You are on page 1of 18

ANTROPOLOGI HUKUM :

PENYELESAIAN SENGKETA DI AFRIKA

OLEH
Kelompok 6 :
Adesh Febriyeni Simanjuntak
Sidabariba

Jemmi Hotriris

Ahmad Johansyah
Tobing

Tri Rahma Dana

Debby Sintia Purba


Sijabat

Ryan Kristianto

Dewi Novita Silalahi


Situmeang

Sayro Rizky

Feince Adenola Simangunsong

PENDIDIKAN ANTROPOLOGI
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2015

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami ucapakan pada Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan
rahmatNya yang masih dapat kami rasakan hingga saat ini. Kami diberikan
kesehatan

sehingga

mampu

menyelesaikan

tugas

makalah

yang

berjudul

Penyelesaian Sengketa di Afrika, dalam mata kuliah Antropologi Hukum, yang


diampu oleh Dosen kami Ibu Noviy Hasanah, S.Sos, M.Hum. Terimakasih kami
ucapkan kepada Dosen pengampu yang memberikan kepercayaan kepada kami
untuk menyelesaikan tugas ini dengan baik. Juga kepada teman-teman satu tim
atas waktu dan kerjasama yang diberikan dalam penyelesaian tugas ini. Kami
menyadari terdapat berbagai kekurangan ketika membuat makalah ini, untuk itu
kami dengan besar hati menerima kritik dan saran guna perbaikan ada tugas
selanjutnya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri maupun
bagi pembaca. Kami mengucapkan terimakasih banyak.

Hormat Kami,

Penulis
Medan, 2015

BAB 1
PENDAHULUAN

A.Latar Belakang
Afrika adalah benua terbesar yang ketiga setelah benua Asia dan Amerika.
Luasnya kurang lebih 30.244.050 km2 (11,677,240 mil2) termasuk kepulauan
disekitarnya, meliputi 20.3% dari total daratan di bumi dan didiami lebih dari 800
juta jiwa manusia, atau sekitar sepertujuh populasi manusia di bumi. Letak
astronomis benua Afrika terletak antara 40 LU - 38 LS dan 17 BB - 52 BT. Batasbatas geografisnya sebagai beriku:
di sebelah utara berbatasan dengan Laut Mediteran dan Selat Gilbaltar
di sebelah timur berbatasan dengan Laut Merah, Teluk Aden, dan Samudera Hindia
di sebelah selatan berbatasan dengan Samudera Hindia
di sebelah barat berbatasan dengan Samudera Atlantik
Saat ini penduduk Afrika mencapai lebih dari 861 juta jiwa dengan populasi
terbanyak adalah warga kulit hitam, sisanya adalah warga keturunan Arab, Berber,
Eropa, dan Asia. Sebagian besar penduduk kulit hitam tinggal di bagian Selatan
Gurun Sahara, sedangkan bagian Utaranya ditempati warga keturunan Arab dan
Berber. Adapun keturunan Eropa banyak yang menempati wilayah Afrika Selatan.
Penduduk yang mendiami kawasan Afrika dapat dibedakan menjadi tiga kelompok
ras sebagai berikut.

1) Ras Negroid

Subras Negro Sudan, dengan ciri has warna kulit coklat tua sampai hitam, rambut
keriting, bibir tebal, serta berhidung besar dan pesek.

Subras Negro Bantu, dengan cirri yang hampir sama dengan Negro Sudan.
Perbedaannya, warna kulit Negro Bantu lebih terang dan hidungnya tidak terlalu
besar. Penduduk ini tersebar di kawasan sebelah selatan penduduk Sudan.
2) Ras Kaukasoid Hamit
Tersebar di negara-negara Afrika Utara yang meliputi Maroko, Tunisia, Aljazair,
Libya, Mesir, dan sebagian kecil Ethiopia. Bahasa yang digunakan adalah bahasa
Arab dan agamanya adalah Islam.

3) Suku Bangsa Khusus


Suku bangsa khusus merupakan suku bangsa asli Afrika, yang terdiri sebagai
berikut :
- Orang Pygmee, tersebar di hutan pedalaman Zaire
- Orang Bushmen, hidup di kawasan Gurun Kalahari
- Orang Hottentot, hidup di Gurun Kalahari.
Benua Afrika memiliki karakteristik atau ciri khas yang dapat membedakan
dari benua-benua lain yang ada di muka bumi ini. Berikut ini beberapa karakteristik
Benua Afrika :
1) Benua Afrika mempunyai wilayah daratan di benua lain, yaitu Semenanjung Sinai di
Benua Asia.
2) Benua Afrika memiliki wilayah gurun terluas di dunia, yaitu Gurun Sahara.
3) Benua Afrika memiliki aliran sungai terpanjang di dunia, yaitu Sungai Nil.
4) Benua Afrika merupakan benua termiskin bila dibandingkan dengan benua-benua
lainnya.
5) Benua Afrika mempunyai ketampakan alam berupa Lembah Celah Besar (The Great
Rift Valley) yang terbentang sepanjang 6.400 km dari pantai Laut Merah di Afrika
Timur hingga Danau Tanganyika di Afrika Selatan.
6) Benua Afrika memiliki Terusan Suez yang menghubungkan Laut Merah dengan Laut
Tengah sehingga mempersingkat jarak lalu.

