Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Sistem reproduksi terdiri atas organ reproduksi dan sekelompok organ yang
terlibat dalam proses reproduksi. Organ reproduksi wanita terdiri atas genitalia eksterna
yang meliputi labium mayus, labium minus, klitoris dan hymen (selaput dara) dan
genitalia interna yang meliputi vagina, uterus, tuba uterina Fallopi, dan ovarium. Organ
lain yang termasuk dalam sistem reproduksi wanita ialah plasenta yang terbentuk hanya
pada saat hamil, kelenjar mamma dan organ endokrin terutama kelenjar hipofisis dan
hipotalamus. Organ reproduksi pria terdiri atas testis, saluran kelamin, kelenjar asesoris
(vesikula seminalis, prostat dan bulbouretralis. Sedangkan organ lain yang termasuk
dalam sistem reproduksi pria yaitu kelenjar hipotalamus dan kelenjar hipofisis.
Untuk melaksanakan fungsi reproduksi dengan baik diperlukan adanya integrasi
antara sistem reproduksi dengan sistem endokrin, sistem saraf dan sistem kardiovaskular.
Pada proses kehamilan misalnya diperlukan adanya integrasi dengan sistem endokrin dan
sistem saraf. Sebaliknya pada proses ereksi diperlukan adanya integrasi dengan sistem
kardiovaskular dan sistem saraf.
Catatan kuliah ini merupakan pengantar untuk memahami struktur histologi organ
reproduksi pria dan wanita sebagai dasar untuk memahami fungsi reproduksi wanita dan
pria secara keseluruhan.
2
OVARIUM
Ovarium (Gb-1) merupakan organ yang berbentuk seperti buah kenari berukuran
sekitar 3x1.5x1cm dan terletak di dalam rongga panggul disisi kiri dan kanan uterus.
Secara histologis ovarium terdiri atas korteks yang terletak disebelah luar dan medula
yang terletak dibagian tengah.
Korteks Ovarium
Korteks ovarium (Gb-1) diliputi oleh epitel germinativum berupa epitel selapis
kuboid. Penamaan epitel ini tidak tepat karena epitel ini sama sekali tidak berfungsi
germinatif , artinya epitel ini tidak membentuk sel benih. Dibawah epitel ini terdapat
lapisan jaringan ikat padat yang membentuk kapsul yang dikenal sebagai tunika
albuginea. Lapisan ini memisahkan epitel germinativum dari korteks ovarium. Korteks
merupakan tempat ovum berkembang di dalam folikel dengan berbagai tingkat
perkembangan. Masing-masing folikel ini mengandung sebuah oosit yang dibungkus
oleh satu atau lebih sel granulosa atau sel folikel.
Gb-1. Ovarium secaramenyeluruh (over all) (kiri) dan korteks ovarium (kanan)
Folikel Ovarium
Mengenai tingkat perkembangan folikel ovarium terdapat perbedaan pendapat
antara beberapa penulis. Sebagian membedakan tingkat perkembangan folikel menjadi
folikel primordial, primer, sekunder, tersier, dan folikel Graaf. Sebagian lain
menganggap folikel Graaf tergolong foliker tersier. Ada pula yang hanya membagi
3
perkembangan folike itu secara sederhana yaitu folikel primordial dan selanjutnya adalah
folikel berkembang termasuk di sini folikel Graff yang juga dikenal sebagai folikel
matang (siap ovulasi). Pada makalah ini digunakan klasifikasi secara sederhana yaitu
folikel primodia, folikel berkembang (folikel primer, sekunder dan tersier) dan folikel
matang (folikel De Graff). Selain itu pada korteks juga dapat ditemukan folikel atretik,
korpusrubrum, korpus luteum dan korpus albikan.
Gambar-2 Folikel Primordial (kiri atas), Folikel Sekunder (kanan atas), Folikel Sekunder
(kiri bawah) dan Folikel Tersier atau Folikel De Graaf (kanan bawah)
4
sebuah oosit primer (oosit yang berada dalam stadium diploten profase I meiosis) yang
dibungkus oleh selapis sel folikel gepeng.
Dibawah pengaruh hormon FSH (Follicle Stimulating Hormone) yang
disekresikan oleh hipofisis pars anterior, Folikel Primordial berkembang menjadi Folikel
Berkembang. Epitel folikel berubah menjadi selapis kuboid dan selanjutnya
berproliferasi menjadi berlapis (multilaminar). Bersamaan dengan itu, jaringan ikat
stroma yang melingkupinya berdiferensiasi menjadi lapisan teka folikel yang
memproduksi hormon Esterogen. Folikel Berkembang ini terdiri atas
5
sehingga mirip mahkota bagi oosit. Oosit duduk di atas kumulus ooforus yaitu
kelompokan sel folikel yang membentuk gundukan ke tengah antrum.
Ovulasi
Cairan folikel makin lama makin bertambah jumlahnya, akibatnya ovum berikut
zona pelucida dan korona radiata terlepas dari kumulus ooforus dan melayang didalam
antrum. Menjelang ovulasi terjadi lonjakan hormon LH yang dilepas dari hipofisis pars
anterior. Lonjakan LH ini akan membentuk aktivator plasminogen yang mengaktifkan
plasminogen menjadi plasmin yang mampu merusak lamina basal di sekitar folikel dan
mengaktifkan prokolagenase menjadi kolagenase. Kolagenase akan menyebabkan ,
stroma menipis dan menjadi iskemik di daerah antara folikel yang matang dengan
permukaan ovarium, dan terbentuklah daerah pucat tipis yang ringkih dan rawan pecah
yang disebut stigma.
