You are on page 1of 41

BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

HASIL SURVEY

DAN KEDOKTERAN KOMUNITAS

JULI 2013

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN

KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA (K3)


PETUGAS PENGAMBIL KONTROL DARAH DI LABORATORIUM

Di Susun Oleh:
Nur Rahmah Rasyid

C111 08 134

Irfan Wahyu Jatmiko

C111 06 065

Supervisor:

dr. Sultan Buraena, MS, SpOK


DIBAWAKAN DALAM RANGKA KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2013

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah salah satu
bentuk upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari
pencemaran lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari
kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat
meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja.Kecelakaan kerja tidak saja
menimbulkan korban jiwa maupun kerugian materi bagi pekerja dan pengusaha,
tetapi juga dapat mengganggu proses produksi secara menyeluruh, merusak
lingkungan yang pada akhirnya akan berdampak pada masyarakat luas.(1)
Kecelakaan kerja adalah kejadian yang tidak terduga dan tidak
diharapkan.Biasanya

kecelakaan

menyebabkan,

kerugian

material

dan

penderitaan dari yang paling ringan sampai kepada yang paling berat. (1)
Kecelakaan di laboratorium dapat berbentuk 2 jenis yaitu :(1),(2)
1. Kecelakaan medis, jika yang menjadi korban pasien
2. Kecelakaan kerja, jika yang menjadi korban petugas laboratorium itu
sendiri.
Penyebab kecelakaan kerja dapat dibagi dalam kelompok (1)
1. Kondisi berbahaya (unsafe condition), yaitu yang tidak aman dari:
a. Mesin, peralatan, bahan dan lain-lain
b. Lingkungan kerja
c. Proses kerja
d. Sifat pekerjaan
e. Cara kerja
2. Perbuatan berbahaya (unsafe act), yaitu perbuatan berbahaya dari manusia,
yang dapat terjadi antara lain karena:
a. Kurangnya pengetahuan dan keterampilan pelaksana
b. Cacat tubuh yang tidak kentara (bodily defect)

c. Keletihanan dan kelemahan daya tahan tubuh.


d. Sikap dan perilaku kerja yang tidak baik
Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan Kecelakaan Kerja (KK) di kalangan
petugas kesehatan dan non kesehatan kesehatan di Indonesia belum terekam
dengan baik.Jika kita pelajari angka kecelakaan dan penyakit akibat kerja di
beberapa negara maju (dari beberapa pengamatan) menunjukan kecenderungan
peningkatan prevalensi.Sebagai faktor penyebab, sering terjadi karena
kurangnya kesadaran pekerja dan kualitas serta keterampilan pekerja yang
kurang memadai. Banyak pekerja yang meremehkan risiko kerja, sehingga
tidak menggunakan alat-alat pengaman walaupun sudah tersedia.(1),(3)
B. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum :
Untuk mendapatkan informasi tentang aspek Kesehatan dan Keselamatan
Kerja

(K3)

pada

petugas

pengambil

kontrol

darah

di

laboratorium Rumah Sakit Ibnu Sina.


2. Tujuan Khusus :
a. Untuk mendapatakan informasi tentang faktor hazard yang dialami
petugas pengambil kontrol darah di laboratorium RS Ibnu Sina.
b. Untuk mendapatkan informasi tentang alat kerja yang digunakan yang
dapat mengganggu kesehatan petugas pengambil kontrol darah
di laboratorium RS Ibnu Sina.

c. Untuk mendapatkan informasi tentang Alat Pelindung Diri (APD)


yang digunakan petugas pengambil kontrol darah di laboratorium RS
Ibnu Sina.

d. Untuk mendapatkan informasi tentang ketersediaan obat Pertolongan


Pertama

Pada

Kecelakaan

(P3K)

di

tempat

kerja

petugas

pengambil kontrol darah di laboratorium RS Ibnu Sina.

e. Untuk mendapatkan informasi tentang pemeriksaan kesehatan yang


pernah dilakukan seseuai peraturan (sebelum kerja, berkala, berkala
khusus) RS Ibnu Sina.

f. Untuk mendapatkan informasi tentang Peraturan Pimpinan Rumah


Sakit Ibnu Sina tentang K3 di tempat kerja.

g. Untuk mendapatkan informasi tentang keluhan atau penyakit yang


dialami

yang

berhubungan

dengan

pekerjaan

pada

petugas

pengambil kontrol darah di laboratorium RS Ibnu Sina.

h. Untuk mendapatkan informasi tentang upaya Kesehatan dan


Keselamatan

Kerja

penggukuran/pemantauan
berhubungan

(K3)

dalam

lingkungan

penyuluhan/pelatihan,
tentang

hazard

yang

dengan pekerjaan pada petugas pengambil kontrol

darah di laboratorium RS Ibnu Sina.


C. Manfaat Penelitian
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah ilmu
pengetahuan dan memicu penelitian lainnya, serta menjadi bahan
masukan bagi instansi terkait dalam menentukan arah kebijakan
kesehatan di masa yang akan dating khususnya yang berkaitan dengan
kesehatan dan keselamatan kerja pada petugas laboratorium sehingga
dapat meningkatkan upaya pencegahan di kemudian hari.
2. Bagi instalasi kesehatan yang bersangkutan merupakan informasi
yang berharga utnuk meningkatkan kewaspadaan dan pengetahuan
sehubungan dengan Kesehatan dan Keselamatan Kerja pada petugas
laboratorium ke depan.
3. Bagi peneliti sendiri penelitian ini merupakan pengalaman yang
berharga dalam memperluas wawasan dan pengetahuan tentang
Kesehatan dan Keselamatn Kerja pada petugas laboratorium.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
.
A. Faktor Risiko Hazard Petugas Laboratorium Pengambil Darah
Seiring dengan kemajuan IPTEK, khususnya kemajuan teknologi
laboratorium, maka risiko yang dihadapi petugas laboratorium semakin
meningkat. Dalam menjalankan aktivitas kerja, petugas kesehatan tidak bisa
terbebas dari resiko terjadinya kecelakaan kerja. Faktor risiko sehubungan
dengan kondisi patologis yang mungkin dapat terjadi pada petugas di lingkungan
laboratorium, yaitu : (1),(3),(4)
a. Faktor Biologis
Lingkungan kerja pada Pelayanan Kesehatan adalah

favorable bagi

berkembang biaknya strain kuman. Virus yang menyebar melalui kontak dengan
darah dan sekreta (misalnya HIV dan Hep. B) dapat menginfeksi pekerja hanya
akibat kecelakaan kecil dipekerjaan, misalnya karena tergores atau tertusuk jarum
yang terkontaminasi virus.
b. Faktor Kimia
Petugas di laboratorium kesehatan yang sering kali kontak dengan bahan
kimia dan obat-obatan seperti antibiotika, demikian pula dengan solvent yang
banyak digunakan dalam komponen antiseptik, desinfektan dikenal sebagai zat
yang paling karsinogen.Semua bahan cepat atau lambat ini dapat memberi
dampak negatif terhadap kesehatan mereka. Gangguan kesehatan yang paling
sering adalah dermatosis kontak akibat kerja yang pada umumnya disebabkan
oleh iritasi dan hanya sedikit saja oleh karena alergi.Bahan toksik jika tertelan,
terhirup atau terserap melalui kulit dapat menyebabkan penyakit akut atau kronik,
bahkan kematian. Bahan korosif akan mengakibatkan kerusakan jaringan yang
irreversible pada daerah yang terpapar.

c. Faktor Ergonomi
Ergonomi sebagai ilmu, teknologi dan seni berupaya menyerasikan alat,
cara, proses dan lingkungan kerja terhadap kemampuan, kebolehan dan batasan
manusia untuk terwujudnya kondisi dan lingkungan kerja yang sehat, aman,
nyaman dan tercapai efisiensi yang setinggi-tingginya.. Sebagian besar pekerja di
perkantoran atau Pelayanan Kesehatan pemerintah, bekerja dalam posisi yang
kurang ergonomis, misalnya tenaga operator peralatan, hal ini disebabkan
peralatan yang digunakan pada umumnya barang impor yang disainnya tidak
sesuai dengan ukuran pekerja Indonesia. Posisi kerja yang salah dan dipaksakan
dapat menyebabkan mudah lelah sehingga kerja menjadi kurang efisien dan
dalam jangka panjang dapat menyebakan gangguan fisik dan psikologis (stress)
dengan keluhan yang paling sering adalah nyeri pinggang kerja (low back pain).
d. Faktor Fisik
Faktor fisik di laboratorium kesehatan yang dapat menimbulkan masalah
kesehatan kerja meliputi:
1. Kebisingan, getaran akibat mesin dapat menyebabkan stress dan ketulian
2. Pencahayaan yang kurang di ruang kamar pemeriksaan, laboratorium, ruang
perawatan dan kantor administrasi dapat menyebabkan gangguan penglihatan
dan kecelakaan kerja.
3. Suhu dan kelembaban yang tinggi di tempat kerja
4. Terimbas kecelakaan/kebakaran akibat lingkungan sekitar.
5. Terkena radiasi
Khusus untuk radiasi, dengan berkembangnya teknologi pemeriksaan,
penggunaannya meningkat sangat tajam dan jika tidak dikontrol dapat
membahayakan petugas yang menangani.
e. Faktor Psikososial
Beberapa contoh faktor psikososial di laboratorium kesehatan yang dapat
menyebabkan stress :

