Professional Documents
Culture Documents
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Ekonomi Industri
2.1.1. Konsep Dasar Ekonomi Industri
Secara mikro, industri adalah kumpulan dari perusahaan-perusahaan yang
menghasilkan barang-barang yang homogen, atau barang-barang yang mempunyai
sifat saling mengganti yang sangat erat. Secara makro, industri adalah kegiatan
ekonomi yang menciptakan nilai tambah (Hasibuan, 1994).
Ekonomi Industri merupakan suatu keahlian khusus dalam ilmu ekonomi.
Ekonomi Industri menelaah struktur pasar dan perusahaan yang secara relatif lebih
menekankna pada studi empiris dari faktor-faktor yang mempengaruhi struktur
pasar, perilaku pasar dan kinerja pasar. Dalam ekonomi industri terdapat dua sisi
yang menarik, di satu sisi ekonomi industri merupakan seperangkat konsep dan
analisa mengenai persaingan dan monopolo dengan berbagai macam pasar yang
berada di antara keduanya. Di sisi lain, ekonomi industri juga berkaitan dengan
pasar riil yang sangat diramaikan oleh adanya persaingan antar perusahaan (Jaya,
2001).
Beberapa alasan Ekonomi Industri menjadi semakin penting untuk
dipelajari, baik di negara-negara maju maupun di negara yang sedang
berkembang. Pertama, praktek-praktek struktur pasar yang semakin terkonsentrasi
dalam kegiatan bisnis dan praktek-praktek perilakunya menimbulkan kerugian
bagi konsumen. Kedua, semakin tinggi konsentrasi industri cenderung
mengurangi persaingan antar perusahaan sehingga menciptakan perilaku yang
kurang efisien. Ketiga, konsentrasi industri yang tinggi membawa konsentrasi
Struktur (Structure)
Defenisi dasar adalah sebagai su atu kelompok penjual dan pembeli yang
Secara teoritis struktur pasar dapat dibedakan menjadi dua yaitu pasar
persaingan sempurna dan pasar persaingan tidak sempurna. Pasar persaingan tidak
sempurna dibedakan menjadi tiga yaitu pasar persaingan monopoli, oligopoli dan
monopolistik. Struktur pasar dapat dilihat dari tiga
Jumlah
Tipe
Hambatan
Perusahaan
Produksi
Masuk
Banyak
Homogen
Banyak
Diferensiasi
Bebas
b. Oligopoli
Sedikit
Diferensiasi
Terbatas
c. Monopoli
Satu atau
Diferensiasi
Sangat
1. Persaingan
Bebas
Sempurna
2. Persaingan Tidak
Sempurna
a. Persaingan
Monopolistik
Kolusi
terbatas
seluruh pasar. Pangsa pasar dapat dihitung dengan beberapa cara yaitu
berdasarkan nilai penjualan, unit penjualan, unit produksi dan kapasitas produksi.
Pada produk yang bersifat homogen biasanya pangsa pasar diukur dengan
menggunakan unit atau volume penjualan sedangkan pada pasar yang produknya
heterogen, pangsa pasar dihitung terhadap total penjualan.
Pangsa pasar merupakan salah satu aspek yang penting untuk diperhatikan
oleh suatu perusahaan karena secara umum terdapat korelasi yang postif antara
pangsa pasar dengan profitabilitas atau keuntungan (Yunianti, 2001). Perusahaan
dengan pangsa pasar le bih baik akan mendapatkan keuntungan dari penjuakan
produk atau kenaikan harga sahamnya sehingga dapat dikatakan bahwa pangsa
pasar merupakan tujuan atau motivasi suatu perusahaan.
Tabel 2.2
Tipe-tipe Pasar
Tipe Pasar
Monopoli murni
Kondisi Utama
Contoh
Surat
Dominan
nasional, film
(Dominant firm)
batu baterai.
Oligopoli ketat
tv, bola
toko
Kayu, perkakas
tangga,
Oligopoli loggar
Kesepakata
diantara
menetapkan
harga
mereka
sebenarnya
lampu, sabun,
buku,
rokok,
rumah
mesin-mesin
keras,
mungkin.