Pada saat pecah, ovum berikut korona radiatanya secara utuh, di dorong oleh
semburan cairan folikel dan ditangkap oleh fimbria tuba uterina. Bila tidak dibuahi
dalam waktu 24 jam, ovum akan berdegenerasi. Namun demikian beberapa penulis
mengatakan bahwa ovum dapat bertahan sampai 48 jam.
6
menjelang menstruasi dengan kata lain bangunan ini terbentuk pascaovulasi dan
hilang atau segera berdegenerasi bila tidak terjadi fertilisasi. Umurnya pendek,
hanya sekitar 14 hari. Angka 14 inilah yang dapat digunakan untuk menghitung
masa subur karena nilainya hampir selalu tetap.
2. Korpus luteum kehamilan. Berbeda dengan korpus luteum menstruasi, bangunan
ini terbentuk bila terjadi fertilisasi, dan pada keadaan ini ukuran korpus luteum
membesar. Korpus luteum ini dipertahankan sampai 6 bulan dan akhirnya akan
berdegenerasi secara perlahan, Fungsi korpus luteum akan digantikan oleh
plasenta, sampai akhir kehamilan.
Korpus luteum yang berdegenerasi akhirnya digantikan seluruhnya oleh jaringan ikat dan
disebut
korpus albikans
(Gambar-3,kanan).
Korpus
albikans, akhirnya
akan
7
Oosit dan Ovum
Sel benih (oosit) berasal dari endoderm kantung kuning telur (yolk sac) yang
bermigrasi ke pematang-pematang genital (genital ridge) didinding posterior rongga
abdomen. Oosit ini kemudian dikelilingi oleh sel folikel primordial yang berbentuk
gepeng. Pada tahapan ini oosit memulai pembelahan meiosis dan berhenti pada stadium
profase yaitu sampai oosit primer. Menjelang ovulasi proses meoisis I diselesaikan dan
oosit pada tahapa ini dikenal sebagai oosit sekunder. Pada tahap ini terjadi pembelahan
kromatin secara seimbang akan tetapi pembelahan sitoplasma terjadi tidak seimbang
diantara oosit sekunder yang dihasilkan. Oosit sekunder yang memperoleh hampir
seluruh sitoplasmala dikenal sebagai ovum sedangkan yang lainnya yang hanya
memperoleh sedikit sitoplasma disebut badan kutub (polar bodi) I. Setelah terbentuk oosit
sekunder ovum kemudian akan memulai pembelahan meiosis kedua yang terhenti pada
tahap metafase. Proses pembelahan meiosis kedua ini baru akan diselesaikan setelah
ovulasi dan terjadi fertilisasi. Pada saat fertilisasi, pembelahan meiosis kedua diselesaikan
dan terbentuklah badan kutub (polar bodi) II. Ovum yang telah dibuahi disebut zigot. Bila
tidak terjadi fertilisasi, meiosis tidak terselesaikan.
mengendalikan
tahap
akhir
pematangan
folikel,
memicu
ovulasi,
dan
di dalam uterus,
8
sinsitiotrofoblas plasenta yang sedang berkembang akan menghasilkan hormon
gonadotropin korion yang akan mempertahankan korpus luteum hingga usia kehamilan 4
bulan. Pada saat itu plasenta telah terbentuk sempurna dan menghasilkan hormon
progesteron.
Hormon esterogen mempunyai pengaruh: (1) penebalan epitel vagina, (2) mitosis
dan pembentukan silia tuba fallopii, (3) proliferasi endometrium, (4) pengembangan
stroma dan duktus serta pembentukan jaringan adiposa payudara, (5) peningkatan
aktivitas osteoblas dan (6) penumpukan lemak tubuh.
Hormon progesteron akan menyebabkan: (1) fase sekresi endometrium, (2)
penurunan kontraksi uterus, (3) peningkatan gerakan silia tuba fallopii, (3) proliferasi
alveolus dan sekresi kelenjar payudara dan (6) deposit glikogen
9
Medula Ovarium
Medula ovarium disusun oleh jaringan stroma yang merupakan jaringan ikat
longgar dan kaya akan pembuluh darah dan pembuluh limfe. Medula ovarium terletak
dibagian tengah ovarium dan dikelilingi oleh korteks.
10
b. Sel silia yaitu sel yang mengandung banyak silia. Silia pada permukaannya
akan melecut bergelombang ke arah uterus sehingga sangat membantu
transport ovum. Lapisan mukus yang dihasilkannya di dorong ke arah uterus
oleh silia sehingga membantu transport ovum dan sekaligus mencegah invasi
bakteri ke rongga peritoneum.
Lamina propria terdiri atas jaringan ikat yang mengandung serat retikular,
fibroblas, sel mast dan limfosit
2. lapisan muskularis
Lapisan muskularis terdiri atas jaringan otot polos dengan lapisan muskularis
interna tersusun melingkar sedangkan lapisan muskularis eksterna tersusun
memanjang. Kontraksinya yang mirip gelombang peristaltik bergerak ke arah
uterus.
3. lapisan serosa merupakan lapisan paling luar yang terdiri atas peritoneum viseral.
Lapisan dibatasi oleh epitel selapis gepeng.
UTERUS
Uterus (Gb-7) merupakan organ berongga yang dindingnya terutama terdiri atas
jaringan otot, terletak di dalam rongga panggul, dan berbentuk seperti buah alpukat.