7) Benua Afrika memiliki bangunan-bangunan bersejarah, seperti piramida, patung


Sphinx, dan patung raja Ramses II yang terdapat di Kairo, Mesir.
Afrika merupakan benua yang multikultural, terdiri dari bermacam etnis,
agama, kebudayaan, maupun kepercayaan. Tidak tertutup kemungkinan bahwa
Negara-negara di benua Afrika tidak lepas dari Sengketa atau Konflik. Pada
penjelasan berikutnya, akan dipaparkan berbagai sengketa yang pernah terjadi di
berbagai Negara di Afrika.

BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Sengketa dan Konflik


Sengketa adalah perbedaan nilai, kepentingan, pendapat dan atau persepsi
antara orang perorangan dan atau badan hukum (privat atau publik) mengenai
status penguasaan dan

status kepemilikan

atau status penggunaan atau

pemanfaatan atas bidang tanah tertentu oleh pihak tertentu atau status keputusan
tata usaha negara menyangkut penguasaan, pemilikan dan penggunaan atau
pemanfaatan atas bidang tanah tertentu.
Konflik

adalah perbedaan nilai, kepentingan, pendapat dan atau persepsi

antara warga atau kelompok masyarakat dan atau warga atau kelompok
masyarakat dengan badan hukum (privat atau publik), masyarakat dengan
masyarakat mengenai status penguasaan dan atau status kepemilikan dan atau
status penggunaan atau pemanfaatan atas bidang tanah tertentu oleh pihak
tertentu, atau status Keputusan Tata Usaha Negara menyangkut penguasaan,
pemilikan dan penggunaan atau pemanfaatan atas bidang tanah tertentu, serta
mengandung aspek politik, ekonomi dan sosial budaya.
Sejarah Singkat kasus Aartheid di Afrika Selatan :

Afrika sangat akrab dengan kasus yang telah mendunia yaitu Apartheid.
Ketika mendengar Afrika yang langsung teringat adalah kasus Apartheid. Sebelum
kita membahas kasus sengketa yang terjadi di Afrika,tidak ada salahnya kita
mengulas sedikit tentang kasus yang sangat terkenal di Afrika bahkan seluruh
dunia, yaitu Apartheid,yang mana apartheid ini berawal dari keinginan partai
nasional yang pro terhadap Afrikaner atau orang Belanda yang menjajah Afrika
Selatan,yang ingin mengawal dan menguasai sistem ekonomi dan sosial negara
dengan

dominasi kulit putih dan diskriminasi ras. Adapun politik apartheid ini

adalah menindas kaum-kaum kulit hitam di Afrika Selatan ditandai dengan


pengasingan kaum kulit hitam lalu diadakannya pemilu terkhusus pada kaum kulit
putih. Penindasan kaum kulit hitam terus berlanjut hingga akhir abad ke 20, akibat
dari dorongan dari bangsa lain dan gerakan dari berbagai gerakan anti-apartheid
khususnya Kongres Nasional Afrika yang dipimpin oleh Nelson Mandela. Perjuanganperjuangan kongres Nasional Afrika yang terus dilakukan, walaupun dengan
berbagai tantangan dan kesulitan-kesulitan akhirnya membuahkan hasil, sehingga
Undang-Undang apartheid dihapus secara perlahan dan mengangkat Nelson
Mandela sebagai presiden kulit hitam pertama di Afrika selatan.

