You are on page 1of 19

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Di seluruh dunia, setiap tahun diperkirakan 4 juta bayi meninggal pada
tahun pertama kehidupannya dan dua pertiganya meninggal pada bulan
pertama. Dua pertiga dari yang meninggal pada bulan pertama meninggal
pada minggu pertama. Dua pertiga dari yang meninggal pada minggu
pertama, meninggal pada hari pertama. Penyebab utama kematian pada
minggu pertama kehidupan adalah komplikasi kehamilan dan persalinan
seperti asfiksia, sepsis dan komplikasi berat lahir rendah. Kurang lebih 99%
kematian ini terjadi di negara berkembang dan sebagian besar kematian ini
dapat dicegah dengan pengenalan dini dan pengobatan yang tepat.
Asfiksia neonatorum adalah kegawatdaruratan bayi baru lahir berupa
depresi pernapasan yang berlanjut sehingga menimbulkan berbagai
komplikasi. Oleh sebab itu, asfiksia memerlukan intervensi dan resusitasi
segera untuk meminimalkan mortalitas dan morbiditas. Survei atas 127
institusi pada 16 negarabaik negara maju ataupun berkembang
menunjukkan bahwa sarana resusitasi dasar seringkali tidak tersedia, dan
tenaga kesehatan kurang terampil dalam resusitasi bayi. Sebuah penelitian
di 8 negara.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari Asfiksia Neonatorum?
2. Apa etiologi dari Asfiksia Neonatorum?

3. Bagaimana Patofisiologi dari Asfiksia Neonatorum?


4. Apa tanda dan gejala dari Asfiksia Neonatorum?
5. Apa Klasifikasi dari Asfiksia Neonatorum?
6. Apa Komplikasi dari Asfiksia Neonatorum?
7. Bagaimana cara penatalaksanaan pada Asfiksia Neonatorum?
8. Bagaimana pencegahan Asfiksia Neonatorum?

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Setelah membaca makalah ini mahasiswa dapat memahami apa yang
dimaksud dengan Asfiksia dan hal-hal yang menyangkut asuhan
keperawatannya.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui pengertian dari Asfiksia Neonatorum.
b. Untuk mengetahui etiologi dari Asfiksia Neonatorum.
c. Untuk mengetahui patofisiologi dari Asfiksia Neonatorum.
d. Untuk mengetahui tanda dan gejala dari Asfiksia Neonatorum.
e. Untuk mengetahui klasifikasi dari Asfiksia Neonatorum.
f. Untuk mengetahui komplikasi dari Asfiksia Neonatorum.

g. Untuk mengetahui cara penatalaksanaan dari Asfiksia Neonatorum.


h. Untuk mengetahui cara pencegahan dari Asfiksia Neonatorum.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi
Asfiksia Neonatorum adalah keadaan dimana bayi tidak dapat segera
bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh
hipoksia janin dalam uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan faktorfaktor yang timbul dalam kehamilan, persalinan atau segera lahir (Prawiro
Hardjo, Sarwono, 1997).
Asfiksia Neonatotum adalah keadaan dimana bayi baru lahir yang tidak
dapat bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir. Keadaan ini
biasanya disertai dengan keadaan dimana hipoksia dan hiperapneu serta
sering berakhir dengan asidosis (Santoso NI, 1992).
Asfiksia neonatorum ialah suatu keadaan bayi baru lahir yang gagal
bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir (Hutchinson,
1967). Keadaan ini disertai dengan hipoksia, hiperkapnia dan berakhir
dengan asidosis. Hipoksia yang terdapat pada penderita asfiksia ini
merupakan faktor terpenting yang dapat menghambat adaptasi bayi baru
lahir terhadap kehidupan ekstrauterin (Gabriel Duc, 1971). Penilaian statistic
dan pengalaman klinis atau patologi anatomis menunjukan bahwa keadaan
ini merupakan penyebab utama mortalitas dan morbiditas bayi baru lahir.
Hal ini dibuktikan oleh Drage dan Berendes (1966) yang mendapatkan
bahwa skor Apgar yang rendah sebagai manifestasi hipoksia berat pada bayi
saat lahir akan memperlihatkan angka kematian yang tinggi.

