguan lapangan pandang: tergantung kepada letak lesi dalam
jaras

perjalanan

visual,

hemianopia

kongruen

atau

tidak.

Terdapatnya hemianopia merupakan salah satu faktor prognostik

yang kurang baik pada penderita Stroke.


Pemeriksaan motorik: Hampir selalu terjadi kelumpuhan sebelah
anggota badan (hemiparesis). Dapat dipakai sebagai patokan bahwa
jika ada perbedaan kelumpuhan yang nyata antara lengan dan.
tungkai hampir dipastikan bahwa kelainan aliran darah otak berasal
dari hemisfer (kortikal) sedangkan jika kelumpuhan sama berat
gangguan aliran darah dapat terjadi di subkortikal atau pada daerah

vertebro-basilar.
Pemeriksilaan sensorik: dapat terjadi hemisensorik tubuh karena
bangunan anatomik yang terpisah, gangguan motorik berat dapat
disertai gangguan sensorik ringan atau gangguan sensorik berat

disertai dengan gangguan motorik ringan.


Pemeriksaan refleks fisiologis dan patologis: pada fase akut refleks
fisiologis pada sisi yang lumpuh akan menghilang. Setelah beberapa
hari refleks fisiologis akan muncul kembali didahului dengan refleks

patologis.
Kelainan fungsi luhur: manifestasi gangguan lungsi luhur pada stroke
hemisferik berupa disfungsi parietal baik sisi dominan maupun non
dominan.

Kelainan

yang

paling

campuran (mixed-dysphasia) dimana

sering

tampak

penderita

adalah
tak

disfasi
mampu

berbicara / mengeluarkan kata-kata dengan baik dan tidak mengerti


apa yang dibicarakan orang kepadanya. Selain itu dapat juga terjadi
agnosia, apraxia.dan sebagainya.2

Pemeriksaan Penunjang
Untuk memperoleh diagnosis kerja, selain hasil anamnesis dan
pemeriksaan

fisik,

dibutuhkan

pemeriksaan

penunjang.

Berikut

pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan sesuai dengan skenario


yang diberikan.
a) Pemeriksaan Laboratorium
Analisis laboratorium standar mencakup urinanalisis, HDL, laju
endap darah, panel metabolik dasar (natrium, kalium, klorida,
4

bikarbonat, glukosa, nitrogen urea darah, dan kreatinin), profil


lemak serum, dan serologi untuk sifilis. Pada pasien yang dicurigai
mengalami stroke iskemik, panel laboratorium yang mengevaluasi
keadaan

hiperkoagulasi

termasuk

dalam

perawatan

standar.

Pemeriksaan yang lazim dilakukan adalah protrombin dengan rasio


normalisasi internasional, waktu tromboplastin parsial, dan hitung
trombosit. Pemeriksaan lain yang mungkin dilakukan adalah
antibodi

antikardiolipin,

protein

dan

S,

antitrombin

III,

plasminogen, faktor V Leiden, dan resistensi protein C aktif.


b) Pemeriksaan Radiologi
- Pemeriksaan sinar X toraks merupakan prosedur standar
karena pemeriksaan ini dapat mendeteksi pembesaran jantung
dan
-

infiltrat

paru

yang

berkaitan

dengan

gagal

jantung

kongestif.
Pemeriksaan lumbal melibatkan pemeriksaan CSS yang
sering memberi petunjuk bermanfaat tentang kausa storke,
terutama apabila pasien datang dalam keadaan tidak sadar dan
tidak dapat memberikan anamnesis. Sebagai contoh, mungkin
terdapat darah di CSS pada stroke hemoragik, terutama pada
perdarahan subarakhnoid, informasi yang akan diperoleh harus
ditimbang terhadap resiko melakukan pungsi lumbal pada
pasien koma. Yaitu pada peningkatan TIK, penurunan mendadak
tekanan CSS di tingkat spinal bawah dapat memicu gerakan ke
bawah isi kranium disertai herniasi ke dalam batang otak dan

kematian mendadak.
Ultrasonografi karotis terhadap arteria karotis merupakan
evaluasi standar untuk mendeteksi gangguan aliran darah

karotis dan kemungkinan memperbaiki kausa stroke.


Angiografi serebrum dapat memberi informasi penting dalam
mendiagnosis
angiografi

kausa

serebrum

dan
dapat

lokasi

stroke.

Secara

mengungkapkan

lesi

spesifik,
ulseratif,

stenosis, displasia fibromuskular, fistula arteriovefna, vaskulitis,


dan pembentukan trombus di pembuluh besar. Saat ini,
5

angiografi serebrum dianggap merupakan cara yang paling


akurat untuk mengindentifikasi dan mengukur stenosis arteriarteri otak; namun, kegunaan metode ini agak terbatas oleh
penyulit yang dapat terjadi hampir pada 12% pasien yang
dicurigai mengidap stroke. Risiko utama dari pemeriksaan ini
adalah robeknya aorta atau arteria karotis dan embolisasi pada
-

pembuluh besar ke pembuluh intrakranium.