1. Pelayanan kesehatan sering kali bersifat emergency dan menyangkut hidup


mati seseorang. Untuk itu pekerja di laboratorium kesehatan di tuntut untuk
memberikan pelayanan yang tepat dan cepat disertai dengan kewibawaan dan
keramahan-tamahan
2. Pekerjaan pada unit-unit tertentu yang sangat monoton.
3. Hubungan kerja yang kurang serasi antara pimpinan dan bawahan atau
sesama teman kerja.
4. Beban mental karena menjadi panutan bagi mitra kerja di sektor formal
ataupun informal.
B. Alat - Alat Kerja yang Berpotensi Mengganggu Kesehatan Petugas
Pengambil Darah di Laboratorium
Petugas laboratorium merupakan orang pertama yang terpajan terhadap
bahan kimia yangmerupakan bahan toksik korosif, mudah meledak dan terbakar
serta melibatkan bahan biologi. Selain itu dalam pekerjaannya menggunakan
alat-alat yang mudah pecah, radiasi serta alat-alat elektronik dengan voltase yang
mematikan, dan melakukan percobaan dengan penyakit yang dimasukan ke
jaringan hewan percobaan.(1)
Pengambilan darah atau flebotomi merupakan prosedur pengambilan
sampel yang paling umum di laboratorium. Meski sudah dilakukan berabadabad, masih banyak orang yang enggan melakukannya dengan berbagai alasan,
seperti: takut jarum suntik terinfeksi penyakit akibat penggunaan jarum bekas,
takut akan rasa sakit, khawatir sampelnya tertukar dengan yang lain. Di sisi lain,
laboratorium harus mengambil sampel darah dengan prosedur yang benar, demi
keamanan dan keselamatan pasien (patient safety), untuk menghasilkan sampel
yang berkualitas dan hasil pemeriksaan yang akurat, dan tentu saja yang
memperhitungkan keamanan & keselamatan petugas flebotomi. (5)

C. Alat Pelindung Diri (APD) yang Digunakan Petugas Pengambil Kontrol


Darah Di Laboratorium

Untuk menghindari risiko dari kecelakaan dan terinfeksinya petugas


laboratorium khususnya pada laboratorium kesehatan sebaiknya dilakukan
tindakan pencegahan seperti pemakaian alat pelindung diri, apabila petugas
laboratorium tidak menggunakan alat pengaman, akan semakin besar
kemungkinan petugas laboratorium terinfeksi bahan berbahaya, khususnya
berbagai jenis virus.(6)
APD adalah seperangkat alat yang digunakan untuk melindungi
sebagian atau seluruh tubuh dari potensi bahaya atau kecelakaan kerja .
APD merupakan suatu alat yang dipakai tenaga kerja dengan maksud
menekan atau mengurangi resiko masalah kecelakaan akibat kerja yang
akibatnya dapat timbul kerugian bahkan korban jiwa atau cedera.(7)
APD yang disediakan harus memenuhi syarat, yaitu:

(8)

1. Harus memberikan perlindungan yang cukup terhadap bahaya yang


dihadapi tenaga kerja/sesuai dengan sumber bahaya yang ada.
2. Tidak mudah rusak.
3. Tidak mengganggu aktifitas pemakai.
4. Mudah diperoleh dipemasaran.
5. Memenuhi syarat spesifik lain.
6. Nyaman dipakai.

APD dapat berkisar dari yang sederhana hingga relatif lengkap, seperti
baju yang menutup seluruh tubuh pemakai yang dilengkapi dengan masker
khusus dan alat bantu pernafasan yang dikenakan dikala menangani tumpahan
bahan kimia yang sangat berbahaya. APD yang sering dipakai antara lain;
proteksi kepala (misalnya helm), proteksi mata dan wajah (misalnya
pelindung muka, kacamata pelindung), respirator (misalnya masker dengan
filter), pakaian pelindung (misalnya baju atau jas yang tahan terhadap bahan
kimia), dan proteksi kaki (misalnya sepatu tahan bahan kimia yang menutupi
kaki hingga mata kaki).(6)
8

1. Perlindungan Mata dan Wajah. (6)

Proteksi mata dan wajah merupakan persyaratan yang mutlak yang harus
dikenakan oleh pemakai dikala bekerja dengan bahan kimia. Hal ini dimaksud
untuk melindungi mata dan wajah dari kecelakaan sebagai akibat dari
tumpahan bahan kimia, uap kimia, dan radiasi. Secara umum perlindungan
mata terdiri dari :
a. Kacamata pelindung
b. Goggle
c. Pelindung wajah

Pelindung mata special (goggle yang menyatu dengan masker khusus


untuk melindungi mata dan wajah dari radiasi dan bahaya laser).
Pelindung mata melindungi petugas kesehatan dari
cipratan

darah

atau

cairan

tubuh

lainnya

yang

terkontaminasi dengan pelindung mata.


2.

Perlindungan Badan (6)


Baju yang dikenakan selama bekerja di laboratorium, yang dikenal
dengan sebutan jas laboratorium ini, merupakan suatu perlengkapan yang
wajib dikenakan sebelum memasuki laboratorium. Jas laboratorium yang
kerap sekali dikenal oleh masyarakat pengguna bahan kimia ini terbuat
dari katun dan bahan sintetik. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan
ketika Anda menggunakan jas laboratorium, kancing jas laboratorium
tidak boleh dikenakan dalam kondisi tidak terpasang dan ukuran dari jas
laboratorium pas dengan ukuran badan pemakainya.
Jas laboratorium merupakan pelindung badan dari tumpahan bahan
kimia dan api sebelum mengenai kulit pemakainya. Jika jas laboratorium
terkontaminasi oleh tumpahan bahan kimia, lepaslah jas tersebut
secepatnya. Selain jas laboratorium, perlindungan badan lainnya adalah
Apron dan Jumpsuits. Apron sering kali digunakan untuk memproteksi
diri dari cairan yang bersifat korosif dan mengiritasi. Perlengkapan yang
berbentuk seperti celemek ini biasanya terbuat dari karet atau plastik.
9

Untuk apron yang terbuat dari plastik, perlu digarisbawahi, bahwa tidak
dikenakan pada area larutan yang mudah terbakar dan bahan-bahan kimia
yang dapat terbakar yang dipicu oleh elektrik statis, karena apron jenis ini
dapat mengakumulasi loncatan listrik statis.
Jumpsuits atau dikenal dengan sebutan baju parasut ini
direkomendasikan untuk dipakai pada kondisi beresiko tinggi (misalnya
ketika menangani bahan kimia yang bersifat karsinogenik dalam jumlah
yang sangat banyak). Baju parasut ini terbuat dari material yang dapat
didaur ulang. Bahan dari peralatan perlindungan badan ini haruslah
mampu memberi perlindungan kepada pekerja laboratorium dari percikan
bahan kimia, panas, dingin, uap lembab, dan radiasi.
3. Pelindungan Tangan (6)

Kontak pada kulit tangan merupakan permasalahan yang sangat


penting apabila Anda terpapar bahan kimia yang korosif dan beracun.
Sarung tangan menjadi solusi bagi Anda. Tidak hanya melindungi tangan
terhadap karakteristik bahaya bahan kimia tersebut, sarung tangan juga
dapat memberi perlindungan dari peralatan gelas yang pecan atau rusak,
permukaan benda yang kasar atau tajam, dan material yang panas atau
dingin.
Bahan kimia dapat dengan cepat merusak sarung tangan yang Anda
pakai jika tidak dipilih bahannya dengan benar berdasarkan bahan kimia
yang ditangani. Selain itu, kriteria yang lain adalah berdasarkan pada
ketebalan dan rata-rata daya tembus atau terobos bahan kimia ke kulit
tangan. Sarung tangan harus secara periodik diganti berdasarkan
frekuensi pemakaian dan permeabilitas bahan kimia yang ditangani. Jenis
sarung tangan yang sering dipakai di laboratorium, diantaranya, terbuat
dari bahan karet, kulit dan pengisolasi (asbestos) untuk temperatur tinggi.
Jenis karet yang digunakan pada sarung tangan, diantaranya adalah
karet butil atau alam, neoprene, nitril, dan PVC (Polivinil klorida).
Semua jenis sarung tangan tersebut dipilih berdasarkan bahan kimia yang
akan ditangani. Sebagai contoh, sarung tangan yang terbuat dari karet
10

alam baik apabila Anda bekerja dengan Ammonium hidroxida, tetapi


tidak baik bila bekerja dengan Dietil eter.
4.