Haupt (1971) memperlihatkan bahwa frekuensi gangguan perdarahan


pada bayi sebagai akibat hipoksia sangat tinggi. Asidosis, gangguan
kerdiovaskular serta komplikasinya sebagai akibat langsung dari hipoksia
merupakan penyebab utama kegagalan adaptasi bayi baru lahir (James,
1958). Kegagalan ini akan sering berlanjut menjadi sindrom gangguan
pernafasan pada hari-hari pertama setelah lahir (James, 1959). Penyelidikan
patologi anatomis yang dilakukan oleh Larrhoce dan Amakawa (1971)
menunjukkan nekrosis berat dan difus pada jaringan otak bayi yang
meninggal karena hipoksia. Karena itu tidaklah mengherankan bahwa
sekuele neurologis sering ditemukan pada penderita asfiksia berat. Keadaan
ini sangat menghambat pertumbuhan fisis dan mental bayi di kemudian hari.
Untuk menghindari atau mengurangi kemungkinan tersebut diatas, perlu
dipikirkan tindakan istimewa yang tepat dan rasionil sesuai dengan
perubahan yang mungkin terjadi pada penderita asfiksia.
Asfiksia akan bertambah buruk apabila penanganan bayi tidak
dilakukan dengan sempurna, sehingga tindakan perawatan dilaksanakan
untuk mempertahankan kelangsungan hidup dan mengatasi gejala lanjut
yang mungkin timbul. Untuk mendapatkan hasil yang memuaskan, beberapa
faktor perlu dipertimbangkan dalam menghadapi bayi dengan asfiksia.

B. Etiologi
Pengembangan paru bayi baru lahir terjadi pada menit-menit pertama
kelahiran dan kemudian disusul dengan pernafasan teratur. Bila terdapat
gangguan pertukaran gas atau pengangkutan oksigen dari ibu ke janin, akan
terjadi asfiksia janin atau neonatus. Gangguan ini dapat timbul pada masa
kehamilan, persalinan atau segera setelah lahir. Hampir sebagian besar
asfiksia bayi baru lahir ini merupakan kelanjutan asfiksia janin, karena itu
penilaian janin selama masa kehamilan, persalinan memegang peranan yang

sangat penting untuk keselamatan bayi. Gangguan yang timbul pada akhir
kehamilan atau persalinan hampir selalu disertai anoksia/hipoksia janin dan
berakhir dengan asfiksia neonatus dan bayi mendapat perawatan yang
adekuat dan maksimal pada saat lahir.

Penyebab kegagalan pernafasan pada bayi, adalah :


1.

Faktor ibu
Hipoksia ibu dapat menimbulkan hipoksia janin dengan segala

akibatnya. Hipoksia ibu ini dapat terjadi kerena hipoventilasi akibat


pemberian obat analgetika atau anastesia dalam.Gangguan aliran darah
uterus dapat mengurangi aliran darah pada uterus yang menyebabkan
berkurangnya aliran oksigen ke plasenta dan janin. Hal ini sering ditemukan
pada keadaan ; gangguan kontraksi uterus, misalnya hipertoni, hipotoni,
atau tetani uterus akibat penyakit atau obat, hipotensi mendadak pada ibu
karna perdarahan, hipertensi pada penyakit eklamsi dan lain-lain.
2.

Faktor plasenta
Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan kondisi

plasenta. Asfiksi janin akan terjadi bila terdapat gangguan mendadak pada
plasenta, misalnya solusio plasenta, perdarahan plasenta, dan lain-lain.
3.

Faktor fetus
Kompresi umbilikus akan mengakibatkan gangguan aliran darah

dalam pembuluh darah umbilikus dan menghambat pertukaran gas antara


ibu dan janin. Gangguan aliran darah ini dapat ditemukan pada keadaan tali
pusat menumbung, melilit leher, kompresi tali pusat antara janin dan jalan
lahir dan lain-lain.
4.

