Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Salah satu sarana yang digunakan menyampaikan pesan kepada orang lain
adalah melalui ceramah atau pidato. Sebab melalui ceramah ataupun pidato
seseorang dapat menyampaikan gagasan, pikiran atau informasi kepada orang
banyak secara lisan. Dalam pelaksaannya antara pidato dan ceramah tidak dapat
dibedakan, keduanya sama-sama menyampaikan suatu gagasan atau pesan kepada
khalayak. Hanya saja yang membedakan keduanya adalah situasi, tempat, waktu
(kesempatan), tema dan sumbernya. Ceramah lebih bersifat khusus untuk masalah
keagamaan. Peranan pidato atau ceramah penyajian penjelasan lisan kepada
kelompok massa merupakan suatu hal yang sangat penting, baik pada waktu
sekarang maupun pada waktu yang akan datang. Mereka yang mahir berbicara
dengan mudah dapat menguasai massa dan berhasil memasarkan gagasan mereka
dengan baik, sehingga mudah diterima oleh orang lain. Banyak cara yang dapat
dilakukan oleh pembicara atau penceramah guna menyampaikan gagasannya
kepada pendengar. Salah satunya adalah penggunaan aspek kebahasaan berupa
campur kode (code mixing) guna meyakinkan pendengarnya mengenai gagasan
yang disampaikan. Oleh karena itu, sering kita temukan dalam kehidupan seharihari banyak pembicara atau penceramah yang menggunakan dua bahasa atau lebih
dalam ceramahnya.
Penggunaan bahasa dalam bentuk lisan tentunya memiliki banyak tujuan.
Salah satunya jenis tuturan yang menggunakan bahasa yang baik merupakan saran
informasi dan pengetahuan dari seseorang penutur kepada pendengarnya. Salah
satu lapisan masyarakat yang memiliki kepentingan tersendiri dengan tuturan
menarik yang membuat banyak orang mendengarnya. Ini tentunya dapat dipahami
sebagai alasan para pemuka agama dituntut untuk memiliki kemampuan mengolah
kata dan kalimat demi menghasilkan tuturan yang baik dan menarik, sehingga
berkesan dan di ingat oleh umat. Dengan demikian pendengar dapat merasakan
dan meresapi ajaran agama dengan baik pula.
Campur kode (code mixing) adalah penggunaan unsur-unsur bahasa, dari satu
bahasa melalui ujaran khusus ke dalam bahasa yang lain. Nababan (1991:32)
mengatakan campur kode yaitu suatu keadaan berbahasa lain, ialah bilamana
orang mencampur dua (atau lebih) bahasa atau ragam bahasa dalam suatu tindak
bahasa tanpa ada sesuatu dalam situasi berbahasa yang menuntut percampuran
bahasa itu. Kemudian kaitannya dengan penelitian ini, peristiwa campur kode
merupakan fokus kajian utama dalam penelitian ini. Sebab yang akan diteliti
adalah peristiwa campur kode (code mixing) dalam ceramah agama kyai marzuki.
1.2 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu :
1.2.1
1.2.2
1.2.3
1.2.4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Campur Kode
kode unsur-unsur bahasa yang disisipkan oleh penutur (dwibahasawan) di selasela tuturan yang digunakan itu tidak lagi mendukung fungsi tersendiri, melainkan
unsur-unsur yang merupakan gejala campur kode tersebut mendukung suatu
fungsi (Rusdiawan, dkk. dalam Fadjri, dkk, 1992: 10).
2.2 Bentuk Campur Kode
Dalam penelitian ini, akan dibahas pula tentang bentukbentuk dari
peristiwa campur kode. Adapun bentuk campur kode tersebut adalah berupa kata
dasar, frase, serta klausa yang
kesemuannya merupakan unsur yang terdapat dalam analisis sintaksis, yaitu
analisis tentang hubungan antara tanda-tanda linguistik dengan hal-hal yang
ditandainya atau analisis tentang
makna atau arti dalam bahasa (Chaer, dalam Anwar 2006 : 15). Kata dasar adalah
kata yang belum mendapat tambahan yang berupa imbuhan (afiks) yang termasuk
jenis morfem bebas.