Perlindungan Pernafasan (6),(7)


Kontaminasi bahan kimia yang paling sering masuk ke dalam tubuh
manusia adalah lewat pernafasan. Banyak sekali partikel-partikel udara,
debu, uap dan gas yang dapat membahayakan pernafasan. Laboratorium
merupakan salah satu tempat kerja dengan bahan kimia yang
memberikan efek kontaminasi tersebut. Oleh karena itu, para pekerjanya
harus memakai perlindungan pernafasan, atau yang lebih dikenal dengan
sebutan masker, yang sesuai. Masker dipakai untuk menahan
cipratan yang keluar dari sewaktu petugas kesehatan atau
petugas bedah bicara, batuk, bersin dan juga mencegah
cipratan darah atau cairan tubuh yang terkontaminasi
masuk ke dalam hidung atau mulut petugas kesehatan.
Pemilihan masker yang sesuai didasarkan pada jenis kontaminasi,
kosentrasi, dan batas paparan. Beberapa jenis perlindungan pernafasan
dilengkapi dengan filter pernafasan yang berfungsi untuk menyaring
udara yang masuk. Filter masker tersebut memiliki masa pakai. Apabila
tidak dapat menyaring udara yang terkontaminasi lagi, maka filter
tersebut harus diganti.
Dari informasi mengenai beberapa APD diatas, maka setiap
pengguna bahan kimia haruslah mengerti pentingnya memakai APD yang
sesuai sebelum bekerja dengan bahan kimia. Selain itu, setiap APD yang
dipakai harus sesuai dengan jenis bahan kimia yang ditangani. Semua hal
tersebut tentunya mempunyai dasar, yaitu kesehatan dan keselamatan
kerja di laboratorium.
Ungkapan mengatakan bahwa "Lebih baik mencegah daripada
mengobati". APD merupakan solusi pencegahan yang paling mendasar
dari segala macam kontaminasi dan bahaya akibat bahan kimia. Jadi,
tunggu apa lagi. Gunakanlah APD sebelum bekerja dengan bahan kimia.

11

Dalam program pengadaan APD untuk melindungi tenaga kerja

dalam bekerja, maka penyimpanan, pemeliharaan APD sebaiknya dibilik


yang sangat sensitif terhadap perubahan tertentu, waktu kadaluarsanya
dan tidak akan menimbulkan alergi terhadap sipemakai serta tidak
menularkan penyakit.(8)
D. Pentingnya Ketersediaan Kotak Pertolongan Pertama pada Kecelakaan
(P3K) bagi Petugas Laboratorium
Variasi, ukuran, tipe dan kelengkapan laboratorium menentukan
kesehatan dan keselamatan kerja. Penting bagi setiap laboratorium dan
petugasnya untuk menyediakan kit P3K. Pemberian Pertolongan Pertama
Pada Kecelakaan (PPPK) merupakan langkah pertolongan awal dalam
penanggulangan kecelakaan yang terjadi di laboratorium sebelum mendapat
penanganan lebih lanjut dari pihak medis. (1),(9),(10)

E. Pentingnya Pemeriksaan Kesehatan (sebelum kerja, berkala, berkala


khusus) bagi Petugas Laboratorium (1)
Pemeriksaan kesehatan baik sebelum kerja, berkala maupun khusus bagi
petugas laboratorium adalah penting untuk menemukan gangguan sedini
mungkin dengan cara mengenal (Recognition) kecelakaan dan penyakit
akibat kerja yang dapat tumbuh pada setiap jenis pekerjaan di unit pelayanan
kesehatan dan pencegahan meluasnya gangguan yang sudah ada baik
terhadap pekerja itu sendiri maupun terhadap orang disekitarnya. Dengan
deteksi dini, maka penatalaksanaan kasus menjadi lebih cepat, mengurangi
penderitaan

dan

mempercepat

pemulihan

kemampuan

produktivitas

masyarakat pekerja. Disini diperlukan system rujukan untuk menegakkan


diagnosa penyakit akibat kerja secara cepat dan tepat (prompt-treatment).
Pencegahan sekunder ini dilaksanakan melalui pemeriksaan kesehatan
pekerja yang meliputi:
a.
Pemeriksaan Awal
Adalah pemeriksaan kesehatan yang dilakukan sebelum seseorang
calon / pekerja (petugas kesehatan dan non kesehatan) mulai
12

melaksanakan pekerjaannya. Pemeriksaan ini bertujuan untuk


memperoleh gambaran tentang status kesehatan calon pekerja dan
mengetahui apakah calon pekerja tersebut ditinjau dari segi
kesehatannya sesuai dengan pekerjaan yang akan ditugaskan
kepadanya. Pemerikasaan kesehatan awal ini meliputi: Anamnese
umum, anamnese pekerjaan, penyakit yang pernah diderita, alrergi,
imunisasi yang pernah didapat, pemeriksaan badan, pemeriksaan
laboratorium rutin, pemeriksaan tertentu: misalnya Tuberkulin test,
Psiko test
b. Pemeriksaan Berkala
Adalah pemeriksaan kesehatan yang dilaksanakan secara berkala
dengan jarak waktu berkala yang disesuaikan dengan besarnya resiko
kesehatan yang dihadapi.Makin besar resiko kerja, makin kecil jarak
waktu antar pemeriksaan berkala.Ruang lingkup pemeriksaan disini
meliputi pemeriksaan umum dan pemeriksaan khusus seperti pada
pemeriksaan awal dan bila diperlukan ditambah dengan pemeriksaan
lainnya, sesuai dengan resiko kesehatan yang dihadapi dalam
pekerjaan.
c. Pemeriksaan Khusus
Merupakan pemeriksaan kesehatan yang dilakukan pada khusus diluar
waktu pemeriksaan berkala, yaitu pada keadaan dimana ada atau
diduga ada keadaan yang dapat mengganggu kesehatan pekerja.

F. Peraturan Pemerintah tentang Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)


di tempat kerja (1)
Rumahsakit tidak terlepas dari peraturan-peraturan ini karena
teknologi dan sarana kesehatan, kondisi fisik rumah sakit dapat
membahayakan pasien, keluarga, serta pekerja. Jika tidak dikelola,
rumahsakit tidak terhindar dari kebakaran, bencana, atau dampak buruk
pada kesehatan. Pengendalian K3 melalui perundang-undangan (Legislative
Control) antara lain:
13

1. UU No. 14 Tahun 1969 Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Petugas


kesehatan dan non kesehatan
2. UU No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.
Dasar hukum UU No. 1 tahun 1970 adalah UUD 1945 pasal 27 (2)
dan UU No. 14 tahun 1969. Pasal 27 (2) menyatakan bahwa: Tiap-tiap
warganegara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi
kemanusiaan. Ini berarti setiap warga negara berhak hidup layak
dengan pekerjaan yang upahnya cukup dan tidak menimbulkan
kecelakaan/ penyakit. UU No. 14 tahun 1969 menyebutkan bahwa
tenaga

kerja

merupakan

modal

utama

serta

pelaksana

dari

pembangunan.
3. UU No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan
Menyebutkan bahwa upaya Kesehatan dan Keselamatan Kerja
harus diselenggarakan disemua tempat kerja, khususnya di tempat kerja
yang memiliki risiko bahaya kesehatan, mudah terjangkit penyakit atau
mempunyai karyawan paling sedikit 10 orang.
4. Peraturan Menteri Kesehatan tentang higene dan sanitasi lingkungan.
5. Peraturan penggunaan bahan-bahan berbahaya
6. Peraturan/persyaratan pembuangan limbah dll.
G. Keluhan/ Penyakit sehubungan dengan K3 Petugas Pengambil Darah di
Laboratorium (11)
Keluhan/ penyakit yang paling rentan dialami pada petugas laoratorium
khususnya pada petugas pengamil darah adalah terkena infeksi. Infeksi
yang didapat di laboratorium adalah infeksi nosokomial
akibat kegiatan staf laboratorium tanpa memperkirakan
bagaimana kejadiannya. Infeksi organisme pathogen dapat
terjadi melalui beberapa cara. Yang paling sering adalah:
1. Inhalasi. Pada saat melakukan pencampuran, penggilingan
atau penghalusan bahan-bahan infeksius atau pada saat
membakar

kawat

loop

pemindah

dapat

membentuk
14

percikan halus yang dapat terhirup oleh petugas yang


tidak menggunakan pelindung.
2.