Persaingan
Pedagang
monopolistik
penjual pakaian
eceran,
Semakin besar pangsa pasar maka semakin besar pula hak monopoli bagi perusahaan
yang bersangkutan. Derajat kekuatan pasar pada umunya akan muncul ketika pangsa pasar
mencapai 15 persen, pada tingkatan yang lebih tinggi yaitu 25-30 persen derajat monopoli
akan menjadi signifikan, dan pada tingkat 50-60 persen biasanya perusahaan mempunyai
kekuatan pasar yang sangat besar. Kesukesan perusahaan biasanya selain digambarkan oleh
profit tetapi juga oleh besarnya pangsa pasar.
b. Konsentrasi Pasar (Concentrate)
Konsentrasi (pemusatan) merupakan tingkat oligopoli dimana kombinasi pangsa pasar
dari perusahaan-perusahaan oligopoli tersebut membentuk suatu tingkatan pemusatan dalam
pasar. Penerimaan rata-rata industri yang telah terkonsentrasi akan lebih tinggi daripada
penghasilan dari jenis industri yang kurang terkonsentrasi.
Pengertian konsentrasi sangat erat hubungannya dengan pangsa pasar dari perusahaanperusahaan yang ada dalam suatu industri. Hal ini dapat dimaklumi karena konsentrasi adalah
besarnya pangsa pasar yang dikuasai oleh perusahaan relatif terhadap pangsa pasar total yang
biasanya diambil dari pangsa pasar perusahaan terbesar dalam industri dimana perusahaanperusahaan tersebut berada. Semakin besar pangsa pasar yang
dikuasai oleh perusahaan-perusahaan tesebut rel atif terhadap pasar total, maka dapat
dikatakan bahwa industri tersebut mempunyai tingkat konsentrasi yang tinggi.
c. Hambatan Untuk Masuk (Barrier To Entry)
(2) Entry ditandai dengan didirikannya perusahaan baru dalam industri yang serupa
oleh perusahaan yang masih beroperasi dalam industri tersebut;
(3) Pengambilalihan (akuisisi) suatu perusahaan oleh perusahaan lain satu lingkup
industri;
(4) Penggabungan beberapa macam produk oleh perusahaan yang masih beroperasi
dalam industri tersebut sehingga menciptakan pangsa pasar baru;
(5) Masuknya perusahaan yang dimiliki oleh pemodal asing ke industri dalam
negeri.
Weiss (1965) mendefenisikan entry mencakup dua hal yaitu nama perusahaan
baru dan terdapat bangunan baru dalam suatu industri. Sedangkan Besanko, Dranove,
dan Shanley, (1996) menyatakan bahwa entry dapat didefenisikan sebagai masuknya
suatu produk baru/jasa baru yang ditawarkan oleh perusahaan yang telah atau baru
beroperasi ke dalam suatu pasar atau industri.
Ada beberapa hal umum mengenai hambatan masuk pasar yang harus diketahui.
Pertama, hambatan-hambatan yang timbul dalam kondisi pasar yang mendasar, tidak
hanya dalam bentuk perangkat legal maupun kondisi yang dapat berubah dengan cepat.
Kedua, hambatan dibagi mulai dari tingkatan tanpa hambatan sama sekali seperti pasar
persaingan sempurna, hambatan rendah, hambatan sedang, sampai
hambatan tingkat tinggi dimana tidak ada lagi jalan untuk masuk pasar, seperti
pada pasar dimana terdapat perusahaan yang menjadi monopolis. Ketiga,
Shepherd dalam Juwita (2004) membagi hambatan utnuk masuk menjadi dua
jenis, yaitu hambatan eksogen dan hambatan endogen.
Perilaku (Conduct)
Perilaku pasar yang dimaksud adalah pola tanggapan dan penyesuaian
terdapat tiga kriteria untuk melihat peilaku industri yaitu strategi harga, kondisi entry
dan tipe produk. Martin dalam Yunianti (2001) menyatakan bahwa perilaku strategis
perusahaan hanya ada pasar oligopoli. Perilaku industri dapat dilihat pada strategi
perusahaan dalam menentukan jumlah dominasi output, penentuan harga, advertensi,
pemilihan teknologi, kegiatan dalam pasar dan juga dalam kebijakan produk.
Sedangkan menurut Jaya (2001) pada perusahaan ada beberapa perilaku yang terjadi
antara lain penetapan harga, strategi produksi, kolusi dan penawaran vertikal.
Lipczynski (2005), mengemukakan 6 variabel utama perilku pelaku pasar
(conduct)
yaitu
tujuan
perusahaan,
kebijakan
harga,
karakteristik
produk,
pengembangan produk, kolusi, dan merger. Disamping itu, perilaku perusahaan juga
dapat diterangkan melalui strategi produk, strategi harga dan strategi promosi.
