You are on page 1of 9

BAB I

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang

Sistem ekonomi merupakan hal yang begitu penting untuk kehidupan


masyarakat di berbagai kalangan. Kekuatan perekonomian ini selanjutnya
berkembang atas munculnya bunga bank. Munculnya bunga bank pada
sistem perekonomian inilah yang menciptakan berbagai fenomena, yaitu
masalah bunga bank yang disebut-sebut sebagai riba.
Munculnya beberapa pendapat dari kalangan para ulama yang
mengharamkan bunga bank, membuat ulama yang berpendapat bunga bank
adalah halal, tidak bisa tinggal diam.
Hal itu akhirnya menyebabkan timbulnya kolemik khusus dalam industri
asuransi. Asuransi yang dalam beberapa programnya memakai sistem
perbungaan, juga ikut terseret dalam perbincangan pada fenomena ini.
1.2

Tujuan Penulisan

Membahas fenomena riba dan bunga bank, dan juga pengaruh riba
dalam bisnis asuransi.
1.3

Manfaat

Pembaca bisa mengerti perbedaan bunga bank dan riba, dan tidak akan
salah pilih dalam membeli asuransi.
1.4

Perumusan Masalah
Apa pengertian riba
Apa yang dimaksud riba An-nasiah dan riba Al-Fadhl
Haramkah bunga bank
Apa perbedaan riba dan bunga bank
Bagaimana riba dalam bisnis asuransi

BAB II
PEMBAHASAN
1

Pengertian Riba
Riba merupakan istilah Arab terhadap bunga. Secara etimologis, riba
berarti perluasan, pertambahan, dan pertumbuhan. Pada masa Pra-Islam,
kata riba menunjukkan suatu jenis transaksi bisnis tertentu, dimana
transaksi-transaksi tersebuut mengidentifikasi jumlah tertentu dimuka
terhadap modal yang digunakan. Secara garis besar, riba terjadi pada utangpiutang atau jual-beli.
Pengertian riba secara harfiah yaitu peningkatan atau pertambahan.
Namun tidak semua peningkatan atau pertumbuhan terlarang dalam islam.
Keuntungan juga menyebabkan peningkatan atas jumlah pokok, tetapi hal ini
tidaklah dilarang. Jadi apa yang sebenarnya diharamkan?
Pribadi yang paling tepat untuk menjawab ini adalah Rasulullah. Beliau
melarang mengambil hadiah, jasa, atau pertolongan sekecil apapun sebagai
syarat atas suatu pinjaman. Dalam hadits riwayat bukhari, Rasulullah
bersabda, Jika seseorang memberikan pinjaman kepada seseorang lainnya,
dia tidak boleh menerima hadiah.
Dalam surat Al-baqarah ayat 278-279 yang memiliki arti, hai orangorang beriman, bertakwalah kepada Allah dan lepaskan sisa-sisa riba (yang
belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Jika kamu tidak
mengerjakan (meninggalkan sisa-sisa riba), maka ketahuilah bahwa Allah
dan Rasul-Nya akan memerangimu. Jika kamu bertobat (dari pengambilan
riba), maka bagimu modalmu. Kamu tidak menganiaya dan tidak (pula)
dianiaya, menunjukkan bahwa sesuatu yang lebih dari modal dasar adalah
riba, sedikit atau banyak. Jadi, setiap kelebihan dari modal asli yang
ditentukan sebelumnya karena semata-mata imbalan bagi berlalunya waktu
adalah riba.
Pengertian riba ini tercermin juga dari tulisan-tulisan para ulama dalam
sejarah Islam. Kaum muslimin sepakat perihal pengesahan Rasulullah bahwa
adanya syarat pertambahan atas jumlah pinjaman adalah riba, tidak peduli
apakah berupa segenggam tepung, atau sebutir gandum.
Ibnu Manzur juga dengan jelas menyatakan daam kamus bahasa
arabnya yang termahsyur (Lisan al-Arab) bahwa apa yang dilarang adalah
jumlah, manfaat, atau keuntungan lebih yang diterima dari pinjaman dalam
bentuk apapun.

Larangan bunga ini tidak hanya berlaku dalam agama Islam, tetapi
dalam agama non- Islam pun juga dilarang. Seperti halnya orang-orang
Yahudi yang dilarang mempraktekkan riba. Pelarangan dimaksud banyak
terdapat dalam kitab suci mereka, baik dalam perjanjian lama
(oldtestament), maupun undang-undang talmud. Dalam Agama Kristen, kitab
perjanjian baru tidak menyebutkan permasalahan ini dengan jelas. Namun,
sebagian kalangan kristiani menganggap bahwa ayat yang terdapat dalam
Lukas 6 : 34-5 sebagai ayat yang mengecam praktek pengambilan riba.
Disamping itu, para pendeta Agama kristen pada awal abad I XII Masehi
juga berpandangan bahwa pengambilan riba dilarang oleh ajaran agama.
Dari sedikit uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa apapun
bentuk riba dilarang secara mutlak oleh semua Agama, terutama AgamaAgama samawi. Hal ini dikarenakan dampak yang dikarenakan oleh adanya
riba tersebut dipandang merugikan masyarakat.