Tertelan. Para petugas laboratorium dapat terpapar


melalui:
a. Gerakan yang tidak disadari dari tangan ke mulut.
b. Memasukkan bahan-bahan yang telah terkontaminasi
(pensil) atau jari tangan ke mulut.
c. Makan, minum atau merokok di dalam laboratorium
atau tidak melakukan upaya kebersihan tangan yang
betul (tidak mencuci tangan atau tidak menggunakan
penggosok

tangan

dengan

bahan

dasar

alcohol

sebelum dan sesudah makan)


d. Menggunakan pipet (13% angka kejadian infeksi yang
didapat di laboratorium terjadi karena melakukan pipet
melalui mulut).
3.

Luka akibat tusukan. Cedera akibat kecelakaan dengan


benda-benda tajam
(jarum, pisau bedah dan bahan-bahan pecah belah yang
telah terkontaminasi) merupakan penyebab utama infeksi
yang didapat di laboratorium.

4. Kontaminasi pada kulit dan selaput lendir. Cipratan dan


percikan dari cairan yang terkontaminasi pada kulit, selaput
lendir mulut, rongga hidung dan konjungtiva mata dan
gerakan tangan ke muka dapat mengakibatkan terjadinya
transmisi organisme pathogen. Centers for Disease Control
(CDC) menyatakan bahwa flebotomi merupakan prosedur
yang beresiko paling tinggi, karena jarum paling sering
digunakan adalah ukuran besar (8-22 gauge) dan jumlah
darah tertinggal di dalam jarum sesudah pemakaian. Pada
laporan 1999 (EPINet), 21% dari 1.993 perlukaan tajam

15

yang dilaporkan di Amerika Serikat berhubungan dengan


flebotomi. Lebih dari 80% perlukaan jarum terjadi sewaktu
mengambil darah vena, menggunakan jarum vakum, jarum
sekali pakai dan jarum butterfly. Pada flebotomi yakinkan
bahwa: pakai sarung tangan, cari bantuan bila pasien tidak
bekerjasama dan untuk menangani anak-anak.

H. Upaya Preventif dan Promosi K3 sehubungan dengan Kegiatan Petugas


Pengambil Darah di Laboratorium
Sebagai unit di sektor kesehatan pengembangan K3 tidak hanya untuk
intern laboratorium kesehatan, dalam hal memberikan pelayanan paripurna
juga harus merambah dan memberi panutan pada masyarakat pekerja di
sekitarnya, utamanya pelayanan promotif dan preventif. Misalnya untuk
mengamankan limbah agar tidak berdampak kesehatan bagi pekerja atau
masyarakat disekitarnya, meningkatkan kepekaan dalam mengenali unsafe act
dan unsafe condition agar tidak terjadi kecelakaan dan sebagainya,
mengadakan penyuluhan/ pelatihan, pengukuran/ pemantauan lingkungan
tentang hazard yang mungkin terjadi.

16

BAB III
BAHAN DAN CARA
A. Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
a. Kamera untuk mengambil gambar kegiatan
b. Checklist sebagai bahan untuk mengontrol tindakan yang akan dilakukan,
yaitu dengan melihat, mengecek, dan mendata berdasarkan check list.
c. Kuisener yang terlampir dalam proposal ini sebagai alat penelitian,
dengan cara menyebarkan atau mendata sampel yang akan diambil untuk
memperoleh informasi yang berkaitan dengan kesehatan dan keselamatan
kerja petugas registrasi pasien.
B. Cara
Cara yang digunakan dalam penelitian ini adalah Walk Thru Survey
C. Lokasi Penelitian
RS Ibnu Sina Jln Perintis Kemerdekaan Km.4, Kota Makassar, Propinsi
Sulawesi Selatan
D. Jadwal Penelitian

17

Survei ini dilaksanakan mulai hari Senin s/d Sabtu atau Tanggal 1 Juli s/d 6
Juli 2013 dengan agenda sebagai berikut.
No
.
1.

Tanggal
1 Juli 2013

Kegiatan
- Melapor ke bagian IKM
- Pengarahan kegiatan
- Pembuatan Proposal

2.

2 Juli 2013

- Pelaksanaan kegiatan penelitian

3.

3 Juli 2013

- Pelaksanaan kegiatan penelitian

4.

4 Juli 2013

- Pembuatan laporan hasil penelitian

5.

5 Juli 2013

- Presentasi laporan hasil penelitian

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berikut ini adalah hasil identifikasi dari survey yang dilakukan sehubungan
dengan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) Petugas Pengambil Kontrol Darah di
Laboratorium. Pemantauan dan identifikasi ini dilakukan di laboratorium RS Ibnu
Sina Makassar dengan metode walk through survey dengan menggunakan checklist,
kuesioner, dan kamera.
IV.I. Hasil Identifikasi
1. Faktor Risiko Hazard Petugas Laboratorium Pengambil Darah
a. Faktor Biologis
Tabel 1.a
Petuga
s
1
2
3
4
1
2

Item Hazard Biologi


a. Pernah terkontaminasi langsung dengan darah dan
cairan tubuh pasien melalui tergores atau tertusuk
jarum suntik
Total
b. Pernah terkontaminasi langsung dengan darah dan
cairan tubuh pasien melalui cara lain

Ya

Tidak

18

3
4
Total
1
2
3
4

c. Tersedia wadah pembuangan jarum suntik dan


sampah medis
Total

1
2
3
4

d. Membuang jarum suntik di tempat yang telah


disediakan
Total

1
2
3
4

e. Membuang darah dan cairan tubuh di tempat yang


telah disediakan
Total

1
2
3
4

f. Mencuci tangan mengunakan sabun sebelum dan


sesudah bekerja dengan benar
Total

1
2
3
4

g. Tersedianya bahan alternatif cuci tangan di


tempat kerja
Total

Sumber:Data primer

Dari daftar checklist faktor biologis pada tabel 1.a memperlihatkan bahwa
sebanyak 3 orang petugasnya pernah terkontaminasi dengan cairan tubuh pasien baik
akibat tergores dan tertusuk jarum suntik maupun dengan cara lain yang
mengakibatkan darah/cairan tubuh tersebut menyentuh langsung bagian tubuh
mereka, sebanyak 4 orang telah melakukan pemilahan dan pembuangan sampah
medis, jarum suntik dan non medis ke wadah yang telah diapkan oleh pihak RS, serta
sebanyak 4 orang pula mengaku telah melakukan cuci tangan menggunakan sabun
sebelum dan setelah bekerja yang didukung oleh tersedianya bahan alternatif lain
cuci tangan berupa hand sanitizer yang tergantung siap pakai di dinding.
b. Faktor Kimia
19

Tabel 1.b
Petuga

Item Hazard Kimia

s
1
2
3
4

Ya

Pernah terkontaminasi dengan reagen/solvent


Total

Tidak

Sumber:Data primer

Dari hasil daftar checklist faktor kimia pada tabel 1.b diatas memperlihatkan
bahwa sebanyak 3 orang petugas mengaku pernah terkontaminasi dengan
reagen/solvent dan hanya 1 orang yang menyatakan tidak pernah sehingga
dengan demikian, hampir semua petugas laboratorium pernah terkontaminasi
dengan reagen/solvent yang kerap digunakan di laboratorium.
c. Faktor Ergonomi
Tabel 1.c
Petuga

Item hazard ergonomi

s
1
2
3
4

Merasa kurang nyaman saat bekerja (stress atau nyeri


pinggang, pegal, mudah lelah dll)
Total

Ya

Tidak

Sumber:Data primer

Dari hasil checklist hazard ergonomi diatas, memperlihatkan bahwa


semua petugas menyatakan kurang nyaman saat bekerja (stress fisik berupa nyeri
pinggang, pegal, mudah lelah, dll).
d. Faktor Fisik
Tabel 1.d
Petuga
s
1
2
3
4