Beberapa Contoh kasus persengketaan yang terjadi di afrika belakangan ini adalah :
1.Sengketa Sudan utara dan Sudan Selatan (konflik Darfur)
Sudan Utara dan Selatan terus bersengketa tentang pembagian cadangan
minyak di selatan. Sudan Utara dan Selatan memiliki posisi yang berbeda dalam
pembagian hasil dari minyak, tetapi masalah mereka sama. Kedua negara
tergantung pada minyak dan kehilangan penghasilan dari minyak berarti kehilangan
pendapatan yang sangat dibutuhkan. Inilah alasan utama mengapa perundingan
tak kunjung sampai pada kesepakatan.
"Kedua Sudan tergantung pada minyak. Di Selatan, 98% pendapatan pemerintah
berasal dari sektor minyak. Untuk Utara tidak diketahui angka pastinya, tetapi
diperkirakan berkisar 70 - 80%", kata Wolf-Christian Paes. Ia adalah manajer proyek

Sudan Selatan pada Bonn International Centre Convertion (BICC), sebuah organisasi
riset.
Uang dan kekuasaan
Sejak melepas Selatan, pemerintah di Khartoum mulai merasa gerah. Tidak ada
sektor ekonomi lain yang dapat memulihkan kerugian dalam pendapatan valuta
asing dan pertumbuhan ekonomi. Menurut Badan Moneter Internasional (IMF),
perekonomian Sudan Utara menyusut 0.4% tahun ini. Tetapi ini bukan hanya
perkara uang melainkan juga kekuasaan. Ada sejumlah isu yang tak bisa
diselesaikan kedua Sudan, sejak Selatan memutuskan untuk berpisah. Dan masalah
yang tak selesai ini membuat negosiasi tentang minyak menjadi makin sulit.
Kathelijne Schenkel yang bekerja dengan Koalisi Eropa tentang Minyak di Sudan
mengatakan, Negosiasi tentang minyak bukan semata tentang minyak. Tetapi juga
menyangkut status wilayah Abyei, apakah termasuk bagian Utara atau Selatan atau
bagaimana garis batas internasional antara kedua negara harus ditarik secara
permanen. Satu hal bisa ditukar dengan hal lainnya.

Sulit sepakat
Dalam bahasa yang mudah dimengerti, jika satu pihak misalnya bersedia menarik
garis perbatasan, pihak lain mungkin bersedia menerima kompromi berupa
pembagian hasil minyak. Di atas kertas, Utara menuntut biaya transit 28 Euro per
barel minyak. Sementara Selatan menawarkan nilai 50 kali lebih kecil dari itu, yaitu
sekitar 55 sen Euro.
Tampaknya sulit mengharapkan kedua pihak menemukan kesepakatan. WolfChristian Paes dari BICC mengatakan, "Negara-negara barat sudah menyatakan
kekuatiran

pekan-pekan

lalu,

tetapi

mereka

tak

punya

kekuasaan

untuk

menyelesaikan apapun. Ini merupakan kasus yang berbeda jika Cina terkait, karena
kebanyakan perusahaan Cina dan Asia lain mengambil keuntungan dari ekspor
minyak. Negara-negara ini tidak tertarik bahwa arus minyak terganggu.
Itu sebabnya mengapa banyak pengamat di barat berharap, Cina dapat
mendorong kedua pihak menuju kompromi. Karena jika masalah minyak tidak
terselesaikan, konflik baru di wilayah yang sudah bermasalah itu sangat mungkin
terjadi.

Latar Belakang lainnya yang memicu terjadinya Sengketa dan konflik fisik :
Pertikaian antar etnis (Sudan Utara dan Selatan)
Perebutan Lahan dan sumber air untuk ternak dan pertanian mereka
Munculnya kaum extrimis (Pemberontak) yang ingin menjadikan Sudan
menjadi satu wilayah kekuasaan, sementara di lain pihak masyarakat Darfur
(wilayah konflik) ingin memisahkan diri dari Kesatuan Sudan karena
perbedaan ideology dan agama yang dianut.
Aksi kelompok bersenjata (janjawaheed) yang dibiayai kelompok
(Pemberontak) yang secara sadis membunuh masyarakat yang dianggap
melawan kebijakan yang dibuat.
Penyelesaian Sengketa atau Konflik :
Pada

masa

awal

terjadinya

konflik

sebenarnya

pemerintah

sudah

mengupayakan penyelesaiannya dengan jalur non-militer dengan membentuk


Mechanism for Extending Authority of the State (MEAS) yang dipimpin oleh
Gubernur Darfur Utara, Ibrahim Suleiman, dengan mengundang ratusan pemimpin
lokal dalam forum konsultasi di Al-Fashir pada tanggal 24-25 Februari 2005.
Konferensi ini berhasil membentuk suatu komite yang bertugas untuk melakukan
pembicaraan dengan pemberontak, yang akan diikuti dengan pertemuan antara
pemberontak dengan pemerintah. Sayangnya upaya MEAS itu tidak dapat
dukungan dari pemerintah terutama kelompok militer yang ingin melakukan operasi
militer. Selain itu Pemerintah juga mengupayakan perdamaian dengan melakukan
mediasi oleh tokoh tokoh nasional yang berasal dari etnis yang sama dengan
pemberontak seperti Menteri Pendidikan Babiker Nahar, Gubernur Nil Utara, Ali
Massar, Wapres Osman Ali Taha, mantan Gubernur Darfur Ibrahim Diraige.
Namun pemberontak itu baru mau melakukan perundingan damai, apabila
mereka diakui secara politis dengan menghentikan tuduhan sebagai pemberontak
dan melucuti senjata , namun persyaratan yang diajukan oleh pemberontak itu
tidak dapat dipenuhi oleh pemerintah Sudan.
Keterlibatan PBB di Darfur dimulai ketika terjadi krisis kemanusian di Darfur
pada tahun 2003 akibat dari tindakan Janjawaheed (kelompok bersenjata) terhadap

