You are on page 1of 30

BAB 1

PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Anak merupakan masa depan dan generasi penerus bangsa yang harus dilindungi dan
dijamin kesejahteraannya, karena masa kanak-kanak adalah masa pertumbuhan sehingga
apapun yang terjadi pasa masa pertumbuhan ini akan berpengaruh sangat besar bagi
perkembangan anak selanjutnya hingga dewasa. Didalam masyarakat seorang anak harus
mendapatkan perlindungan dari segala bentuk kekerasan dan kejahatan yang membahayakan
keselamatan anak. Sesuai dengan tujuan bangsa Indonesia yang tertuang dalam Pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945 pada alinea ke 4 yaitu Melindungi segenap bangsa dan
tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mensejahterakan kehidupan
bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia ( Undang-Undang Dasar 1945, Indonesia.)
Mengenai batasan anak dibawah umur, dapat dipedomani dalam peraturan perundangundangan yang berlaku seperti Undang-Undang Perlindungan Anak, Undang-Undang
kesejahteraan Anak dan Undang Undang peradilan anak yang sangat diperlukan dalam
menganalisa masalah tindak pidana perkosaan terhadap anak dibawah umur. Menurut
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan anak menyebutkan bahwa
yang dikategorikan sebagai anak tertuang dalam pasal 1ayat 1 adalah seseorang yang belum
berusia 18 tahun termasuk anak yang masih dalam kandungan (Undang-Undang Nomor 35
Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak).
Pemerkosaan secara umum adalah suatu tindakan kriminal disaat si korban dipaksa
untuk melakukan hubungan seksual, khususnya penetrasi dengan alat kelamin, diluar
kemauan sendiri (UCSC,2010). Komnas Perlindungan Anak Indonesia menyatakan bahwa
kekerana pada anak selalu meningkat di tiap tahunnya. Dari hasil pemantauan KPAI 2011
sampai 2014, terjadi peningkatan yang signifikan di mana menurut Wakil Ketua KPAI,
Maria Advianti pada tahun 2011 terjadi 2178 kasus kekerasan, 2012 ada 3512 kasus, 2013
4311 kasus, 2014 ada 5066 kasus. Tetapi pada kenyataanya sangat sedikit kasus perkosaan
terhadap anak dibawah umur yang tertangkap tangan pada saat pelaku sedang melakukan
kejahatan pemerkosaan tersebut. Sebagian besar kasus-kasus tersebut diketahui berasal dari
laporan keluarga koban, karena telah terjadi luka pada bagian tubuh anak tersebut atau cerita
polos dari ank-anak yang bersangkutan mengenai peristiwa yang dialami tanpa disadari
1

bahwa telah menjadi korban perkosaan oleh pelaku kejahatan tersebut. Oleh karena itu,
tidak hanya keluarganya yang berperan aktif akan tetapi seluruh lapisan masyarakat harus
berperan aktif dan memperhatikan, melindungi dan menjaga.
Berdasarkan uraian diatas, maka kami tertarik untuk menulis dan menganalisa tentang
perkosaan pada anak sebagai judul referat kami.
I.2 Rumusan Masalah
1. Apa defenisi Pemerkosaan?
2. Berapa Prevalensi perkosaan anak di Indonesia?
3. Apa saja yang termasuk jenis-jenis pemerkosaan?
4. Apa penyebab terjadinuya tindak pidana permerkosaan?
5. Apa saja pemeriksaan untuk korban pemerkosaan?
6. Apa saja tanda bukti adanya pemerkosaan?
7. Bagaimana dampak dari tindakan pemerkosaan?
8. Bagaimana tindakan pemerkosaan dipandanng dari aspek hukum?
I.3 Tujuan Penelitian
I.3.1. Tujuan Umum
Mengetahui aspek ilmu kedokteran forensik medikolegal pada kasus pemerkosaan
anak.
I.3.2. Tujuan Khusus
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Mengetahui defenisi pemerkosaan


Mengetahui prevalensi pemerkosaan pada anak di Indonesia
Mengetahui jenis-jenis pemerkosaan
Mengetahui faktor-faktor penyebab terjadinya pemerkosaan
Mengetahui macam-macam pemeriksaan untuk korban pemerkosaan
Mengetahui tanda-tanda bukti adanya pemerkosaan
Mengetahui dampak daeri tindakan pemerkosaan
Mengetahui tindak pemerkosaan dipandang dari aspek hukum

I.4 Manfaat
1. Menambah pengetahuan dan pemahaman mengenai hal-hal yang berhubungan
dengan pemerkosaan terhadap anak
2. Meningkatkan pengetahuan dan

pemahaman

mahasiswa

mengenai

aspek

medikolegal pemerkosaan anak

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Kejahatan Seksual
II.1.1 Defenisi
Kejahatan seksual merupakan semua tindakan seksual, percobaan tindakan
seksual, komentar tidak diinginkan, perdagangan seks, dengan menggunakan paksaan,
ancaman, paksaan fisik oleh siapa saja tanpa memandang hubungan dengan korban,
dalam dalam situasi apa saja, termasuk tapi tidak terbatas pada rumah dan pekerjaan
(JASC, 2005)
II.1.2 Kategori Kejahatan Seksual
Kejahatan seksual dapat dikategorikan menjadi (USLEGAL,2010) :
Non- konsesual, memaksa perilaku seksual fisik seperti pemerkosaan atau
penyerangan seksual.
Psikologis bentuk pelecehan, seperti pelecehan seksual, perdagangan manusia,
mengintai, dan eksposur tidak senonoh tapi bukan eksibisionisme.
Pengunaan posisi kepercayaan untuk tujuan seksual, seperti pedofilia dan semburit,
kekerasan seksual.
Perilaku dianggap oleh pemerintah tidak sesuai.
Bentuk kejahatan seksual yang paling banyak adalah pelecehan seksual, namun
ini hanya berdasarkan keterangan korban dan tidak dapat dibuktikan dengan barang bukti,
3

sedangkan peringkat kedua adalah perkosaan danpada perkosaan selain berdasarkan


keterangan korban juga dapat dibuktikan dengan barang bukti.
II.1.3 KUHP Mengenai Kejahatan Seksual
Persetubuhan yang merupakan kejahatan seperti yang dimaksudkan oleh UndangUndang, dapat dilihat pada pasal-pasal yang tentera pada bab XIV KUHP , yaitu bab
tentang kejahatan terhadap kesusilaan; yang meliputi baik persetubuhan didalam
perkawinan maupun persetubuhan diluar perkawinan. Pada bab XIV tentang kejahatan
terhadap kesusilaan :

Pasal 281
Diancam dengan pidana penjara paling lama dengan 2 tahun delapan bulan atau
pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah:
1. Barang siapa dengan sengaja dan terbuka melanggar kesusilaan;
2. Barang siapa dengan sengaja dan di depan orang lain yang ada di situ

bertentangan dengan kehendaknya, melanggar kesusilaan


Pasal 282
1) Barang siapa menyiarkan, mempertunjukkan atau menempelkan di muka umum
tulisan, gambaran atau benda yang diketahui isinya melanggar kesusilaan, atau
barang siapa dengan maksud untuk disiarkan, dipertunjukkan, atau ditempelkan
dimuka umum, membikin tulisan gambaran atau benda tersebut, memasukkan
kedalam negeri, meneruskannya, atau mengeluarkannya dari negeri, atau
memiliki persediaan, ataupun barang siapa secara terang-terangan atau dengan
mengedarkan surat tanpa diminta, menawarkanya atau menujukkannya sebagai
bisa diperoleh, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun enam bulan
atau pidana denda paling tinggi empat ribu lima ratus rupiah.
2) Barang siapa menyiarkan, mempertunjukan atau menempelkan di muka umum
tulisan, gambaran atau benda yang melanggar kesusilaan, atau pun barang siapa
dengan maksud untuk disiarkan, dipertunjukkan atau ditempelkan di muka umum,
membikin, memasukkan kedalam negeri, meneruskan mengeluarkannya dari
negeri, atau memiliki persediaan, ataupun barang siapa secara terang-terangngan
atau dengan mengedarkan surat tanpa di minta, menawakan, atau menunjuk
sebagai bisa diperoleh, diancam, jika ada alas an kuat baginya untuk menduga
bahwa tulisan, gambaran atau benda itu melanggar kesusilaan, dengan pidana
4

paling lama Sembilan bulan atau pidan denda paling banyak empat ribu lima ratus
puliah.
3) Kalau yang bersalah melakukan kejahatan tersebut dalam ayat pertama sebagai
pencarian atau kebiasaan, dapat dijatuhkan pidana penjara paling lama dua tahun
delapan bulan atau pidana denda paling banyak tujuh puluh lima ribu rupiah.