Modul Reproduksi/HAAJ/HIstologi FKUI/2011
11
Dalam keadaan tidak hamil ukurannya kurang lebih sebesar jempol kaki yang akan dapat
bertambah sampai sebesar buah nangka besar.
Gambar-7 Uterus
Secara garis besar terdiri atas 3 bagian yaitu: korpus, fundus, dan serviks (leher
rahim). Korpus menjadi bagian utama yang membulat bagian tengahnya. Fundus
merupakan perluasan korpus di atas muara tuba uterina dan berbentuk seperti kubah.
Serviks merupakan leher rahim yang sempit dan ujungnya menjorok ke dalam puncak
vagina.
Secara histologis dinding uterus terdiri atas 3 lapisan yaitu mukosa
(endometrium), muskularis (miometrium), dan serosa atau adventisia (perimetrium).
1. Lapisan mukosa (endometrium)
Lapisan ini merupakan mukosa uterus (rahim) yang berupa epitel silindris selapis
disokong oleh lamina prorpia. Kelenjar endometrium menjulur dari permukaan
luminal masuk ke dalam lamina propria yang lebih sering disebut stroma. Epitel
kelenjar ini merupakan lanjutan epitel permukaan. Fungsi utama endometrium adalah
untuk:
a. menyiapkan tempat dan suasana yang baik untuk implantasi
12
b. menyediakan nutrisi bagi blastosis
c. membentuk plasenta pars maternal.
Endometrium dapat dibedakan menjadi 2 lapisan yaitu
a. Stratum fungsional.
Lapisan ini mencakup dua per tiga atas tebal endometrium yang merupakan
lapisan sementara yang berbatasan dengan lumen uterus. Di bawah pengaruh
hormon ovarium, lapisan ini menebal dan mengelupas mengikuti irama siklus
haid. Pada akhir setiap siklus, jika tidak ada ovum yang dibuahi, lapisan ini
mengelupas. Peristiwa itu menyebabkan darah keluar yang bersama serpih
kelenjar dan stroma membentuk darah haid. Pengelupasan ini terjadi selama 3-5
hari. Lapisan ini mendapat perdarahan dari arteri yang berkelok (coiled artery)
yang berasal dari miometrium.
b. Stratum basal.
Lapisan ini lebih tipis, hanya mencakup sepertiga tebal endometrium, akan tetapi
permanen dan tidak ikut terkelupas pada saat menstruasi. Di dalamnya juga
terkandung kelenjar yang epitelnya menjadi sumber regenerasi epitel pascahaid.
Epitel kelenjar basal inilah yang berproliferasi menutup permukaan endometrium
yang terkelupas pada waktu menstruasi. Proliferasi terjadi segera setelah
mengelupas dan terjadi tidak serentak karena pengelupasan endometrium pun
tidak terjadi serentak. Dengan kata lain pada saat satu daerah endometrium sedang
mengelupas, daerah lainnya sudah mulai regenerasi.Lapisan ini mendapat
perdarahan dari arteri tak berkelok (straight artery) yang berasal dari miometrium.
Sesuai siklus haid endometrium (Gb-8) dapat dibedakan atas 4 fase yaitu:
1. Endometrium fase menstruasi.
Pada fase ini tampak stroma endometrium yang hancur (panah) dan bersama
darah tumpah ke permukaan endometrium
2. Endometrium fase proliferasi awal.
Pada fase ini tampak epitel permukaan yang masih berupa epitel kuboid selapis.
Kelenjar-kelenjar masih tampak lurus
3. Endometrium fase proliferasi lanjut.
13
Pada fase ini tampak kelenjar-kelenjar sudah mulai berkelok-kelok dengan
dindingnya yang masih belum berlipat-lipat.
4. Endometrium fase sekresi awal.
Pada fase ini tampak kelenjar yang lumennya melebar dengan dinding berlipatlipat dan mulut kelenjar di permukaan endometrium.
5. Endometrium fase sekresi lanjut
Pada fase ini tampak sel epitel kelenjar dan stroma yang sudah tampak lembung
karena menyimpan glikogen. Dinding kelenjar tampak berlipatan dan getah
kelenjar sudah tampak di dalam lumen kelenjar.
2. Lapisan Miometrium
Lapisan miometrium disusun oleh otot polos yang tebal. Lapisan otot ini tersusun dari
lapis longitudinal luar dan dalam dengan lapis sirkular di antaranya
Ukuran serat otot uterus sangat dipengaruhi estrogen ovarium. Pajangnya berkisar
antara 40-90 m, bervariasi sepanjang siklus, dengan yang terpendek terjadi segera
setelah menstruasi. Bila tidak ada estrogen otot uterus akan atrofi.
Tingginya kadar estrogen pada waktu kehamilan, menjadikan serat otot 10 kali lebih
panjang dan volume uterus menjadi 24 kali lebih besar. Hal itu menandakan bahwa
pertambahan volume uterus bukan hanya disebabkan hipertrofi dan hiperplasi otot
saja melainkan juga pertambahan jaringan ikat di antaranya. Selama kehamilan itu,
serat otot miometrium tumbuh sangat pesat secara hipertrofi dan hiperplasi, sekalipun
hiperplasinya itu tidak jelas akibat hasil mitosis sel otot polos atau diferensiasi sel
mesenkim setempat.