1. Strategi Produk
Strategi produk harus mengikuti perkembangan produk itu
sendiri. Dikatakan pula bahwa suatu produk memiliki daur hidup tersendiri yang terdiri
dari fase pengembangan perkenalan, pertumbuhan, kedewasaan, dan penurunan. Siklus
hidup produk merupakan jalur yang akan ditempuh oleh penjualan dan keuntungan
produk selama hidupnya (Kotler dan Armstrong, 2006). Strategi produk dapat
dilakukan dengan cara differensiasi produk dan strategi pengiklanan. Hal ini dilakukan
selain untuk membuat produk lebih dikenal karena memiliki cirri khas, juga agar
produk dapat laku di pasaran.
2. Strategi Harga
Dalam pasar persaingan sempurna, harga ditentukan oleh pasar.
Perusahaan tidak dapat mempengaruhi harga atau disebut pula price takers. Dalam pasar
persaingan tidak sempurna (monopoli, monopsoni, ologopoli, dan oligopsoni) perusahaan
dapat menentukan harga. Dalam pasar monopoli dan oligopoli dikenal adanya istilah
diskriminasi harga dengan memaksimumkan keuntungan dan menciptakan suatu
penghalang bagi perusahaan baru yang akan masuk ke pasar monopsoni maupun
oligopsoni.
3. Strategi Promosi
Promosi merupakan salah satu perilaku perusahaan yang
memaksimalkan keuntungan. Strategi promosi yang dijalankan
perusahaan dalam industrinya adalah melalui promosi dalam bentuk
iklan, distribusi produk, diskon atau potongan harga, product
display di tempat penjualan, serta kegiatan-kegiatan lainnya.
Promosi dapat dikatakan efektif jika dapat membuat konsumen mengetahui kelebihan
dari suatu produk dibandingkan produk lain sehingga dapat mendorong mereka untuk
membeli produk.
Kinerja (Performance)
Setiap perusahaan pasti akan mempunyai tujuan untuk menguasai pasar,
tujuan itu yang disebut dengan kinerja. Kinerja pasar dapat diartikan sebagai
sebuah usaha yang disesuaikan dengan struktur dan perilaku pasar dengan tujuan
akhir memperoleh keuntungan. Secara lebih rinci kinerja dapat dilihat dari laba,
efisiensi, pertumbuhan (termasuk peluasan pasar), kesempatan kerja, prestise
profesional, kesejahteraan personalia, dan juga kebanggaan kelompok. Kinerja
tergabung antara kinerja ekonomi dan non ekonomi (Hasibuan, 1994). Kinerja
dalam kaitannya dengan ekonomi memiliki banyak aspek, namun biasanya
dipusatkan pada tiga aspek pokok yaitu, efisiensi, kemajuan teknologi, dan
keseimbangan dalam distribusi (Jaya, 2001).
Menurut Jaya (2001) ada 4 tujuan kinerja, yaitu :
1. Efisiensi dalam pengalokasian sumberdaya
2. Kemajuan teknologi dan penggunaannya
3. Keseimbangan dan distribusi
4. Dimensi lain berupa kebebasan individu dalam memilih, keamanan dari
bahaya yang mengancam dan keanekaragaman budaya yang ada
kekuatan
pasar
yaitu
kemampuan
perusahaan-perusahaan
untuk
Strcture Conduct
akan melakukan kerjasama baik dalam bentuk kartel, kolusi maupun merger. Jika
beberapa perusahaan itu melakukan kerjasama maka akan menimbulkan kekuatan
gabungan antar perusahaan sehingga membuat perusahaan lain tidak dapat masuk
ke dalam pasar.
Conduct Performance
Hubungan antara perilaku dan kinerja adalah hubungan linier. Perilaku perusahaan
seperti kebijakan harga, kerjasama, dan pengembangan produk adalah perilaku
perusahaan untuk memenuhi tujuan perusahaan yang biasanya bertujuan untuk
memak simumkan keuntungan dan efisiensi. Sehingga jika tujuan perusahaan
adalah keuntungan maksimum, maka perusahaa akan melakukan kebijakan harga.
Jika tujuan perusahaan adalah efisiensi, maka perusahaan akan melakukan strategi
kerjasama dan pengembangan produk.
Structure Performance
Hubungan antara struktur dan kinerja adalah hubungan linier. Semakin
penggabungan kurva penawaran dan permintaan seperti tampak dalam grafik 2.1 dibawah
ini.
1. Biaya Penawaran
Dalam menentukan biaya penawaran dilakukan pendekatan dengan menggunakan
metode AIC (Average Incremental Cost). Perhitungan AIC hanya memperhitungkan
tambahan biaya yang diperlukan untuk mempertahankan kemantapan produksi dalam
kurun waktu tertentu. Pada kasus Indonesia BUMN berperan sebagai pemasok tunggal
sumber energi tertentu. Untuk itu Bank Dunia memberi saran agar digunakan konsep
perhitungan biaya rata-rata penuh (Average Full Cost). AFC adalah Aic dengan
penambahan kompensasi untuk produsen.
