Professional Documents
Culture Documents
BAB I
PENDAHULUAN
Rhinitis adalah gangguan yang sangat umum yang disebabkan oleh peradangan atau
iritasi pada mukosa hidung. Gejala dominan yaitu sumbatan hidung; namun, pada beberapa
pasien, pilek, bersin berlebihan atau hidung gatal mungkin menjadi gejala yang paling
mengganggu. Penyebab paling umum dari inflamasi hidung adalah infeksi virus dan respon
alergi terhadap alergen yang terdapat di udara.(1)
Rhinitis merupakan masalah yang sering hadir dalam perawatan primer dan dikaitkan
dengan morbiditas yang cukup besar. Hal ini mempengaruhi kualitas hidup, kinerja dan
kehadiran di sekolah dan tempat kerja, serta memiliki dampak yang signifikan terhadap biaya
perawatan kesehatan. Meskipun sebagian besar kasus rhinitis jinak, jangka pendek dan
bersifat self-limiting atau dapat sembuh sendiri, namun terdapat sejumlah besar yang mengalami
gejala yang lebih signifikan sering dalam jangka waktu yang lama.(2)
Ada 3 jenis rhinitis yang sering ditemukan pada praktek klinik yaitu rhinitis alergi, rhinitis
non-alergi dan rhinitis infeksi.(2) Rhinitis alergi terjadi ketika alergen merupakan pencetus untuk
menimbulkan gejala pada hidung. Rhinitis alergi merupakan kondisi yang paling umum terjadi di
seluruh dunia. Di Amerika Serikat, mempengaruhi antara 10-30% populasi dewasa umum dan
hingga 40% anak-anak. Rhinitis non-alergi adalah ketika obstruksi dan rhinorrhea terjadi dalam
kaitannya dengan non-alergi, pencetus non-infeksi seperti perubahan cuaca, paparan bau yang
menyengat atau asap rokok, perbedaan tekanan udara, dan lain-lain. Diperkirakan mempengaruhi
lebih dari 19-20 juta pasien di Amerika Serikat, dengan rhinitis vasomotor merupakan subtipe
yang paling umum.(3) Sedangkan pada rhinitis infeksi, common cold dan banyak virus
(rhinovirus, coranovirus, respiratory syncytial virus/ RSV, dan lain-lain) sering menyebabkan
rhinitis. Hanya sejumlah kecil infeksi virus yang memiliki komponen superinfeksi dengan
bakteri (0,5-2%). Sebagian besar anak-anak normal akan memiliki rata-rata 6-8 kali pilek per
tahun. Infeksi bakteri (Streptococcus, Haemophilus, Moraxella) kurang umum tetapi dapat
berkembang menjadi rhinosinusitis umumnya dengan sumbatan hidung, nyeri pada wajah, krusta
dan discharge mukopurulen. Meskipun jarang dalam perawatan primer, jamur dan infeksi
opurtunistik lainnya juga dapat muncul dan harus dipertimbangkan pada individu dengan
imunosupresi.(2)
Berdasarkan perjalanan penyakitnya, infeksi dapat berlangsung akut maupun kronis,
dengan batasan waktu kurang atau lebih dari 12 minggu. Rhinitis infeksi terbagi atas rhinitis akut
yang merupakan manifestasi dari rhinitis simpleks, rhinitis kronis yang terdiri dari rhinitis
hipertrofi, rhinitis sika dan rhinitis spesifik (rhinitis atrofi, rhinitis difteri, rhinitis jamur, rhinitis
tuberkulosa dan rhinitis sifilis).(4)
BAB II
PEMBAHASAN
A.
DEFINISI
Rhinitis adalah terjadinya proses inflamasi mukosa hidung yang dapat disebabkan oleh
infeksi, alergi atau iritasi, dan secara klinis didefinisikan oleh beberapa gejala umum
dari nasal discharge, gatal, bersin, hidung tersumbat dan kongesti. Rhinitis infeksi dimana proses
inflamasi disebabkan oleh mikroorganisme penyebab infeksi yang terdiri dari virus, bakteri non
spesifik, bakteri spesifik dan jamur.(2,4)
B.