Doppler
transkranium,
yaitu
ultrasonografi

yang

menggabungkan citra dan suara, memungkinkan kita menilai


aliran di dalam arteri dan mengindentifikasi stenosis yang
mengancam aliran ke otak. Keunggulan prosedur ini adalah
bahwa prosedur ini dapat dilakukan di tempat tidur pasien,
noninvasif, dan relatif murah; secara serial juga dapat menilai
-

perubahan dalam CBF.


Ekokardiogram transesofagus (TEE) sangat sensitif dalam
mendeteksi sumber kardioembolus potensial. Ekokardiogram
telah menjadi komponen rutin dalam evaluasi stroke iskemik
apabila dicurigai kausa stroke adalah kardioembolus tetapi
fibrilasi atrium sudah disingkirkan sebagai penyebab embolus.3

Working Diagnosis
Working diagnosis yang diambil adalah stroke. Tidak dapat
diklasifikasikan stroke apa yang terjadi pada pasien karena tidak
lengkapnya data di skenario yang diberikan. Working diagnosis ini
diambil karena pada skenario disebutkan perjalanan penyakit dari pasien
yaitu kondisi kelumpuhan dan disartria yang progresif berubah menjadi
kondisi koma, merupakan suatu kondisi gejala yang umum pada pasien
yang menderita stroke, baik iskemik ataupun hemoragik.
Differential Diagnosis
Differensial diagnosis untuk stroke adalah semua penyakit yang
memiliki manifestasi menyerupai stroke adalah tumor otak, meningitis,
dan abses serebri. Mereka sama-sama dapat memberikan gejala klinis
6

berupa sakit kepala, nausea, vomitus, malaise, hemiplegia, disartria, dan


penurunan neurologis fokal lainnya. Akan tetapi, dapat dibedakan dari
perjalanan

penyakitnya

dan

riwayat

penyakit

terdahulunya.

Pada

meningitis dan abses otak, biasa didapati pasien tampak seperti sakit flu,
sebelum nantinya gejalanya bertambah menjadi nausea, vomitus, dan
sakit kepala. Dan pada meningitis, didapati tanda rangsang meningeal.
Pada abses otak, biasanya ada infeksi kronis lain yang berada disekitar
kepala, karena infeksi sekitar kepala itu lah yang menjadi jalan masuk
kuman untuk menginfeksi otak. Meskipun demikian, diagnosis banding
ini

hanya

dapat

disingkirkan

dengan

hasil

pemindaian

dan

lamboratorium yang memadai.4


Epidemiologi
Insiden stroke bervariasi di berbagai negara di Eropa, diperkirakan terdapat 100-200
kasus stroke baru per 10.000 penduduk per tahun. Di Amerika diperkirakan terdapat lebih
dari 700.000 insiden stroke per tahun, yang menyebabkan lebih dari 160.000 kematian per
tahun, dengan 4.8 juta penderita stroke yang bertahan hidup. Rasio insiden pria dan wanita
adalah 1.25 pada kelompok usia 55-64 tahun, 1.50 pada kelompok usia 65-74 tahun, 1.07
pada kelompok usia 75-84 tahun dan 0.76 pada kelompok usia diatas 85 tahun.

Etiologi
Berdasarkan penyebabnya, terdapat empat subtipe dasar pada
stroke iskemik yaitu lakunar, trombosis pembuluh besar dengan aliran
pelan, embolik, dan kriptogenik.
- Stroke lakunar terjadi karena

penyakit

pembuluh

halus

hipertensif dan menyebabkan sindrom stroke yang biasanya


muncul dalam beberapa jam atau bahkan lebih lama. Infark
lakunar

merupakan

infark

yang

terjadi

setelah

oklusi

aterotrombotik atau hialin-lipid salah satu dari cabang-cabang


penetrans sirkulus Wilisi, arteri serebri media, atau arteri vetebralis
dan basilaris. Terdapat empat sindrom lakunar yang paling sering
dijumpai yaitu hemiparesis motorik murni akibat infark pars
anterior kapsula interna, hemiparesis motorik murni akibat infark di
7

kapsula interna, stroke sensorik murni akibat infark talamus, dan


hemiparesis ataksik serta gerakan yang canggung akibat infark
-

pons basal.
Stroke trombotik pembuluh besar dengan aliran lambat
adalah subtipe kedua stroke iskemik ini. Sebagian besar stroke ini
terjadi pada saat tidur, saat pasien mengalami dehidrasi dan
sirkulasi relatif menurun. Stroke ini sering berkaitan dengan lesi
aterosklerotik yang menyebabkan penyempitan atau stenosis di
arteria karotis interna atau yang lebih jarang di pangkal arteri

serebri media atau di taut arteria vetebralis dan basilaris.


