You are on page 1of 11

ASUHAN KEPERAWATAN

PASIEN DENGAN PEB


A. DEFINISI
Preeklampsia adalah kelainan malafungsi endotel pembuluh darah atau
vaskular yang menyebar luas sehingga terjadi vasospasme setelah usia kehamilan 20
minggu, mengakibatkan terjadinya penurunan perfusi organ dan pengaktifan endotel
yang menimbulkan terjadinya hipertensi, edema nondependen, dan dijumpai
proteinuria 300mg per 24 jam atau 30mg/dl (+1 pada dipstick) dengan nilai sangat
fluktuatif saat pengambilan urin sewaktu (Brooks MD, 2011).
Preeklampsia adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan edema akibat
kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan.
Eklampsia adalah preeklampsia yang disertai kejang dan atau koma yang timbul
akibat kelainan neurologi (Kapita Selekta Kedokteran edisi ke-3).
Dari berbagai gejala, preeklampsia dibagi menjadi preeklampsia ringan dan
preeklampsia berat.
Kriteria preeklampsia ringan :
Hipertensi dengan sistolik/diastolik > 140/90 mmHg, sedikitnya enam jam pada
dua kali pemeriksaan tanpa kerusakan organ.
Proteinuria > 300 mg/24 jam atau > 1 + dipstik.
Edema generalisata yaitu pada lengan, muka, dan perut.
Preeklampsia berat dibagi menjadi : preeklampsia berat tanpa impending eclampsia
dan preeklampsia berat dengan impending eclampsia
.
Kriteria preeklampsia berat :
Tekanan darah sistolik/diastolik > 160/110 mmHg sedikitnya enam jam pada dua
kali pemeriksaan. Tekanan darah ini tidak menurun meskipun ibu hamil sudah
dirawat di rumah sakit dan telah menjalani tirah baring.
Proteinuria > 5 gram/24 jam atau > 3+ dipstik pada sampel urin sewaktu yang
dikumpulkan paling sedikit empat jam sekali.
Oliguria < 400 ml / 24 jam.
Kenaikan kadar kreatinin plasma > 1,2 mg/dl.
Gangguan visus dan serebral : penurunan kesadaran, nyeri kepala persisten,
skotoma, dan pandangan kabur.
Nyeri epigastrium pada kuadran kanan atas abdomen akibat teregangnya kapsula
glisson.
Edema paru dan sianosis.
Hemolisis mikroangipatik karena meningkatnya enzim laktat dehidrogenase.
Trombositopenia ( trombosit < 100.000 mm3).

Oligohidroamnion, pertumbuhan janin terhambat, dan abrupsio plasenta.


Gangguan fungsi hepar karena peningkatan kadar enzim ALT dan AST.

B. ETIOLOGI
Etiologi terjadinya preeklampsia hingga saat ini belum diketahui secara pasti.
Terdapat banyak teori yang ingin menjelaskan tentang penyebab preeklampsia
tetapi tidak ada yang memberikan jawaban yang memuaskan.Tetapi, ada beberapa
faktor yang berperan, yaitu:
1. Peran Prostasiklin dan Tromboksan
Pada preeklampsia dijumpai kerusakan pada endotel vaskuler, sehingga sekresi
vasodilatator prostasiklin oleh sel-sel endotelial plasenta berkurang, sedangkan pada
kehamilan normal, prostasiklin meningkat. Sekresi tromboksan oleh trombosit
bertambah sehingga timbul vasokonstriksi generalisata dan sekresi aldosteron
menurun. Perubahan aktivitas tromboksan memegang peranan sentral terhadap
ketidakseimbangan prostasiklin dan tromboksan.Hal ini mengakibatkan pengurangan
perfusi plasenta sebanyak 50%, hipertensi, dan penurunan volume plasma.
2. Peran Faktor Imunologis
Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama karena pada kehamilan pertama
terjadi pembentukan blocking antibodies terhadap antigen plasenta tidak sempurna.
Pada preeklampsia terjadi kompleks imun humoral dan aktivasi komplemen. Hal ini
dapat diikuti dengan terjadinya pembentukan proteinuria.
3. Peran Faktor Genetik
Bukti yang mendukung berperannya faktor genetik pada penderita preeklampsia
adalah peningkatan Human leukocyte antigen (HLA). Menurut beberapa
peneliti,wanita hamil yang mempunyai HLA dengan haplotipe A 23/29, B 44 dan DR7
memiliki resiko lebih tinggi menderita preeklampsia dan pertumbuhan janin
terhambat.
4. Disfungsi endotel
Kerusakan sel endotel vaskuler maternal memiliki peranan pada terjadinya
preeklampsia. Kerusakan endotel vaskular pada preeklampsia dapat menyebabkan
penurunan produksi prostasiklin, peningkatan aktivitas agregasi trombosit dan
fibrinolisis, kemudian diganti oleh trombin dan plasmin. Trombin akan
mengkonsumsi antitrombin III sehingga terjadi deposit fibrin. Aktivitas trombosit
menyebabkan pelepasan tromboksan A2 dan serotonin sehingga terjadi vasospasme
dan kerusakan endotel.