Item hazard fisik

Ya

Kebisingan akibat mesin yang dapat menyebabkan


stress dan ketulian
Total
Pencahayaan yang kurang di ruang kamar

Tidak

20

2
3
4

pemeriksaan, laboratorium, ruang perawatan dan


kantor administrasi yang dapat menyebabkan
gangguan penglihatan dan kecelakaan kerja
Total

1
2
3
4

Suhu dan kelembaban yang tinggi di tempat kerja


Total

1
2
3
4

Pernah terimbas kecelakaan/kebakaran akibat


lingkungan sekitar.
Total

Sumber:Data primer

Dari hasil checklist hazard fisik yang ditampilkan pada tabel 1.d
memperlihatkan bahwa semua petugas tidak merasakan kebisingan akibat mesin
yang digunakan, semua petugas tidak merasa kurangnya pencahayaan di ruang
kamar pemeriksaan, laboratorium, ruang perawatan dan kantor administrasi yang
dapat menyebabkan gangguan penglihatan dan kecelakaan kerja, semua petugas
tidak pernah terimbas kecelakaan/kebakaran akibat lingkungan sekitar, serta
semua petugas tidak merasa adanya temperatur dan kelembaban yang tinggi di
tempat kerja.
e. Faktor Psikososial
Tabel 1. e
Petuga
s
1
2
3
4

Item Hazard Psikososial

Ya

Merasa lingkungan kerja monoton


Total

1
2
3
4
1
2

Merasa bahwa pelayanan yang ramah adalah tuntutan


semata
Total
Hubungan kerja yang kurang serasi antara pimpinan
dan bawahan atau sesama teman kerja

Tidak

21

3
4
Total
1
2
3
4

Merasa terbebani secara mental karena menjadi


panutan bagi mitra kerja di sektor formal ataupun
informal
Total

Sumber:Data primer

Dari hasil checklist hazard psikososial yang ditampilkan pada tabel 1.e
memperlihatkan bahwa semua petugas merasa lingkungan kerja mereka monoton,
semua petugas tidak merasa bahwa pelayanan yang ramah adalah tuntutan semata,
semua petugas tidak merasa bahwa terdapat hubungan kerja yang kurang serasi
antara pimpinan dan bawahan atau sesama teman kerja, serta semua petugas tidak
merasa merasa terbebani secara mental karena menjadi panutan bagi mitra kerja di
sektor formal ataupun informal.
2. Alat - Alat Kerja yang Berpotensi Mengganggu Kesehatan Petugas
Pengambil Darah di Laboratorium
Petuga
s
1
2
3
4

Alat alat di Laboratorium

Ya

Jarum suntik

Total

1
2
3
4

Reagen/ Solvent
Total

1
2
3
4

Tidak

Mesin- mesin terkait


Total

Sumber:Data primer

Dari hasil checklist alat-alat di laboratorium yang ditampilkan pada tabel


diatas memperlihatkan bahwa semua petugas merasa bahwa penggunaan jarum
22

suntik dan reagen/solvent dapat membahayakan kesehatan dan keselamatan kerja


mereka, sebaliknya semua petugas berpendapat bahwa mesin yang mereka
gunakan tidak berpotensi mengganggu kesehatan mereka.
3. Alat Pelindung Diri (APD) yang Digunakan Petugas Pengambil Kontrol
Darah Di Laboratorium
Petuga
s
1
2
3
4

Item APD

Ya

Tersedianya APD di tempat kerja

Total
1
2
3
4

Mengetahui fungsi/peranan APD

1
2
3
4
1
2
3

Menggunakan respirator (misalnya masker dengan


filter)

Total

Menggunakan pakaian pelindung (misalnya baju atau


jas yang tahan terhadap bahan kimia)

Total
Menggunakan proteksi kaki (misalnya sepatu tahan
bahan kimia yang menutupi kaki hingga mata kaki)

Menggunakan proteksi kepala dan rambut (misalnya


helm dan kap)
Total

1
2
3
4

Menggunakan proteksi mata dan wajah (misalnya


pelindung muka, kacamata pelindung)
Total

1
2
3
4

Total
1
2
3
4

Tidak

23

4
Total
1
2
3
4

Menyimpan, memelihara dan merawat APD yang


telah di gunakan pada tempat yang seharusnya
Total

1
2
3
4

Penggunaan APD tidak mengganggu aktifitas


/nyaman dipakai
Total

Sumber:Data primer

Dari hasil checklist APD di laboratorium yang ditampilkan pada tabel diatas
memperlihatkan bahwa semua petugas berpendapat bahwa telah disediakannya
APD di RS, semua petugas mengetahui fungsi/peranan APD, semua petugas tidak
menggunakan proteksi mata dan wajah (misalnya pelindung muka, kacamata
pelindung), semua petugas tidak menggunakan proteksi kepala dan rambut
(misalnya helm dan kap), semua petugas telah menggunakan respirator (misalnya
masker dengan filter), semua petugas telah menggunakan pakaian pelindung
(misalnya baju atau jas yang tahan terhadap bahan kimia), semua petugas belum
menggunakan proteksi kaki (misalnya sepatu tahan bahan kimia yang menutupi
kaki hingga mata kaki), semua petugas menyimpan, memelihara dan merawat
APD yang telah di gunakan pada tempat yang seharusny, dan semua petugas
merasa bahwa penggunaan APD tidak mengganggu aktifitas /nyaman dipakai.
4. Pentingnya Ketersediaan Kotak Pertolongan Pertama pada Kecelakaan
(P3K) bagi Petugas Laboratorium
Petuga
s
1
2
3
4

Ketersedian Kit P3K

Ya

Tersedianya Kotak P3K di tempat kerja


Total

1
2
3
4

Mengetahui peranan, isi dan fungsi kit P3K

Tidak

24

Total
1
2
3
4

Menyimpan dan merawat kotak P3K dengan benar


Total

Sumber:Data primer

Dari hasil checklist ketersediaan kit P3K di laboratorium yang ditampilkan pada
tabel diatas memperlihatkan bahwa semua petugas berpendapat bahwa tidak
tersedianya kit P3K di RS, semua petugas mengetahui peranan, isi dan fungsi kit
P3K, semua petugas tidak/belum menyimpan dan merawat kotak P3K dengan benar.
5. Pentingnya Pemeriksaan Kesehatan (sebelum kerja, berkala, berkala
khusus) bagi Petugas Laboratorium
Petuga
s
1
2
3
4
1
2
3
4

Item Kontrol Pemeriksaan Kesehatan

Ya

Mengetahui perenan pemeriksaan kesehatan sebelum


kerja, berkala dan berkala khusus bagi petugas
laboratorium

Total

Apakah selama bekerja telah/pernah menjalani


pemeriksaan kesehatan berkala khusus
Total

Apakah selama bekerja telah/pernah menjalani


pemeriksaan kesehatan berkala
Total

1
2
3
4

Menggunakan proteksi mata dan wajah (misalnya


pelindung muka, kacamata pelindung)
Total

1
2
3
4

Apakah sebelum bekerja telah/pernah melakukan


pemeriksaan kesehatan dengan lengkap
Total

1
2
3
4

Tidak

25

Sumber:Data primer

Dari hasil checklist kontrol pemeriksaan kesehatan di laboratorium yang


ditampilkan pada tabel diatas memperlihatkan bahwa semua petugas mengetahui
peranan pemeriksaan kesehatan sebelum kerja, berkala dan berkala khusus ,
khususnya bagi petugas laboratorium, hanya satu orang petugas yang pernah
memeriksakan kesehatannya sebelum bekerja di laboratorium dan sebanyak 3 orang
petugas yang tidak memeriksakan kesehatannya terlebih dahulu sebelum bekerja di
laboratorium, semua petugas yang selama bekerja di laboratorium menggaku belum
pernah menjalani pemeriksaan kesehatan berkala, pun belum pernah menjalani
pemeriksaan kesehatan berkala khusus.
6. Peraturan Pemerintah tentang Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) di
tempat kerja
Petuga
s
1
2
3
4

Peraturan Pemerintah tentang K3 di tempat kerja

Mengetahui Peraturan Pemerintah tentang K3 di


tempat kerja
Total

1
2
3
4

Dukungan RS terhadap peraturan K3 di tempat kerja


Total

Tidak

Adanya sosialisasi Peraturan Pemerintah tentang K3


di tempat kerja
Total

1
2
3
4

Ya

Sumber:Data primer

Dari hasil checklist peraturan pemerintah tentangg K3 di laboratorium yang


ditampilkan pada tabel diatas memperlihatkan bahwa semua petugas belum pernah
mendapatkan sosialisasi tentang peraturan pemerintah mengenai K3 ditempat kerja
mereka, semua petugas mengetahui adanya peraturan pemerintah sehubungan dengan
K3 ditempat kerja, semua petugas merasakan dukungan RS terhadap peraturan

26

pemerintah tentang K3 di tempat kerja.