EPIDEMIOLOGI
Data mengenai epidemiologi rhinitis infeksi sangat terbatas bila dibandingkan dengan
rhinitis
jenis
laiinya,
terutama
rhinitis
alergi.
Namun,
berdasarkan
CDC, common
cold merupakan alasan utama anak-anak tidak masuk sekolah dan orang dewasa kehilangan
pekerjaan. Setiap tahunnya di Amerika serikat, terdapat jutaan kasus common cold. Orang
dewasa memiliki rata-rata 2 3 kali pilek per tahun dan pada anak-anak 6 10 kali per
tahun. Wanita, khususnya usia 20 30 tahun, menderita pilek lebih daripada pria. National
Institute of Allergy and Infectious Disease menghubungkan kemungkinan ini pada angka
kejadian yang tinggi dari kontak dengan anak kecil. Orang dengan usia lebih dari 60 tahun
memiliki kurang dari satu pilek per tahun.(5,6)
Rhinovirus menyebabkan sekitar 30% - 35% dari semua common cold pada dewasa, dan
lebih
aktif
pada
awal
musim
gugur,
musim
semi
dan
musim
panas.
Ilmuwan
percaya, Coronavirus menyebabkan presentase besar dari semua common cold pada dewasa,
yang paling sering terjadi pada musim dingin dan awal musim semi. (6) Rhinitis virus dapat
menjadi predisposisi infeksi bakteri yang dapat berakibat pada hilangnya akitivitas silia mukosa
hidung. Rhinitis dapat dikelola gejalanya, tetapi jika kondisi yang sama berlanjut lebih dari
seminggu kemudian ditambah infeksi bakteri maka antibiotik harus diresepkan. (7) Sekitar 0,5% 2% dari infeksi virus pada traktus respiratorius bagian atas akan berkembang menjadi infeksi
bakteri akut.(8)
C.
PATOFISIOLOGI
Virus menyebabkan infeksi dengan mengatasi sistem pertahanan tubuh yang kompleks.
Pertahanan tubuh pada lini pertama yaitu mukus, diproduksi oleh membran pada hidung dan
tenggorokan. Mukus menangkap material yang kita hirup: serbuk sari, debu, bakteri dan virus.
Ketika virus penetrasi di mukus and masuk sel, hal ini menyebabkan perintah pada mesin
pembuatan protein untuk memproduksi virus baru, yang pada gilirannya, akan menyerang sekitar
sel.(9)
Setelah masa inkubasi 24 72 jam, sebagian besar pasien mengalami nyeri tenggorokan
atau gatal yang diikuti dengan obstruksi hidung, rhinorrhea dan bersin.(10) Obstruksi hidung
disebabkan oleh dilatasi pembuluh darah akibat proses inflamasi, dan edema juga akan
memperberat terjadinya obstruksi. Sedangkan rhinorrhea terjadi oleh eksudasi serum dan sekresi
dari mukus karena adanya stimulasi kolinergik.
D.
KLASIFIKASI
1. Rhinitis akut
Rhinitis simpleks (pilek, salesma, common cold, coryza)
2. Rhinitis kronis
a) Rhinitis hipertrofi
b) Rhinitis Sicca
c) Rhinitis spesifik :
Rhinitis Difteri
Rhinitis Atrofi
Rinitis Sifilis
Rhinitis Tuberkulosa
Rhinitis akibat Jamur.(11)
1.
RHINITIS AKUT
RHINITIS SIMPLEKS
Penyakit ini merupakan penyakit virus yang paling sering ditemukan pada manusia.
Mengingat frekuensi dan fakta bahwa penyakit ini tidak memberi kekebalan post infeksi.