2. Premi Pengurasan
Premi pengurasan adalah komponen biaya untuk mengukur pertambahan biaya
produksi sumber daya energiyang tidak terbarukan. Selain itu juga menggambarkan satu
unit sumber energi yang digunakan saat ini tidak akan tersedis lagi dimasa akan datang.
Untuk kasus Indonesia diperlukan kebijakan khusus untuk mengatur premi pengurasan
karena pemilik energi bukan produsen energi.
3.
Biaya Eksternal
Pada dasarnya, biaya eksternal adalah besarnya biaya sosial yang dibebankan
kepada masyarakat sebagai akibat tidak langsung kegiatan produksi dan konsumsi
sumber energi. Seberapa besar biaya sosial yang dibebankan tergantung batasan ambang
batas yang tertuang dalam kebijakan masing-masing negara. Indonesia mamberikan
ambang batas pencemaran yang ketat jika dibandingkan dengan negara-negara lain.
Usaha mencari formulasi penentuan ambang batas yang lebih pasti memang terus
dilakukan. Di sisi lain tampak proses yang secara bertahap berusaha memasukkan
komponen biaya eksternal sebagai biaya internal. Usaha tersebut dilakukan lewat
perencanaan yang lebih baik, penambahan peralatan atau iuran yang ditarik pemerintah
sebagai kompensasi atas kerusakan lingkungan yang terjadi. Untuk hal terakhir tercermin
lewat biaya restribusi, pajak atau biaya izin pembuangan limbah.
.4 Biaya Transportasi
Biaya transportasi atau sering disebut biaya distribusi terjadi karena terdapat
masalah jarak antara sumber dan pemakai energi. Energi harus diangkut dari sumbernya
supaya dapat dikonsumsi. Biaya transportasi harus dihitung dan dibebankan dalam harga
pada titik konsumen.
Biaya transportasi dapat mempengaruhi skala ekonomi produksi suatu sumber energi.
Biaya transportasi dapat dipengarui oleh beberapa faktor berikut:
1. Biaya transportasi oleh jarak/keadaan geografi titik permintaan. Jarak semakin
jauh akan meningkatkan biaya transportasi pada volume penjualan tertentu.
2. Biaya transportasi akan sensitif terhadap banyaknya konsumen. Semakin banyak
konsumen, semakin besar pula volume yang harus disediakan.
3. Biaya transportasi dipengaruhi oleh proporsi cadangan yang diolah pada titik
permintaan tertentu. Apabila pangsa pasar yang terpenuhi pada titik permintaan
relatif kecil dibandingkan dengan besarnya potensi cadangan, sementara potensi
Nilai Netback
Nilai netback pada dasarnya membahas kemungkinan harga tertinggi yang
Harga Efisien
Harga efisien sebenarnya merupakan tingkat harga yang terbentuk saat
permintaan sama dengan penawaran, atau saat keseimbangan. Dalam kenyataannya harga
efisien sangat sulit ditemui. Meskipun begitu, tingkat harga efisien penting untuk
diketahui terutama oleh para pembuat kebijakan. Dengan mengetahui secara pasti harga
efisien, pemerintah dapat menetapkan sekaligus menentukan lebih jauh besar surplus
ekonomi yang dapat diterima lewat keijakan fiskal tanpa harus merugikan produsen
energi.
Dalam praktiknya harga efisien dihitung dengan menggunakan metode
optimalisasi, yaitu mendefinisikan tujuan dan kendala yang timbul dari usaha menuju
optimalisasi. Contohnya adalah sebagai berikut :
Memaksimalkan keuntungan
2.2.4
Harga Finansial
Harga finansial adalah harga patokan atau harga minimal yang muncul di sisi produsen.
Mekanismenya adalah proses negosiasi dengan pihak konsumen. Harga maksimum yang
dapat diperoleh konsumen merupakan harga finansial tadi. Jika konsumen bersedia
membayar pada tingkat harga tersebut berarti konsumen akan membeli. Jika tidak
bersedia, maka konsumen akan mencari energi alternatif lain yang dapat mensubstitusi
energi tersebut.