penduduk sipil yang dituduh membantu pemberontak. Sebagai akibatnya lebih dari
50.000 penduduk sipil tewas dan 1,6 juta penduduk mengungsi dan sekitar 70.000
diantaranya meninggal di tempat pengungsian akibat kekurangan gizi dan wabah
penyakit. Selain itu Sekjen PBB Kofi Anan datang ke Darfur untuk meninjau
keadaan, dimana pemerintah Sudan berjanji untuk membuka semua perbatasan
terhadap akses kemanusiaan yang dilakukan selama ini serta akan menyeret orang
orang yang bertanggung jawab atas pelanggaran HAM ke pengadilan, melucuti
Janjaweed dalam waktu 30 hari. Bila tidak ditaati akan diberikan sanksi ekonomi dan
militer.
Konflik yang terjadi di Darfur, sudah bukan hanya menjadi masalah bagi
Sudan sendiri, tetapi juga bagi masyarakat dunia. Karena konflik yang terjadi di
Sudan, sudah masuk ke dalam krisis kemanusiaan dimana memakan korban sipil
hingga ratusan ribu orang dan menimbulkan jumlah pengungsi yang mencapai 1
juta orang. Maka dari itu pihak ketiga sangat diharapkan untuk membantu
menyelesaikan masalah ini. Dimana pihak ketiga dapat berfungsi sebagai aktor
manajemen konflik dan membawa pihakpihak yang bertikai kedalam sebuah
perundingan dan penghentian konflik. Dan di dalam masalah ini, pihak ketiga yang
paling memiliki kedekatan dan kewenangan untuk ikut menyelesaikan masalah
Darfur adalah Uni Afrika. Dalam penyelesaian Konflik Darfur ini, Uni Afrika
memainkan setidaknya empat peran penting, yaitu sebagai fasilitator, mediator,
monitoring, hingga sebagai peace maker. Semua hal ini dilakukan berdasarkan
inisiatif Uni Afrika untuk secepatnya menyelesaikan konflik yang terjadi di Darfur
tersebut.

Peran dan Keterlibatan Uni Afrika dalam menyelesaikan sengketa atau konflik Darfur
:
1. Fasilitator Perundingan Damai
Langkah awal yang dilakukan oleh Uni Afrika dalam upaya menyelesaikan
konflik di Darfur dimulai dengan fungsinya sebagai fasilitator. Dimana Uni Afrika

mendatangi pihakpihak yang bertikai dan berusaha meyakinkan pihakpihak


tersebut untuk melakukan perundingan damai.
2. Mediator Perundingan Damai
Setelah memfasilitasi jalannya perundingan, Uni Afrika memainkan perannya
sebagai mediator bagi pemerintah Sudan dan kelompok pemberontak dalam
perundingan tersebut. Uni Afrika terus mengupayakan agar kedua pihak tersebut
mengadakan perundingan dan negosiasi untuk menyelesaikan konflik tersebut.
Upaya tak kenal lelah dari Uni Afrika dalam melakukan mediasi terhadap kedua
belah pihak akhirnya membuahkan hasil nyata pada tanggal 8 April 2004, setelah
melakukan banyak perundingan di Ndjamena sejak 31 Maret 2004, akhirnya
pemerintah

Sudan

dan

kelompok

pemberontak

tersebut

menandatangani

Humanitarian Ceasefire Agreement (HCFA) and Protocol On The Establishment of


Humanitarian Assistance In Darfur ( Protokol Pembentukan Badan Bantuan
Kemanusiaan di Darfur) yang salah satunya mengatur persetujuan gencatan senjata
bagi pihakpihak yang sedang bertikai.
3. Pengawas Kesepakatan Gencatan Senjata
Seperti dalam kesepakatan HCFA, akhirnya pada tanggal 28 Mei 2004
bertempat di Addis Ababa, Ethiopia, dibentuklah Ceasefire Commission (CFC) dan
Joint Commission (JC) sebagai badan pengawas bagi implementasi jalannya HCFA
oleh kedua belah pihak. Seperti yang sudah disepakati sejak awal. Secara teknis,
pelaksanaannya