Rhinitis simpleks ini sering disebut sebagai selesma, common cold dan flu.(4,12)
o Etiologi
Beberapa jenis virus dan yang paling penting adalah rhinovirus. Virus-virus lainnya
adalah myxovirus, virus coxsackie dan virus ECHO.(4) Infeksi ini ditularkan melalui jalur udara
(droplet infection). Paparan dingin dan faktor lingkungan lainnya dapat meningkatkan
kerentanan host terhadap infeksi. Masa inkubasi 3 7 hari.(12)
o Manifestasi klinis
Penyakit ini sangat menular dan gejala dapat timbul sebagai akibat tidak adanya kekebalan,
atau menurunnya daya tahan tubuh (kedinginan, kelelahan, adanya penyakit menahun, dan lainlain.(4)
Pada stadium prodromal yang berlangsung beberapa jam, didapatkan rasa panas, kering
dan gatal di dalam hidung. Kemudian akan timbul bersin berulang-ulang, hidung tersumbat dan
ingus encer, yang biasanya disertai demam dan nyeri kepala.(4) Stadium pertama biasanya terbatas
3 5 hari. Sekret hidung mula-mula encer dan banyak, kemudian menjadi mukoid, lebih kental
dan lengket. Hal ini dikarenakan virus merusak sistem transportasi mukosiliar, yang menghambat
sekresi pembersihan normal. Dengan nasal discharge yang melimpah, perubahan inflamasi sering
melibatkan vestibulum nasi. Kerusakan epitel akibat virus menyebabkan kolonisasi bakteri, yang
mengubah konsistensi yang jelas dari nasal discharge. Hal ini mengakibatkan sekret menjadi
mukopurulen (gambar 2). Gejala lokal dan sistemik biasanya akan reda dalam waktu sekitar
seminggu. (12,13)
o Diagnosis
Pada pemeriksaan fisik ditemukan mukosa hidung tampak merah, membengkak dan
ditutupi sekret yang mudah diamati intranasal. Bila terjadi infeksi sekunder dari bakteri, ingus
menjadi mukopurulen.(4,13)
o Terapi
Tidak ada terapi spesifik untuk rhinitis simpleks, selain istirahat dan pemberian obat-obat
simptomatis, seperti analgetika, antipiretika dan obat dekongestan.(4) Terapi terdiri dari tindakan
suportif untuk meredakan obstruksi hidung dan mencegah sinusitis dan sekuele lainnya dengan
penggunaan dekongestan tetes hidung. Obat tetes hidung harus digunakan tidak lebih lama
daripada waktu yang benar-benar diperlukan (umumnya tidak lebih dari 1 minggu karena resiko
takiplaksis) dengan rebound pembengkakan dari mukosa hidung. Antibiotik mungkin juga akan
diresepkan pada pasien dengan superinfeksi bakteri atau keterlibatan sinus paranasal.(12)
2.
RHINITIS KRONIS
a)
RHINITIS HIPERTROFI
Istilah hipertrofi digunakan untuk menunjukkan perubahan mukosa hidung pada konka
inferior yang mengalami hipertrofi karena proses inflamasi kronis yang disebabkan oleh infeksi
bakteri primer atau sekunder. Konka inferior dapat juga mengalami hipertrofi tanpa terjadi
infeksi bakteri, misalnya sebagai lanjutan dari rhinitis alergi dan vasomotor.(4)
o Gejala klinis
Gejala utama adalah sumbatan hidung atau gejala di luar hidung akibat hidung yang
tersumbat, seperti mulut kering, nyeri kepala dan gangguan tidur. Sekret biasanya banyak dan
mukopurulen.(4)
o Diagnosis
Pada pemeriksaan ditemukan konka yang hipertrofi, terutama konka inferior.