Harga finansial berhubungan erat dengan sistem perjanjian kerja yang berlaku
antara produsen dan pemerintah. Sebagai contoh harga finansial minyak, gas bumi,
batubara dan panas bumi di Indonesia. Pengembangan energi primer tersebut dapat
diusahakan sendiri oleh BUMN yang bersangkutan atau berdasarkan kontrak bagi hasil,
kontrak operasi bersama dan kontrak kerja sama. Perhitungan harga finansial akan
berbeda bila semua diusahakan sendiri oleh BUMN yang bersangkutan. Hal ini
produsen
dan
konsumen
yaitu long
run
marginal
cost (LRMC)
dan
nilai netback. Penetapan harga di bawah nilai LRMC mengakibatkan kerugian di pihak
produsen dalam jangka panjang. Sementara penetapan harga yang melebihi
nilai netback akan merugikan konsumen.
Pada kenyataannya penetapan harga di indonesia sangat di pengaruhi berberapa hal
yaitu :
1. variabel ekonomi (efisiensi),
2. distribusi energi
3. finansial (inefisiensi)
Harga yang di tetapkan sampai saat ini tidak berada pada tingkat efisien maupun
inefesiensi. Subsidipun masih tetap diberlakukan. Dengan kata lain penetapan harga
energi di indonesia belum mengarah pada penetapan harga yang efisien. Penetapan harga
masih dihubungkan dengan distribusi pendapatan melalui struktur harga energi.
Seperti dalam penjelasan harga finansial, inefesiensi alokasi sumber energi terjadi
karena distorsi pasar. Kasus distorsi pada umumnya bersumber dari intervensi pemerintah
melalui pajak dan subsidi. Namun di sini perlu ditekankan bahwa intervensi tersebut di
selenggarakan berkaitan dengan obyektif sosial. Terlepas dari maksud dan tujuan
pemerintah, penetapan pajak dan subsidi yang tidak tepat akan menimbulkan inefesiensi
bagi perekonomian.
Dari kerangka ekonomi mikro, dengan menganggap elastisitas permintaan dan
penawaran sama dan moderat, penetapan pajak membuat harga menjadi lebih tinggi dari
pada harga keseimbangan. Dampak selanjutnya penetapan pajak tersebut adalah
penurunan surplus produsen dan surplus konsumen.
Pembahasan subsidi sebenarnya identik dengan pajak. Namun subsidi di sini
dianggap negative tax.Output yang dihasilkan saat ini lebih banyak dari pada yang
seharusnya terjadi pada posisi keseimbangan. Dalam sejarah penetapan harga di
Indonesia, subsidi selalu mendapat perhatian khususnya dalam distribusi kesejahteraan
bagi masyarakat yang kurang mampu dan untuk mendorong industrialisasi.
2.2.3.2
Obyektif Sosial
Obyektif sosial merupakan kaidah keadilan dan kesejahteraan bagi seluruh
masyarakat. Fungsi atau obyektif sosial terutama masalah subsidi seperti telah di jelaskan
sebelumnya, subsidi memang tidak akan mencerminkan tingkat harga energi yang
sebenarnya. Namun dalam kebijakan harga, subsidi merupakan salah satu instrumen
untuk meratakan penggunaan energi di masyarakat, terutama masyarakat berpenghasilan
rendah. Selain itu subsidi juga dapat dijadikan alat untuk mendukung sektor industri.
Kebijakan subsidi diberlakukan ketika harga suatu produk energi dinilai tidak
sebanding dengan daya beli masyarakat berpenghasilan rendah. Pemerintah indonesia
sendiri menerapkan dengan subsidi silang. Suatu produk energi dijual dengan harga
tinggi, diatas tingkat harga sebenarnya dan selisih harga digunakan untuk menutup
kerugian produk energi yang lain. Contoh klasik di indonesia adalah subsidi produk
energi minyak tanah.
Minyak tanah merupakan jenis energi yang paling banyak di gunakan, terutama
untuk kalangan masyarakat berpenghasilan rendah. Subsidi silang terhadap minyak tanah
diberikan premium, bahan bakar yang sering digunakan masyarakat untuk kendaraan
bermotor. Subsidi untuk sektor industri diberikan pada bahan bakar solar, jenis energi
yang sering di gunakan sektor industri.
Namun tampaknya perlu di cermati apakah subsidi solar dan minyak tanah sudah
tepat diterima oleh pengguna akhir yang memang betul-betul memerlukan. Data terbaru
biro pusat statistik menunjukan bahwa masyarakat berpendapatan menengahpun masih
banyak yang mengkonsumsi minyak tanah. Di samping itu, menurut hasil studi yang di
lakukan Mark Pitt. Tidak terdapat hubungan yang segnifikan antara harga dengan
konsumsi kayu bakar masyarakat yang berpenghasilan rendah. Penggunaan kayu bakar
oleh masyarakat berpenghasilan rendah l;ebih disebabkan tingkat pendapatan mereka
yang rendah. Bila konsumsi masyarakat lapisan tersebut ingin di ubah ke BBM, maka
pendapatan mereka harus ditingkatkan terlebih dahulu.