Jenis-jenis Riba
Secara garis besar, jenis riba dikelompokkan menjadi dua, yaitu riba Annasiah dan riba Al-Fadhl.
RIBA AN-NASIAH
Istilah nasiah berasal dari akar kata nasaa yang berarti menunda,
menangguhkan, atau menunggu. Dan merujuk pada waktu yang diberikan
kepada peminjam untuk membayar kembali pinjamannya dengan imbalan
berupa tambahan atau premium. Riba nasiah -yang juga sering disebut
riba Ad-duyun- ini sama dengan bunga yang dikenakan atas pinjaman.
Pengharaman riba An-Nasiah pada dasarnya mengakibatkan bahwa
penetapan di muka tingkat keuntungan positif atas pinjaman sebagai
imbalan karena waktu menunggu tidak diperbolehkan oleh syariah.
Sifat pengharaman riba ini adalah tegas, absolut, dan tidak mendua.
Karena dalam pelaksanaannya terdapat dampak negatif yang sangat besar,
yaitu beratnya beban yang dipikulkan kepada debitur (peminjam) tanpa
adanya keuntungan yang berarti baginya.
RIBA AL-FADHL

Riba fadl disebut juga riba buyu, adalah riba yang timbul akibat
pertukaran barang sejenis (barter) yang tidak memenuhi kriteria sama
kualitasnya (mistlanbi mistlin), sama kualitasnya (sawa-an bi sawa-in) dan
waktu penyerahannya (yadan bi yadin).
Berbeda dengan riba An-Nasiah, riba Al-Fadhl ini sifat haram atau
tidaknya masih banyak diperdebatkan. Karena masih terdapat perbedaan
pandangan oleh para ulama. Jika riba An-Nasiah adalah riba yang jelas, riba
Al-Fadhl adalah riba yang tersembunyi, samar-samar, atau tidak jelas.
Menurut mazhab ahli fiqih yang tujuh, termasuk Malik dan Ahmad dari
beberapa nash, bahwa riba ini adalah dilarang, atau tidak boleh. Barangsiapa
yang menjual barang yang biasa dijadikan riba Al-Fadhl seperti gandum,
jemawut, dan yang lainnya untuk dibayar secara tertunda, maka tidak boleh
menggantinya dengan barang yang sama. Karena perhitungan barang
tersebut bisa berbeda tanpa diketahui secara langsung.

Haramnya Bunga Bank


Riba itu haram. Tidak ada perbedaan pendapat di kalangan ulama
mengenai hal ini. Karena hal ini merupakan hal yang sudah pasti dari segi
hukum syara. Perbedaan pendapat kemudian muncul di kalangan para
ulama, bahwa apakah bunga bank komersial atau bunga bank konvensional
yang telah menjadi sistem perekonomian dunia, sama dengan riba.
Praktek riba yang ada di sistem perbankan adalah suatu kondisi darurat
yang

mau

tidak

mau

kita

terpaksa

melakukannya.

Ada

pula

yang

mengatakan bahwa riba yang haram adalah riba konsumsi dimana salah
satu

pihak

dirugikan;

adapun

riba

yang

bersifat

produktif/untuk

pengembangan usaha dan saling menguntungkan maka tidaklah haram.

Perbedaan riba dan bunga Bank


Pendapat A. Hasan pendiri dan Pemimpin Pesantren Bangil (Persis) yang
menerangkan bahwa bunga bank seperti di Negara kita ini bukan riba yang

diharamkan, karena tidak bersifat ganda sebagaimana yang dinyatakan


dalam surat Ali Imran ayat 130.
Menurut Al Ghazali, menghalalkan bunga-Bunga bank karena bunga
bank dan riba adalah berbeda. Jika bunga bank , keuntungan didapat oleh
kedua-duanya belah pihak, sedangkan riba yang cenderung bersifat
konsumtif hanya member keuntungan kepada pihak yang meminjamkan
uang.
Menurut Muhadjir, bunga bank bukanlah riba yang dimaksud. Karena
bukan masuk kategori riba jika

yang meminjam modal ke bank itu

mendapatkan manfaat justru lebih besar lagi. Begitu juga dengan pemilik
modal yang memberikan pinjaman, mereka tidak salah jika mendapat
tambahan pengembalian, karena sudah menanggung sebuah resiko.
Menurut M.Hatta ada perbedaan antara riba dan bunga bank, Riba
adalah untuk pinjaman yang bersifat konsumtif, sedangkan bunga bank
adalah untuk pinjaman yang bersifat produktif.