Permukaannya berbenjol-benjol karena mukosa yang juga hipertrofi. Akibatnya pasase udara
dalam rongga hidung menjadi sempit. Sekret mukopurulen dapat ditemukan di antara konka
inferior dan septum dan juga di dasar rongga hidung.(4)
o Terapi
Tujuan terapi adalah mengatasi faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya rhinitis
hipertrofi. Terapi simptomatis untuk mengurangi sumbatan hidung akibat hipertrofi konka dapat
dilakukan kaustik konka dengan zat kimia (nitras argenti atau trikloroasetat) atau dengan kauter
listrik (elektrokauterisasi). Bila tidak menolong, dapat dilakukan luksasi konka, frakturisasi
konka multipel, konkoplasti atau bila perlu dilakukan konkotomi parsial.(4)
b)
RHINITIS SICCA
Rhinitis Sicca atau secara umum disebut dry nose adalah masalah yang agak sering
melibatkan banyak orang. Ahli THT sering menggunakan istilah Rinitis Sicca atau Rhinitis
kering, meskipun tidak ada definisi yang jelas.(14)
Rhinitis Sicca terutama terjadi pada orang tua, dengan faktor yang memicu seperti bekerja
pada lingkungan berdebu, panas dan kering, juga pada penderita anemia, peminum alkohol dan
gizi buruk.(11)
o Gejala klinis
Banyak gejala selama hidung kering yang dapat ditemui, mulai dari sensasi subjektif
hidung kering dan gatal hingga rasa terbakar ringan, hidung tersumbat, krusta yang terkait
dengan bau tidak sedap, epistaksi dan penciuman berkurang. Rhinitis Sicca anterior berarti
peradangan kronis di daerah bagian anterior hidung, mempengaruhi bagian anterior dan kaudal
septum dan atau vestibulum hidung lateral. Faktor mekanik serta iritasi lingkungan menyebabkan
pembentukkan krusta. Dalam kasus yang jarang terjadi, terdapat bau karena kolonisasi bakteri
dari formasi krusta.(14)
o Pengobatan
Pengobatan Rhinitis Sicca melibatkan terutama untuk mengeliminasi faktor pencetus,
melembabkan, minum dalam jumlah yang cukup tiap harinya, pembersihan krusta, perawatan
mukosa dan menghambat terjadinya infeksi atau dalam kasus yang jarang eliminasi ruang
endonasal yang overlarge. Pengobatan utama untuk Rhinitis Sicca terdiri dari humadifikasi dari
hidung, terutama lendir, terfokus pada mencuci kemungkinan pemicu inflamasi dan penerapan
lapisan pelindung pada lendir. Irigasi hidung dan semprotan saline nasal mencuci pemicu
inflamasi
secara
langsung
dan
mencapai
dengan
bergunauntuk
pasien
yang
hidung bisa
menjadi pendekatan
digunakan
berguna untuk
luka dan
mencegah sumbatan
RHINITIS SPESIFIK
v RHINITIS DIFTERI
Penyakit ini disebabkan oleh Corynebacterium diphteriae, dapat terjadi primer pada
hidung atau sekunder dari tenggorok, dapat ditemukan dalam keadaan akut atau kronik. Dugaan
adanya Rhinitis Difteri harus dipikirkan pada penderita dengan riwayat imunisasi yang tidak
lengkap. Penyakit ini semakin jarang ditemukan, karena cakupan program imunisasi yang
semakin meningkat.(4)
o Gejala klinis
Gejala rhinitis difteri akut adalah demam, toksemia, terdapat limfadenitis dan mungkin ada
paralisis otot pernapasan. Pada hidung ada ingus yang bercampur darah, mungkin ditemukan
pseudomembran putih yang mudah berdarah, dan ada krusta coklat di nares anterior dan rongga
hidung. Jika perjalanan penyakitnya menjadi kronik, gejala biasanya lebih ringan dan mungkin
dapat sembuh sendiri, tetapi dalam keadaan kronik, masih dapat menulari.(4)
o Diagnosis
Pada pemeriksaan hidung didapatkan ingus bercampur darah, mungkin ditemukan
pseudomembran putih yang mudah berdarah di konka inferior dan sekitarnya, krusta coklat di
nares dan cavum nasi. Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan kuman dari sekret hidung.