Contoh lain adalah penerapan subsidi tarif listrik. Penerapan tarif listrik di
indonesia di bedakan menurut pengguna akhir. Tarif untuk kalangan industri berbeda
dengan tarif untuk perkantoran dan rumah tangga. Salah satu fungsi pembedaan tarif ini
adalah untuk memberikan subsidi silang di antara berbagai pengguna tersebut. Penetapan
tarif untuk golongan industri dan perkantoran tertentu umumnya lebih besar dari pada
penetapan tarif untuk golongan rumah tangga tertentu. Tarif untuk berbagi golongan
masih di pilah lagi berdasarkan batas daya.
Dalam praktik, subsidi dapat dibedakan antara subsidi secara finansial atau secara
ekonomi.
Secara finansial subsidi hanya merupakan selisih antara biaya produksi dan biaya
distribusi dengan harga produk energi tersebut yang sebenarnya terjadi di pasar.
sebenarnya terjadi dari proses produksi dengan harga efisien. Jika selisihnya tidak
dijadikan subsidi, dalam subsidi secara ekonomi ini. Seluruh selisih tersebut akan di
tanggung oleh masyarakat dan perekonomian sebagai beban inefisiensi.
2.2.3.3
Masalah Lingkungan
Indonesia memasukkan isu lingkungan dalam penetapan harga lewat biaya
eksternal dalam struktur biaya produksi. Konsep ini dijalankan untuk mendukung
terlaksananya pembangunan yang berkelanjutan. Berbagai komponen biaya yang
berhubungan dengan isu lingkungan dalam praktik digunakan untuk kegiatan
penanggulangan dampak negatif terhadap lingkungan. Di samping itu juga untuk tujuan
konservasi sumber daya energi, sehingga keberadaanya dapat terus terjamin untuk masa
akan datang. Biaya ekstenal yang dikeluarkan produsen energi terkait erat dengan
ambang batas pencemaran yang ditentukan oleh otoritas lingkungan. Di indonesia,
pelaksanaanya harus memenuhi persyaratan analisa mengenai dampak lingkungan dan
pencegahannya memerlukan biaya yang sudah termasuk dalam struktur biaya energi.
2.2.4
2.3.4.1
Harga GSP diterapkan sejak tahun 1968 1986 saat harga minyak mentah di pasar dunia
menunjukkan perkembangan menggembirakan. Harga GSP berpedoman pada harga yang
telah ditetapkan OPEC.
Karena harga minyak dunia terus berfluktuasi maka Indonesia menetapkan patokan harga
baru, yaituIndonesia Crude Price. Perhitungan ICP dibuat berdasarkan harga basket
minyak mentah dunia yang dikeluarkan oleh Asian Petroleum Price Index (APPI).
2. Gas Bumi
Harga gas bumi diusahakan memenuhi kriteria produsen dan konsumen. Namun
dalam penetapan harga gas bumi terdapat beberapa kendala, diantaranya adalah teknis
pemurnian gas bumi dan pencairan dalam bentuk LNG ekspor sehingga membuat biaya
teknologi gas bumi masih sangat mahal.
Pada prinsipnnya harga gas bumi Indonesia ditentukan berdasarkan hasil
negosiasi antara produsen dan konsumen. Namun harga pemakaian gas bumi untuk
konsumen tertentu, seperti rumah tangga yang disalurkan oleh Perusahaan Gas Negara
(PGN), ditetapkan oleh pemerintah setelah dibandingkan dengan harga BBM tertentu
yang menjadi saingan gas bumi. Langkah ini untuk mendorong pemakaian gas bumi lebih
banyak di tingkat konsumen.
3. Batubara
Harga yang berlaku untuk batubara sesuai dengan harga yang terjadi di pasar
internasional. Pemerintah sendiri pernah menetapkan harga energi batubara konsumsi
domestik tidak melebihi harga CIF batubara impor Asia Pasifik dan 65 persen harga
minyak bakar domestik. Untuk ekspor, batubara Indonesia tetap mengacu pada harga
pasar dengan memperhatikan pesaing yang ada terutama Australia dan Kanada. Harga
untuk dalam negeri terutama ditetapkan melalui negosiasi antara produsen dan konsumen
dengan memperhatikan ROR yang wajar untuk produsen batubara.