Pasal 283
1.) Diancam dengan pidana penjara paling lama Sembilan bulan atau pidana denda
paling banyak Sembilan ribu rupiah, barang siapa menawarkan, memberikan
untuk terus maupun untuk sementara waktu, menyerahkan atau meperlihatkan
tulisan, gambaran atau benda yang melanggar kesusilaan, maupun alat untuk
mencegah atau menggugurkan kehamilan kepada seseorang yang belum dewasa,
dan yang diketahui atau sepatutnya harus diduga bahwa umumnya belum tujuh
belas tahun, jika isi tulisan, gambaran, benda atau alat itu telah diketahuinya.
2.) Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa membacakan isi tulisan yang
melanggar kesusilaan dimuka orang yang belum dewasa sebagaimana dimksud
dalam ayat yang lalu, jika isi tadi telah diketahuinya.
3.) Diancam dengan pidana penjara paling lama empat bulan atau pidana kurungan
paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak Sembilan ribu rupiah,
barang siapa menawarkan, memberikan untuk terus atau sementara waktu,
menyerahkan atau memperlihatkan, tulisan, gambaran atau benda yang melanggar
kesusilaan, maupun alat untuk mencegah atau menggugurkan kehamilan kepada
orang yang belum dewasa sebagaimana di maksud pada ayat pertama, jika ada
alasan kuat baginya untuk menduga, bahwa tulisan, gambaran atau benda yang
melanggar kesusilaan atau alat itu adalah alat untuk mencegah atau

menggugurkan kehamilan.
Pasal 283 bis
Jika yang bersalah melakukan salah satu kejahatan tersebut dalam pasal 282 dan 283
dalam menjalankan pencariannya dan ketika itu belum lampau dua tahun sejak
adanya pemidanaan yang menjadi pasti karena kejahatan semacam itu juga, dapat
dicabut haknya untuk menjalankan pencarian tersebut.
5

Pasal 284
1) Diancam dengan pidana penjara paling lama Sembilan bulan:
1. a. seorang pria yang telah kawin yang melakukan gendak (overspel), padahal
diketahui bahwa pasal 27 BW berlaku baginya.
b. seorang wanita yang telah kawin yang melakukan gendak, padahal diketahui
bahwa pasal 27 BW berlaku baginya.
2. a. seorang pria yang turut serta melakukan perbuatan itu, padahal diketahuinya
bahwa yang turut bersalah telah kawin
b. seorang wanita yang telah kawin yang turut serta melakukan perbuatan itu,
padahal diketahui olehnya bahwa yang turut bersalah telah kawin dan pasal 27
BW berlaku baginya.
2) Tidak dilakukan penuntutan melainkan atas pengaduan suami/ istri yang tercemar,
dan bilamana bagi mereka berlaku pasal 27 BW,dalam tenggang waktu tiga bulan
diikuti dengan permintaan bercerai atau pisah-meja dan ranjang karena alas an itu
juga.
3) Terhadap pengaduan ini tidak diberlakukan pasal 72, 73, dan 75.
4) Pengaduan dapat ditarik kembali selama pemeriksaan dalam sidang pengadilan
belum dimulai.
5) Jika bagi suami istri berlaku pasal 27 BW, pengaduan tidak diindahkan selama
perkawinan belum diputuskan karena perceraian atau sebelum putusan yang

menyatakan pisah meja dan tempat tidur menjadi tetap.


Pasal 285
Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita

bersetubuh dengan dia di luar perkawinan, diancam karena melakukan perkosaan dengan
pidana penjara paling lama dua belas tahun.
Pasal 286
Barang siapa bersetubuh dengan seorang wanita di luar perkawinan, padahal
diketahui bahwa wanita itu dalam keadaan pingsan atau tidak berdaya, diancam dengan
pidana penjara paling lama sembilan tahun.
Pasal 287
1) Barang siapa bersetubuh dengan seorang wanita diluar perkawinan, padahal
diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya bahwa umumnya belum lima belas
tahun, atau kalau umurnya tidak jelas, bahwa belum waktunya untuk dikawin,
diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.

2) Penuntutan hanya dapat dilakukan atas pengaduan, kecuali jika umur wanita
belum sampai dua belas tahun atau jika salah satu hal berdasarkan pasal 291 dan

pasal 294.
Pasal 288
1) Barang siapa dalam perkawinan bersetubuh dengan seorang wanita yang
diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya bahwa yang bersangkutan belum
waktunya untuk dikawin. Apabila perbuatan mengakibatkan luka-luka diancam
dengan pidana penjara paling lama empat tahun.
2) Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, dijatuhkan pidana penjara paling

lama delapan tahun.


3) Jika mengakibatkan mati, dijatuhkan pidana penjara paling lama dua belas tahun.
Pasal 289
Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seseorang

melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, diancam karena melakukan


perbuatan yang menyerang kehormatan kesusilaan, dengan pidana penjara paling lama
sembilan tahun.
Pasal 290
Diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun :
1) Barang siapa melakukan perbuatan cabul dengan seseorang, padahal diketahuinya
orang itu pingsan atau tidak berdaya;
2) Barang siapa melakukan perbuatan cabul dengan seseorang padahal diketahuinya
atau sepatutnya harus diduganya, bahwa umurnya belum lima belas yahun atau
kalau umumnya tidak jelas, yang bersangkutan belum waktunya untuk dikawin;
3) Barang siapa membujuk seseorang yang diketahuinya atau sepatutnya harus
diduganya bahwa umurnya belum lima belas tahun atau kalau umurnya tidak jelas
yang bersangkutan atau ditakutkan belum waktunya untuk dikawin, untuk
melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, atau bersetubuh di luar
perkawinan dengan orang lain.

Pasal 291

1) Jika salah satu kejahatan berdasarkan pasal 286, 287, 289, dan 290
mengakibatkan luka luka berat, dijatuhkan pidana penjara paling lama dua belas
tahun.
2) Jika salah satu kejahatan berdasarkan pasal 285, 286, 287, 289, dan 290

mengakibatkan kematian dijatuhkan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
Pasal 292
Orang dewasa yang melakukan perbuatan cabul dengan orang lain sesama kelamin,
yang diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya sebelum dewasa, diancam

dengan pidana penjara paling lama lima tahun.


Pasal 293
1) Barang siapa dengan memberi atau menjanjikan

uang

atau

barang,

menyalahgunakan pembawa yang timbul dari hubungan keadaan, atau dengan


penyesatan

sengaja

menggerakan

orang

sebelum

dewasa

dan

baik

tingkahlakunya untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul


dengan dia, padahal tentang belum kedewasaanya, diketahui atau selayaknya
harus diduganya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun.
2) Penuntutan hanya dilakukan atas pengaduan orang terhadap dirinya melakukan
kejahatan itu.
3) Tenggang waktu tersebut dalam pasal 74 bagi pengaduan ini adalah masing

masing sembilan bulan dan dua belas tahun.