Faktor neonatus
Depresi pusat pernafasan pada BBL dapat terjadi karena ; pemakaian

obat anastesi/analgetika yang berlebihan pada ibu secara langsung dapat


menimbulkan depresi pusat pernafasan janin, traoma yang terjadi pada

persalinan mosalnya perdarahan intra cranial, kelainan kongenital pada bayi


masalnya hernia diafragmatika, atresia atau stenosis saluran
pernafasan,hipoplasia paru dan lain-lain.

C. Patofisiologi
Selama kehidupan di dalam rahim, paru janin tidak berperan
dalam pertukaran gas oleh karena plasenta menyediakan oksigen dan
mengangkat CO2 keluar dari tubuh janin. Pada keadaan ini paru janin tidak
berisi udara, sedangkan alveoli janin berisi cairan yang diproduksi didalam
paru sehingga paru janin tidak berfungsi untuk respirasi. Sirkulasi darah
dalam paru saat ini sangat rendah dibandingkan dengan setelah lahir. Hal ini
disebabkan oleh karena konstriksi dari arteriol dalam paru janin. Sebagian
besar sirkulasi darah paru akan melewati Duktus Arteriosus (DA) tidak
banyak yang masuk kedalam arteriol paru.
Segera setelah lahir bayi akan menariknafas yang pertama kali
(menangis), pada saat ini paru janin mulai berfungsi untuk respirasi. Alveoli
akan mengembang udara akan masuk dan cairan yang ada didalam alveoli
akan meninggalkan alveoli secara bertahap. Bersamaan dengan ini arteriol
paru akan mengembang dan aliran darah kedalam paru akan meningkat
secara memadai. Duktus Arteriosus (DA) akan mulai menutup bersamaan
dengan meningkatnya tekanan oksigen dalam aliran darah. Darah dari
jantung kanan (janin) yang sebelumnya melewati DA dan masuk kedalam
Aorta akan mulai memberi aliran darah yang cukup berarti kedalam arteriole
paru yang mulai mengembang DA akan tetap tertutup sehingga bentuk
sirkulasi extrauterin akan dipertahankan.
Hipoksia janin atau bayi baru lahir sebagai akibat dari
vasokonstriksi dan penurunan perfusi pru yang berlanjut dengan asfiksia,

pada awalnya akan terjadi konstriksi Arteriol pada usus, ginjal, otot dan kulit
sehingga penyediaan Oksigen untuk organ vital seperti jantung dan otak
akan meningkat. Apabila askfisia berlanjut maka terjadi gangguan pada
fungsi miokard dan cardiac output. Sehingga terjadi penurunan penyediaan
oksigen pada organ vital dan saat ini akan mulai terjadi suatu Hypoxic
Ischemic Enchephalopathy (HIE) yang akan memberikan gangguan yang
menetap pada bayi sampai dengan kematian bayi baru lahir. HIE ini pada
bayi baru lahir akan terjadi secara cepat dalam waktu 1-2 jam, bila tidak
diatasi secara cepat dan tepat (Aliyah Anna, 1997).

D. Manifestasi Klinis
Pada asfiksia tingkat selanjutnya akan terjadi perubahan yang disebabkan
oleh beberapa keadaan diantaranya :
1. Hilang sumber glikogen dalam jantung akan mempengaruhi fungsi
jantung.
2. Terjadinya asidosis metabolic akan mengakibatkan menurunnya sel
jaringan termasuk otot jantung sehingga menimbulkan kelemahan
jantung.
3.

Pengisian udara alveolus yang kurang adekuat akan menyebabkan


tetap tingginya resistensi pembuluh darah paru sehingga sirkulasi
darah mengalami gangguan.