Dalam bahasa Indonesia kita memiliki empat kategori sintaksis utama: (1) verba
atau kata kerja, (2) nomina atau kata benda, (3) adjektiva atau kata sifat, (4)
adverbia atau kata keterangan (Alwi dkk, 2003: 36). Frasa adalah kelompok kata
yang merupakan bagian fungsional dari tuturan yang lebih panjang (Verhaar,
2004: 291). Sedangkan menurut Alwi (2003: 312) frase adalah satuan sintaksis
yang terdiri atas dua kata atau lebih yang tidak
mengandung unsur predikasi. Selanjutnya terdapat bentuk klausa yang merupakan
satuan sintaksis yang terdiri atas dua kata atau lebih, yang mengandung unsur
predikasi (Alwi dkk, 2003: 312).
Selanjutnya Alwi (2003 : 39) juga menjelaskan istilah klausa dipakai untuk
merujuk pada deretan kata yang paling tidak memiliki subjek dan predikat, tetapi
belum memiliki intonasi atau tanda baca tertentu.
2.3 Jenis Campur Kode
Campur kode merupakan suatu proses pencampuran dari kode bahasa yang satu
dengan kode bahasa yang lain dengan disertai tujuan tertentu, Soepomo (1978)
dalam Pranowo (1996 : 13). Campur kode dapat dibedakan menjadi dua, yakni (a)
campur kode sementara dan (b) campur kode tetap. Campur kode sementara
terjadi apabila pemakai bahasa sedang menyitir kalimat B2 kertika sedang ber-B1,
atau sebaliknya. Campur kode tetap terjadi karena perubahan relasi antara
pembicara dengan mitra bicara, misalnya, mitra bicara semula sebagai teman
akrab, tetapi mitra bicara itu sekarang menjadi atasan, biasanya pembicara
mengganti kode bahasa yang dipakainya secara permanen, karena adanya
perubahan status sosial dan relasi pribadi yang ada. Tidak hanya kedua jenis yang
telah disebutkan di atas, tetapi juga terdapat jenis lain, yakni campur kode ke luar
dan campur kode ke
dalam.Lebih lanjut dalam http://anaksastra.blogspot.com/2009/02/alih-kode-dancampur-kode.html campur kode dibagi menjadi dua, yaitu campur kode ke luar
(outer code-mixing) dan campur kode ke dalam (inner code-mixing).
1. Campur Kode ke Luar (Outer Code-Mixing)
Yaitu campur kode yang berasal dari bahasa asing atau dapat dijelaskan bahasa
asli yang bercampur dengan bahasa asing. Contohnya bahasa Indonesia bahasa
Inggris bahasa Jepang, dll
2. Campur Kode ke Dalam (Inner Code-Mixing)
Yaitu campur kode yang bersumber dari bahasa asli dengan segala variasinya.
Contohnya bahasa Indonesiabahasa Jawabahasa Batak Bahasa Minang (lebih
ke
dialek), dll. Dalam bahasa Jepang percampuran variasi bahasa dapat berupa
penggunaan katakana sebagai bahasa serapan, dialek (osaka ben, kansai ben),
ragam bahasa keigo ke futsu go dsb.
2.4 Fungsi Campur Kode
Peristiwa campur kode terjadi pula karena adanya beberapa
fungsi, antara lain :
1) Sebagai Perulangan
Sering kali pesan dalam suatu bahasa (kode) diulangi dengan kode lain, baik
secara literal atau dengan sedikit perubahan. Perulangan berfungsi untuk
memberikan penekanan pada sebuah pesan atau menjelaskan apa yang telah
dikatakan.
2) Sebagai Penyisip Kalimat
Campur kode dapat berfungsi sebagai penyisip kalimat atau penyempurna kalimat
sehingga kalimat itu menjadi kalimat yang utuh, yang bisa berbentuk kata, frasa,
atau ungkapan. Maksud utuh disini, pencampuran utuh bukan dalam hal kaidah,
namun menyangkut penggabungan dua bahasa. Penyisipan kalimat di sini
dimaksudkan bahwa dalam peristiwa tutur yang terjadi kalimat-kalimat yang
disampaikan merupakan perpaduan antara dua bahasa atau lebih yang
mengisyaratkan terjadinaya peristiwa campur kode.