Pada saat persalinan lonjakan oksitosin memicu kontraksi miometrium yang kuat
untuk mendorong janin ke luar. Pascasalin, miometrium kembali ke ukuran semula
dengan pengertian sebagian sel ukurannya mengecil dan sebagian lainnya mengalami
apoptosis atau kematian sel yang terprogram secara genetik.
Pada uterus tidak hamil, terjadi juga kontraksi lemah berjeda yang tidak menimbulkan
sensasi subyektif. Kontraksi yang lebih kuat dapat terjadi pada saat rangsangan
seksual atau selama menstruasi yang menimbulkan rasa nyeri kejang. Mekanisme
yang mengontrol kontraksi ini masih belum jelas.
14
(A)
(B)
(C)
(D)
(E)
Sekalipun belum jelas persarafan yang mengatur kontraksi uterus, agaknya organ ini
mempunyai persarafan jenis viseral. Seperti pada dinding usus yang juga mendapat
persarafan viseral, di antara sel-sel otot polos terdapat taut imbas atau neksus atau
gap junction. Neksus ini meningkat jumlahnya menjelang persalinan sebagai
persiapan untuk yang memungkinkan gerak kontraksi ritmis dalam upaya mendorong
janin ke luar.
3. Lapisan serosa atau adventisia (perimetrium).
15
Uterus mempunyai dua jenis pembungkus. Fundus diliputi tudung serosa dan korpus
dikelilingi adventisia yang terdiri atas jaringan ikat longgar.
CERVIX
Serviks disebut juga leher rahim (Gb-9).
Permukaan luar serviks uterus menyembul ke
dalam puncak vagina. Dindingnya terutama terdiri
atas jaringan ikat padat dengan sedikit serat otot
polos. Mukosanya dilapisi epitel silindris tinggi
dan dilengkapi dengan kelenjar serviks yang
bercabang. Permukaan luarnya yang menyembul
ke dalam vagina dilapisi epitel gepeng berlapis.
Perubahan epitel dari silindris selapis menjadi
gepeng berlapis terjadi tepat di belakang pintu luar
serviks (orificium cervicis externum) yang paling
sering menjadi tempat awal tumbuhnya kanker
serviks. Mukosa serviks tidak mengelupas pada
saat haid, akan tetapi terjadi perubahan yang jelas
Gambar-9 Cervix
pada jumlah dan viskositas lendir yang digetahkan kelenjar serviks. Pada saat ovulasi,
lendir sangat encer sehingga memungkinkan spermatozoa untuk menerobosnya. Pada
fase luteal dan selama kehamilan, lendirnya banyak dan lebih pekat. Pelebaran serviks
menjelang persalinan disebabkan kerja kolagenase yang demikian kuat pada dinding
serviks.
PLASENTA
Plasenta (Gb-10 dan 11) merupakan organ yang bersifat sementara yang
pembentukannya dimulai pada saat implantasi.Di dalamnya terdapat unsur jaringan
embrio (yang berasal dari korion frondosum) dan jaringan maternal (yang berasl dari
desidua basalis). Organ ini bertugas menyalurkan nutrien dan oksigen kepada embrio,
membersihkan darah fetal, dan memproduksi hormon.
16
Gambar-10. Pasenta. Bagian maternal (M) berisi sel-sel desidua basalis dan substansi
fibrinoid (merah). Ruang intervilius (IV) merupakan ruangan yang dibatasi oleh
sinsitiotrofoblas (bagian fetal) tetapi berisi darah maternal. Vilus utama atau stem vilus
(SV) bercabang-cabang kecil menjadi vilus korialis (V) yang terbenam di dalam darah
maternal. Vilus utama akhirnya berpancang di bagian maternal dan disebut vilus pancang
atau anchoring villus (AV).
Gambar-11. Plasenta. Pada gambar kiri tampak plasenta sisi fetal yang terdiri atas epitel
amnion (kepala panah) dan lempeng khorion (panah). Tampak juga vili khorilais dan
ruang intervilar yang terisi darah maternal. Pada gambar kanan tampak vilus khorialis
yang disusun oleh sinsitiotrophoblas, sitotrofoblas dan jaringan ikat mesenkima
ekstraembrional.Selain itu juga tampak ruang intervilar
17
Proses pembentukan plasenta diawali oleh sinsitiotrofoblas yang menyusup ke
endometrium dan akan mengelilingi pulau kecil endometrium yang mengandung
pembuluh darah. Peristiwa seperti ini terjadi di banyak tempat di daerah implantasi.
Selanjutnya, enzim yang dikeluarkan oleh sinsisitotrofoblas melarutkan pulau-pulau
endometrium itu sehingga terbentuklah banyak ruang-ruang kecil yang disebut lakuna .
Dalam peristiwa itu pembuluh darah pun ikut dihancurkan. Pembuluh yang pecah itu
isinya memenuhi ruang yang berdindingkan sinsisiotrofoblas itu dengan darah maternal.
Sejumlah juluran pejal (solid) jaringan korion (vilus korilalis) tumbuh ke dalam
lakuna dan berkembang secara bertahap. Juluran ini nantinya akan berisi pembuluh darah
fetal yang akan mendekatkan darah fetal dengan darah maternal di dalam lakuna untuk
memungkinkan pertukaran zat. Sekalipun dekat akan tetapi tetap terdapat jaringan
pembatas yang sekaligus sebagai penyaring selektif yang akhirnya menjadi sawar uri
atau sawar plasenta.