Riba dalam Bisnis Asuransi


Riba terjadi dalam perhitungan bunga teknik pada asuransi jiwa, yang
biasanya oleh peusahaan asuransi ditetapkan sekitar 7-9 %. berasarkan KMK
no. 424/kmk.06/2003 tentang kesehatan keuangan perusahaan asuransi dan
reasuransi, pasal 30 berbunyi " dalam rangka perhitungan cadangan premi,
tingkat bunga yang diterapkan tidak melebihi 9% untuk pertanggungan
dalam rupiah dan tidak melebihi 5% dalam pertanggungan mata uang
asing".
Selain itu riba juga terjadi ketika perusahaan melakukan investasi atas
dana yang terkumpul dari nasabah melalui premi, baik dengan cara deposito
berjangka dan sertifikat deposito di bank konvensional, obligasi, unit
penyertaan reksadana, dll.
Afzalur Rahman dalam Doktrin Ekonomi Islam mangatakan, bahwa
menyangkut asuransi komersial, disana akan terjadi riba, menentukan
kuntungannya menggunakan sistem riba dari premi hingga pembayaran
ganti rugi. Dana yang dihimpun dari premi diinvestasikan di jenis investasi
5

yang menggunakan keuntungan pasti (riba) dan hanya dalam porsi kecil
diinvestasikan dalam proyek lain. Itu karena riba itu aman dan terbebas dari
resiko dan polis yang mereka keluarkan adalah untuk memainkan jaminan
proteksi. Aspek asuransi jiwa timbul dari prinsip dasar jaminan kehidupan
yang menerapkan ketetapan besarnya premi bagi kemungkinan timbulnya
resiko. Ini mendorongkan timbul akumulasi dana dan mendapatkan
pendapatan, meninggalkan dana dalam bentuk tunai, tapi dana tersebut
tidak dibiarkan tidak produktif . saat asuransi jiwa dilaksanakan pada tingkat
bunga 0 maka biaya yang dikeluarkan makin banyak. Jadi sebagian besar
dananya diinvestasikan untuk menghasilkan bunga . Maka factor financial
yang menimbulkan pengaruh pada dana :
1.
2.
3.
4.
5.

Besarnya tingkat bunga


Besarnya pajak
Nilai asset
Nilai uang
Pengoperasian dana

Syekh Muhammad Abu Zahrah mengatakan bahwa praktik asuransi


mengandung judi yang didalamnya juga ada praktik riba. Asuransi jiwa
semacam kerugian karena tidak ada pembenaran bagi seseorang
memberikan hanya sebagian dari suatu jumlah untuk berhak mendapatkan
selurhnya jika ia mati dan mengambil apa yang telah dibayarkan disertai
keuntungannya jika ia hidup lebih lama, ini tidak lain adalah riba.
Dr. Husain Hamid Hisan mengatakan 3 alasan bahwa akad asuransi itu
jelas-jelas mengandung riba:
1. Akad asuransi adalah kesepakatan antara perusahaan asuransi dan
tertanggung, dengan ketentuan tertanggung berjansi membayar premi
sebagai pengganti uang yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi.
Premi yang dibayarkan kadang akan sama, kadang lebih banyak, dan
kadang lebih sedikit. Jika jumlahnya sama maka itu riba nasiah dan
jika lebih banyak maka itu riba nasiah dan riba fadhl.
Karena ulama fiqih sepakat bahwa jual beli uang dengan uang adalah
riba nasiah jika sama nilainya dan riba nasiah serta fadhl jika
jumlahnya lebih besar. Sementara tertanggung pada saat akad
tidakmengetahui jumlah yang ia ambil.
2. Akad asuransi jiwa untuk keadaan tetap hidup mengandung janji
perusahaan untuk mengembalikan premi jika tertanggung tetap hidup
sampai waktu yang telah ditentuan dalam polis.pengembalian premi
tersebut digabungkan dengan bunga riba, karena itu akad asuransi
6

haram hukumnya.
3. Kebanyakan prakti yang dijalankan perusahaan asuransi berdasarkan
asas riba yaitu menginvestasikan semua uangnya dengan bunga dan
meminjam uang dengan jaminan kepercayaan asuransi plus bunga.

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Riba itu haram, tidak ada satupun yang menyangkalnya. Tetapi, bunga bank
yang disamakan dengan riba, sampai saat ini masih diperdebatkan oleh para
ulama, sehingga belum ada penentuan hukumnya.

Saran
Hendaknya nasabah yang ingin melakukan transaksi di bank, dan juga
membeli polis asuransi, untuk memikirkan terlebih dahulu. Jika benar-benar
takut akan bunga bank yang dikatakan haram, baiknya memilih bank atau
asuransi syariah saja yang menggunakan sistem bagi hasil didalamnya.

Daftar Pustaka

Muhammad Syakir Kula, Asuransi Syariah , Gema Insani, 2004.


http://id.wikipedia.org/wiki/Riba#Perbedaan_Investasi_dengan_Membungakan_Uang
http://www.syariahbukopin.co.id/page/content/1/0
http://kseirsundip.wordpress.com/2012/03/02/riba-dan-bunga/

You might also like