Stroke embolik diklasifikasikan berdasarkan arteri yang terlibat
atau asal embolus. Asal stroke embolik dapat suatu arteri distal
atau jantung. Sumber emboli yang tersering adalah trombus mural

dan tromboemboli dari plak ateromatosa.


Stroke kriptogenik adalah klasifikasi untuk stroke yang kausanya
tidak jelas.5

Patofisiologi
Gangguan pasokan aliran darah otak dapat terjadi di mana saja di
dalam arteri-arteri yang membentuk sirkulus Wilisi: aerteria karotis
interna dan sistem vetebrobasilar atau semua cabang-cabang nya.
Secara umum, apabila aliran darah ke jaringan otak terputus 15-20
menit, akan terjadi infark atau kematian jaringan. Perlu diingat bahwa
oklusi di suatu arteri tidak selalu menyebabkan infark di daerah otak
yang diperdarahi oleh arteri tersebut. Alasannya adalah bahwa mungkin
terdapat

sirkulasi

kolateral

yang

memadai

ke

daerah

tersebut.

Patologinya dapat berupa:


1. keadaan penyakit pada pembuluh itu sendiri, seperti pada
aterosklerosis dam tombosis, robeknya dinding pembuluh, atau
peradangan
2. gangguan aliran darah akibat bekuan atau embolus infeksi yang
berasal dari jantung atau pembuluh ekstra kranium
3. ruptur vaskular di dalam jaringan otak atau ruang subaraknoid.

Berdasarkan etiologinya, stroke terbagi menjadi stroke iskemik dan


stroke hemoragik.
Patofisiologi Stroke Iskemik
Oklusi akut daripada pembuluh darah intrakranial menyebabkan
berkurangnya aliran darah menuju daerah otak yang diperdarahinya.
Bagian terpenting dari berkurangnya aliran ini adalah fungsi dari
perdarahan kolateral dan semua ini bergantung dari anatomi pembuluh
darah individu yang bersangkutan, lokasi oklusi, dan tekanan darah
sistemik. Penurunan aliran darah otak sampai angka nol menyebabkan
kematian jaringan otak dalam waktu 4-10 menit; berkurangnya aliran
hingga <16 -18 mL/100gr jaringan per menit menyebabkan infark dalam
waktu satu jam; dan berkurangnya aliran hingga <20mL/100 gr jaringan
per menit menyebabkan iskemi tanpa infark kecuali kondisi tersebut
terjadi selama beberapa jam atau hari. Jika penurunan aliran darah
tersebut teratasi sebelum kematian sel yang signifikan, pasien hanya
akan mengalami simptom transien, dan sindrom klinisnya disebut TIA
(Transient Ischemic Attacks). Jaringan yang mengelilingi pusat infark
yang mengalami iskemi namun dapat mengalami perbaikan disebut
penumbra iskemi. Penumbra dapat terlihat dalam pemeriksaan MRI atau
CT-scan menggunakan perfusion-diffusion imaging. Penumbra iskemi
tersebut dapat menjadi infark jika tidak ada perbaikan aliran darah dan
menyelamatkan

penumbra

dari

infark

adalah

tujuan

dari

terapi

revaskularisasi.
Infark serebral fokal terjadi melalui dua jalur yang terpisah yaitu :
1. Neurotic pathway : kerusakan yang cepat dari sitoskeleton sel,
dikarenakan sel kekurangan energi.
2. Apoptotic pathway : sel terprogram untuk mati.
Iskemi

menghasilkan

nekrosis

dengan

membuat

neuron

kekurangan glukosa dan oksigen, yang selanjutnya menyebabkan


kegagalan mitokondria untuk menghasilkan ATP. Tanpa ATP, pompa ion
membran berhenti berfungsi dan neuron mengalami depolarisasi,
menyebabkan peningkatan jumlah ion kalsium intrasel. Depolarisasi
9

neuron juga menyebabkan pelepasan glutamat dari sinaps terminal;


jumlah glutamat ekstrasel yang berlebih menyebabkan neurotoksisitas
dengan mengaktifkan reseptor glutamat post-sinaps yang meningkatkan
influks kalsium neuron. Radikal bebas dihasilkan dari degradasi lipid
membran dan disfungsi mitokondria. Radikal bebas menyebabkan
destruksi katalitik pada membran dan turut merusak fungsi vital lain dari
sel. Pada iskemi yang lebih ringan, seperti iskemi pada penumbra, proses
apoptosis menjadi proses yang lebih sering terjadi, yang menyebabkan
kematian sel beberapa hari atau beberapa minggu kemudian. Demam
dan hiperglikemi [glukosa >11.1 mmol/L (200 mg/dL)] memperburuk
kerusakan otak yang sedang dalam kondisi iskemik. Oleh sebab itu,
penting sekali untuk mencegah terjadinya demam dan hiperglikemi
sebisa mungkin saat stroke terjadi.6
Faktor Resiko
Faktor resiko stroke:
1.TekananDarah
Hipertensi merupakan 35-40 % faktor resiko penyakit stroke, sedangkan hipotensi dapat
menyebabkan baik stroke iskemik maupun stroke hemoragik.
2. Penyakit Jantung/Kardiovaskuler
Faktor risiko ini akan menimbulkan embolisme serebral yang berasal dari jantung.
3. Kadar Lemak Darah
Tingginya kadar lemak darah berhubungan dengan stroke iskemik, yakni dapat berupa
emboli lemak.
4. Diabetes Melitus
Pasien diabetes, seperti juga beberapa penyakit lain seperti hipertensi, dislipidemia,
merokok, obesitas, pola hidup yang kurang aktivitas, adanya radang kronik, dan sebagainya,
memicu terbentuknya radikal bebas yang mendorong/ mempercepat proses atherosklerosis.
5. Obesitas
10