Juluran pejal itu pada awalnya hanya terdiri atas sinsisiotrofoblas dan
sitotrofoblas dan disebut vilus primer. Kemudian mensenkim ekstraembrionik menyusupi
vilus primer untuk membentuk vilus sekunder yang terdiri atas sinsisiotrofoblas,
sitotrofoblas, dan teras (core) mesenkim ekstrembrionik. Selanjutnya mesenkim
ekstraembrionik tadi berdiferensiasi menjadi pembuluh darah yang kemudian menyatu
dengan vena umbilikalis fetus. Dengan demikian terbentuklah vilus tersier yang terdiri
atas sinsisiotrofoblas, sitotrofoblas, dan teras mesenkin ekstraembrionik dengan
pembuluh darah di dalamnya. Pada stadium akhir pembentukan plasenta sitotrofiblas
jumlahnya menyusut sampai habis karena menyatu seluruhnya dengan sinsisiotrofoblas.
Plasenta mempunyai fungsi
1. Pertukaran nutrien dan limbah.
Pada hari ke 23 kehamilan, darah fetal beredar di dalam vilus tersier. Nutrien
darah maternal di dalam lakuna mencapai sirkulasi fetal setelah berhasil melewati:
(1) sinsisiotrofoblas, (2) sitotrofoblas, (3) lamina basal trofoblas, (4) teras
mesenkim ekstraembrional, (5) lamina basal pembuluh darah vilus tersier, dan (6)
sel endotel pembuluh darah fetal. Keenam lapisan itulah yang disebut sawar
plasenta.
18
Batas antara bagian maternal dan fetal kemudian ditandai dengan substansi
fibrinoid, yang merupakan lapisan yang terdiri atas jaringan nekrosis yang
menjadi sawar non-antigenik yang memungkinkan toleransi maternal terhadap
antigen fetal.
2. Hormon plasenta. Banyak hormon yang dihasilkan oleh sinsisiotrofoblas korion
dan beberapa hormon dihasilkan oleh sel desidua. Hormon plasenta meliputi:
gonadotropin korionik, tirotropin korionik, kortikotropin korionik, estrogen,
progesteron, prolaktin, laktogen plasenta, hormon pertumbuhan plasenta.
VAGINA
Vagina (Gb-12) merupakan tabung muskular yang terentang antara serviks
sampai genitalia eksterna. Dindingnya tidak mengandung kelenjar dan sebagai
pelincirnya berupa mukus (lendir) yang berasal getah kelenjar serviks dan kelenjar
Bartholin serta kelenjar mukosa kecil di vestibulum. Dinding vagina terdiri atas 3 lapisan:
1. Lapis mukosa
Epitel yang meliputinya berupa epitel gepeng berlapis tanpa lapisan tanduk yang kaya
akan glikogen dan dialasi oleh lamina propria yang kaya akan serat elastis. Secara
normal di dalam lumen vagina terdapat mikroorganisme komensal. Hasil metabolisme
glikogen yang berasal dari sel-sel epitel yang terlepas oleh bakteri vagina,
menghasilkan asam laktat sehingga menurunkan pH vagina. Pleksus kapiler yang
banyak terdapat di dalam lamina propria juga menghasilkan banyak cairan yang
merembes ke dalam lumen selama rangsangan seksual. Mukosa vagina hanya sedikit
mengandung serat saraf.
2. Lapis muskularis
Lapisan muskular polos dinding vagina bagian luar terutama terdiri atas otot polos
yang tersusun memanjang selain juga ada beberapa yang melingkar di dekat lapisan
mukosa
3. Lapisa adventisia
Vagina diliputi selubung jaringan ikat padat yang kaya akan serat elastis. Di
dalamnya terdapat banyak pleksus vena yang luas, berkas saraf dan kelompokan sel
neuron.
19
Gambar-12 Vagina
GENITALIA EKSTERNA
Daerah ini banyak mengandung badan akhir serat saraf sensoris yaitu badan
Meissner dan Pacini selain juga ujung saraf bebas. Genitalia eksterna (Gb-13) terdiri atas
1. Klitoris
Organ ini homolog dengan bagian dorsal penis, terdiri atas 2 korpus kavernosum kecil
yang berakhir di glans klitoris. Selain itu dilengkapi juga dengan prepusium dan
semuanya diliputi oleh epitel gepeng berlapis.
2. Vestibulum
Secara anatomis vestibulum berupa daerah yang dibatasi oleh labia minora. Pada
daerah ini terdapat pintu vagina dan uretra. Daerah ini juga diliputi epitel gepeng
berlapis dan dilengkapi dengan 2 jenis kelenjar. Yang besar disebut kelenjar Bartholin
atau glandula vestibular mayor yang terdiri atas 2 kelenjar mukosa, besar, tubuloalveolar, terletak berseberangan di pintu vestibulum. Kelenjar ini analog dengan
kelenjar bulbouretral Cowper pada pria. Kelenjar vestibular minor ukurannya lebih
kecil, yang analog dengan kelenjar Littre pada uretra pria, berupa kelenjar mukosa
yang tersebar di sekitar vestibulum. Hampir semua kelenjar tadi terletak di dekat
uretra dan klitoris.