7. Keluhan/ Penyakit sehubungan dengan K3 Petugas Pengambil Darah di


Laboratorium
Petugas
.

Keluhan

YA TIDAK

Inhalasi
1
2
3
4

Infeksi saluran napas (batuk, flu, alergi, sesak


napas,dll)

Total 4
1
2
3
4

Digestif
Tertelan bahan-bahan yang telah terkontaminasi
akibat gerakan yang tidak disadari dari tangan ke
mulut (Diare, Penyakit infeksi terkait kontaminan,
dll)

Total 4

Kulit dan selaput lender


1
2
3
4

Luka akibbat tertusuk/ tergores jarum suntik

Total 4
1
2
3
4
1
2
3

Terkontaminasi dengan darah, cairan tubuh dan


reagen

Total 4

Terkena cipratan atau percikan cairan tubuh ke


selaput lendir mulut, rongga hidung dan

konjungtiva mata dan gerakan tangan ke muka

27

4
Total 4

Sumber:Data primer

Dari hasil checklist keluhan/penyakit sehubungan dengan K3 di laboratorium


yang ditampilkan pada tabel diatas memperlihatkan bahwa semua petugas pernah
mengalami infeksi inhalasi, digestif dan gangguan kulit dan selaput lendir.
8. Upaya Preventif dan Promosi K3 sehubungan dengan Kegiatan Petugas
Pengambil Darah di Laboratorium
Petuga
s
1
2
3
4

Upaya Preventif & Promotif K3 di Laoratorium

Ya

Pentingkah upaya preventif dan promosi K3 sebagai


petugas laboratorium di tempat kerja

Total
1
2
3
4

1
2
3
4

Selama bekerja, apakah ada upaya RS untuk


melakukan pelatihan atau penyuluhan tentang
peranan K3 bagi petugas laboratorium
Total

Selama bekerja, apakah ada upaya RS untuk


melakukan pemantauan lingkngan kerja terkait faktor
risiko ancaman kesehatan yang dapat terjadi
Total

Apakah ada upaya preventif dan promosi K3 dari


pihak RS sehubungan dengan kegiatan petugas
pengambil kontrol darah di laboratorium
Total

1
2
3
4

Tidak

Sumber:Data primer

Dari hasil checklist upaya preventif dan promosi K3 sehubungan dengan


kegiatan petugas di laboratorium yang ditampilkan pada tabel diatas memperlihatkan
bahwa semua petugas berpendapat bahwa upaya preventif dan promosi K3 sebagai
petugas laboratorium penting untuk dilakukan, semua petugas mengaku belum
pernah melihat adanya upaya preventif dan promosi K3 dari pihak RS sehubungan
dengan kegiatan petugas pengambil kontrol darah di laboratorium, semua petugas
28

mengaku belum pernah melihat adanya upaya RS untuk melakukan pemantauan


lingkngan kerja terkait faktor risiko ancaman kesehatan yang dapat terjadi, semua
petugas mengaku belum pernah melihat adanya ada upaya RS untuk melakukan
pelatihan atau penyuluhan tentang peranan K3 bagi petugas laboratorium.
IV. II. Pembahasan
1. Faktor Risiko Hazard Petugas Laboratorium Pengambil Darah
a. Faktor Biologis
Dari daftar checklist faktor biologis pada tabel 1.a memperlihatkan bahwa
sebanyak 3 orang petugasnya pernah terkontaminasi dengan cairan tubuh
pasien baik akibat tergores dan tertusuk jarum suntik maupun dengan cara
lain yang mengakibatkan darah/cairan tubuh tersebut menyentuh langsung
bagian tubuh mereka, sebanyak 4 orang telah melakukan pemilahan dan
pembuangan sampah medis, jarum suntik dan non medis ke wadah yang telah
diapkan oleh pihak RS, serta sebanyak 4 orang pula mengaku telah
melakukan cuci tangan menggunakan sabun sebelum dan setelah bekerja
yang didukung oleh tersedianya bahan alternatif lain cuci tangan berupa hand
sanitizer yang tergantung siap pakai di dinding.

Gambar (A). Wadah cuci tangan beserta sabun. (B) Tempat sampah medis, non medis dan alternatif
pencuci tangan. (C) Tempat sampah non medis

Kondisi laboratorium yang kerap berhubungan dengan cairan tubuh pasien


disertai dengan kurangnya jumlah petugas yang berbanding terbalik dengan semakin
banyaknya pasien membuat para petugas terkadang ceroboh dalam mengamankan
29

pemakaian jarum suntik sehingga angka kejadian ancaman dan kecelakaan hal
tersebut masih menjadi perhatian khusus di RS Ibnu Sina. Sehingga hal tersebut
menunjukkan bahwa masih terdapatnya ancaman/hazard biologi di RS Ibnu Sina
Makassar.
b.

Faktor Kimia
Dari hasil daftar checklist faktor kimia pada tabel 1.b diatas memperlihatkan
bahwa sebanyak 3 orang petugas mengaku pernah terkontaminasi dengan
reagen/solvent dan hanya 1 orang yang menyatakan tidak pernah sehingga
dengan demikian, hampir semua petugas laboratorium pernah terkontaminasi
dengan reagen/solvent yang kerap digunakan di laboratorium

D
Gambar (D) menunjukkan aktivitas petugas laboratorium
yang kerap bersentuhan dengan bahan bahan kimia.

Hal ini menunjukkan bahwa hazard kimia pun dapat menjadi faktor
yang dapat mengancam kesehatan dan keselamatan kerja pada petugas
laboratorium di RS Ibnu Sina. Semua bahan yang ada dilaboratorium cepat atau
lambat ini dapat memberi dampak negatif terhadap kesehatan petugas yang
derajat efek nya tergantung dari jenis dan potensial bahan tersebut.
c. Faktor Ergonomi
Dari hasil checklist hazard ergonomi diatas, memperlihatkan bahwa
semua petugas menyatakan kurang nyaman saat bekerja (stress fisik berupa
nyeri pinggang, pegal, mudah lelah, dll).
30

E
Gambar (E) Petugas pengambil darah yang berdiri sejak pasien pertama datang
hingga jam kerja selesai

Dalam melakukan pekerjaannya, tampak bahwa para petugas saat


beinteraksi dengan pasien dalam keadaan berdiri, tidak ada kursi dibelakang
pemeriksa/laboran, sementara satu per satu pasien masuk secara bergantian
untuk diambil darahnya membuat petugas akan tetap berdiri hingga pasien
terakhir masuk. Jika hal ini terus berlanjut, secara progresif petugas tentu akan
merasa kurang nyaman dan dapat menggangggu kesehatan baik berupa stress
fisik dan keluhan lain. Posisi kerja yang salah dan dipaksakan dapat
menyebabkan mudah lelah sehingga kerja menjadi kurang efisien dan dalam
jangka panjang dapat menyebakan gangguan fisik dan psikologis (stress) dengan
keluhan yang paling sering adalah nyeri pinggang kerja (low back pain). Hal ini
menunjukkan bahwa masih terdapatnya faktor hazard ergonomis yang dinilai
dapat mengancam kesehatan dan keselamatan kerja pada petugas laboratorium di
RS Ibnu Sina..
d. Faktor Fisik
Dari hasil checklist hazard fisik yang ditampilkan pada tabel 1.d
memperlihatkan bahwa semua petugas tidak merasakan kebisingan akibat mesin
yang digunakan, semua petugas tidak merasa kurangnya pencahayaan di ruang kamar
pemeriksaan, laboratorium, ruang perawatan dan kantor administrasi yang dapat
menyebabkan gangguan penglihatan dan kecelakaan kerja, semua petugas tidak

31

pernah terimbas kecelakaan/kebakaran akibat lingkungan sekitar, serta semua


petugas tidak merasa adanya temperatur dan kelembaban yang tinggi di tempat kerja.

Gambar (F) menunjukkan salah satu beberapa alat yang berada dilaboratorium, tidak menyebabkan
kebisingan. (G) situasi dan kondisi petugas di laboratorium diantara berbagai alat disekitanya.

Gambar (H) dan (I) menunjukkan adanya alat penyejuk ruangan sehingga suhu dan kelmbaban di
laboratorium dapat dikontrol oleh petugas disertai dengan adekuatnya pencahayaan di dalam
ruangan laboratorium.