Apabila tubuh kelebihan lemak, sangat beresiko terhadap penyakit stroke terutama
kelebihan lemak yang menumpuk di bagian tengah tubuh. Selain stroke, obesitas juga
mempengaruhi terhadap tekanan darah menjadi hipertensi, tingginya kadar kolestrol, dan
penyakit jantung.
6. Merokok
Merokok dapat menggandakan resiko terserang penyakit stroke karena dapat menyebabkan
aterosklerosis dan lebih mudah membuat darah membeku sehingga dapat terjadi trombosis
yang merupakan etiologi terbesar dari stroke iskemik.
Gejala Klinis
Pemeriksaan riwayat penyakit dan neurologis yang cermat dapat
melokalisasi disfungsi otak; jika regio tersebut merespon distribusi arteri
tertentu, penyebab yang paling mungkin dapat dipersempit. Sebagai
contoh, jika pasien menunjukkan penurunan kemampuan dalam bicara
dan homonymous hemanopia kanan, pencarian emboli pada otak
sebelah kiri tengah perlu dilakukan. Pada bagian ini, akan dijelaskan
gejala klinis yang muncul pada iskemi serebral yang berasosiasi dengan
teritorial vaskularisasi serebral tertentu. Sindrom stroke terbagi atas
stroke pembuluh darah besar di sirkulasi anterior, stroke pembuluh darah
besar di sirkulasi posterior, dan stroke di pembuluh darah kecil diluar
kedua sirkulasi utama.
Stroke yang terjadi pada area sirkulasi anterior
Sirkulasi anterior otak dibentuk oleh cabang-cabang arteri karotis
interna.

Pembuluh-pembuluh

ini

dapat

teroklusi

karena

penyakit

pembuluh itu sendiri atau emboli dari tempat lain. Oklusi pada setiap
pembuluh darah utama intrakranial memiliki gejala klinis yang berbedabeda.
1. Arteri serebri media (MCA)
Oklusi pada MCA atau salah satu dari cabang utamanya paling
sering

terjadi

karena

embolus

daripada

karena

aterotrombosis

intrakranial. Arterosklerosis di MCA proksimal dapat menyebabkan


11

emboli distal di daerah otak tengah. Formasi kolateral melalui


pembuluh leptomeningeal sering mencegah stenosis MCA menjadi
simptomatis.

Oklusi

kontralateral,

hipestesia

umumnya

menghasilkan

kontralateral,

hemiparesis

hemanopia

homonim

kontralateral. Sering terjadi agnosia. Afasia resepti ataupun ekspresif


dapat

terjadi

jika

lesi

terjadi

pada

hemisfer

yang

dominan.

Pengabaian, kurangnya perhatian, dan hilangnya kepekaan atas


rangsang berulang yang simultan dapat terjadi sika lesi terjadi di
hemisfer yang non dominan. Karena MCA merupakan penyuplai darah
pada jalur motorik ekstremitas atas, kelemahan pada lengan dan
wajah biasanya lebih buruk dibandingkan dengan dengan ekstremitas
bawah.
2. Arteria serebri anterior (ASA)
Gejala
utamanya
adalah

kebingungan.

Kelumpuhan

kontralateral yang lebih besar di tungkai: lengan proksimal juga


mungkin terkena, gerakan volunter tungkai yang bersangkutan
terganggu. Defisit sensorik kontralateral, demensia dan munculnya
refleks patologis (karena disfungsi lobus frontalis).
3. Arteri koroidalis anterior
Oklusi pada arteri ini menyebabkan hemiplegia kontralateral,
hipestesia, dan hemanopia homonim.
4. Arteri karotis interna
Gejala biasanya unilateral. Lokasi tersering adalah bifurkasio
arteria karotis komunis ke dalam arteri karotis interna dan eksterna.
Cabang-cabang arteria karotis interna adalah arteria oftalmika, arteria
komunikans posterior, arteria koroidalis anterior, arteria serebri
anterior dan arteria serebri posterior. Pola tergantung dari sirkulasi
kolateral.
Dapat terjadi kebutaan satu mata (episodik dan disebut
amaurosis fugaks) di sisi arteria karotis yang terkena, akibat
insufisiensi arteria retinalis. Kemudian gejala sensorik dan motorik di
ekstremitas kontralateral karena insufisiensi arteria serebri media.
Lesi dapat terjadi di daerah antara arteria serebri anterior dan media
atau arteria serebri media. Gejala mula-mula timbul di ekstremitas
atas (misalnya tangan lemah, baal) dan mungkin mengenai wajah
12