(4)
o Terapi
Sebagai terapi diberikan ADS, penisilin lokal dan intramuskuler. Pasien harus diisolasi sampai
hasil pemeriksaan kuman negatif.(4)
v RHINITIS ATROFI
Rhinitis atrofi merupakan infeksi hidung kronik, yang ditandai oleh adanya atrofi progresif
pada mukosa dan tulang konka. Secara klinis mukosa hidung menghasilkan sekret yang kental
dan cepat mengering sehingga terbentuk krusta yang berbau busuk.(4)
o Epidemiologi
Wanita lebih sering terkena, terutama usia dewasa muda. Sering ditemukan pada
masyarakat dengan tingkat sosial ekonomi yang rendah dan sanitasi lingkungan yang buruk.(4)
o Etiologi
Banyak teori mengenai etiologi dan patogenesis rhinitis atrofi dikemukakan, antara lain:
1)
Infeksi
oleh
kuman
spesifik,
yang
tersering
ditemukan
adalah
spesies Klebsiella,
terutama Klebsiella ozaena. Kuman lainnya yang juga sering ditemukan adalah Stafilokokus,
Streptokokus dan Pseudomonas aeruginosa.
2)
Defisiensi Fe
3)
Defisiensi vitamin A
4)
Sinusitis kronik
5)
Kelainan hormonal
6)
o Gejala klinis
Keluhan biasanya berupa napas berbau, ada ingus kental berwarna hijau, ada kerak (krusta)
hijau, gangguan penghidu, sakit kepala dan hidung terasa tersumbat.(4)
o Diagnosis
Pada pemeriksaan hidung didapatkan rongga hidung sangat lapang, konka inferior dan
media menjadi hipertrofi atau atrofi, ada sekret purulen dan krusta yang berwarna hijau.(4)
Pemeriksaan penunjang untuk membantu menegakkan diagnosis adalah pemeriksaan
histopatologik yang berasal dari biopsi konka media didapatkan mukosa hidung tipis, silia
hilang, metaplasia epitel torak bersilia menjadi epitel kubik atau gepeng berlapis dan kelenjar
berdegenerasi dan atrofi (jumlahnya berkurang dan bentuknya kecil), pemeriksaan mikrobiologi
dan uji resistensi kuman dan tomografi komputer (CT scan) sinus paranasal.(4,11)
o Pengobatan
Oleh karena etiologinya multifaktorial, maka pengobatannya belum ada yang baik.
Pengobatan ditujukan untuk mengatasi etiologi dan menghilangkan gejala. Pengobatan yang
diberikan dapat bersifat konservatif, atau kalau tidak dapat menolong dilakukan pembedahan.(4)
1)
Pengobatan konservatif
Diberikan antibiotika spektrum luas atau sesuai dengan uji resistensi kuman, dengan dosis
yang adekuat. Lama pengobatan bervariasi tergantung hilangnya tanda klinis berupa sekret
purulen kehijauan.
Untuk membantu menghilangkan bau busuk akibat hasil proses infeksi serta sekret purulen
dan krusta, dapat dipakai obat cuci hidung. Larutan yang dapat digunakan adalah larutan garam
hipertonik.
R/ NaCl
Na4Cl
NaHCO3
Aqua ad
aaa9
cc 300
Larutan tersebut harus diencerkan dengan perbandingan 1 sendok makan larutan dicampur
9 sendok makan air hangat. Larutan dihirup (dimasukkan) ke dalam rongga hidung dan
dikeluarkan lagi dengan menghembuskan kuat-kuat atau yang masuk ke nasofaring dikeluarkan
melalui mulut, dilakukan 2 kali sehari. Jika sukar mendapatkan larutan di atas dapat dilakukan
pencucian rongga hidung dengan 100 cc air hangat yang dicampur dengan 1 sendok makan
(15cc) larutan betadine atau larutan garam dapur setengah sendok teh dicampur segelas air
hangat. Dapat diberikan vitamin A 3 x 50.000 unit dan preparat Fe selama 2 minggu.(4)
2)
Pengobatan operatif
Jika dengan pengobatan konservatif tidak ada perbaikan, maka dilakukan operasi. Teknik
operasi antara lain operasi penutupan lubang hidung atau penyempitan lubang hidung dengan
implantasi atau dengan jabir osteoperiosteal. Tindakan ini diharapkan akan mengurangi
turbulensi udara dan pengeringan sekret, inflamasi mukosa berkurang, sehingga mukosa akan
kembali normal. Penutupan rongga hidung dapat dilakukan pada nares anterior atau pada koana
selama 2 tahun. Untuk menutup koana dipakai flat palatum.