Gejala Klinis :
Bayi yang mengalami kekurangan O2 akan terjadi pernafasan yang
cepat dalam periode yang singkat apabila asfiksia berlanjut, gerakan
pernafasan akan berhenti, denyut jantung juga menurun, sedangkan tonus
neuromuskular berkurang secara barangsur-angsur dan memasuki periode

apnue primer. Gejala dan tanda asfiksia neonatorum yang khas antara lain
meliputi pernafasan cepat, pernafasan cuping hidung, sianosis, nadi cepat.
Gejala lanjut pada asfiksia :
1. Tachikardi
2. Denyut jantung terus menurun.
3. Tekanan darah mulai menurun.
4. Bayi terlihat lemas (flaccid).
5. Menurunnya tekanan O2 anaerob (PaO2).
6. Meningginya tekanan CO2 darah (PaO2).
7. Menurunnya PH (akibat acidosis respiratorik dan metabolik).
8. Dipakainya sumber glikogen tubuh anak metabolisme anaerob.
9. Terjadinya perubahan sistem kardiovaskular.
10. Pernafasan terganggu.
11. Reflek / respon bayi melemah.
12. Tonus otot menurun.
13. Warna kulit biru atau pucat.

E. Klasifikasi
1. Asfiksia Ringan

Skor APGAR 7-10. Bayi dianggap sehat, dan tidak memerlukan tindakan
istimewa.
2. Asfiksia Sedang
Skor APGAR 4-6. Pada pemeriksaan fisik akan terlihat frekuensi detak
jantung lebih dari 100/menit, tonus otot kurang baik atau baik, sianosis,
reflek iritabilitas tidak ada.
3. Asfiksia Berat
Skor APGAR 0-3. Pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi jantung
kurang dari 100/menit, tonus otot buruk, sianosis berat, dan kadang-kadang
pucat, reflek iritabilitas tidak ada, pada asfiksia dengan henti jantung yaitu
bunyi jantung fetus menghilang tidak lebih dari 10 menit sebelum lahir
lengkap atau bunyi jantung menghilang post partum pemeriksaan fisik
sama asfiksia berat (Kamarullah,2005).
Cara menilai tingkatan APGAR score menurut Utomo (2006) adalah dengan :
a. Menghitung frekuensi jantung.
b. Melihat usaha bernafas.
c. Menilai tonus otot.
d. Menilai reflek rangsangan.
e. Memperlihatkan warna kulit.
Di bawah ini adalah tabel untuk menentukan tingkat derajat asfiksia yang
dialami bayi:

Tanda
Detak jantung
Pernafasan
Tonus otot

0
Tidak ada
Tidak ada
Lunglai

Reflek saat jalan Tidak ada


nafas dibersihkan
Warna kulit

Biru/pucat

Nilai 0-3

: Asfiksia berat

Nilai 4-6

: Asfiksia sedang

1
< 100x/menit
Tidak teratur
Fleksi ekstermitas
(lemah)
Menyeringai

3
> 100x/menit
Menangis kuat
Fleksi kuat
Gerakan aktif
Batuk/bersin

Tubuh kemerahan
Ekstermitas biru

Merah seluruh
tubuh

Nilai 7-10 : Ringan/ bisa dianggap Normal


Pemantauan nilai apgar dilakukan pada menit ke-1 dan menit ke-5,
bila nilai apgar 5 menit masih kurang dari 7 penilaian dilanjutkan tiap 5
menit sampai skor mencapai 7. Nilai Apgar berguna untuk menilai
keberhasilan resusitasi bayi baru lahir dan menentukan prognosis, bukan
untuk memulai resusitasi karena resusitasi dimulai 30 detik setelah lahir bila
bayi tidak menangis. (bukan 1 menit seperti penilaian skor Apgar) Sumber :
Utomo, (2006).
Menurut Mochtar (1998) asfiksia dibedakan menjadi 2 macam yaitu :
a. Asfiksia livida (biru)
b. Asfiksia Pallida (putih)
Tabel 2.2. Perbedaan antara asfiksia livida dan asfiksia pallida
Perbedaan
Warna kulit
Tonus otot
Reaksi rangsangan
Bunyi jantung
Prognosis

Asfiksia livida
Kebiru-biruan
Masih baik
Positif
Masih teratur
Lebih baik

Asfiksia Pallida
Pucat
Sudah kurang
Negatif
Tidak teratur
jelek

Asfiksia livida lebih baik dari pada asfiksia pallida, prognosis


tergantung pada kekurangan O2 dan luasnya perdarahan dalam otak. Bayi
yang dalam keadaan asfiksia dan pulih kembali harus di pikirkan
kemungkinannya menderita cacat mental seperti epilepsi dan bodoh pada
masa mendatang.