(kelumpuhan tipe supranukleus). Apabila lesi di hemisfer dominan,


maka terjadi afasia ekspresif karena keterlibatan daerah bicara =
motorik Broca.
Stroke yang terjadi pada area sirkulasi posterior
Sirkulasi posterior terdiri atas sepasang arteri vetebralis, arteri
basiler, dan sepasang arteri serebral posterior. Arteri-arteri utama ini
memberikan cabang-cabang sirkumferensial, panjang ataupun pendek,
dan memberi cabang penetrasi yang lebih kecil yang menyuplai
serebelum, medula, pons, midbrain, subtalamus, talamus, hippokampus,
lobus temporal media dan lobus oksipital. Oklusia pada setiap pembuluh
memberi gejala klinis yang berbeda.
1. Arteri serebral posterior
Gejala klinis yang dapat muncul jika pembuluh ini mengalami
oklusi

adalah

kontralateral

palsy

atau

nervus

dengan

okulomotor

hemiplegia

dengan

ataksia

kontralateral.

Adanya

ataksia menandakan keterlibatan traktus dentarubrothalamik dan


hemiplegi

menunjukkan

Selanjutnya

dapat

keterlibatan

muncul

pedunkulus

drowsiness,abulia,

serebral.

contralateral

hemianopia homonim dengan macula sparing, aleksia tanpa


agraphia, coma, pupil yang tidak reaktif, tanda piramidal bilateral,
dan rigiditas deserebrasi.
2. Arteri vetebralis dan arteri serebelar posterior inferior
Manifestasinya biasanya bilateral. Gejala klinis yang dapat muncul
adalah kelumpuhan di satu sampai ke empat ekstremitas,
meningkatnya refleks tendon, ataksia, tanda Babinsky bilateral,
vertigo,

numbness

pada

wajah

ipsilateral

kontralateral, diplopia, disartria, dan disfagia.


3. Arteri basiler
gejala klinis yang dapat muncul adalah

dan

ataksia

tungkai

serebelar

ipsilateral yang parah, nausea, vomitus, disartria, kehilangan


sensasi nyeri dan temperatur pada ekstremitas, batang tubuh, dan
wajah kontralateral, tuli sebagian, tremor ataksik,nistagmus, dan
tinitus.

13

Akan tetapi, kepastian lokasi oklusi tidak dapat diambil hanya dari
gejala klinis yang berhasil diperoleh, hal tersebut dikarenakan faktorfaktor berikut :
1. Terdapat variasi individual pada sirkulasi kolateral dalam kaitannya
dengan sirkulus Wilisi. Sumbatan total sebuah arteri karotis
mungkin tidak menimbulkan gejala apabila arteri serebri anterior
sinistra dan arteri serebri media sinistra mendapat darah yang
adekuat dari arteria komunikans anterior. Apabila pasokan darah
ini tidak memadai, mungkin timbul gejala berupa kebingungan,
monoparesis atau hemiparesis kontralateral, dan inkontinensia.
2. Cukup banyak terdapat anastomosis leptomeningen antara arteria
serebri anterior, media, dan posterior di korteks serebrum.
Anastomosis juga terdapat antara arteria serebri anterior kedia
hemisfer melalui korpus kalosum.
3. Setiap arteria serebri memiliki sebuah daerah sentra yang
mendapat darah

darinya dan suatu daerah suplai perifer, atau

daerah perbatasan, yang mungkin mendapat darah dari arteri lain.


4. Berbagai faktor sistemik dan metabolik ikut berperan dalam
menentukan gejala yang ditimbulkan dalam proses patologik
tertentu. Sebagai contoh, pembuluh yang mengalami stenosis
mungkin

tidak

menimbulkan

sistemik

190/110

mmHg;

gejala

tetapi

asalkan

apabila

tekanan

tekanan

darah

tersebut

berkurang menjadi 120/70 mmHg, dapat timbul beragam gejala,


tergantung pada lokasi daerah stenotik (seperti pada kondisi
stroke trombotil pembuluh besar). Hiponatremia dan hipertermia
adalah

faktor

neurologik

metabolik

apabila

Hiponatremia

dan

mendorong

terdapat

pembuluh

menyebabkan

terjadinya

pembengkakan

yang

defisit

stenotik.