Akhir-akhir ini bedah sinus endoskopik fungsional (BSEF) sering dilakukan pada kasus
rhinitis atrofi. Dengan melakukan pengangkatan sekat-sekat tulang yang mengalami
osteomielitis, diharapkan infeksi tereradikasi, fungsi ventilasi dan drainase sinus kembali normal,
sehingga terjadi regenerasi mukosa.(4)
v RHINITIS SIFILIS
Penyakit ini sudah jarang ditemukan. Penyebab rhinitis sifilis ialah kuman Treponema
pallidum. Pada Rhinitis Sifilis yang primer dan sekunder, gejalanya serupa dengan Rhinitis Akut
lainnya, hanya mungkin dapat terlihat adanya bercak atau bintik pada mukosa. Keterlibatan
hidung dengan sifilis terutama terjadi pada tahap tersier. Manifetasi ini dengan adanya gambaran
infiltrasi gummata atau dengan penyebaran infiltrasi gummata pada rongga hidung. Pada rhinitis
sifilis tersier dapat ditemukan gumma atau ulkus, yang terutama mengenai septum nasi dan dapat
mengakibatkan perforasi septum.(4) Jika tidak diobati, penyakit ini menyebabkan kerusakan
progresif dari jaringan sekitarnya, dan kerusakan tulang akhirnya dapat terjadi.(12)
o Diagnosis
Pada pemeriksaan klinis didapatkan sekret mukopurulen yang berbau dan krusta.
Mungkin terlihat perforasi septum atau hidung pelana. Diagnosis pasti ditegakkan dengan
pemeriksaan mikrobiologik dan biopsi.(4)
o Terapi
Sebagai pengobatan diberikan Penisilin dan obat cuci hidung. Krusta harus dibersihkan
secara rutin.(4)
v RHINITIS TUBERKULOSA
Rhinitis tuberkulosa merupakan kejadian infeksi tuberkulosa ekstra pulmoner. Seiring
dengan peningkatan kasus tuberculosis (new emerging disease) yang berhubungan dengan kasus
HIV-AIDS, penyakit ini harus diwaspadai keberadaanya. (4) Tuberkulosis dapat melibatkan
mukosa hidung sebagai infeksi primer setelah menghirup droplet infeksi, membentuk kompleks
primer sekitar 6 minggu setelah infeksi.(12)Tuberkulosis pada hidung berbentuk noduler atau
ulkus, terutama mengenai tulang rawan septum dan dapat mengakibatkan perforasi.(4)
o Gejala klinis dan Diagnosis
Pada pemeriksaan klinis terdapat sekret mukopurulen dan krusta, sehingga menimbulkan
keluhan hidung tersumbat. Diagnosis ditegakkan dengan ditemukannya basil tahan asam (BTA)
pada sekret hidung. Pada pemeriksaan histopatologi ditemukan sel datia Langhans dan
limfositosis.(4)
o Terapi
Pengobatannya diberikan antituberkulosis dan obat cuci hidung.(4)
v RHINITIS JAMUR
Dapat terjadi bersama dengan Sinusitis dan bersifat invasif atau non-invasif. Rhinitis jamur
non-invasif dapat menyerupai Rinolit dengan inflamasi mukosa yang lebih berat. Rinolit ini
sebenarnya adalah gumpalan jamur (fungus ball). Biasanya tidak terjadi destruksi kartilago dan
tulang.