F. Komplikasi
Komplikasi yang muncul pada asfiksia neonatus antara lain :
1. Edema otak dan Perdarahan otak
Pada penderita asfiksia dengan gangguan fungsi jantung yang telah berlarut
sehingga terjadi renjatan neonatus, sehingga aliran darah ke otak pun akan
menurun, keadaaan ini akan menyebabkan hipoksia dan iskemik otak yang
berakibat terjadinya edema otak, hal ini juga dapat menimbulkan
perdarahan otak.
2. Anuria atau oliguria
Disfungsi ventrikel jantung dapat pula terjadi pada penderita asfiksia,
keadaan ini dikenal istilah disfungsi miokardium pada saat terjadinya, yang
disertai dengan perubahan sirkulasi. Pada keadaan ini curah jantung akan
lebih banyak mengalir ke organ seperti mesentrium dan ginjal. Hal inilah
yang menyebabkan terjadinya hipoksemia pada pembuluh darah mesentrium
dan ginjal yang menyebabkan pengeluaran urine sedikit.
3. Kejang

Pada bayi yang mengalami asfiksia akan mengalami gangguan pertukaran


gas dan transport O2 sehingga penderita kekurangan persediaan O2 dan
kesulitan pengeluaran CO2 hal ini dapat menyebabkan kejang pada anak
tersebut karena perfusi jaringan tak efektif.
4. Koma
Apabila pada pasien asfiksia berat segera tidak ditangani akan menyebabkan
koma karena beberapa hal diantaranya hipoksemia dan perdarahan otak.
Komplikasi pada berbagai organ yakni meliputi :
1. Otak : Hipokstik iskemik ensefalopati, edema serebri, palsi serebralis.
2. Jantung dan paru: Hipertensi pulmonal persisten pada neonatorum,
perdarahan paru, edema paru.
3. Gastrointestinal: enterokolitis, nekrotikans.
4. Ginjal: tubular nekrosis akut.
5. Hematologi.

G. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan bayi baru lahir dengan asfiksia menurut Wiknjosastro
(2005) adalah sebagai berikut :
1. Tindakan umum
a. Pengawasan suhu

Bayi baru lahir secara relatif kehilangan panas yang diikuti oleh penurunan
suhu tubuh, sehingga dapat mempertinggi metabolisme sel jaringan
sehingga kebutuhan oksigen meningkat, perlu diperhatikan untuk menjaga
kehangatan suhu BBL dengan :
1. Mengeringkan bayi dari cairan ketuban dan lemak.
2. Menggunakan sinar lampu untuk pemanasan luar.
3. Bungkus bayi dengan kain kering.
b. Pembersihan jalan nafas
Saluran nafas bagian atas segera dibersihkan dari lendir dan cairan amnion,
kepala bayi harus posisi lebih rendah sehingga memudahkan keluarnya
lender

c. Rangsangan untuk menimbulkan pernafasan


Rangsangan nyeri pada bayi dapat ditimbulkan dengan memukul kedua
telapak kaki bayi, menekan tendon achilles atau memberikan suntikan
vitamin K. Hal ini berfungsi memperbaiki ventilasi.
2. Tindakan khusus
a. Asfiksia berat (nilai apgar 0-3)
Resusitasi aktif dalam hal ini harus segera dilakukan yaitu dengan :
1. Memperbaiki ventilasi paru-paru dengan memberikan O2 secara
langsung dan berulang atau dengan melakukan intubasi endotracheal