Pasal 294
1) Barangsiapa melakukan perbuatan cabul dengan anaknya, anak tirinya, anak
angkatnya, anak dibawah pengawasannya yang belum dewasa atau dengan
orang

yang

belum

dewasa

yang

pemeliharaannya,

pendidikan

atau

penjagaannya yang belum dewasa, diancam paling lama tujuh tahun.


2) Diancam dengan pidana bersama:
1. Pejabat yang melakukan perbuatan cabul dengan orang lain karena jabatan
adalah bawahannya, atau dengan orang yang penjagaannya diserahkan ke
padanya,
2. Pengurus, dokter, guru, pegawai, pengawas atau pesuruh dalam penjara,
tempat pekerjaan negara, tempat pendidikan, rumah piatu, rumah
sakit,Rumah sakit jiwa atau lembaga sosial yang melakukan perbuatan cabul

dengan orang yang dimasukan kedalamnya.


Pasal 295
1) Diancam :

1. Dengan pidana penjara paling lama lima tahun barang siapa dengan
sengaja menyebabkan atau memudahkan dilakukannya perbuatan cabul
oleh anakny, anak tirinya, anak angkatnya, anak dibawah pengawasannya
yang belum dewasa, atau oleh orang yang belum dewasa yang
pemeliharaannya, pendidikan atau penjaganya diserahkan kepadanya,
ataupun oleh bujangnya atau bawahannya yang belum cukup umur
dengan orang lain.
2. Dengan pidana penjara paling lama empat tahun barang siapa dengan
sengaja menghubungkan atau memudahkan perbuatan cabul, kecuali
yang tersebut dalam butir 1 diatas, yang dilakukan oleh orang yang
diketahuinya belum dewasa atau yang sepatutnya harus diduganya
demikian dengan orang lain.
2) Jika yang melakukan kejahatan itu sebagai perncarian atau kebiasaan, maka

pidana dapat ditambahkan sepertiganya.


Pasal 296
Barang siapa dengan sengaja menyebabkan atau memudahkan cabul oleh orang lain
dengan orang lain, dan menjadikannya sebagai mata pencaharian atau kebiasaan,
diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun enam bulan atau pidana

denda paling banyak lima belas ribu rupiah.


Pasal 297
Perdagangan wanita dan perdagangan anak laki-laki yang belum dewasa, diancam
dengan pidana penjara paling lama enam tahun.

Pasal 298
1) Dalam hal pemidanaan berdasarkan salah satu kejahatan dalam pasal 281, 284
290 dan 292 297, pencabutan hak-hak berdasarkan pasal 35 No 1-5 dapat
dinyatakan.
2) Jika yang bersalah melakukan salah satu kejahatan berdasarkan pasal 292 297
dalam melakukan pencahariannya, maka hak untuk melakukan pencaran itu

dapat dicabut.
Pasal 299
1) Barang siapa dengan sengaja mengobati seorang wanita atau menyuruh supaya
diobati, dengan diberitahukan atau ditimbukan harapan bahwa karena

pengobatan itu hamilnya dapat digugrkan, diancam dengan pidana penjara


paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak empat puluh lima
ribu rupiah.
2) Jika yang bersalah berbuat demikian untuk mencari keuntungan, atau
menjadikan perbuatan tersebut sebagai pencaran atau kebiasaan, atau jika dia
seorang tabib, bidan atau juru obat, pidananya dapat ditambah sepertiga.
3) Jika yang bersalah melakukan kejahatan tersebut dalam menjalankan
pencariannya, dapat dicabut haknya untuk melakukan pencaran itu.

II.1.4 Undang-Undang Perlindungan Anak


Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan
Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, beberapa hal
mengenai kejahatan seksual termuat dalam :

Pasal 1
- Ayat 1
-

: Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun,

termasuk anak yang masih dalam kandungan.


Ayat 15a.: Kekerasan adalah setiap perbuatan terhadap Anak yang berakibat
timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, psikis, seksual, dan/atau
penelantaran, termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau
perampasan kemerdekaan secara melawan hukum.

Pasal 9
- Ayat 1a. : Setiap Anak berhak mendapatkan perlindungan di satuan pendidikan dari
kejahatan seksual dan kekerasan yang dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan,

sesama peserta didik, dan/atau pihak lain.


Pasal 15
Setiap Anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari:
a. penyalahgunaan dalam kegiatan politik;
b. pelibatan dalam sengketa bersenjata;
c. pelibatan dalam kerusuhan sosial;
d. pelibatan dalam peristiwa yang mengandung unsur Kekerasan
e. pelibatan dalam peperangan; dan
f. kejahatan seksual.
Pasal 54

10

1) Anak di dalam dan di lingkungan satuan pendidikan wajib mendapatkan perlindungan


dari tindak Kekerasan fisik, psikis, kejahatan seksual, dan kejahatan lainnya yang
dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, sesama peserta didik, dan/atau pihak lain.
2) Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat 1) dilakukan oleh pendidik, tenaga
kependidikan aparat pemerintah, dan/atau Masyarakat.

Pasal 59
Perlindungan Khusus kepada Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kepada:
a. Anak dalam situasi darurat;
b. Anak yang berhadapan dengan hukum;
c. Anak dari kelompok minoritas dan terisolasi
d. Anak yang dieksploitasi secara ekonomi
e. Anak yang menjadi korban penyalahgunaan dan/atau seksual; narkotika, alkohol,
f.
g.
h.
i.
j.
k.
l.
m.
n.
o.

psikotropika, dan zat adiktif lainnya;


Anak yang menjadi korban pornografi;
Anak dengan HIV/AIDS;
Anak korban penculikan, penjualan,
Anak korban Kekerasan fisik dan/atau psikis;
Anak korban kejahatan seksual;
Anak korban jaringan terorisme; dan/atau perdagangan;
Anak Penyandang Disabilitas;
Anak korban perlakuan salah dan penelantaran;
Anak dengan perilaku sosial menyimpang; dan
Anak yang menjadi korban stigmatisasi dari pelabelan terkait dengan kondisi Orang

Tuanya.
Pasal 76 C
Setiap Orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau

turut serta melakukan Kekerasan terhadap Anak.


Pasal 76 D
Setiap Orang dilarang melakukan kekerasan atau ancaman Kekerasan memaksa Anak

melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain.


Pasal 76 E
Setiap Orang dilarang melakukan Kekerasan atau ancaman Kekerasan, memaksa,
melakukan tipu muslihat, melakukan serangkaian kebohongan, atau membujuk Anak untuk
melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul.
II.2. Perkosaan
II. 2. 1 Definisi

11

Menurut kamus besar bahasa Indonesia yang disusun oleh W.J.S Poerwadarminta,
pengertian perkosaan dilihat dari etiologi atau asal kata yang dapar diuraikan sebagai berikut
(W. J. S Poerwadarminta,1984) :
Perkosa : gagah; paksa; kekerasan; perkasa.
Memperkosa : 1) Menundukan dan sebagainya dengan kekerasan.
2) Melanggar ( menyerang dan sebagainya) dengan kekerasan
Perkosaan : 1) perbuatan memperkosa; penggagahan; paksaan.
2) Pelanggaran dengan kekerasan.
Menurut Soetandy Wignjosoebroto ( seperti yang dikutip oleh Suparman Marzuki
dalam bukunya yang berjudul Pelecehan Seksual, mendefinisikan perkosaan sebagai
berikut : Perkosaan adalah suatu usaha melampiaskan nafsu seksual oleh seorang laki-laki
terhadap seorang perempuan dengan cara yang menurut moral dan atau hukum yang berlaku
melanggar ( Topo Santos, 1997 ).
Menurut Wirdjono Prodjodikoro mengungkapkan bahwa perkosaan adalah :
Seorang laki-laki yang memaksa seorang perempuan yang bukan istrinya untuk bersetubuh
dengan dia, sehingga sedemikian rupa ia tidak dapat melawan, maka dengan terpaksa ia mau
melakukan persetubuhan itu ( Wirdjono Prodjodikoro , 1986 )
Menurut R Sugandhi, mendefinisikan perkosaan adalah sebagai berikut : Seorang
pria yang memaksa pada seorang wanita bukan istrinya untuk melakukan persetubuhan
dengannya dengan ancman kekerasan, yang mana diharuskan kemaluan pria telah masuk ke
dalam lubang kemaluan seorang wanita yang kemudian mengeluarkan air mani ( R.
Sugandhi, 1980 ).
Umumnya negara-negara maju mendefiniskan perkosaan sebagai perbuatan
bersenggama yang dilakukan dengan menggunakan kekerasan ( forc ), menciptakan
ketakutan (fear) atau dengan cara memperdaya ( fraud) ( Dahlan Sofwan, 2007).
Menurut undang undang Republik Indonesia no 27 tahun1998 pasal 285 Kitab
Undang- Undang Hukum Pidana perkosaan didefinisikan Barang siapa dengan kekerasan
atau ancaman kekerasan memaksa perempuan yang bukan istrinya bersetubuh dengannya,
dihukum karna memperkosa, dengan hukuman penjara selama lamanya 12 tahun ( Dahlan
Sofwan, 2007).