neuron

yang

ditimbulkan oleh pergeseran osmotik cairan dari kompartemen


cairan ekstrasel ke dalam kompartemen cairan intrasel yang relatif
hipertonik. Hipertermia meningkatkan aktivitas metabolik dan
kebutuhan

oksigen

pada

sel-sel

yang

mungkin

mengalami

kekurangan oksigen karena menyempitnya arteri-arteri yang


memperdarahi sel-sel tersebut.3
14

Penatalaksanaan
Kegawat daruratan stroke
Waktu adalah otak merupakan ungkapan yang menunjukkan
betapa pentingnya pengobatan stroke sedini mungkin, karena jendela
terapi dari stroke hanya 3-6 jam. Penatalaksanaan yang cepat, tepat dan
cermat memegang peranan besar dalam menentukan hasil akhir
pengobatan. Hal yang harus dilakukan adalah:
-

Stabilisasi pasien dengan tindakan ABC


Pertimbangkan intubasi bila kesadaran stupor atau koma atau

gagal napas.
Pasang jalur infus intravena dengan larutan salin normal 0,9%
dengan kecepatan 20 ml/jam, dengan memakai cairan hipotonis
seperti dekstrosa 5% dalam air dan salin 0,45%, karena dapat

memperhebat edema otak.


Berikan oksigen 2-4 liter/menit melalui hidung.
Jangan memberikan makanan atau minuman lewat mulut.
Buat rekaman elektrokardiogram (EKG) dan foto rontgen toraks.
Ambil sampel untuk pemeriksaan darah: pemeriksaan darah
perifer lengkap dan trombosit, kimia darah (glukosa, elektrolit,
ureum dan kreatinin), masa protrombin dan masa tromboplastin

parsial.
Jika ada indikasi, lakukan tes-tes berikut: kadar alkohol, fungsi hati,

gas darah arteri dan screening toksikologi.


Tegakkan diagnosis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.
CT-Scan atau resonansi magnetic bila alat tersedia. Bila tidak ada,
dengan skor siriraj untuk menentukan jenis stroke.

Terapi umum
Letakkan kepala pasien pada posisi 30, kepala dan dada pada
satu bidang; ubah posisi tidur setiap 2 jam; mobilisasi dimulai bertahap
bila hemodinamik sudah stabil.

15

Selanjutnya, bebaskan jalan napas, beri oksigen 1-2 liter/menit


sampai didapatkan hasil analisis gas darah. Jika perlu, dilakukan intubasi.
Demam diatasi dengan kompres dan antipiretik, kemudian dicari
penyebabnya; jika kandung kemih penuh, dikosongkan (sebaiknya
dengan kateter intermiten). Pemberian nutrisi dengan cairan isotonik,
kristaloid atau koloid 1500-2000 mL dan elektrolit sesuai kebutuhan,
hindari cairan mengandung glukosa atau salin isotonik. Pemberian nutrisi
per oral hanya jika fungsi menelannya baik; jika didapatkan gangguan
menelan

atau

kesadaran

menurun,

dianjurkan

melalui

selang

nasogastrik.
Kadar gula darah >150 mg% harus dikoreksi sampai batas gula
darah sewaktu 150 mg% dengan insulin drip intravena kontinu selama 23 hari pertama. Hipoglikemia (kadar gula darah < 60 mg% atau < 80 mg
% dengan gejala) diatasi segera dengan dekstrosa 40% iv sampai
kembali normal dan harus dicari penyebabnya.
Nyeri kepala atau mual dan muntah diatasi dengan pemberian
obat-obatan sesuai gejala. Tekanan darah tidak perlu segera diturunkan,
kecuali bila tekanan sistolik 220 mmHg, diastolik 120 mmHg, Mean
Arterial Blood Pressure (MAP) 130 mmHg (pada 2 kali pengukuran
dengan selang waktu 30 menit), atau didapatkan infark miokard akut,
gagal jantung kongestif serta gagal ginjal. Penurunan tekanan darah
maksimal adalah 20%, dan obat yang direkomendasikan: natrium nitroprusid, penyekat reseptor alfa-beta, penyekat ACE, atau antagonis
kalsium.
Jika terjadi hipotensi, yaitu tekanan sistolik 90 mm Hg, diastolik
70 mmHg, diberi NaCl 0,9% 250 mL selama 1 jam, dilanjutkan 500 mL
selama 4 jam dan 500 mL selama 8 jam atau sampai hipotensi dapat
diatasi. Jika belum ter- koreksi, yaitu tekanan darah sistolik masih < 90
mmHg, dapat diberi dopamin 2-20 g/kg/menit sampai tekanan darah
sistolik 110 mmHg.
Jika kejang, diberi diazepam 5-20 mg iv pelan- pelan selama 3
menit, maksimal 100 mg per hari; dilanjutkan pemberian antikonvulsan
16

peroral (fenitoin, karbamazepin). Jika kejang muncul setelah 2 minggu,


diberikan antikonvulsan peroral jangka panjang.
Jika didapatkan tekanan intrakranial meningkat, diberi manitol bolus
intravena 0,25 sampai 1 g/kgBB per 30 menit, dan jika dicurigai
fenomena

rebound

atau

keadaan

umum

memburuk,

dilanjutkan

0,25g/kgBB per 30 menit setiap 6 jam selama 3-5 hari. Harus dilakukan
pemantauan

osmolalitas

(<320

mmol);

sebagai

alternatif,

dapat

diberikan larutan hipertonik (NaCl 3%) atau furosemid.