dan O2 dimasukkan dengan tekanan tidak lebih dari 30 ml. Hal ini
mencegah terjadinya iritasi paru berlebihan sehingga dapat terjadi
ruptur aveoli. Tekanan positif ini dilakukan dengan meniupkan udara
ke dalam kateter dari mulut ke pipa atau ventilasi kantong ke pipa.
2. Memberikan natrikus bikarbonat dengan dosis 2-4 mEQ/kg BB
3. Masase jantung dikerjakan dengan melakukan penekanan diatas
tulang dada secara teratur 80-100 x/mnt. Tindakan ini berselingan
dengan nafas buatan, yaitu setiap 5 x masase diikuti 1x pemberian
nafas. Hal ini bertujuan untuk menghindarkan kemungkinan timbulnya
komplikasi pneumotoracks jika tindakan ini dilakukan bersamaan.
4. Memberikan obat-obatan 1/10.000 andrelin dengan dosis 0,5-

1 cc

secara intravena (sebegai obat inotropik) dan kalsium glukonat 50-100


mm/kg BB secara intravena, untuk meningkatkan frekuensi jantung.
b. Asfiksia sedang (Nilai Apgar 4-6)
Dilakukan rangsangan untuk menimbulkan reflek pernafasan dengan :
1. Melakukan rangsangan 30-60 detik setelah penilaian APGAR

1 menit.

2. Melakukan nafas buatan dengan memasukkan pipa ke dalam hidung,


O2 dialirkan dengan kecepatan 1-2 liter/menit. Bayi diletakkan dengan
kepala dalam dorsofleksi, dilakukan dengan membuka dan menutup
lubang hidung dan mulut disertai dengan menggerakkan dagu ke atas
dan kebawah dalam frekuensi 20 x/ menit.
3. Melakukan pernafasan mulut ke mulut yag seharusnya dalam mulut
bayi dimasukkan pharingeal airway yang berfungsi mendorong pangkal

lidah ke depan, sebelum mulut penolong diisi O 2 sebelum peniupan,


peniupan dilakukan secara teratur dengan frekuensi 20-30 x/menit.
2. Tindakan lain dalam resusitasi
a. Pengisapan cairan lambung dilakukan pada bayi-bayi tertentu yaitu
pada bayi prematur, sebelumnya bayi mengalami gawat janin, pada
ibu yang mendapatkan anastesia dalam persalinan.
b. Penggunaan obat Nalorphin diberikan pada bayi yang disebabkan oleh
penekanan pernafasan akibat morfin atau petidin yang diberikan
selama proses persalinan.
Menurut Hidayat (2005), Cara pelaksanaan resusitasi sesuai tingkatan
asfiksia, antara lain :
1.

Asfiksi Ringan (Apgar score 7-10)

Caranya:
a. Bayi dibungkus dengan kain hangat
b. Bersihkan jalan napas dengan menghisap lendir pada hidung kemudian
mulut.
c. Bersihkan badan dan tali pusat.
d. Lakukan observasi tanda vital dan apgar score dan masukan ke dalam
inkubator.
2. Asfiksia sedang (Apgar score 4-6)
Caranya :

a. Bersihkan jalan napas.


b. Berikan oksigen 2 liter per menit.
c. Rangsang pernapasan dengan menepuk telapak kaki apabila belu ada
reaksi,bantu pernapasan dengan melalui masker (ambubag).
d. Bila bayi sudah mulai bernapas tetapi masih sianosis berikan natrium
bikarbonat 7,5%sebanyak 6cc.Dextrosa 40% sebanyak 4cc disuntikan
melalui vena umbilikus secara perlahan-lahan, untuk mencegah
tekanan intra kranial meningkat.
3. Asfiksia berat (Apgar skor 0-3)
Caranya:
a. Bersihkan jalan napas sambil pompa melalui lambubag.
b. Berikan oksigen 4-5 liter per menit.
c. Bila tidak berhasil lakukan ETT (Endotracheal Tube).
d. Bersihkan jalan napas melalui ETT (Endotracheal Tube).
e. Apabila bayi sudah mulai benapas tetapi masih sianosis berikan
natrium bikarbonat 7,5% sebanyak 6cc. Dextrosa 40% sebanyak 4cc.