12

II. 2. 2. Jenis-jenis Perkosaan


Perkosaan dapat digolongkan sebagai berikut ( Abdul Wahid dan Muhammad Irfan, 2000)
a. Sadistic Rape
Perkosaan sadistik, artinya pada tipe ini seksualitas dan agresif berpadu dalam bentuk
yang merusak pelaku perkosaan telah nampak menikmati kesenangan erotik bukan
melalui hubungan seksnya, melainkan melalui serangan yang mengerikan atas alat
kelamin dantubuh korban.
b. Anger Rape
Yakni penganiyaan seksual yang bercirikan seksualitas yang menjadi sarana untuk
menyatakan dan melampiaskan ras geram dan marah tertahan. Tubuh korban disini
seakan- akan merupakan objek terhadap siapa pelaku yang memproyeksikan pemecahan
atas frustasi-frustasi, kelemahan, kesulitan, dam kekecewaan hidupnya.
c. Domination Rape
Yaitu suatu perkosaan yang terjadi ketika pelaku menccoba untuk gigih atas kekuasaan
superioritas terhadap korban . Tujuannya adalah penakhlukan seksual, pelaku menyakiti
korban, namun ttap ingin berhubungan sekual.
d. Seductive Rape
Suaru perkosaan yang terjadi pada situasi situasi yang merangsang yang tercipta oleh
kedua belah pihak. Pada mulanya korban memutuskan bahwa keintiman personal harus
dibatasi tidak sampai jauh persemggamaannya. Pelaku pada umumnya mempunyai
keyakinan membutuhkan paksaan, oleh karena tanpa itu tidak mempunyai perasaan
bersalah yang menyangkut seks.
e. Victim Precipicated Rape
Visum perkosaan yang terjadi( berlangsung) dengan menempatkan korban sebagai
pencetusnya.
f. Exploitation Rape
Perkosaan yang menunjukan bahwa pada setiap kesempatan melakukan hubungan
seksual yang diperoleh oleh laki=laki dengan mengambil keuntungan yang berlawanan
dengan posisi perempuan yang bergantung padanya secara ekonomis dan sosial.
Misalnya istri yang diperkosa oleh suaminya atau pembantu rumah tangga yang
diperkosa oleh majikannya, sedangkan pembantunya tidak mempersoalkan atau
mengadukan kasusnya ini ke pihak yang berwajib.

13

II. 2. 3. Penyebab Perkosaan


Penyebab perkosaan karena kurangnya pengetahuan tentang seksualitas, kurangnya
kepedulian orang tua terhadap anak dan orang tua merasa cukup untuk menyerahkan pendidikan
di bangku sekolah, selain itu budaya bangsa Indonesia yang menghasruskan anak menerima
perintah orang yang lebih tua dan dominansi hubungan relasi kuasa seperti ayah dengan anak,
kebiasaaan pelaku minum minuman beralkohol, sehingga membuat pelaku tidak dapat menahan
keinginannya untuk berhubungan seksual, maraknya penjualan buku, majalah, video compact
disc (VCD) porno dan minuman keras yang beredar di masyarakat ( Anisa, 2010)

II.2.4 Tindak Pidana Perkosaan Menurut Kitab Undang- Undang Hukum Pidana
Tindak pidana pemerkosaan diatur dalam pasal 285 KUHP, Bab XIV tentang kejahatan
terhadap kesusilaan. Namun demikian ada pasal-pasal lain yang dapat digunakan untuk
menjaring pelaku perkosaan, yaitu pasal 268 dan 287 KUHP, pasal 285 KUHP sifatnya adalah
pasal pokok kasus perkosaan. Ketiga pasal tersebut mengandung unsur yang sama yaitu adanya
persetubuhan diluar perkawinan.
Pasal 285 KUHP berbunyi sebagai berikut :
Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita bersetubuh
dengan dia diluar pernikahan, diancam karena melakukan perkosaan, dengan pidana penjara
negara paling kama dua belas tahun.
Dengan demikian unsur-unsur asal yang terdapat dalam pasal 285 KUHP adalah sebagai berikut :
a. Barang siapa
Jika dimaknai pasal 2, 44, 45, 46, 48, 49, 50, dan 51 KUHP dapat disimpulkan bahwa
barang siapa adalah orang atau subjek tindak pidana adalah orang atau manusia.
b. Kekerasan
Yang dimaksud dengan kekerasan adalah kekuatan fisik atau perbuatan fisik
menyebabkan orang lain secara fisik tidak berdaya tidak mampu melakukan perlawanan
atau pembelaan. Wujud dari kekerasan dalam tindak pidana perkosaan antara lain berupa

14

mendekap, mengikat, menindih, memegang, melukai, dan perbuatan fisik yang secara
objektif dan fisik menyebabkan orang yang terkena tidak berdaya.
c. Ancaman kekerasan
Ancaman kekerasa adalah serangan psikis yang menyebabkan orang menjadi ketakutan
sehingga tidak mampu melakukan pembelaan atas perlawanan atau kekerasan yang belum
diwujudkan tapi yang menyebabkan orang yang terkena tidak mempunyai pilihan lain
selain mengikuti orang yang mengancam dengan kekerasan.
d. Unsur memaksa
Dalam perkosaan menunjukkan adanya pertentangan kehendak antara pelaku dan koraban.
Pelaku ingin bersetubuh, sementara korban tidak ingin. Karenanya tidak ada pemerkosaan
apabila tidak ada pemaksaan dalam arti hubungan itu dilakukan atas dasar suka sama suka.
Jadi tidak ada kekerasan atau ancaman kekerasan bila tidak memaksa.
e. Adanya persetubuhan
Dalam KUHP tidak ditemukan pengertian dari persetubuhan. Persetubuhan dalam arti
biologi adalah suatu perbuatan yang memungkinkan terjadinya kehamilan, sehingga harus
terjadi ereksi penis, penetrasi penis ke dalam vagina, dan ejakulasi penis dalam vagina.
f. Diluar perkawinan
Maksudnya adalah persetubuhan secara paksa dengan kekerasan atau anacaman
kekerasanitu dilakukan terhadap seorang wanita yang bukan istrinya. Hal itu berarti bahwa
seorang suami tidak mungkin dituntut telah melakukan pemerkosaan terhadap istrinya atas
adasar Pasal 285 KUHP. Harus diakui pembuktian dalam tindak pidana pemerkosaan adalah
sangat sulit, sebab pihak yang berwenang harus memastikan benar apakah perbuatan
persetubuhan tersebut dilakukan dengan kekerasan atau ancaman kekerasan.