3) Sebagai Kutipan
Dalam banyak hal, campur kode dapat diidentifikasikan baik sebagai kutipan
langsung maupun sebagai laporan seorang penutur bilingual, dalam sela-sela
pembicaraannya kadang-kadang menggunakan kode (bahasa) lain yang telah
dinyatakan oleh seseorang.
4) Sebagai Fungsi Spesifikasi Lawan Tutur
Penutur bermaksud menyampaikan pesan dengan kode lain kepada salah satu dari
beberapa kemungkinan lawan tutur yang mengerti bahasa penutur.
5) Unsur Mengkualifikasi Isi Pesan
Bentuk lain dari campur kode adalah pengelompokkan isi-isi pesan dalam bentuk
kalimat, kata kerja, kata pelengkap atau predikat dalam konstruksi bahasa lain.
(Gumpers, dalam Suwito, 1985: 71).
2.5 Faktor-Faktor Penyebab Campur Kode
Campur kode disebabkan oleh masyarakat tutur yang multilingual yang artinya
memiliki kemampuan untuk berkomunikasi dengan menggunakan lebih dari satu
bahasa. Namun, tidak seperti alih kode, campur kode tidak mempunyai maksud
dan tujuan yang jelas untuk digunakan karena campur kode digunakan biasanya
tidak disadari oleh pembicara atau dengan kata lain refleks pembicara atas
pengetahuan bahasa asing yang diketahuinya.
Kemudian latar belakang terjadinya campur kode dapat digolongkan menjadi dua,
yaitu sikap (attitudinal type) yakni latar belakang sikap penutur, dan kebahasaan
(linguistic type) yakni latar belakang keterbatasan bahasa, sehingga ada alasan
identifikasi peranan, identifikasi ragam, dan keinginan untuk menjelaskan atau
menafsirkan. Dengan demikian campur kode terjadi karena adanya hubungan
timbal balik antara peranan penutur, bentuk bahasa, dan fungsi bahasa.
Campur kode adalah peristiwa kebahasaan yang disebabkan oleh faktor-faktor
luar bahasa, terutama faktor-faktor yang sifatnya sosiostuasional. Menurut Suwito
karena
seringnya
dalam
berceramah
selalu
menggunakan
atau
mencampurkan bahasa Pali atau lainya. Hal ini menyebabkan kebiasaan pada
Y.M. Bhikkhu Uttamo untuk bercampur kode dalam setiap ceramahnya.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Campur kode (code mixing) adalah penggunaan unsur-unsur bahasa, dari satu
bahasa melalui ujaran khusus ke dalam bahasa yang lain. Nababan (1984:32)
mengatakan campur kode yaitu suatu keadaan berbahasa lain, ialah bilamana
orang mencampur dua (atau lebih) bahasa atau ragam bahasa dalam suatu tindak
bahasa tanpa ada sesuatu dalam situasi berbahasa yang menuntut percampuran
bahasa itu.
Ceramah atau pidato merupakan salah satu bentuk dari keterampilan berbicara.
Antara ceramah dan pidato sesungguhnya memiliki makna yang sama, yakni
menyampaikan gagasan di depan orang banyak. Hanya saja yang membedakan
keduanya adalah, bahwa ceramah lebih identik mengenai persoalan
keagaamaan,sedangkan berpidato sifatnya lebih umum.
Dalam Kamus Besar bahasa Indonesia (KBBI) dinyatakan bahwa kata ceramah
memiliki makna pidato yang disampaikan oleh pembicara di depan audiens
(banyak orang). Jadi dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan ceramah
adalah penyampaian gagasan atau pikiran pembicara di depan audiens (orang
banyak) yang isinya lebih ke arah masalah keagamaan.
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
Alwi, Hasan dkk. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (Edisi Ketiga).