diberi

nama

Africa

Union

Monitoring

Mission

yang

pada

perkembangan selanjutnya berubah menjadi misi Uni Afrika di Sudan atau sering
dikenal dengan African Union Mission in Sudan (AMIS). Disinilah peran Uni Afrika
sebagai Monitoring, dan Peace making di jalankan, dimana AMIS bertindak untuk
mengawasi bagaimana agreement mengenai gencatan senjata dan kemanusiaan
yang telah disepakati sebelumnya berjalan sesuai dengan yang terteta didalam
perjanjian tersebut. AMIS juga menjalankan fungsi untuk menjaga keamanan di
Darfur agar kestabilan di Darfur dapat di jaga dan konflik tidak semakin meluas.
4. Operasi Perdamaian
Dengan personil yang cukup banyak ternyata AMIS berhasil menjalankan
tugasnya untuk melindungi warga sipil Darfur dari ancaman Janjaweed. Selain itu

Uni Afrika juga telah berhasil menghasilkan perjanjian Darfur Peace Agreement
(DPA) pada tanggal 9 Mei 2006.

2. Sengketa wilayah dan perselisihan Eritrea dan Ethiopia di Afrika Timur


Eritrea dan Ethiopia adalah dua negara bertetangga dan pernah menjadi 1
negara. Namun pada tahun 1960-an, Eritrea yang saat itu masih menjadi bagian
Ethiopia melakukan perlawanan bersenjata agar dapat melepaskan diri dari negara
induknya dan menjadi negara mandiri.Hingga akhirnya Eritrea berhasil mendapat
kemerdekaan tahun 1991 hingga pada puncaknya menjelang akhir abad ke-20,
kedua negara terlibat dalam perang berdarah di Afrika Timur. Perang antara Eritrea
dan Ethiopia terjadi tahun 1998-2000 di perbatasan keduanya.
A.Latar Belakang Terjadinya perselisihan
1. Sentimen Negatif Masyarakat Eritrea Terhadap Ethiopia
Ethiopia adalah 1 dari negara di Afrika yang tidak pernah dijajah oleh negara
asing (kecuali Italia tahun 1936-1941) namun Eritrea beberapa kali dijajah oleh
pihak asing mulai dari Turki Ottoman, Abyssinia, Italia dan Inggris yang memiliki
kultur berbeda-beda dan cenderung kolot akibat sistem kekaisaran yang kaku.Pada
tahun 1952, PBB meminta Inggris yang saat itu menduduki Eritrea untuk
menyerahkan Eritrea ke Ethiopia. Pihak Ethiopia menyambut baik putusan PBB
namun tidak dengan Eritrea yang menganggap bahwa Ethiopia tidak lebih sebagai
bangsa

penjajah,kerap

melakukan

penindasan

dan

perbudakan.

Akibatnya

pemerintah pusat Ethiopia menetapkan kebijakan ketat atas wilayah Eritrea dengan
melarang partai politik berbau Eritrea, bahasanya tidak boleh digunakan disekolah
setempat. Melihat hal ini, rakyat Eritrea mulai melakukan pemberontakan sejak
tahun 1962.

2. Sengketa Atas Tanah- Tanah di Perbatasan Pasca merdekanya Eritrea


Eritrea dan Ethiopia membentuk komisi untuk menentukan status resmi dari
wilayah-wilayah di perbatasan kedua negara yang bersengketa. Salah satu
sengketa utama diperebutkan adalah Dataran Badme yang berada di Ethiopia Barat
Laut dan Eritrea Tenggara.

B. Akibat Persengketaan
Berjalannya perang dimulai dari kontak senjata di perbatasan. Pada Mei
tahun 1988, otoritas Ethiopia memasuki kota Badme dan mengusir penduduk
Eritrea yang bermukim disana. Eritrea lantas merespon peristiwa tersebut dengan
mengirimkan rombongan kecil tentara untuk berbicara dengan otoritas Ethiopia.
Namun yang terjadi kemudian justru aparat Ethiopia dibantu misili Provinsi Tigray
menembaki rombongan tentara Eritrea. Respon berdarah ini memancing kemarahan
Eritrea namun Ethiopia menyatakan bahwa aksi penembakan teresebut adalah
hanya upaya untuk mencegah pasukan Eritrea memasuki wilayah sah Ethiopia
tanpa izin. Maka pada tanggal 12 Mei 1998, pasukan Eritrea dibantu oleh tank dan
artileri melancarkan serangan besar ke kota Badme. Dalam waktu yang singkat
Eritrea pun berhasil menduduki kota Badme, namun Ethiopia pun tidak mau kalah
dengan menggempur kembali pasukan Eritrea di Badme tanggal 13 Mei. Konflik
bersenjata anatar 2 negara ini awalnya terpusat pada kota Badme, namun akhirnya
merambat ke wilayah perbatasan lain seperti Zala Ambasa (perbatasan tengah) dan
Debasima (perbatasan timur) Selain serangan melalui darat, muncul serangan ke
front udara dengan pesawat tempur Ethiopia menyerang di Asrama (ibukota Eritrea)
dan