II.3.Perkosaan Pada Anak Di Bawah Umur


II.3.1 Definisi
Definisi anak dibawah umur tersebut dalam hal ini setarakan dengan sebutan anak.
Pengartian anak tersebut menurut sejarah ialah sebagai berikut: manusia berasal dari Adam dan
Hawa dan dari kedua makluk Tuhan ini lahirlah keturunan yang kemudian beranak pinak
menjadi kelompok kelompok yang semakin membesar berpisah dan berpencarsatu sama lain
berupa suku dan kabilah dan bangsa-bangsa seperti sekarang ini, seperti yang difirmankan
Tuhan dan dan Al-Hujurat.

15

Sedangkan pengertian anak menurut Kamus Bahasa Indonesia adalah keturunan kedua
yang berarti dari seorang pria dan seorang wanita yang melakkan keturunannya, yang dimana
keturunan tersebut secara biologis berasal dari sel telur yang kemudian berkembang biak di
dalam rahim wanita berupa kandungan dan kemudian wanita tersebut pada waktunya nanti
melahirkan keturunannya.
Anak adalah amanah dan karunia Tuhan yang maha Esa, yang dalam dirinya melekat
harkat dan martabat secara keseluruhan . Anak merupakan makluk sosial,hal ini sama dengan
orang dewasa,anak tidak dapat tumbuh dan berkembang sendiri tanpa adanya orang lain. Karena
anak lahir dengan segala kelemahan sehingga tanpa orang lain anak tidak mungkin dapat
mencapai taraf kemanusiaan yang normal. Anak harus kita jaga dan lindungi karena:
a. Anak mempunyai sifat dan ciri khusus
b. Anak sebagai potensi tumbuh kembang bangsa di masa depan
c. Anak tidak dapat melindungi dirinya sendiri dari perlakuan salah dari orang lain.
Anak merupakan tunas, sumber potensi dan generasi muda penerus perjuangan cita-cita
bangsa di masa yang akan datang nantinya. Oleh karena itu harus kita jaga dan kita lindungi dari
perbuatan buruk atau sebagai korban dari perbuatan buruk seseorang.

II.3.2 Kategori Batasan Usia Anak Di Bawah Umur


Untuk dapat mengetahui apakah seseorang itu termasuk anak-anak atau bukan tentu harus
ada batasan yang mengaturnya, dalam hal ini peraturan perundang-udangan di Indonesia yang
mengatur tentang usia yang dikategorikan sebagai anak anatara lain sebagai berikut:
a. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
Didalam kitam Undang - Undang Hukum Pidana yang dikategorikan sebagai anak
terdapat dalam pasal 287 ayat (1) yang intinya usia yang dikategorikan sebagai anak
adalah seseorang yang belum mencapai usia lima belas tahun.
b. Kitab Undang-Undang Hukaum Perdata, yang dikategorikan usia seorang anak adalah
seseorang yang belum dewasa seperti yang tertuang dalam pasal 330 KUHP.
c. Undang-undang No.4 tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak
Dalam Undang-Undang ini pada pasal 1 ayat (2) mengatakan anak adalah seorang yang
belum mencapai batas usia 21 tahun dan belum kawin. dalam pasal tersebut dapat
16

diperhatikan bahwa yang dikategorikan sebagai anak adalah dibawah usia dua puluh satu
tahun dan belum pernah kawin.
d. Undang Undang No.3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak
Di dalam Undang-Undang ini, yang dikategorikan sebagai anak terdapat dalam pasal 1
ayat (1) yang menyebutkan anak adalah orang yang dalam perkara anak nakal telah
mencapai umur 8 tahun tetapi balum mencapai umur 18 tahun dan belum pernah kawin .
Dari penjelasan pasal ini dapat diketahui bahwa yang dikatakan sebagai anak adalah
seorang yang berumur delapan samapi delapan belas tahun.
e. Undang- Undang No.39 Tahun 1999 tentang hak Asasi Manusia
Di dalam Undang-Undang ini, yang dikategorikan sebagai anak terdapat dalam pasal 1
ayat (5) yang menyebutkan anak adalah setiap manusia yang berusia dibawah 18 tahun
dan belum menikah termasuk anak yang masih dalam kandungan apabila hal tersebut
adalah untuk kepentingannya . Menurut pasal ini, yang dikategorikan sebagai anak
f.

adalah mulai dalam kandungan sampai usia delapan belas tahun dan belum menikah.
Undang-Undang No.23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
Di dalam Undang-Undang ini, yang dikategorikan sebagai anak terdapat dalam pasal 1
ayat (1) yang menyebutkan anak adalah seseorang yang berusia dibawah 18 tahun
termasuk anak yang masih dalam kandungan . Menurut pasal tersebut diatas bahwa yang
dikategorikan sebagai adalah yang berusia dibawah delapan belas tahun sampai sampai

dalam kandunagan sekaligus masih dikategorikan sebagai anak.


g. Undang-Undang No.44 tahun 2008 tentang Pornografi
Pada pasal 1 ayat (4) yang menyebutkan anak adalah seseorang yang belum berusia 18
tahun. Yang berarti kategori dikatakan usia anak menurut pasal ini adalah berusia
dibawah delapan belas tahun.
Peraturan perundang - undangan di Indonesia memang tidak seragam dalam menentukan
bagaimanakah dapat dikatakan sebagai anak, akan tetapi dalam setiap perbedaan pemahaman
tersebut, tergantung situasi dan kondisi yang mana akan dipersoalkan nantinya.

II. 3. 3 Bentuk-Bentuk Perlindungan Anak


Anak adalah generasi penerus bangsa dan negara, sehingga anak perlu dilindungi. Usaha
perlindungan terhadap anak khususnya yang menjadi korban kejahatan seksual benar-benar harus
diperhatikan. Perlindungan tersebut dimulai dari pendampingan terhadap korban sampai pada
17

pembinaan mental korban akibat peritiwa yang dialami korban. Adapun beberapa faktor yang
dapat mendukung pelayanan terhadap anak korban kejahatan menurut Arif Gosita antara lain:
a. Keinginan untuk mengembangkan perlakuan adil terhadap anak peningkatan kesejahteraan
anak.
b. Hukum kesejahteraan yang dapat mendukung pelaksanaan pelayanan terhadap anak korban
kejahatan.
c. Sarana yang dapat dimanfaatkan

untuk melaksanakan pelayanan terhadap anak korban

kejahatan.

II. 3. 4 Pelaku Perkosaan


Pelaku perkosaan pada anak di bawah umur dapat juga disebut child molester. Dapat
digolongkan ke dalam lima kategori yaitu (Topo Santoso,1997):
a. Immature: Para pelaku melakukan perkosaan disebabkan oleh ketidakmampuan
mengindentifikasi diri mereka dengan peran seksual sebagai orang dewasa.
b. Frustrated: para pelaku kejahatannya (perkosaan) sebagai reaksi melawan frustasi
seksual yang sifatnya emosional terhadap orang dewasa. Sehingga sering terjadi mereka
beralih kepada anak-anak mereka sendiri (incest) ketika merasa tidak seimbang dengan
istrinya.
c. Sociopathic: Para pelaku perkosaan yang melakukan perbuatannya dengan orang yang
sama sekali asing dengan dirinya, suatu tindakan yang keluar dari kecenderungan agresif
yang terkadang muncul.
d. Pathological: Para pelaku perkosaan yang tidak mampu mengontrol dorongan seksual
sebagai hasil psikosis, lemah mental, kelemahan organ tubuh atau kemerosotan sebelum
e.

waktunya.
Miscellaneous: yang tidak termasuk semua kategori diatas.