Terapi khusus
Ditujukan untuk reperfusi dengan pemberian antiplatelet seperti
aspirin dan anti koagulan, atau yang dianjurkan dengan trombolitik rt-PA
(recombinant tissue Plasminogen Activator). Dapat juga diberi agen
neuroproteksi, yaitu sitikolin atau pirasetam (jika didapatkan afasia).7
Komplikasi
Komplikasi yang umum terjadi adalah bengkak otak (edema) yang terjadi pada 24
jam sampai 48 jam pertama setelah stroke. Berbagai komplikasi lain yang dapat terjadi
adalah sebagai berikut:
- Kejang. Kejang pada fase awal lebih sering terjadi pada stroke perdarahan. Kejadian
kejang umumnya memperberat defisit neurologik.
- Nyeri kepala: walaupun hebat, umumnya tidak menetap. Penatalaksanaan membutuhkan
analgetik dan kadang antiemetik.
- Hiccup: penyebabnya adalah kontraksi otot-otot diafragma. Sering terjadi pada stroke
batang otak, bila menetap cari penyebab lain seperti uremia dan iritasi diafragma.
Selain itu harus diwaspadai adanya:
-

Transformasi hemoragik dari infark


Hidrosefalus obstruktif
Peninggian tekanan darah. Sering terjadi pada awal kejadian dan turun beberapa hari
kemudian.

17

Demam dan infeksi. Demam berhubungan dengan prognosa yang tidak baik. Bila ada
infeksi umumnya adalah infeksi paru dan traktus urinarius.
Emboli pulmonal. Sering bersifat letal namun dapat tanpa gejala. Selain itu, pasien
menderita juga trombosis vena dalam (DVT).
Abnormalitas jantung. Disfungsi jantung dapat menjadi penyebab, timbul bersama atau
akibat stroke. Sepertiga sampai setengah penderita stroke menderita komplikasi

gangguan ritme jantung.


Gangguan fungsi menelan, aspirasi dan pneumonia. Dengan fluoroskopi ditemukan 64%
penderita stroke menderita gangguan fungsi menelan. Penyebab terjadi pneumonia

kemungkinan tumpang tindih dengan keadaan lain seperti imobilitas, hipersekresi dll.
Kelainan metabolik dan nutrisi. Keadaan undernutrisi yang berlarut-larut terutama
terjadi pada pasien umur lanjut. Keadaan malnutrisi dapat menjadi penyebab
menurunnya fungsi neurologis, disfungsi kardiak dan gastrointestinal dan abnormalitas

metabolisme tulang.
Infeksi traktus urinarius dan inkontinensia. Akibat pemasangan kateter dauer, atau
gangguan fungsi kandung kencing atau sfingter uretra eksternum akibat stroke.
Perdarahan gastrointestinal. Umumnya terjadi pada 3% kasus stroke. Dapat merupakan
komplikasi pemberian kortikosteroid pada pasien stroke. Dianjurkan untuk memberikan

antagonis H2 pada pasien stroke ini.


Dehidrasi. Penyebabnya dapat gangguan menelan, imobilitas, gangguan komunikasi dll.
Hiponatremi. Mungkin karena kehilangan garam yang berlebihan.
Hiperglikemia. Pada 50% penderita tidak berhubungan dengan adanya diabetes melitus
sebelumnya. Umumnya berhubungan dengan prognosa yang tidak baik.
Hipoglikemia. Dapat karena kurangnya intake makanan dan obat-obatan.3

Pencegahan
Pencegahan stroke dapat dilakukan dengan menjaga kebiasaan hidup sehat.
Kebiasaan hidup sehat itu disebut juga paradigma hidup sehat, yang berisi anjuran:7
1.Hentikan merokok,
2.Hentikan kebiasaan minum alkohol,
3.Periksa kadar kolesterol,
4.Periksa dan kontrol penyakit diabetes,
5.Berolahraga secara teratur,
6.Kontrol konsumsi garam,
7.Hindari stres dan depresi,
8.Hindari obesitas.