Eritrea

pun

lantas

membalasnya

dengan

mengirim

pesawat

untuk

membombardir kota Mekele di Ethiopia. Kemudian tahun 1999 perang masih


relative belum berubah dimana masing-masing pihak melakukan jual beli tembakan
artileri dan tank dari balik perbatasan. Ethiopia melakukan serangan besar yang
dinamai Operasi Matahari Terbenanam. Kemudian memasuki tahun 2000, pada
bulan Mei pasukan Ethiopia di perbatasan melancarkan serangan ke wilayah Eritrea
yang dipenuhi ranjau darat. Dalam serangan ini, Ethiopia mengerahkan keledai dan
tentara sebagai tumbal untuk membersihkan ranjau sebelum mengirim pasukan
tank.

C. Penyelesaian Sengketa
1. Pada bulan Juli tahun 1998 ketika konflik kedua negara menjalar lewat udara
yang mengakibatkan 47 orang penduduk Mekele tewas termasuk anak-anak.
Aksi ini mendapat kecaman dari PBB lewat salah satu resolusi bernomor
1177. Tak lama setelah PBB mengeluarkan resolusi, kedua pihak sepakat
menghentikan pemboman di udara.
2. Memasuki tahun 1999 pada bulan Februari terjadi perundingan damai yang
difasilitasi oleh Organisasi Uni Afrika dan AS. Namun hal ini gagal dan justru
keduanya melakukan operasi militer.
3.

Pada pertengahan tahun 2000 upaya untuk mengakhiri perang Eritrea dan
Ethiopia

mulai

menemukan

titik

terang

setelah

pihak

yang

bertikai

menghentikan aktivitas bersenjata melalui Perjanjian Aljir di bulan Juli 2000.


Pasca disahkannya, PBB lantas menciptakan zona aman sejauh 25 km
diantara garis wilayah perbatasan. Perundingan damai lebih lanjut terus
berlangsung, hingga pada bulan Desember 2000 Eritrea dan Ethiopia sepakat
untuk mengakhiri perang secara resmi.
4.

Mengenai hasil perang Eritrea dan Ethiopia tidak menghasilkan pemenang


yang jelas

karena status wilayah sengketa masih terbengkalai yang akan

diselesaikan oleh komisi khusus bentukan PBB. Hasilnya bulan Oktober 2001
komisi tersebut menyatakan bahwa wilayah Badme adalah milik Eritrea.

3. Sengketa Gaji Tki di laut Angola,Afrika


Sebanyak 26 TKI,ABK separuh gajinya belum dibayarkan oleh perusahaan
kapal asing asal angola afrika. Mereka masih terdampar diatas kapal trawl
diperairan Angola afrika.Dengan makan seadanya.Keadaan kapalnya juga sudah
tidak layak.Dalam kontrak disebutkan bahwa upah 50% akan dibayarkan setelah
kontrak selesai,namun pada kenyataannya gaji itu belum juga dibayarkan dan

mereka ditinggalkan tanpa bekal yang cukup. Kedutaan besar republic Indonesia
telah mengunjungi TKI ABK sambil membawa perbekalan selama bertahan hidup
dikapal,pihak KBRI sudah berusaha menjumpai pihak perusahaan dan mendapatkan
surat keterangan,para TKI ABK

pun meresponnya dengan meminta pembayaran

sisa gaji.
Kedutaan Besar Republik Indonesia(KBRI),Namibia berusaha melakukan
mediasi

untuk

memperjuangkan

hak

mereka

namun

perusahaan

Interbugo

menyatakan angkat tangan dalam pembayaran sisa gaji para TKI ABK yang masih
terlantar.Badan perlindungan dan penempatan TKI (BN2TKI) pun sudah mendesak
agar perusahaan interburgo membayarkan gaji tersebut namun hingga saat ini gaji
tersebut belum juga diserahkan. Padahal menurut pasal 77 ayat (1) dan ayat (2)
undang-undang nomor 39 tahun 2004 TKI berhak mendapatkan perlindungan sesuai
undang-undang mulai dari pra hingga purna penempatan,upaya tersebut tidak
dilakukan kementrian luar negri.