II. 3. 5 Efek Pada Korban


Efek Psikologi
Kerusakan psikologi anak korban seksual pada umumnya dapat berakibat jangka panjang
dan jangka pendek. Dampak psikologis, emosional, fisik dan sosialnya meliputi depresi,
18

gangguan stres pasca trauma, kegelisahan, gangguan makan, rasa rendah diri yang buruk,
gangguan identitas pribadi dan kegelisahan. Gangguan psikologis yang umum seperti somatisasi,
sakit saraf, sakit kronis, perubahan perilaku seksual, masalah sekolah atau belajar, dan masalah
perilaku termasuk penyalahgunaan obat terlarang, perilaku menyakiti diri sendiri, kekejaman
terhadap hewan, kriminalitas ketika dewasa dan bunuh diri. Pola karakter yang spesifik dari
gejala- gejala yang belum teridentifikasi.
Sebuah studi yang didanai USA Natinonal Drug abuse menemukan bahwa Diantara
lebih dari 1400 perempuan dewasa, pelecehan seksual pada masa kanak-kanak terkait dengan
ketergantungan obat terlarang, alkohol dan ganguan kejiwaan. Ratio keterkaitan itu sangat
terlihat: misalnya, perempuan yang mengalami pelecehan seksual non kelamin pada masa kecil
2,83 kali besar ketergantungan obat ketika dewasa dibandingkan perempuan normal.

II. 3. 6 Pemeriksaan
II. 3. 6. 1 Anamnesa
Pada umumnya anamnesa yang diberikan oleh orang sakit dapat dipercaya. Sebaliknya
anamnesa yang diperoleh dari korban tidak selalu benar. Terdorong oleh berbagai maksud atau
perasaan, korban mungkin mengatakan hal yang tidak benar. Anamnesa merupakan sesuatu yang
tidak bisa dilihat dan ditemukan oleh dokter, bukan hasil pemeriksaan objektif, jadi anamnesa
tidak dimasukkan ke dalam visum et repertum. Anamnesa dibuat terpisah dan dilampirkan pada
visum et repertum dibawah kalimat keterangan yang diperoleh dari korban. dalam mengambil
anamnesa dokter meminta kepada korban untuk menceritakan segala sesuatu tentang kejadian
itu. Anamnesa terdiri dari bagian yang bersifat umum dan khusus (Fauzih A,Lucyanawati
M,Hanifa I,et al,2008).
a. Umum
19

Umur, tanggal lahir


Status perkawinan
Haid: siklus haid, haid terakhir
Penyakit kelamin dan penyakit kandungan
Penyakit lain
Apakah pernah bersetubuh, kapan persetubuhan terakhir, apakah menggunakan

kondom.
b. Khusus
Waktu kejadian
Kalau antara kejadian dan dilaporkan kejadian pada pihak yang berwajib terpisah
beberapa hari atau beberapa minggu, orang sudah dapat mengira bahwa itu bukan
peristiwa pemerkosaan, tetapi persetubuhan yang pada dasarnya telah disetujui oleh

perempuan yang bersangkutan.


Dimana terjadinya
Informasi ini dapat memberikan petunjuk dalam pencarian trace evidence yang berasal

dari tempat kejadian.


Apakah korban melawan
Jika korban mengadakan perlawanan, pada pakaian mungkin didapatkan robekan, dan
pada tubuh korban mungkin ditemukan tanda-tanda kekerasan. Nail scrapping (goresan
kuku) menunjukkan adanya sel-sel epitel dan darah yang berasal dari penyerang. Pada

penyerang mungkin dapat ditemukan tanda - tanda bekas dilawan.


Apakah korban pingsan
Ada kemungkinan korban menjadi pingsan karena ketakutan, tetapi mungkin juga
koraban dibuat pingsan oleh pelaku dengan pemberian obat-obatan. Dalam hal ini
pengambilan sampel urin dan darah untuk pemeriksaan toksikologi wajib dilakukan.
Apakah telah terjadi penetrasi dan ejakulasi. Apakah setelah kejadian korban mencuci,
mandi dan mengganti pakaian.

II. 1.3.6.2 Pemeriksaan Fisik


Pemeriksaan Umum dan Khusus
a. Umum
Lukisan rupanya (rambut, wajah) rapi atau kusut. Keadaan emosi tenang, sedih,

gelisah dan sebagainya.


Adakah tanda-tanda bekas hilang kesadaran atau tanda-tanda bekas berada di
bawah pengaruh alcohol, obat tidur, atau obat bius. Apakah ada tanda-tanda needle
mark, bila ada maka merupakan indikasi untuk mengambil sampel darah dan urin.

20

Adakah tanda-tanda bekas kekerasan memar atau luka lecet pada daerah mulut,

leher, pergelangan tangan, lengan, paha bagian dalam, punggung.


Adakah trace evidence yang menempel pada tubuh.
Perkembangan alat seks sekunder.
b. Khusus (pemeriksaan daerah genital)
Adakah rambut kemaluan yang melekat menjadi satu karena air mani yang

mongering. Bila ada, rambut tadi digunting untuk diperiksa.


Adakah bercak air mani di sekitar alat kelamin. Bila ada, hapus dengan lidi

berkapas yang dibasahi larutan garam fisiologis.


Pada vulva diteliti adanya tanda bekas kekerasan seperti hiperemis, edema, memar,

dan luka lecet.


Periksa jenis selaput dara, adakah rupture atau tidak. Bila ada, tentukan rupture

lama atau baru dan catat lokasi rupture tersebut. Tentukan besar orifisium.
Periksa frenulum labiorum pudenda dan comissura labiorum posterior utuh atau

tidak.
Periksa vagina dan speculum bila keadaan alat genital memungkinkan.
Periksa tanda-tanda adanya penyakit kelamin.
Periksa tanda-tanda kehamilan.

Hymen annularis

Hymen labiiformis

Hymen semilunaris

Hymen fimbriatus

21

Hymen corolliformis

Hymen eribriformis

Hymen dengan 2 robekan


pada pukul 5 dan pukul 7

Hymen septus atau biforis

Hymen imperforatus

Hymen myrtiformis

Umur Korban
Umur korban snagat perlu ditentukam pada pemeriksaan medis, Karen ahal ini
menentukan jenis delik (delik aduan atau bukan), jenis pasal yang dilanggar dan jumlah
hukuman yang dapat dijatuhkan. Dalam hal korban mengetahui secara pasti tanggal lahirnya
atau umurnya, apalagi jika dikuatkan oleh bukti diri (KTP, SIM, dsb), maka umur dapat
langsung disimpulkan dari hal tersebut. Akan tetapi jika korban tidak mngetahui umurnya
secara pasti maka perlu diperiksa erupsi gigi molar II dan molar III pada usia 17 sampai 21
tahun. Untuk wanita yang telah tumbuh rambut molar II sudah mengalami mineralisasi gigi.
22

Jika setengah sampai seluruh mahkota molar III sudah mengalami mineralisasi (terbentuk),
tapi akarnya belum maka usianya kurang dari 15 tahun. Criteria sudah tidaknya wanita
mengalami haid pertama atau menarche tak dapat dipakai untuk menentukan umur karena
usia menarche saat ini tidak lagi pada usia 15 tahun tetapi seringkali jauh lebih muda dari
itu.

Tanda Kekerasan
Yang dimaksud dengan kekerasan pada detik asusila adalah kekerasan yang
menunjukkan adanya unsure pemaksaan, seperti jejas bekapan pada hidung, mulut dan bibir,
jejas cekik pada leher, kekerasan pada kepala, luka lecet pada punggung atau bokong akibat
penekanan, memar pada lengan atas dan paha akibat pembukaan secara paksa, luka lecet
pada pergelangan tangan akibat pencekalan. Adanya luka-luka jenis ini harus dibedakan
dengan luka-luka akibat foreplay pad persetubuhan yang biasa seperti luka isap
(cupang) pada leher, daerah payudara dan sekitar kemaluan, cakaran pada punggung (yang
sering terjadi saat orgasme). Luka-luka yang terakhir ini memang merupakan kekerasan
tetapi bkan kekerasan yang dimaksud pada delik perkosaan. Adanya luka-luka jenis ini harus
dinyatakan secara jelas dalam kesimpulan visum et repertum untuk menghindari kesalahan
interpretasi oleh aparat penegak hukum. Tanpa adanya kejelasan ini suatu kasus
persetubuhan biasa bisa disalahtafsirkan sebagai perkosaan untuk beberapa jenis obatobatan yang umum digunakan untuk membuat orang mabuk atau pingsan perlu dilakukan,
karena tindakan membuat orang mabuk atau pingsan secara sengaja dikategorikan juga
sebagai kekerasan. Obat-obatan yang perlu diperiksa adalah obat penennang, alcohol, obat
tidur, obat perangsang (termasuk acstasy).