18

Walaupun pasien telah mengalami stroke, kita tetap melakukan pencegahan


terjadinya stroke agar tidak berulang. Dan fokus untuk pencegahannya bukan hanya anjuran
hidup sehat melainkan juga kontrol atau pengobatan terhadap faktor risiko yang dimiliki,
seperti:
Pemberian terapi antiplatelet (Aspirin) untuk pencegahan serangan ulang pada seluruh
pasien yang sebelumnya mengalami stroke iskemik atau TIA dengan dosis 50-325mg per
hari. Selain itu diperlukan juga kontrol terhadap penyakit jantung yang dimiliki seperti
pemberian antikoagulan untuk penderita stroke akibat kardioemboli.
Kontrol terhadap penyakit vaskular, seperti :
1. Hipertensi
Hipertensi harus diatasi untuk mencegah terjadinya serangan ulang stroke. Menurut
Canadian Hypertension Education Program (CHEP), target tekanan darah untuk pencegahan
stroke adalah <140/90mmHg (135/85mmHg untuk pengukuran di rumah).
2. Diabetes
Pada penderita diabetes, tekanan darah tetap kita kontrol dan nilainya
<130/80mmHg. Selain itu, kontrol yang paling penting adalah kontrol terhadap kadar
glukosa dan dianjurkan mencapai nilai hampir normal untuk mengurangi komplikasi
vaskular. Menurut Canadian Diabetes Association, target untuk kadar gula darah adalah
4.0-7.0mmol/L saat puasa dan 5.0-10.0mmol/L 2 jam setelah makan.
3. Kolesterol
Pasien dengan kadar Low Density Lipoproteins-Cholesterol (LDL-C) >2.0 mmol/L
harus dilakukan modifikasi gaya hidup, diet, dan pengobatan dengan statin. Hal ini
dilakukan sampai didapati kadar LDL-C <2.0 mmol/L.
Kontrol terhadap perilaku yang bisa diubah :
1. Merokok
Semua penderita stroke yang merokok harus dianjurkan berhenti merokok. Hal ini
dapat dilakukan dengan memberikan terapi tambahan berupa terapi pengganti nikotin dan
terapi perilaku.
2. Alkohol
Pasien yang merupakan

peminum berat seharusnya berhenti atau mengurangi

konsumsi alkohol sampai ke titik yang aman, yaitu berkisar 14 minuman dalam 1 minggu
untuk pria dan 9 minuman untuk wanita. Tetapi, titik aman tersebut tidak sama untuk semua
orang sehingga berhenti mengkonsumsi alkohol lebih baik.
19

3. Obesitas
Penurunan berat badan merupakan hal yang dianjurkan sampai dicapai
BMI 18.5-24.9kg/m2 dan lingkar pinggang <88 cm untuk wanita dan <102 cm untuk pria.
Konsumsi makanan rendah lemak dan natrium, dan banyak konsumsi buah dan sayur
dianjurkan.
4. Aktivitas fisik
Bagi penderita stroke yang mampu melakukan aktivitas fisik, latihan fisik 30-60
menit seperti berjalan, jogging, bersepeda selama 4-7 hari dalam seminggu dapat
mengurangi faktor risiko dan faktor lain yang dapat meningkatkan kejadian stroke.
Prognosis
Prognosis setelah stroke iskemik akut sangat bervariasi, tergantung
pada tingkat keparahan stroke dan pada kondisi premorbid pasien, usia,
dan komplikasi poststroke. Beberapa pasien mengalami transformasi
hemoragik dari infark mereka. Hal ini diperkirakan terjadi pada 5% dari
stroke iskemik yang tidak rumit, dengan tidak adanya trombolitik.
Hemoragik

transformasi tidak

selalu

dikaitkan dengan penurunan

neurologis dan berkisar dari perdarahan petekie kecil untuk evakuasi


hematoma yang membutuhkan. Dalam studi Framingham Stroke dan
Rochester, angka kematian secara keseluruhan pada 30 hari setelah
stroke adalah 28%, tingkat kematian pada 30 hari setelah stroke iskemik
adalah 19%, dan 1-tahun kelangsungan hidup tingkat untuk pasien
dengan stroke iskemik adalah 77%.

20

Daftar Pustaka
1. Burnside

JW,

McGlynn

Jakarta:EGC;2003.hal. 267-83.
2. Welsby
PD.
Pemeriksaan

TJ.

Diagnosis
fisik

dan

fisik.

Edisi

anamnesis

17.
klinis.

Jakarta:EGC;2009.hal.77-89.
3. Bickley LS, Szilagyi PG. Bates buku ajar pemeriksaan fisik dan
riwayat kesehatan.edisi 8. Jakarta:EGC;2009. Hal. 166-190.
4. Aliah A, Kuswara F.F, Limoa RA, Wuysang. Gangguan Peredaran Darah Otak.
Dalam: Kapita Selekta Neurologi. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta,
2003:79-102
5. Junadi,Purnawan, Kapita selekta kedokteran, Jilid ke II, Penerbit FKUI, Jakarta.
2005.h. 17-26.
6. Price SA, Wilson LM . Patofisiologi:

konsep klinis proses-proses

penyakit. Volume 2. Edisi 6. Jakarta: EGC; 2005. Hal.966-71.


7. McPhee SJ, Papadakis MA. Current medical diagnosis and treatmen.
International Edition. USA: McGraw-Hill Companies; 2008. Hal 97580.

21

You might also like