4. Panas Bumi
Harga jual panas bumi sebagai energi primer di Indonesia terbagi menjadi dua
sistem, yakni berdasarkan pola pengusahaan industri panas bumi nasional lewat harga
jual uap hasil produksi Pertamina dan harga jual uap hasil produksi Kontrak Operasi
Bersama pengembangan swasta dengan Pertamina. Pada saat ini keekonomian panas
bumi memang hanya untuk pembangkit listrik. Harga jual uap Pertamina ditetapkan
sebesar 80 persen dari harga eceran minyak bakar dalam negeri (Rp/liter) dan dengan
faktor konversi 0,28 untuk mengubah menjadi Rp/kWh. Sedangkan besarnya harga jual
dari Kontrak Operasi Bersama (KOB) ditetapkan dan dieskalasi dalam suatu indeks.
Penetapan harga dibuat dalam serangkaian formula yang diatur dalam kontrak
berdasarkan hasil negosiasi antara konsumen PLN dan KOB. Penetapan harga seperti itu
dilakukan untuk panas bumi dari Salak dan Darajat.
5. Air
Energi air adalah bentuk energi primer yang dapat diperbarui. Peranannya sangat besar
terutama dalam pengadaan listrik untuk masyarakat. Penggunaannya sebagai sumber
pembangkit listrik merupakan usaha untuk mendukung diversifikasi energi. Diharapkan
penggunaan energi air dapat mengurangi tingkat konsumsi BBM.
Produk
Avgas
1.152.20
Avtur
1.004.25
Premium
1.124.09
minyak tanah
1.004.25
minyak solar
1.102.95
minyak diesel
931.10
minyak bakar
750.15
Tabel 2.4 Harga Jual Eceran Dalam Negeri Bahan Bakar Minyak Bumi dan Perhitungan
Besarnya Subsidi Ekonomi
Produk
Harga
Avgas
420
420-1.152.20=(732.2)
Avtur
420
420-1.004.25=(584.25)
Premium
700
700-1.124.09=(424.09)
minyak tanah
280
280-1.004.25=(724.25)
minyak solar
380
380-1.102.95=(722.95)
minyak diesel
360
360-931.10=(571.1)
minyak bakar
240
240-750.15=(510)
produksi BBM. HPP dihitung dengan mengurangi pendapatan penjualanb BBM dalam
negeri setelah itu dikurangi biaya-biaya kemudian dibagi dengan besarnya volume BBM.
Sisi biaya dikelompokan dalam biaya pengadaan minyak mentah dan produk serta
biaya operasi. Biaya pengadaan minyak mentah dan produk merupakan biaya yang
dominan dalam struktur biaya bbm yang terdiri atas pembelian minyak mentah, impor
BBM, perubahan persediaan, dan nilai non-BBM. Sedangkan biaya operasi terdiri dari
atas biaya pengolahyan, biaya distribusi, biaya angkutan laut, biaya umum dan
aministrasi, biaya bunga dan biaya penyusun.
Harga BBM berdasarkan ketetapan pemerintah adalah harga yang ditetapkan dan
diberlakukan untuk konsumsi nasional. Tabel 2 merupakan contoh harga yang ditetapkan
pemerintah, dan tetap dipakai sampai dengan februari 1998, seperti tertera dalam Keppres
No. 1/1993 tentang Harga jual eceran dalam negeri Bahan bakar minyak bumi.
Nilai HPP yang diperoleh setelah dikurangi harga rata-rata Pertamina disebut laba
bersih minyak (LBM). Nilai LBM negatif mencermikan besarnya subsidi yang harus
dikeluarkan. Bila positifberrarti mencerminkan laba bersih. Terlihat diatas untuk
mempertaankan supaya hargadengan seperti tertera dalam Keppres no.1/1993, LBM
merupakan besarnya subsidi yang harus dikeluarkan agar harga tidak berubah. Total
subsidi yang harus dikeluarkan pemerintah agar harga tidak berubah. Total subsidi yang
harus dikeluarkan kemudian dibagi menurut proporsi dalam struktur BBM.
Tabel
2.5
merupakan
contoh
penetapan
HPP BBM
yang
kemudian
mnenghasilkan besarnya subsidi yang harus dikeluarkan pemerintah. Prinsip subsidi yang
seharusnyya dilakukan sekarang untuk avtur, avgas, dan minyak bakar mengacu pada
harga pasar, sementara premium diatas harga pasar karena jenis BBM ini dipakai oleh
Harga BBM dilihat dari alur produksi konsumsi terbentuk setelah melalui tiga proses.
Pertama, kegiatan eksplorasi dan produksi. Kedua, kegiatan operasi kilang. Ketiga,
kegiatan operasi distribusi.