Tanda Persetubuhan
Tanda penetrasi biasanya hanya jelas ditemukan pada korban yang masih kecil
atau belum pernah melahirkan atau multipara. Pada korban-korban ini penetrasi dapat
menyababkan terjadinya robekan selaput dara sampai ke dasar pada lokasi pukul 5 sampai 7,
luka lecet, memar sampai luka robek baik di daerah liang vagina, bibir kemaluan maupun
daerah perineum. Adanya penyakit keputihan akibat jamur Candida misalnya dapat
menunjukan adanya erosi yang dapat disalah artikan sebagai luka lecet oleh pemeriksa yang
kurang berpengalaman. Tidak ditemukannya luka-luka tersebut pada korban yang bukan
multipara tidak menyingkirkan kemungkinan adanya penetrasi. Tanda ejakulasi bukanlah
23

tanda yang harus ditemukan pada persetubuhan, meskipun adanya ejakulasi memudahkan
kita secara pasti menyatakan bahwa telah terjadi persetubuhan. Ejakulasi dibuktikan dengan
pemeriksaan ada tidaknya sperma dan komponen cairn mani.

Robekan hymen dengan dugaan kekerasan seksual

Pelaku Pemerkosaan
Aspek pelaku pemerkosan merupakan aspek yang paling sering dilupakan oleh
dokter. Padahal tanpa adanya pemeriksaan kearah ini, walaupun telah terbukti adanya
kemungkinan pemerkosaan. Amatlah sulit menuduh seseorang sebagai pelaku pemerkosaan.
Untuk mendapatkan informasi ini dapat dilakukan pemeriksaan kutikula rambut dan
pemeriksaan golongan darah dan pemeriksaan DNA dari sampel yang positif sprema atau air
maninya.

II.3.6.3 Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan Cairan Vagina


Sebelum dilakukan pemeriksaan laboratorium perlu dilakukan pengambilan sampel. Sampel
didapat dari cairan vagina untuk pemeriksaan air mani dan secret uretra untuk pemeriksaan
pnenyakit kelamin. Cairan vagina disedot dengan pipet Pasteur, atau diambil dengan ose.
Pada anak-anak atau jika selaput dara utuh sebaiknya pengambilan bahan diabatasi sampai

vestibulum.
Penentuan Spermatozoa
Tanpa Pewarnaan :
Setetes cairan vagina diletakan di atas kaca benda dan diperiksan dengan pembesaran 500
kali dengan kondensor diturunkan. Perhatikan apakah spermatozoa bergerak. Dapat
diambil sebagai patokan bahwa spermatozoa masih bergerak kira-kira 4 jam postkiotal.
Dengan Pewarnaan :

24

Buat sediaan apus dari cairan vagina pada kaca benda, keringkan di udara, fiksasi dengan
api, warnai dengan Malachite-green 1% dalam air, tunggu 10-15 menit, cuci dengan air,
warnai dengan eosin-yellowish 1% dalam air, tunggu 1 menit, cuci dengan air, keringkan
dan diperikasa dibawah mikroskop. Hasil yang diharapkan adalah bagian basis kepala

sperma berwarna ungu, bagian hidung berwarna merah muda.


Penentuan Cairan Mani
Reaksi Asam Fosfatase
Cairan mani menunjukkan aktifitas enzim fosfatase yang tinggi, rata-rata 2500 unit K.A,
sedangkan dalam secret vagina, setelah 8 hari tidak melakukan hubungan seks,
ditemukan 0-6 unit. Sebagai reagen digunakan brentamin fast blue b yang dilarutkan di
dalam larutan buffer yang telah ditambah sodium a-naphtyl fosfat. Enzim asam fosfatase
menghidrolisis a-naphty fosfat, a-naphtol yang telah dibebaskan bereaksi dengan
brentamine di atas kertas saring, disemprotkan dengan reagen, ditentukan dalam beberapa
detik warna violet timbul (reaction time). Davis dan Wilson menyatakan bahwa bila
waktu reaksi kurang dari 30 detik dapat dianggap indikasi baik dan adanya cairan mani,
jika kurang dari 65 detik dapat dianggap sebagai indikasi cukup, tetapi masih perlu
dikuatkan dengan pemeriksaan elektroforetik. Waktu reaksi yang lebih dari 65 detik
belum dapat menyengkirkan sepenuhnya adanya cairan mani, karena pernah ditemukan
waktu reaksi yang lebih dari 65 detik, tetapi spermatozoa ditemukan.
Tes Florence
Cairan vagina ditetesi dengan larutan yodium. Kristal yang terbentuk diamati di bawah
mikroskop. Hasil yang diharapkan tampak Kristal-kristal kholin-peryodida tampak
berbentuk jarum-jarum yang berwarna coklat.
Tes Berberio
Cairan vagina ditetesi larutan pikrat, kemudian kristal yang bebrbentuk diamati di bawah
mikroskop. Hasil yang diharapkan adalah terbentuknya Kristal-kristal spermin pikrat
berbentuk rhombik atau jarum kompas yang berwarna kuning kehijauan.
Elektroimmunodifusi
Digunakan serum anti air mani manusia. Selain spesifik terhadap antigen manusia, serum
ini juga mengandung zat anti terhadap enzim fosfatase. Apabila serum ini direaksikan
dengan air mani akan terbentuk enzim antibody kompleks yang ternyata masih memiliki
sifat enzimatik dan dapat dinyatakan dengan reagen asam phosphate. Sebagai medium
digunakan plat agar yang mengandung serum anti dakam konsentrasi kecil.

25

Pemeriksaan Air Mani yang Terdapat Pada Pakaian


Visual
Tampak sebagai bercak yang berbatas jelas dan lebih gelap dari sekitarnya. Bercak yang
sudah agak tua berwarna sedikit kekuning kuningan. Pada bahan sutera atau nilon
batasnya sering tidak jelas, tetapi selalu lebih gelap dari sekitarnya.
Sinar ultraviolet
Menunjukan flouresensi putih. Apa yang menyebakan hal ini tidak diketahui. Cara ini
kurang memuaskan. Bercak air mani pada sutera buatan, nilon, biasanya tidak
memberikan flourosensi. Bahan makanan, urine, sekret vagina juga sering menimbulkan
flouresensi.
Taktil diraba dengan ari ari tangan terasa kaku seperti cairan kanji yang tidak menyerap.
Bila diraba permukaan bercak terasa kasar.
Penapisan dengan reagen asam fosfatse. Selembar kertas saring yang dibasahi dengan
aqua destilata dilekatkan diatas pakaian atau sprei yang diperiksa. Setelah 5 10 menit
kertas saring diangkat, didiamkan sampai hampir kering dan disemprot dengan reagen.
Akan terbentuk bercak violet, kertas saring diletakan kembali di atas bahas sesuai dengan

letaknya semula. Dengan demikian letak bercak mani pada bahan dapat dilokasi.
Pemeriksaan tersangka pelaku persetubuhan
Pemeriksaan terhadap tersangka pelaku kejahatan kesusilaan dapat dilakukan melalui
pemeriksaan langsung dan pemeriksaan laboratorium, setelah sebelumnya dapat dilakuan
wawancara. Pemeriksaan langsung dapat dilakukan terhadap pakaian. Perlu dicatat adanya
bercak semen, darah, dan lain lain pada pakaian tersangka. Penentuan golongan darah
penting untuk dilakukan. Mungkin dapat ditentukan tanda tanda bekas kekerasan akibat
perlawanan oleh korban. Pemeriksaan laboratorium terhadap tersangka pelaku dilakukan
untuk menentukan apakah seorang pria baru melakukan persetubuhan dengan mencari ada
tidaknya sel epitel vagina pada glans penis. Bahan pemeriksaan yang digunakan adalah
cairan yang masih melekat di sekitar corona glandis. Pemeriksaan dilakukan dengan cara
menekankan kaca objek pada glans penis, daerah korona, atau frenulum, kemudian diletakan
terbalik di atas cawan yang berisi larutan lugol. Uap yodium akan mewarnai lapisan pada
kaca objek tersebut. Sitoplasma sel epitel vagina akan berwarna coklat tua karena
mengadung glikogen. Warna coklat tadi cepat hilang namun dengan meletakan kembali
sediaan di atas cairan lugol maka warna coklat akan kembali lagi. Pada sedian ini dapat pula
ditemukan adanya spermatozoa.
26