4. Perang Sengketa Wilayah Antara Uganda Dan Kongo


Uganda dan kongo juga tidak pernah lepas dari konflik baik itu antar saudara
maupun konflik dalam bidang pemerintahan. Misalnya pembantaian yang terjadi
pada tahun 1971. peristiwa ini berawal ketika Idi Amin mencampakkan Undangundang dasar 1967, menyusul kudeta pada tahun 1971. Idi Amin membubarkan
majelis nasional dan mengangkat dirinya sendiri menjadi kepala negara dengan
gelar presiden seumur hidup. Selama delapan tahun berikutnya polisi rahasia Amin
membantai 300.000 orang.
Disamping itu, Sengketa antar negara yakni kongo dan uganda sampai juga
pernah terjadi tetapi Masalah ini telah diserahkan kepada Mahkamah Internasional
di Den Haag, Belanda. Sengketa ini diajukan ke pengadilan internasional pada 1999.
Kongo menuduh Uganda memasuki wilayah negara mereka dan oleh karena itu
Kongo menuntut ganti rugi atas kerusakan-kerusakan yang terjadi di wilayah Kongo.
Perkara yang dihadapkan pada Pengadilan Internasional ini pelik. Pada 1996
sengketa itu menyebabkan perang antara 6 negara di Afrika dan menewaskan 4
juta orang.

Pada suatu sidang di Den Haag, Kongo dan Uganda saling menuduh. Menurut
jurubicara Kongo, sampai saat ini masih banyak orang dibantai oleh tentara
Uganda. Tentara Uganda masih berada di Kongo, mereka berperan dalam jaringan
kepala-kepala suku dan dari Kampala mereka memasok senjata. Paul Reicher,
warga Amerika yang bertindak sebagai pengacara Uganda menyangkal semua
tuduhan. Ia mengatakan: Uganda justru membantu Kongo memulihkan ketertiban,
karena Kongo tidak mampu menjaga keamanan dalam negeri. Harus diakui bahwa
kehadiran pasukan-pasukan Uganda di Kongo memang penting. Selain itu para
pemberontak di Kongo membahayakan Uganda.
Sidang pengadilan yang berlangsung di Vredespaleis, istana perdamaian di
Den Haag, sedianya direncanakan dilaksanakan pada tahun 1996 namun ditunda,
karena sudah mulai ada hubungan diplomatik antara Kongo, negara terkaya dan
terbesar di Afrika Tengah dengan Uganda dan Burundi. Pengadilan Internasional
tidak ingin mengganggu usaha pemulihan hubungan diplomasi itu dengan
melangsungkan sidang-sidang pengadilan.
Walaupun hubungan antar negara-negara itu sejak 2002 membaik, keresahan
di kawasan Ituri di Kongo bagian timur tidak mereda. Di wilayah perbatasan
Rwanda, Burundi dan Uganda tiap bulannya ribuan orang menjadi korban perang.
Sebagian besar parasarana di Kongo hancur dan kekayaan alam di sana dijarah.
Sedang penduduknya, banyak yang mengalami trauma. Diperkirakan di waktu
mendatang ratusan ribu wanita akan meninggal akibat Aids. Mereka terjangkit
penyakit itu karena pemerkosaan yang amat banyak terjadi. Sedianya Kongo
mengajukan Uganda, Rwanda dan Burundi ke Mahkamah internasional di Den Haag,
dengan tuduhan pencurian kekayaan alam dan pelanggaran hak asasi manusia
secara massal. Pengaduan ini ditolak, karena Rwanda dan Burundi tidak mengakui
keabsahan Mahkamah Internasional. Pada 2002 Kongo kembali mengadukan
Rwanda pada pengadilan, namun kali ini berdasarkan piagam PBB. 15 Hakim
internasional masih membahas kasus ini.
Sementara ini Mahkamah Pidana Internasional sudah terlibat dalam sengketa
antara Uganda dan Kongo. Atas permohonan kedua negara jaksa penuntut Ocampo
menyelidiki apakah orang-orang yang melakukan pelanggaran ham bisa diadili. Baik

Kongo maupun Uganda khawatir perkembangan itu akan mengganggu keadaan


yang relatif tenang.