Kegiatan pertama masuk dalam kegiatan industri hulu, sedangka kegiatan kedua
da ketiga masuk dalam kegiatanindustri hilir. Harga yang dihadapi kegiatan eksplorasiproduksi adalah harga pasar, walaupun sebagian kecil terdiri atas DMO (Domestic
Market Obligation) yang merupakan bagian dari produksi minyak Indonesia yang harus
disetor untuk memenuhi kebutuhan domestik dengan harga tertentu. Sedangkan kegiatan
operasi kilang dan distribusi menghadapi harga yang telah disubsidi, bukan harga pasar
sebenarnya.
Tabel 2.5 memperlihatkan sekali lagi komponen biaya terbesar dalam penetapan
harga pokok ppenjualan BBM adalah biaya pembelian minyak mentah dari pasar
internasional. Proporsinya sekitar 75% dari total biaya. Untu menghindari gejolak harga
minyak domestik, perlu dipertimbangkan alternatif penetapan harga BBM dengan
menggunakan ceiling price dan floor price. Cara ini dilakukan beberapa negara
berkembang pada tahapan awal atau masa transisimenuju harga pasar. Ceiling price
adalah batasan harga tertinggi dan floor price adalah batasan harga terendah yang dapat
ditetapkan pemerintah.
Rupiah/Ekivalen
Rupiah
Dolar AS
Rupiah/Liter
(juta)
(juta)
(ribu)
19.066.913
19.066.913
366.561
Jumlah Penapatan
19.066.913
19.066.913
366.561
I Pendapatan
19.946.336
57.908
3.975.651
383.901
7.807.906
1.567.212
150.688
3. Impor BBM
7.366.815
1.473.651
141.780
4. Pembelian BBM
3.590.253
751.051
69.456
5. Perubahan Persediaan
-1.519.826
-1.565.769
-29.908
-8.672.429
-1.754.234
-165.890
Jumlah
28.519.056
1.454.713
5.994.781
548.764
1. Biaya Pengolahan
2.350.749
901.245
289.632
45.193
2. Biaya Distribusi
1.460.748
1.020.760
88.908
28.904
2.129.647
321.876
40.942
90.312
90.780
1.738
5. Biaya Bunga
195.642
59.242
27.212
B. Biaya Operasi
3.751
6. Biaya Penyusutan
363.670
363.254
6.992
Jumlah
6.590.768
2.959.790
726.300
125.057
Jumlah Biaya
35.`09.524
1.507.812
6.720.890
647.908
(Subsidi)/LBM
-16.267.098
17.587.568
6.720.347
-308.901
2. Energi Listrik
Konsep perhitungan utama menggunakan metode biaya pembangkitan terendah. Secara
umum, harga energi listrik yang sampai ke pemakai akhir terdiri atas komponen biaya
pembangkitan, biaya transmisi, dan biaya distribusi. Variabel yang paling menentukan
harga listrik dari ketiga komponen tersebut adalah biaya pembangkitan listrik.
Selama ini dipakai metode biaya pembangkitan terendah untuk menentukan
besarnya harga listrik di lokasi pembangkitan. Secara umum metode ini terdiri dari tiga
variabel utama, yaitu biaya modal, biaya operasi dan perawatan, serta biaya bahan bakar.
Berikut ini adalah tabel yang menunjukkan basarnya komponen biaya dalam penentuan
biaya beberapa jenis pembangkit listrik.
Jenis Pembangkit
Listrik
Biaya
Biaya
Modal
O&M
(mills/kWh)
Biaya
Total
Bahan Bakar
PLTD MFO
12.3
2.6
31.2
46.1
PLTU Batubara
12.8
2.7
19.8
35.3
PLTU MFO
10.0
2.1
29.9
42.0
7.8
1.7
23.9
33.4
12.6
2.7
26.3
41.6
PLTG HSD
21.4
4.6
101.3
127.3
21.4
11.4
52.4
85.2
8.0
1.7
33.4
43.1
PLTP
Penentuan tarif dasar listrik (TDL) sebenarnya merupakan upaya yang sangat
penting dilakukan, bila dikaitkan dengan struktur dan tingkat harga. Pada prinsipnya
penentuan TDL berdasarkan diskriminasi harga dan harga mark-up dari biaya finansial.
Kriteria penetapan TDL bertujuan untuk :
1. Memenuhi sebagian kebutuhan pendanaan untuk investasi yang menjamin
tersedianya tenaga listrik secara efisien dan berkelanjutan
2. Menjamin keadaan keuangan pemegang kuasa usaha ketenagalistrikan agar sehat
dan wajar