Sehingga hasil survey memperlihatkan bahwa secara fisik, meski kondisi


ruangan yang sarat dengan alat-alat yang canggih dan kecil, namun semua petugas
yang bertugas di dalam laboratorium tidak memiliki hazard fisik yang berarti
terhadap kesehatan dan keselamatan kerja mereka.
e. Faktor Psikososial

32

Dari hasil checklist hazard psikososial yang ditampilkan pada tabel 1.e
memperlihatkan bahwa semua petugas merasa lingkungan kerja mereka monoton,
semua petugas tidak merasa bahwa pelayanan yang ramah adalah tuntutan semata,
semua petugas tidak merasa bahwa terdapat hubungan kerja yang kurang serasi
antara pimpinan dan bawahan atau sesama teman kerja, serta semua petugas tidak
merasa merasa terbebani secara mental karena menjadi panutan bagi mitra kerja di
sektor formal ataupun informal.

Gambar (J), (K), (L). Memperlihatkan kerja petugas yang monoton diruangan (M), (N) yang tidak
begitu luas

Lingkungan kerja yang monoton dapat mempengaruhi kesehatan dan


keselamatan kerja oleh karena lingkungan kerja yang monoton dapat mengakibatkan
stress fisik dan stress psikis, stress yang berkepanjangan dapat menurunkan semangat
bekerja dan dapat menurunkan imunitas, sehingga tentu berpengaruh bagi kesehatan
dan kinerja petugas tersebut.
2. Alat - Alat Kerja yang Berpotensi Mengganggu Kesehatan Petugas
Pengambil Darah di Laboratorium

33

Dari hasil checklist alat-alat di laboratorium yang ditampilkan pada tabel diatas
memperlihatkan bahwa semua petugas merasa bahwa penggunaan jarum suntik dan
reagen/solvent dapat membahayakan kesehatan dan keselamatan kerja mereka,
sebaliknya semua petugas berpendapat bahwa mesin yang mereka gunakan tidak
berpotensi mengganggu kesehatan mereka. Jarum suntik dan reagen/solvent dinilai
memang membahayakan oleh karena itu butuh ketelitian dalam mengamankannya.
Adapun mesin yang digunakan di RS Ibnu Sina adalah mesin-mesin kedap suara dan
tidak beradiasi, sehingga ancaman alat yang membahayakan masih terbatas pada
jarum suntik dan reagen/solvent di laboratorium saja.
3. Alat Pelindung Diri (APD) yang Digunakan Petugas Pengambil Kontrol
Darah Di Laboratorium
Dari hasil checklist APD di laboratorium yang ditampilkan pada tabel diatas
memperlihatkan bahwa semua petugas berpendapat bahwa telah disediakannya APD
di RS, semua petugas mengetahui fungsi/peranan APD, semua petugas tidak
menggunakan proteksi mata dan wajah (misalnya pelindung muka, kacamata
pelindung), semua petugas tidak menggunakan proteksi kepala dan rambut
(misalnya helm dan kap), semua petugas telah menggunakan respirator (misalnya
masker dengan filter), semua petugas telah menggunakan pakaian pelindung
(misalnya baju atau jas yang tahan terhadap bahan kimia), semua petugas belum
menggunakan proteksi kaki (misalnya sepatu tahan bahan kimia yang menutupi kaki
hingga mata kaki), semua petugas menyimpan, memelihara dan merawat APD yang
telah di gunakan pada tempat yang seharusny, dan semua petugas merasa bahwa
penggunaan APD tidak mengganggu aktifitas /nyaman dipakai.
.

34

Gambar (O) dan (P). Pemakaian APD pada petugas pengambil darah di laboratorium RS Ibnu Sina

Dari hasil survey, pengunaan APD pada petugas laboratorium di RS Ibnu Sina
ternyata belum sempurna, dikarenakan masih belum terpakainya beberapa APD yang
lain seperti penutup kepala, kacamata pelindung dan alas kaki yang menutupi kaki
hingga mata kaki. Sehingga penggunaan APD di RS Ibnu Sina masih perlu mendapat
perhatian khusus.
4. Pentingnya Ketersediaan Kotak Pertolongan Pertama pada Kecelakaan
(P3K) bagi Petugas Laboratorium
Dari hasil checklist ketersediaan kit P3K di laboratorium yang ditampilkan pada
tabel diatas memperlihatkan bahwa semua petugas berpendapat bahwa tidak
tersedianya kit P3K di RS, semua petugas mengetahui peranan, isi dan fungsi kit
P3K, semua petugas tidak/belum menyimpan dan merawat kotak P3K dengan benar.
Hal ini menunjukkan bahwa belum terdapatnya kit P3K di laboratorium RS Ibnu
Sina. Sebagaimana kita ketahui bahwa ketersediaan alat P3K di laboratorium sangat
diutuhkan sebagai penanganan awal saat terjadi kecelakaan di tempat kerja sebelum
kemudian ditangani lebih lanjut oleh tenaga kesehatan yang berkompeten.
5. Pentingnya Pemeriksaan Kesehatan (sebelum kerja, berkala, berkala
khusus) bagi Petugas Laboratorium
Dari hasil checklist kontrol pemeriksaan kesehatan di laboratorium yang
ditampilkan pada tabel diatas memperlihatkan bahwa semua petugas mengetahui
peranan dan pentingya pemeriksaan kesehatan sebelum kerja, berkala dan berkala
35

khusus, khususnya bagi petugas laboratorium, hanya satu orang petugas yang pernah
memeriksakan kesehatannya sebelum bekerja di laboratorium dan sebanyak 3 orang
petugas yang tidak memeriksakan kesehatannya terlebih dahulu sebelum bekerja di
laboratorium, semua petugas yang selama bekerja di laboratorium mengaku belum
pernah menjalani pemeriksaan kesehatan berkala, pun belum pernah menjalani
pemeriksaan kesehatan berkala khusus. Hal ini menunjukkan bahwa masih minimnya
kewaspadaan para petugas, RS terhadap kesehatan mereka masing-masing.
6. Peraturan Pemerintah tentang Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) di
tempat kerja
Dari hasil checklist peraturan pemerintah tentangg K3 di laboratorium yang
ditampilkan pada tabel diatas memperlihatkan bahwa semua petugas belum pernah
mendapatkan sosialisasi tentang peraturan pemerintah mengenai K3 ditempat kerja
mereka, semua petugas mengetahui adanya peraturan pemerintah sehubungan dengan
K3 ditempat kerja, semua petugas merasakan dukungan RS terhadap peraturan
pemerintah tentang K3 di tempat kerja. Hal ini menunjukkan bahwa masih
kurangnya upaya dari pihak RS Ibnu Sina terhadap sosialisasi, promosi dan preventif
K3 bagi petugas laboratorium.
7. Keluhan/ Penyakit sehubungan dengan K3 Petugas Pengambil Darah di
Laboratorium
Dari hasil checklist keluhan/penyakit sehubungan dengan K3 di laboratorium
yang ditampilkan pada tabel diatas memperlihatkan bahwa semua petugas pernah
mengalami infeksi inhalasi, digestif dan gangguan kulit dan selaput lendir. Hal ini
menunjukkan bahwa petugas laboratorium rentan terhadap ancaman penyakit akibat
kerja dilingkungan laboratorium itu sendiri.
8. Upaya Preventif dan Promosi K3 sehubungan dengan Kegiatan Petugas
Pengambil Darah di Laboratorium
Dari hasil checklist upaya preventif dan promosi K3 sehubungan dengan
kegiatan petugas di laboratorium yang ditampilkan pada tabel diatas memperlihatkan
36

bahwa semua petugas berpendapat bahwa upaya preventif dan promosi K3 sebagai
petugas laboratorium penting untuk dilakukan, semua petugas mengaku belum
pernah melihat adanya upaya preventif dan promosi K3 dari pihak RS sehubungan
dengan kegiatan petugas pengambil kontrol darah di laboratorium, semua petugas
mengaku belum pernah melihat adanya upaya RS untuk melakukan pemantauan
lingkngan kerja terkait faktor risiko ancaman kesehatan yang dapat terjadi, semua
petugas mengaku belum pernah melihat adanya ada upaya RS untuk melakukan
pelatihan atau penyuluhan tentang peranan K3 bagi petugas laboratorium. Hal ini
kembali menunjukkan bahwa peran RS terhadap upaya preventif dan promosi K3
sehubungan dengan kegiatan petugas di laboratorium masih kurang.