A. Penyelesaian Konflik
Situasi-situasi yang telah dihadapi afrika tengah merupakan masalah yang
susah dicari pemecahanya. Tetapai maslahnya apakah situasi seperti ini akan
berlangsung terus, bahkan dibiarkan membengkak? Keadaan itu sebenarnya sudah
mengandung tuntutan dari dalam untuk diubah dan diatasi. Karena negara yang
terbelenggu dan terperangkap dalam situasi seperti itu sebenarnya merosot
kedalam situasi yang sangat merugikan. Dengan kata lain terdapat keadaan dimana
suatu negara seharusnya berada, tetapi kerena suatu hal negara tersebut tidak
berada pada situasi yang seharusnya dia tempati, sehingga keadaan yang
diinginkan masih harus dikejar dan diusahakan.
Berikut ini beberapa usaha yang secara umum perlu dilakukan untuk mengatasi
masalah konflik:
1.

Mengurangi kekerasan kolektif.

Mengurangi kekerasan kolektif berarti mengurangi ketakutan, ancaman dan


kecemasan yang diakibatkan oleh peperangan dan potesi konflik serta tindakan
sewenang-wenang penguasa. Karena masalahnya sudah bersifat global, usaha
pemecahanya haruslah melibatkan semua pihak, tidak hanya yang bertikai. Peran
PBB sebagai organisasi dunia dan negara-negara adikuasa yang turut menyumbang
peperangan

dengan

senjata

dan

intervensinya

sangat

menentukan

usaha

tercapainya suatu negara yang lebih aman dan damai.


2.

Menciptakan kekuasaan tanpa kekerasan

Kekuasaan tanpa kekerasan (satyagraha, non-violence) seperti yang dilakukan


Mahatma Gandi di India. Dengan sistem kekuasaan seperti ini dia berhasil
menghadapi penjajah ingris. Jika ini diterapkan diafrika dapat mengurangi terjadi
konflik dinegri tersebut sebab pengaruh bangsa asing disana masih sangat besar,

sebab jika Afrika ingin llepas dari konflik kekeuasaan atau pengaruh bangsa-bangsa
asing disana harus dihilangakan. Banyak masalah yang sebenarnya bisa diselaaikan
dengan jalan damai tetapi karena campur tangan bangsa asing sehingga masalah
tersebut diselasaikan dengan kekrasan.

Menurut gandhi, satyagaraha, kekuatan jiwa itu bukan tehnik untuk diterapakan
dalam beraneka macam tindakan, tetapi suatu pandangan hidup yang timbul dari
sikap-sikap manusiawi yang paling dalam. Ahimsa tidak hanya sebagai perbuatan
tidak membunuh , tetapi juga sebagai cinta tak terhingga yang menyebrangi
batas-batas wilayah dan meliputi seluruh dunia. Ghandi pernah berkata bahwa
dalam melaksanakan satyagraha dalam tahap permulaan, pencarian kebenaran
tidak

diperkenankan

menerapkan

kekerasan

pada

lawan,

sebaliknya

harus

menghentikan kesalahan lawan dengan kesabaran dan simpati, karena apa yang
tampak benar bagi seseorang dapat dianggap salah oleh orang lain, dan kesabaran
berarti pengorbanan diri. (christoph bertram, konflik dunia ketiga)
Dari sini jelas bahwa kekerasan yang dihadapi dengan kekerasan tidak akan
menyelesaikan masalah, tetapi justru sebaliknya kehancuran yang akan ditemui.
Bila semua orang di Afrika mempunyai pandangan dan sikap seperti yang dimiliki
Gandhi, segala bentuk

penderitaan

disana

pasti

akan

semakin

berkurang.

Setidaknya kita berharap semoga semakin banyak orang yang, khususnya orangorang yang memegang puncak kekuasaan mengikuti jejaknya.
3.

Penjaminan hak-hak asasi manusia.

Usah-usaha dibidang bantuan hukum serta usaha-usaha untuk memperjuangkan


nasib rakyat afrika tengah dan hak-haknya perlu dilakukan dan dirumuskan dalm
hukum

sehingga

pelaksanaan

dan

pelanggarannya

dapat

dituntut.

kebebasan untuk mengungkapkan diri, menyampaikan pendapat

Seperti

sebagai kritik

atau kontrol terhadap situasi yang merongrong martabat manusia, perlindungan


terhadap ancaman dan tekanan, semuanya dimaksud supaya manusia semakin
mendapatkan wajahnya yang manusiawi.

4.

keadilan sosial

Usaha untuk mengubah dan mengatasi situasi-situasi yang rawan konflik, disisi lain
dilihat sebagai usaha menciptakan perdamaian dan perkembangan. Sasaran bagi
perdamain yaitu tidak adanya kekerasan personal dan terciptanya keadilan sosial
sama pentingnya, mengingat jumlah penderita (korban konflik) dan bahaya yang
begitu

besar

yang

disebabkan,

pemerintahan itu sendiri.

KESIMPULAN

baik

sengketa

antar

suku/etnis

maupun

You might also like