3. Labia minora
Organ ini merupakan lipatan kulit dengan teras lir-sepon (spongy), bersifat erektil,
analog dengan korpus spongiosum pria, dan diliputi epitel gepeng berlapis dengan
20
21
KELENJAR MAMAE (PAYUDARA)
Kelenjar ini (Gb-14) sebenarnya turunan kulit yang dikhususkan untuk
memproduksi susu. Setiap payudara mengandung kelenjar tubulo-alveoral kompleks
yang terdiri atas 15-25 lobus, yang dipisahkan satu sama lain oleh jaringan lemak dan
dibungkus oleh jaringan ikat padat. Setiap lobus mencurahkan sekresinya ke dalam
sebuah duktus laktiferus yang ujungnya melebar membentuk sinus laktiferus, sebelum
masing-masing bermuara di permukaan puting susu (Gb-15) yang sangat kaya akan saraf.
Pada masa prapubertas kelenjar ini sama struktur histologinya pada wanita dan
pria. Akan tetapi, pada wanita, saat memasuki masa pubertas dan seterusnya kelenjar ini
berubah ukuran dan struktur histologinya seiring dengan status fungsional sistem
reproduksi dan usia. Payudara wanita mencapai ukuran terbesar pada usia sekitar 20
tahun dan mulai tampak atrofi pada usia 40 tahun yang selanjutnya disusul regresi pada
usia menopause.
Secara normal, pada pria kelenjar ini tidak bekembang akan tetapi pada beberapa
pria kelenjar ini dapat tumbuh. Keadaan ini disebut ginekomastia.
22
Nipple
(putting
susu)
(Gb-15)
Gambar-15 Nipple
23
duktus efferentes) maupun ekstratesticular (epididimis dan vas deferens, duktus
ejakulatorius dan uretra) dan kelenjar tambahan/assesorius (vesikula seminalis, prostat,
bulbouretralis) dan (3) genitalia eksterna yaitu skrotum (tempat terdapatnya testis) dan
penis. Sedangkan organ lain yang termasuk dalam sistem reproduksi pria yaitu kelenjar
hipotalamus dan kelenjar hipofisis.
Fungsi organ reproduksi pria adalah untuk menghasilkan spermatozoa, hormon
testosteron, cairan semen dan saluran keluar sperma dan urin.
TESTIS
Sel-sel benih primordial berasal dari yolk sacendoderm (kantung kuning telur)
yang akan bermigrasi kedinding belakang rongga abdomen dan akan masuk kedalam rigi
genital mesoderm yang akan membentuk primitive sex cords. Sel-sel benih primordial ini
kemudian berkembang menjadi spermatogonia sedangkan mesoderm akan membentuk
sel-sel sertoli, sel interstisial, dan jaringan ikat diantara primitive sex cords. Primitive
sexcords ini akan membentuk tubulus seminiferus yang akan beranastomosis dengan
tubulus-tubulus mesonefros membentuk saluran genital. Tubulus-tubulus seminiferus ini
kemudian akan dibungkus oleh jaringan ikat membentuk testis yang kemudian akan
memisahkan diri dari dinding dorsal dan turun kedalam skrotum.
Testis
(Gb-17)
merupakan
tempat
berkembangnya
sel-sel
benih
pria
24
Tunika albuginea merupakan lapisan yang tebal disusun oleh jaringan ikat padat
fibroelastin. Lapisan ini menebal pada permukaan posterior testis dan menjorok masuk ke
dalam testis sebagai mediastinum testis. Sekat-sekat fibrosa yang tipis menyebar dari
mediastinum testis kearah simpai testis dan membagi permukaan dalam testis menjadi
kira-kira 250 bangunan berbentuk piramid yang disebut sebagai lobuli testis dengan
bagian puncaknya menghadap kemediastinum.
Tunika vaskulosa merupakan simpai testis yang paling dalam, terdiri atas jala-jala
kapiler darah yang terbenam di dalam jaringan ikat longgar.
Testis dibentuk oleh struktur-struktur berbentuk piramid yang dikenal sebagai
lobulus testis. Satu lobulus terdiri atas 1-4 tubulus seminiferus. Lobulus ini terbenam
didalam struktur jaringan ikat longgar yang mengandung pembuluh darah, limf dan serat
serat saraf serta sel-sel interstisial Leydig. Lobulus testis dipisahkan satu lain oleh septum
testis yang berasal dari mediastinum.
25
Tubulus Seminiferus
26
Sel-sel Spermatogenik
Sel-sel benih berasal dari lapisan endoderm. Sel-sel ini kemudian mengalami
spermatogenesis, yaitu suatu proses differensiasi multistep yang diawali oleh sel-sel
yang terletak dekat dengan basal lamina (spermatogenesis) dan berakhir dengan lepasnya
spermatozoa kedalam lumen tubulus. Sel-sel benih yang sedang berkembang ini
mempunyai nama sesuai dengan ukuran, morfologi inti dan lokasi pada epitelium.
Adapun sel-sel tersebut (Gb-19) adalah:
1. Spermatogonia
Spermatogonia merupakan sel benih diploid (46, 2n) yang terletak di lamina basal
tubulus seminiferus. Sel-sel ini berukuran kecil dan berbentuk bulat. Inti sel bulat
dengan heterokromatin. Sel-sel ini kemudian akan membelah. Ada 2 jenis
spermatogonia yaitu spermatogonia tipe A yang terang dan spermatogonia tipe A
yang pucat.
27
benih pada tahap ini adalah sel diploid dan berada dalam tahap profase meiosis
pertama. Sel-sel ini terletak lebih dekat kearah lumen dibandingkan spermatogonia.
3. Spermatosit II
Spermatosit sekunder merupakan sel haploid yang hasil pembelahan meiosis pertama
dari spermatosit primer. Spermatosit sekunder akan mengalami pembelahan meiosis
kedua dan akan segera berkembang menjadi spermatid. Secara histologis tampilan
spermatosit primer dan spermatosit sekunder sulit dibedakan.