Pemeriksaan DNA
Pertama kali diperkenalkan oleh Jeffrey pada tahun 1985. Beliau menemukan bahwa pita
DNA dari setiap individu dapat dilacak secara simultan pada banyak lokus sekaligus dengan
pelacak DNA (DNA probe) yang diciptakannya. Pola DNA ini dapat divisualisasikan berupa
urutan pita pita yang berbaris membentuk susunan yang mirip dengan gambaran barcode
pada barang disupermarket. Uniknya ternyata pita pita DNA ini bersifat spesifik individu,
sehingga tidak ada orang yang memiliki pita yang sama persis dengan orang lain. Pada kasus
perkosaan ditemukannya pita pita DNA dari benda bukti atau korban yang ternyata identik
dengan pita pita DNA tersangka menunjukan bahwa tersangkalah yang menjadi donor
sperma. Adanya kemungkinan percampuran antara sperma pelaku dan cairan vagina tidak
menjadi masalah, karena pada proses kedua jenis DNA ini dapat dipisahkan satu sama lain.
Satu satunya kesalahan yang mungkin terjadi adalah kalau pelakunya memiliki saudara
kembar identik. Perkembangan lebih lanjut

pada bidang forensic adalah ditemukannya

pelacak DNA yang hanya melacak satu lokus saja ( single locus probe ). Berbeda dengan
teknik jeffreys yang menghasilkan banyak

pita, disini pita yang muncul hanya 2.

Penggunaan metode ini pada kasus perkosaan sangat menguntungkan karena ia dapat
digunakan untuk membuat perkiraan jumlah pelaku pada kasus perkosaan dengan pelaku
lebih dari satu. Ditemukannya metode penggandan DNA secara enzimatik (polymerase
Chain Reaction atau PCR ) membuka lebih banyak kemungkinan pemeriksaan DNA.
Dengan metode ini bahan sampel yang sangat sedikit jumlahnya tidak lagi menjadi masalah
karena DNAnya dapat diperbanyak jutaan sampai milyaran kali lipat di dalam mesin yang
dinamakan mesin PCR atau thermocycler. Dengan metode ini waktu pemeriksaan juga
banyak dipersingkat, lebih sensitif serta lebih spesifik pula. Pada metoda ini analisis DNA
dapat dilakukan dengan system dotblot yang berbentuk bulatan berwarna biru, sitem
elektroforesis yang berbentuk pita DNA atau dengan pelacakan urutan basa dengan metode
sekuensing.

27

BAB III
PENUTUP
III. 1. Kesimpulan
Pemerkosaan adalah perbuatan bersenggama yang dilakukan dengan menggunakan
kekerasan (force), menciptakan ketakutan (fear) atau dengan cara memperdaya (fraund), dimana
korbannya bisa menimpa berbagai golongan umur, salah satunya adalah anak dibawah umur,
menurut KUHP dalam pasal 287 ayat (1) yang intinya usia yang dikategorikan sebagai anak
adalah seseorang yang belum mencapai usia lima belas tahun. Di Indonesia Komnas
Perlindungan Anak mencatat sepanjang tahun 2011 tercatat 1.020 atau setara dengan dengan
62,7% anak mengalami kekerasan seksual dalam bentuk sodomi, perkosaan, dan pencabulan
selebihnya adalah kekerasan fisik dan psikis. Menurut jenisnya perkosaan terdiri dari perkosaan
yang pelakunya sudah dikenal korban dan oleh orang tidak dikenal. Terjadinya tindak perkosaan
disebabkan oleh banyak hal yaitu kurangnya pengetahuan tentang seksualitas, kurangnya
kepedulian orang tua terhadap anak. Perkosaan pada anak akan menimbulkan dampak,
psikologis, emosional, fisik dan sosialnya meliputi depresi, gangguan stress paksa trauma,
kegelisahan, gangguan makan, rasa rendah diri yang buruk, gangguan indentitas pribadi dan
kegelisahan. Gangguan psikologis yang umum seperti somatisasi, sakit saraf, sakit kronis,
perubahan prilaku seksusal, masalah sekolah atau belajar, dan masalah prilaku termasuk
penyalahgunaan obat terlarang, perilaku menyakiti diri sendiri, kekejaman terhadap hewan,
kriminalitas ketik dewasa dan bunuh diri. Dilihat dari aspek hukum perkosaan masuk dalam
KUHP pasal 285, 286 dan 287.
Sebagai dokter apabila mendapat kasus pasien perkosaan, perrtama yang kita minta
adalah surat permintaan visum, kemudian kita lakukan pemeriksaan dimana pada kasus
perkosaan akan ditemukan tanda tanda kekerasan dn persetubuhan, untuk membuktikan pelaku

28

perkosaan dibutuhkan pemeriksaan labortorium yaitu: Tes DNA dan golongan darah. Kemudian
kita tuangkan seluruh hasil pemriksaan kedalam surat Visum Et Repertum.

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Wahid dan Muhammad Irfan, Op Cit, halaman : 46 47


Dahlan Sofwan. 2007, Ilmu kedokteran forensic, Badan Penerbit Universitas Diponegoro,
Semarang.
Fauzi A, Lucyanawati M, Hanifa L, et al. 2008, Kekerasan Terhadap Perempuan.
http://www.tribunais.tl/trirburnais/files/Codigo_Penal_Indonesio_(Bahasa_Indonesio).pdf
http;//www.Forensikkliniku.webs.com
IASC, The Inter-Agency Standing Committee, 2005. Panduan Pencegahan Kekerasan Berbasis
Gender Masa Keadaan Kedaruratan Kemanusiaan : Berfokus pada Pencegahan dan
Penanganan Kekerasan Seksual. Geneva:IASC.
Marzuki Suparman et.al. 1997, Pelecehan Seksual, Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia,
Yogyakarta.
Poerwadarminta W. J. S. 1984, Kamus Umum Bahasa Indonesia, PN Balai Pustaka, Jakarta.
Prodjodikoro Wirdjono. 1986, Tindak-tindak Pidana Tertentu di Indonesia, Eresco, Bandung,
Sugandhi R. 1980, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dengan Penjelasannya, Usaha
Nasional, Surabaya.
RI, Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak
RI, Kitab Undang - Undang Hukum Pidana ( KUHP ) Pasal 285, 286, 287 tentang Kejahatan
terhadap Kesusilaan.
RI, Undang Undang Dasar 1945, Indonesia.
29

Santoso Topo. 1997, Seksualitas dan Hukum Pidana, IND-HILL-CO, Jakarta


The Royal College of Paediatric and Child Health The Association of Forensic Physicians.
Guidance on Paediatric Forensic Examination in Relation to Possible Child Sexual
Abuse, 2004.
UCSC. 2010. Rape Prevention Education. USA; University of Carolina Santa Cruz. (Online).
Tersedia : http://healthcenter.ucsc.edu. [ diakses : 15 Juni 2016 ].
USLEGAL. 2010 Incest Law and Legal Definition. New York. (online). Tersedia
http://definition.uslegal.com/i//incest [ diakses : 15 Juni 2016 ]

30

You might also like