BAB V
PENUTUP
V.I. Kesimpulan
A. Faktor Risiko Hazard Petugas Laboratorium Pengambil Darah
a. Faktor Biologis
Masih terdapatnya ancaman hazard biologi bagi petugas laboratorium RS
Ibnu Sina. Ancaman hazard biologi tersebut adalah terjadinya kecelakaan
kerja berupa terkontaminasinya petugas dengan cairan tubuh pasien akibat
tergores dan tertusuk jarum suntik dengan distribusi 3 orang petugas yang
mengaku pernah mengalami dan hanya satu orang yang mengaku belum
pernah tertusuk/tergores jarum suntik.
b. Faktor Kimia
Masih terdapatnya ancaman hazard kimia bagi petugas laboratorium RS
Ibnu Sina. Ancaman hazard kimia tersebut adalah terjadinya kecelakaan kerja
berupa terkontaminasinya petugas dengan reagen/solvent akibat kecerobohan
petugas itu sendiri dengan distribusi 3 orang petugas yang pernah
terkontaminasi dan hanya satu orang yang mengaku belum pernah
terkontaminasi dengan reagen/solvent.
c. Faktor Ergonomi
Masih terdapatnya ancaman hazard ergonomi bagi petugas laboratorium
RS Ibnu Sina. Ancaman hazard ergonomi tersebut adalah posisi kerja yang
37

salah (berdiri) dengan distribusi 4 orang petugas yang mana dalam waktu
lama dapat menyebabkan mudah lelah dan stress fisik bagi petugas
laboratorim.
d. Faktor Fisik
Tidak terdapat ancaman yang berarti pada hazard fisik dikarenakan alat
beserta situasi dan kondisi di laboratorium RS Ibnu Sina cukup kondusif.
e. Faktor Psikososial
Masih terdapatnya ancaman hazard psikososial bagi petugas laboratorium
RS Ibnu Sina. Ancaman hazard psiokososial tersebut adalah situasi
lingkungan kerja yang monoton bagi para petugas dengan distribusi petugas
yang mengalaminya sebanyak 4 orang petugas
B. Alat - Alat Kerja yang Berpotensi Mengganggu Kesehatan Petugas
Pengambil Darah di Laboratorium
Terdapat dua jenis alat-alat kerja yang dinilai berpotensi dapat mencelakakan/
mengganggu petugas laboratorium, yaitu jarum suntik dan reagen/solvent.
Adapun mesin yang digunakan di RS Ibnu Sina adalah mesin - mesin kedap
suara dan tidak beradiasi, sehingga dinilai tidak membahayakan bagi petugas.
C. Alat Pelindung Diri (APD) yang Digunakan Petugas Pengambil Kontrol
Darah Di Laboratorium
Telah terdapat APD di RS Ibnu sina. Namun pengggunaannya masih belum
sempurna dengan ditribusi sebanyak 4 orang petugas yang belum memakai
beberapa komponen APD lain seperti penutup kepala, kacamata pelindung
dan alas kaki yang menutupi kaki hingga mata kaki.
D. Pentingnya Ketersediaan Kotak Pertolongan Pertama pada Kecelakaan
(P3K) bagi Petugas Laboratorium
Belum terdapatnya kit P3K di laboratorium RS Ibnu Sina. Dengan distribusi 4
orang petugas yang mengaku bahwa tidak terdapatnya kit P3K di ruang kerja
mereka.
E. Pentingnya Pemeriksaan Kesehatan (sebelum kerja, berkala, berkala
khusus) bagi Petugas Laboratorium
Masih minimnya kewaspadaan para petugas dan RS terhadap kesehatan
karyawan selaku petugas laboratorium yang terbukti dengan masih kurangnya
kesadaran untuk memeriksakan kesehatan saat sebelum bekerja dan saat
38

dimana mereka telah bekerja. Hanya seorang yang pernah memeriksakan


kesehatannya sebelum bekerja, 3 orang petugas lainnya tidak pernah
memeriksakan kesehatannya sebelumnya, serta keempat orang petugas terseut
selama telah mendapatkan pekerjaan di laboraratorium belum pernah
memeriksakan kesehatannya secara berkala pun berkala khusus.
F. Peraturan Pemerintah tentang Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)
di tempat kerja
Kurangnya upaya dari pihak RS Ibnu Sina terhadap sosialisasi peraturan
pemerintah tentang K3 di tempat kerja bagi petugas laboratorium RS Ibnu
Sina yang dapat dinilai dari keempat petugas menyatakan belum pernah
mendapatkan sosialisasi tentang peraturan pemerintah mengenai K3 ditempat
kerja mereka.
G. Keluhan/ Penyakit sehubungan dengan K3 Petugas Pengambil Darah di
Laboratorium
Keempat petugas laboratorium RS Ibnu Sina pernah mengalami infeksi
inhalasi, digestif dan gangguan kulit dan selaput lendir.
H. Upaya Preventif dan Promosi K3 sehubungan dengan Kegiatan Petugas
Pengambil Darah di Laboratorium
Masih kurangnya peran RS terhadap upaya preventif dan promosi K3
sehubungan dengan kegiatan petugas di laboratorium, yang dapat dinilai dari
keempat petugas menyatakan belum pernah mendapatkan pelatihan dan
penyuluhan serta tinjauan langsung dari pihak RS Ibnu sina.
V. II. Saran
Kondisi laboratorium yang kerap berhubungan dengan cairan tubuh pasien
disertai dengan kurangnya jumlah petugas yang berbanding terbalik dengan semakin
banyaknya pasien di harapkan para petugas dan pihak RS untuk semakin
memperhatikan kesehatan dan keselamatan kerja masing masing baik melalui
kesadaran langsung dari para petugas dalam menilai dan mewaspadai hazard
dilingkungan kerja, menggunakan APD yang sempurna, pengadaan kit P3K sebagai
39

tanggap awal terhadap kecelakaan, kesadaran untuk memeriksakan kesehatan berkala


dan berkala khusus, serta adanya dukungan dari pihak RS dalam hal upaya preventif,
promosi kesehatan dan keselamatan kerja seperti mengadakan pelatihan dan
penyuluhan mengenai K3, pemantauan langsung lingkungan kerja terkait faktor
resiko ancaman kesehatan di laboratorium serta mengadakan pemeriksaan kesehatan
bagi para petugasnya, khususnya para petugas laboratorium.
DAFTAR PUSTAKA
1. Tresnaningsih E, dr Sp.Ok MOH. 2013. Pengembangan Kesehatan dan
Keselamatan Kerja di Laboratorium Aanalais Kesehatan. Dalam : Pusat
Kesehatan Kerja. Setjen Depkes R.I.
2.

Ibrahim B. 2009. Tingkat Kepatuhan Penggunaan Alat pelindung Diri (APD).


Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia.

3.

Penanganan Tertusuk Jarum di Kamar Operasi. [1 screen, cited 2 Juli 2013].


Diunduh

dari:

http://cintabedah.blogspot.com/2011/10/penanganan-tertusuk-

jarum-di-kamar.html
4. Teron SE, dr Sp.PK. 2010. Protokol Keamanan Laboratorium Dalam Kaitan HIV
dan Penyakit yang Ditularkan Lewat Darah. UTD PMI NTT: Laboratorium
Patologi Klinik RSU Prof WZ. Johanes Kupang
5. rodia Laboratorium. Pengambilan Darah. [1 screen, cited 2 Juli 2013]. Diunduh
dari: http://prodia.co.id/tips-kesehatan/pengambilan-darah
6. Kusnadi. Alat Pelindung Diri di Laboratorium. [1 screen, cited 3 Juli 2013].
Diunduh dari: http://kusnadish.blogspot.com/2010/11/alat-pelindung-diri-apd-dilaboratorium.html
7. Jurnal Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Alat Pelindung Diri. [1 screen, cited 3
Juli 2013]. Diunduh dari: http://jurnalk3.com/alat-pelindung-diri-apd.html
8. Jurnal Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Syarat- Syarat Alat Pelindung Diri. [1
screen, cited 3 Juli 2013]. Diunduh dari: http://jurnalk3.com/syarat-syaratapd.html

40

9. Gunawan P. Pentingnya Kesehatan dan Keselamatan Kerja (P3K). [1 screen, cited


3 Juli 2013]. Diunduh dari:
http://teknikketenagalistrikan.blogspot.com/2013/05/pentingnya-keselamatandan-kesehatan.html
10. Anonim. Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K). [1 screen, cited 3 Juli
2013]. Diunduh dari: http://www.badungkab.go.id/index2.php?
option=com_content&do_pdf=1&id=527
11. Panggabean R. 2008. Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Petugas Laboratorium
Terhadap Kepatuhan Menerapkan Standar Operasional Prosedur (Sop) Di
Puskesmas Kota Pekanbaru Tahun 2008. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Medan:
USU

41

You might also like