4. Spermatid
Spermatid merupakan sel benih haploid kecil dan terletak dekat lumen tubulus
seminiferus. Spermatid ini mempunyai kromatin yang memadat sehingga mudah
dibedakan dengan spermatosit primer dan sekunder.
Gambar-20 Spermiogenesis
5. Spermatozoa
Spermatozoa merupakan tahap akhir perkembangan sel benih. Secara histologis sel
ini mempunyai bentuk seperti kecebong. Spermatozoa kemudian akan bergerak
kedalam lumen tubulus seminiferus dan selanjutnya akan menuju ke tubulus rektus.
28
Sel Sertoli
Sel sertoli merupakan sel penyokong yang jumlahnya relatif sedikit dan tersusun
sepanjang tubulus. Sel-sel sertoli merupakan sel-sel tinggi seperti tiang dengan dasarnya
terletak di lamina basal tubulus. Bentuk sel tidak teratur dan tidak tampak jelas serta
sangat kompleks karena kepala spermatozoa yang matang menempati cekungancekungan sitoplasmanya. Inti selpucat bentuknya lonjong dengan sumbu panjangnya
tersusun secara radiar. Membran plasmanya mempunyai reseptor untuk FSH. Antara 2 sel
sertoli yang berdekatan terdapat kompleks taut kedap (occluding junction) (Gb-21) yang
berfungsi sebagai sawar darah testis (blood testis barrier) yang mencegah masuknya
bahan-bahan makanan dan bahan-bahan lainnya dari ruang basal keruang adluminal
melalui celah antara 2 sel sertoli yang berdekatan.
29
3. menghasilkan inhibin yaitu hormon penghambat sintesa dan pelepasan FSH oleh
kelenjar hipofisis anterior.
4. membentuk sawar darah testis
5. sintesa dan pelepasan hormon anti Mullerian (AMH) yang diperlukan untuk
determinasi sifat pria.
REGULASI SPERMATOGENESIS
Perkembangan (regulasi) spermatogenesis dipengaruhi oleh
1. Temperatur tubuh
Temperatur kritis untuk spermatogenesis adalah 350C
2. Interaksi hormonal
Hormon-hormon yang berperan dalam proses spermatogenesis adalah
A. Gonadotrophin Releasing Hormone (GnRH)
GnRH merupakan hormon yang dihasilkan oleh neuron di hipotalamus yang
akan merangsang pelepasan hormon FSH (Folicle Stimulating Hormone) dan
LH (Luteinizing Hormone). FSH akan mempromosikan sintesis Androgen
Binding Protein (ABP) oleh sel-sel Sertoli. Sedangkan LH akan merangsang
sel-sel interstisial Leydig menghasilkan hormon testosteron.
B. Hormon Testosteron
Testosteron merupakan hormon yang dihasilkan oleh sel-sel interstisial
Leydig dan berperan dalam proses spermatogenesis dan menampilkan tanda
tanda sex sekunder. Disamping itu hormon ini juga dibutuhkan untuk fungsi
vesikula seminalis, prostat dan kelenjar bulbouretralis yang normal.
C. Androgen Binding Protein (ABP)
ABP merupakan pengikat hormon testosteron dan mempertahankan agar
konsentrasinya tetap tinggi di tubulus seminiferus sehingga spermatogenesis
dapat berjalan dengan baik. ABP disintesa oleh sel-sel Sertoli. Yang
dirangsang oleh hormon FSH.
D. Hormon Inhibin
Hormon inhibin dihasilkan oleh sel-sel sertoli pada saat kadar testosteron
meningkat melebihi kadar yang dibutuhkan. Hormon ini akan menghambat
pelepasan hormon FSH oleh hipofisis anterior.
Modul Reproduksi/HAAJ/HIstologi FKUI/2011
30
Regulasi spermatogenesis oleh hormon dilukiskan dalam gambar dibawah ini (Gb-22)
Gambar-22
31
SEL-SEL INTERSTISIAL LEYDIG
pubertas.
32
siliar. Saluran ini mempunyai lapisan otot polos yang terletak dibawah lamina
basal. Duktus efferentes berfungsi untuk reabsorpsi cairan dari semen.
33
1. Duktus Epididimis (Gb-25)
Duktus epididmis merupakan saluran yang dibatasi epitel bertingkat dengan
stereosilia. Saluran ini mempunyai lapisan otot polos sirkular yang akan
berkontraksi membantu penyaluran sperma ke duktus vas Deferens
2. Duktus Deferens atau vas Deferens (Gb-26)
Lumen vas Deferens dilapisi epitel bertingkat dengan permukaan tidak rata.
Saluran ini mempunyai 2 lapis otot polos longitudinal dengan lapis sirkular
diantaranya.
3. Duktus Ejakulatorius
Duktus ejakulatorius merupakan saluran yang pendek dan lurus yang berjalan
ditengah prostat. Lumennya dilapisi epitel selapis silindris dan permukaannya
tidak rata. Saluran ini tidak mengandung otot polos pada dindingnya.
4. Uretra
34
KELENJAR AKSESORIS
Kelenjar aksesoris yang berkaitan dengan sistem saluran testis adalah vesikula
seminalis, kelenjar prostat dan kelenjar bulbouretralis.