Tipe invasif ditandai dengan ditemukannya hifa jamur pada lamina propria. Jika terjadi
invasi jamur pada submukosa dapat mengakibatkan perforasi septum atau hidung pelana. Jamur
sebagai penyebab dapat dilihat dengan pemeriksaan histopatologi, pemeriksaan sediaan langsung
atau kultur jamur, misalnya Aspergillus, Candida, Histoplasma, Fussarium dan Mucor.(4)
o Diagnosis
Pada pemeriksaan hidung terlihat adanya sekret mukopurulen, mungkin terlihat ulkus atau
perforasi pada septum disertai dengan jaringan nekrotik berwarna kehitaman (black eschar).(4)
o Terapi
Untuk rhinitis jamur non-invasif, terapinya adalah mengangkat seluruh gumpalan jamur.
Pemberian obat jamur sistemik maupun topical tidak diperlukan. Terapi untuk rhinitis jamur
invasif adalah mengeradikasi agen penyebabnya dengan pemberian anti jamur oral dan topikal.
Cuci hidung dan pembersihan hidung secara rutin dilakukan untuk mengangkat krusta. Untuk
infeksi jamur invasif, kadang-kadang diperlukan debridement seluruh jaringan yang nekrotik dan
tidak sehat. Kalau jaringan nekrotik sangat luas, dapat terjadi destruksi yang memerlukan
tindakan rekonstruksi.(4)
E.
KOMPLIKASI
1.
Sinusitis
Sinusitis didefinisikan sebagai inflamasi mukosa Sinus Paranasal. Umumnya disertai atau
dipicu oleh Rhinitis sehingga sering disebut Rhinosinusitis. Penyebab utamanya ialah Selesma
(common cold) yang merupakan infeksi virus, yang selanjutnya dapat diikuti oleh infeksi bakteri.
(4)
Sinusitis virus biasanya terjadi selama infeksi saluran napas atas; virus yang lazim
menyerang hidung dan nasofaring juga menyerang sinus. Mukosa sinus paranasalis berjalan
kontinu dengan mukosa hidung, dan penyakit virus yang menyerang hidung perlu dicurigai dapat
meluas ke sinus.(13)
Edema dan hilangnya fungsi silia normal pada infeksi virus menciptakan suatu lingkungan
yang ideal untuk perkembangan infeksi bakteri. Infeksi ini seringkali melibatkan lebih dari satu
bakteri. Yang sering ditemukan dalam frekuensi yang makin menurun adalah Streptococcus
pneumonia, Haemophilus influenza, bakteri anaerob, Branhamella catarrhalis, Streptokok alfa,
Staphilococcus aureus dan Streptococcus pyogenes.(13)
Keluhan utama Rhinosinusitis Akut ialah hidung tersumbat disertai nyeri/ rasa tekanan
pada muka dan ingus purulen, yang seringkali turun ke tenggorok (post nasal drip). Dapat
disertai gejala sistemik seperti demam dan lesu. Keluhan nyeri atau rasa tekanan di daerah sinus
yang terkena merupakan ciri khas sinusitis akut.(4)
2.
Gambar 3. Patofisiologi proses disfungsi tuba eustachius dihubungkan dengan inflamasi kronik pada mukosa telinga
tengah. (12)
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Rhinitis adalah terjadinya proses inflamasi mukosa hidung yang dapat disebabkan oleh
infeksi, alergi atau iritasi, dan secara klinis didefinisikan oleh beberapa gejala umum
dari nasal discharge, gatal, bersin, hidung tersumbat dan kongesti. Ada 3 jenis rhinitis yang
sering ditemukan pada praktek klinik yaitu Rhinitis Alergi, Rhinitis Non-alergi dan Rhinitis
Infeksi. Rhinitis infeksi dimana proses inflamasi disebabkan oleh mikroorganisme penyebab
infeksi yang terdiri dari virus, bakteri non spesifik, bakteri spesifik dan jamur.