H. Pencegahan
Pencegahan yang komprehensif dimulai dari masa kehamilan, persalinan dan
beberapa saat setelah persalinan. Pencegahan berupa :
1. Melakukan pemeriksaan antenatal rutin minimal 4 kali kunjungan.

2. Melakukan rujukan ke fasilitas pelayanan kesehatan yang lebih


lengkap pada kehamilan yang diduga berisiko bayinya lahir dengan
asfiksia neonatorum.
3. Memberikan terapi kortikosteroid antenatal untuk persalinan pada usia
kehamilan kurang dari 37 minggu.
4. Melakukan pemantauan yang baik terhadap kesejahteraan janin dan
deteksi dini terhadap tanda-tanda asfiksia fetal selama persalinan
dengan kardiotokografi.
5. Meningkatkan ketrampilan tenaga obstetri dalam penanganan asfiksia
neonatorum di masing-masing tingkat pelayanan kesehatan.
6. Meningkatkan kerjasama tenaga obstetri dalam pemantauan dan
penanganan persalinan.
7. Melakukan Perawatan Neonatal Esensial yang terdiri dari :
a. Persalinan yang bersih dan aman.
b. Stabilisasi suhu.
c. Inisiasi pernapasan spontan.
d. Inisiasi menyusu dini.
e. Pencegahan infeksi serta pemberian imunisasi.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Asfiksia neonatorum merupakan masalah pada bayi baru lahir dengan
angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Dalam rangka menurunkan
Angka Kematian Perinatal dan Angka Kematian Neonatal Dini, masalah ini
perlu segera ditanggulangi dengan berbagai macam cara dan usaha mulai
dari aspek promotif, kuratif dan rehabilitative.
B.

Saran
Dari hasil kesimpulan yang telah dikemukakan maka dapat diberikan

saran-saran sebagai bahan masukan bagi pihak yang bersangkutan dalam


rangka meningkatkan kualitas dalam pemberian obat anti diuretik guna
menunjang peningkatan kualitas kesehatan ibu sehingga dapat menjadi
literature guna mendukung peningkatan kualitas pelayanan kesehatan
khususnya kesehatan ibu.

DAFTAR PUSTAKA
Buku
Allen, Carol Vestal. 1998. Memahami Proses Keperawatan. Jakarta : EGC.
Aliyah Anna, dkk.1997. Resusitasi Neonatal. Jakarta: Perkumpulan perinatologi
Indonesia (Perinasia).
Aminullah, Asril.1994. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
Brownes . 1980 . Antenatal Care . The English and Language Book Society and J&
A Churcill
Carpenito. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 8. Jakarta : EGC
Doenges, EM. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC

Dr. Rusepno Hassan Dkk.1985. Buku Kuliah 3 Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta :
Infomedika
Mansjoer, Arief. 2000. Kapita Selekta Kedokteran edisi ketiga Jilid I. Jakarta :
Media Aesculapius FKUI.
Price, SA. 1996. Patofisiologi Konsep Klinis Proses Penyakit Volume 1. Jakarta :
EGC
Prof. Dr. Hanifa Winkjosastro, SpOG.2007. Ilmu Kebidanan Edisi Ke 3. Jakarta :
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirahardjo.
Setiawan S.Kep.1998. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan Keluarga
Berencana Untuk Pendidikan Bidan. Jakarta : EGC.
Smeltzer, SC., Bare B.G. 2002. Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan
Suddarth. Alih Bahasa : Monica Ester. Jakarta : EGC
Internet
http://akbidpaguwarmas.ac.id/cetak.php?id=11
http://adoen-berbagiilmu.blogspot.com/2012/04/asfiksiakep-anak-ii.html
http://irmawatisyakir.blogspot.com/2012/11/makalah-askeb-neonatusasfiksia.html
Posted by bety ayu safitri at 10:03 PM
Reactions

You might also like