1. Kelenjar vesikula seminalis (Gb-27)
Kelenjar ini mempunyai epitel bertingkat dengan mukosa berlipat-lipat. Lamina
propria terdiri atas jaringan ikat fibroelastik yang dikelilingi oleh lapis otot polos
sirkular disebelah dalam dan longitudinal disebelah luar. Tunika adventisia disusun
oleh jaringan ikat fibroelastik. Fungsi kelenjar ini menghasilkan cairan bewarna
kekuningan agak kental yang mengandung substansia untuk mengaktifkan sperma.
Cairan yang disekresikan merupakan penyusun 70% cairan semen
35
asam, fibrinolisin dan lemak.cairan ini berperan dalam mengentalkan semen setelah
masuk kedalam saluran genital wanita.
36
PENIS (Gb-30)
Penis
bangunan
erektil
disusun
oleh
berbentuk
tiga
silindris,
kulit
spongiosum
Gambar-30 Penis
tanpa
rambut.
membungkus
Korpus
uretra
pars
kavernosa.
Korpora kavernosa penis merupakan jaringan erektil yang mengandung ronggarongga darah. Tiap-tiap silinder korpus kavernosa penis dibungkus oleh selubung fibrosa
tebal yaitu tunika albuginea. Septum pektiniformis yang terdapat diantara kedua silinder
ditembus oleh celah-celah terbuka sehingga ruang-ruang kavernosa dikedua sisi
37
dapatberhubungan satu sama lain. Trabekula yang merupakan lanjutan dari selubung
fibrosa terdiri atas serat-serat kolagen, elastin dan serat otot polos dan menyusun rangka
bagian dalam yang padat. Ruang di antara rangka-rangka tersebut dilapisi oleh selapis
tipis sel endotel dan merupakan sinus-sinus darah.
Pada saat ereksi ruang-ruang vaskular menggelembung terisi darah sebagai reaksi
terhadap impuls saraf parasimpatis. Hubungan arteriovenous (AV shunt) akan menutup.
Pada saat yang bersamaan terjadi dilatasi arteri helisina sehingga terjadi peningkatan
aliran darah ke kaverna korpora kavernosa penis dan korpus kavernosa uretra.
Korpora kavernosa uretra (corpus spongiosum) dikelilingi oleh jaringan ikat yang
lebih tipis dan berakhir pada glands penis sebagai meatus uretra.
pengaruh
rangsang
rangsang
parasimpatik
erotik,
menyebabkan
helisina
masuk
kedalam
ruang
vena
berdinding
tipis
yang
kavernosa
menjadi
tegang
dan
membengkak.
Pada korpus spongiosum karena aliran vena lebih kecil dan tunika albugineatidak
terlalu kuat daerah ini tidak begitu tegang dan uretradi dalamnya tetap terbuka sehingga
memungkinkan cairan semen memancar keluar sewaktu ejakulasi. Pada akhir kegiatan
seksual penis kembali lemas dan peristiwa ini dikenal sebagai detumesen. Tonus arteri
38
kembali seperti semula karena rangsang simpatis dan jumlah darah yang masuk kedalam
sinus berkurang. Kelebihan darah yang terdapat dalam korpora kavernosa perlahan-lahan
diperas keluar oleh kontraksi serat-serat otot polos didalam trabekula dan aliran darah
melalui organ kembali seperti semula.
39
RUJUKAN
1. Tambayong, J. dan Wonodirekso, S. (Penyunting),(1985), Sistem Reproduksi
Wanita dalam: Buku Ajar Histologi (Terjemahan Leeson and Leeson Papparo),
EGC, Jakarta, Indonesia, pp.481-510
2. Tambayong, J. dan Wonodirekso, S. (Penyunting),(1985), Sistem Reproduksi Pria
dalam: Buku Ajar Histologi (Terjemahan Leeson and Leeson Papparo), EGC,
Jakarta, Indonesia, pp.510-533
3. Wonodirekso, S; Diktat Histologi Sistem Reproduksi Wanita: Untuk pemahaman
siklus dan Kesehatan Reproduksi, FKUI Jakarta
4. Gartner, L.P., and Hiatt, J.L. (Ed) (1997), Female Reproductive System in Color
Textbook of Histology, W.B. Saunders Company, Philadelphia USA, pp 382-402
5. Gartner, L.P., and Hiatt, J.L. (Ed) (1997), Male Reproductive System in Color
Textbook of Histology, W.B. Saunders Company, Philadelphia USA, pp 403-421
6. Kessel, R.G., (1998), Female Reproductive System in Basic Medical Histology:
The Biology of Cells, Tissues and Organs, Oxford University Press, New York,
USA, pp. 477-494
7. Kessel, R.G., (1998), Male Reproductive System in Basic Medical Histology: The
Biology of Cells, Tissues and Organs, Oxford University Press, New York, USA,
pp.495-514
8. Young B., Heath, J.W. (2000), Male Reproductive System in Wheaters
Functional Histology: A Text and Color Atlas, 4th ed., Churchill livingstone,
London, UK, pp. 328-340
9. Young B., Heath, J.W. (2000), Female Reproductive System in Wheaters
Functional Histology: A Text and Color Atlas, 4th ed., Churchill livingstone,
London, UK, pp. 341-371
10. Juncqueira LC and Carneiro J (2003), The male reproductive system in Basic
Histology: Text and Atlas, 10th Ed, Mc Graw-Hill Companies, North America, pp
431-448
11. Juncqueira LC and Carneiro J (2003), The female reproductive system in Basic
Histology: Text and Atlas, 10th Ed, Mc Graw-Hill Companies, North America, pp
449468
40