Rhinitis infeksi terbagi atas rhinitis akut dan kronik. Rhinitis akut merupakan manifestasi
dari Rhinitis Simpleks atau biasa disebut Selesma atau common cold. Merupakan virus yang
paling sering ditemukan pada manusia. Jenis virus dan yang paling penting pada common
cold ini adalah Rhinovirus. Rhinitis Kronik terbagi atas Rhinitis Hipertrofi dan Rhinitis Spesifik
(Rhinitis Atrofi yang terbanyak disebabkan oleh spesies Klebsiella, terutama Klebsiella ozaena,
Difteri yang disebabkan oleh Corynebacterium diphteriae, Sifilis disebabkan oleh Treponema
pallidum, namun rhinitis tipe ini sudah jarang ditemukan, Tuberkulosa, yang melibatkan mukosa
hidung sebagai infeksi primer setelah menghirup droplet infeksi dan Rhinitis akibat jamur,
misalnya akibat Aspergillus dan Candida).
DAFTAR PUSTAKA
1. Kalogjera
L.
Rhinitis
in
Adults.
2011
65(2):181-7.
Diunduh
dari: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/22359885
2. Angier Elizabeth, Jenny Willington, Glenis Scadding, Steve Holmes, Samantha Walker.
Management of Allergic and Non-Allergic: A Primary Care Summary of BSACI
Guidelines. Primary Care Respiratory Journal (2010); 19(3): 217-222
3. Nguyen Tran, John Vickery, Michael Blaiss. Management of Rhinitis: Allergic and NonAllergic. Allergy Asthma Immunol Res. 2011 July ; 3(3):148-156.
4. Soepardi Efiaty, Nurbaiti Iskandar, Jenny Bashiruddin, Ratna Dwi Restuti. Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Jakarta, 2007. Edisi Keenam. Hal 139-142
5. Centers for Disease Controls and Prevention. Common Colds: Protect Yourself and Others. Last
Updated on February 24 2014. Diunduh dari: http://www.cdc.gov/features/rhinoviruses/
6. Regan Elizabeth. Diagnosing Rhinitis: Viral and Allergic Characteristic. September 2008. Vol.
33, No. 9. Diunduh dari: www.nursingcenter.com
7. Balasubramanian. Rhinitis Classification and Management. Otolaryngology online. Diunduh
dari: otolaryngology.wdfiles.com
8. Scadding Glenis. The Different Faces of Non-Allergic Rhinitis. World Allergy Forum: NonAllergic
Rhinitis
and
Polyposis.
Diunduh
dari:http://www.worldallergy.org/educational_programs/world_allergy_forum/sydney/scadding.
php
9. Common Cold FactSheet. The Texas Department of Insurance, Division of Workers
Compensation
(TDI,
DWC).
Diunduh
dari: www.tditexas.gov/pubs/videoresource/fscommoncold.pdf
10. Bryan Charles. Upper Respiratory Tract Infections and Other Infection of The Head and Neck.
2011.
University
of
South
Carolina
School
of
Medicine.
Diunduh
dari:http://pathmicro.med.sc.edu/infectious%20disease/upper%20respiratory%20tract.htm
11. Penyakit Hidung. Sub Bagian Rinologi THT. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
2001. Diunduh dari: ocw.usu.ac.id/course/.../111.../sss20102011_slide_penyakit_hidung.pdf
12. Rudolf Probst, Gerhard Grevers, Heinrich Iro. Basic Othorhinolaryngology. 2006. Thieme. Hal
49-51
13. Adams, Boies, Higler. Buku Ajar Penyakit THT. Penerbit Buku Kedokteran EGC. 1997. Edisi 6.
Jakarta. Hal 206-207
14. Sonnemann Uwe, Olaf Scherner, Nina Werkhauser. Treatment of Rhinitis Sicca Anterior With
Ectoin
Containing
Nasal
Spray. Journal
of
dari: http://www.hindawi.com/journals/ja/2014/273219/
Allergy
Volume
2014.
Diunduh