C. PATOFISIOLOGI
Faktor pemicu timbulnya eklampsia masih belum diketahui secara pasti. Teori
timbulnya pre-eklampsia harus dapat menjelaskan beberapa hal, yaitu sebab
meningkatnya frekuensi pada primigravida, bertambahnya frekuensi dengan
bertambahnya usia kehamilan, terjadinya perbaikan dengan kematian janin intrauterin,
sebab timbulnya tanda-tanda pre-eklampsia. Salah satu teori yang menyatakan bahwa
aliran darah maternal ke plasenta yang inadekuat akibat gangguan perkembangan
arteri spiralis pada bantalan utero-plasenta menyebabkan terjadinya pre-eklampsia.

Pada trimester ketiga kehamilan normal, dinding muskuloelastis arteri spiralis secara
perlahan digantikan oleh bahan fibrinosa sehingga dapat berdilatasi menjadi sinusoid
vaskular yang lebar. Pada pre-eklampsia dan eklampsia, dinding muskuloelastik
tersebut dipertahankan sehingga lumennya tetap sempit. Hal ini mengakibatkan antara
lain:
Hipoperfusi plasenta dengan peningkatan predisposisi terjadinya infark
Berkurangnya pelepasan vasodilator oleh trofoblas; seperti prostasiklin,
prostaglandin E2, dan NO; yang pada kehamilan normal akan melawan efek reninangiotensin yang berefek meningkatkan tekanan darah.
Produksi substansi tromboplastik oleh plasenta yang iskemik, seperti faktor jaringan
dan tromboksan, yang mungkin mengakibatkan terjadinya DIC.
Walaupun tidak ditemukan perubahan histopatologik yang khas, namun perdarahan,
infark, nekrosis, dan trombosis pembuluh darah kecil dapat ditemukan dalam berbagai
alat tubuh pada pre-eklampsia. Diduga hal ini terjadi akibat spasme arteriol dan
penimbunan fibrin pada pembuluh darah.
Teori lain menyebutkan bahwa pre-eklampsia timbul akibat plasenta yang tertanam
dangkal yang menjadi hipoksik dan mencetuskan reaksi imun maternal yang ditandai
dengan sekresi mediator inflamasi dari plasenta yang berefek pada endotelium
vaskular. Plasenta yang tertanam dangkal tersebut diduga diakibatkan respon imun
maternal terhadap plasenta. Teori ini menekankan peran sistem imun maternal dalam
perkembangan pre-eklampsia.
Beberapa teori lain mencoba menjelaskan terjadinya pre-eklampsia terkait terjadinya:
Kerusakan sel endotel
Penolakan plasenta oleh reaksi imun
Gangguan perfusi plasenta
Perubahan reaktivitas vaskular
Ketidakseimbangan prostasiklin dan tromboksan
Penurunan GFR yang mengakibatkan retensi air dan garam
Penurunan volume intravaskular
Peningkatan iritabilitas sistem saraf pusat
DIC
Peregangan otot uterus yang mengakibatkan iskemi
Faktor diet: defisiensi vitamin
Faktor genetik
Secara garis besar, pemahaman mengenai pre-eklampsia terbagi menjadi dua proses,
yaitu predisposisi plasenta terhadap hipoksia, diikuti dengan pelepasan faktor terlarut
yang mengakibatkan berbagai macam hal, seperti kerusakan sel endotel, perubahan
reaktivitas vaskular, endotheliosis glomerular, penurunan volume intravaskular,
inflamasi, dan sebagainya.
Apapun dasar teorinya, adanya perubahan-perubahan tersebut menyebabkan
terjadinya perubahan arus darah di uterus, koriodesidua dan plasenta. Hal ini adalah
patofisiologi yang terpenting pada perkembangan pre-eklampsia, dan merupakan
faktor yang menentukan hasil akhir kehamilan. Hipoperfusi plasenta pada akhirnya
akan menimbulkan:

Iskemia uteroplasenter, menyebabkan ketidakseimbangan antara massa plasenta


yang meningkat dengan aliran perfusi darah sirkulasi yang berkurang.
Rangsangan produksi renin di utero plasenta akibat hipoperfusi uterus, yang
mengakibatkan vasokonstriksi vaskular daerah itu. Renin juga meningkatkan
kepekaan vaskular terhadap zat-zat vasokonstriktor lain (angiotensin, aldosteron)
sehingga terjadi tonus pembuluh darah yang lebih tinggi.
Penurunan suplai oksigen dan nutrisi ke janin, yang dapat mengakibatkan gangguan
pertumbuhan janin dan hipoksia, hingga kematian janin.

D. MANIFESTASI KLINIS
Biasanya tanda-tanda pre eklampsia timbul dalam urutan : pertambahan berat badan
yang berlebihan, diikuti edema, hipertensi, dan akhirnya proteinuria. Pada pre
eklampsia ringan tidak ditemukan gejala gejala subyektif. Pada pre eklampsia berat
didapatkan sakit kepala di daerah prontal, diplopia, penglihatan kabur, nyeri di daerah
epigastrium, mual atau muntah. Gejala gejala ini sering ditemukan pada pre
eklampsia yang meningkat dan merupakan petunjuk bahwa eklampsia akan timbul.

E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Diagnosis ditegakkan berdasarkan:
(1) Gambaran klinik: pertambahan berat badan yang berlebihan, edema, hipertensi,
dan timbul proteinuria.
Gejala subjektif: sakit kepala di daerah frontal, nyeri epigastrium; gangguan visus:
penglihatan kabur, skotoma, diplopia; mual dan muntah. Gangguan serebral lainnya:
oyong, refleks meningkat, dan tidak tenang.
(2) Pemeriksaan: tekanan darah tinggi, refleks meningkat, dan proteinuria pada
pemeriksaan laboratorium.

F. KOMPLIKASI
Akibat Preeklampsia pada ibu
Akibat gejala preeklampsia, proses kehamilan maternal terganggu karena terjadi
perubahan patologis pada sistem organ, yaitu :
1) Jantung
Perubahan pada jantung disebabkan oleh peningkatan cardiac afterload akibat
hipertensi dan aktivasi endotel sehingga terjadi ekstravasasi cairan intravaskular ke
ekstraselular terutama paru. Terjadi penurunan cardiac preload akibat hipovolemia.
2) Otak
Tekanan darah yang tinggi dapat menyebabkan autoregulasi tidak berfungsi. Jika
autoregulasi tidak berfungsi, penghubung penguat endotel akan terbuka menyebabkan
plasma dan sel-sel darah merah keluar ke ruang ekstravaskular.
3) Mata

Pada preeklampsia tampak edema retina, spasmus menyeluruh pada satu atau
beberapa arteri, jarang terjadi perdarahan atau eksudat. Spasmus arteri retina yang
nyata dapat menunjukkan adanya preeklampsia yang berat, tetapi bukan berarti
spasmus yang ringan adalah preeklampsia yang ringan.Skotoma, diplopia daambliopia
pada penderita preeklampsia merupakan gejala yang menunjukan akan terjadinya
eklampsia. Keadaan ini disebabkan oleh perubahan aliran darah pada pusat
penglihatan di korteks serebri maupun didalam retina (Wiknjosastro, 2006).
4) Paru
Edema paru biasanya terjadi pada pasien preeklampsia berat yang mengalami
kelainan pulmonal maupun non-pulmonal setelah proses persalinan. Hal ini terjadi
karena peningkatan cairan yang sangat banyak, penurunan tekanan onkotik koloid
plasma akibat proteinuria, penggunaan kristaloid sebagai pengganti darah yang
hilang, dan penurunan albumin yang diproduksi oleh hati.
5) Hati
Pada preeklampsia berat terdapat perubahan fungsi dan integritas hepar, perlambatan
ekskresi bromosulfoftalein, dan peningkatan kadar aspartat aminotransferase serum.
Sebagian besar peningkatan fosfatase alkali serum disebabkan oleh fosfatase alkali
tahan panas yang berasal dari plasenta. Pada penelitian yang dilakukan Oosterhof dkk,
dengan menggunakan sonografi Doppler pada 37 wanita preeklampsia, terdapat
resistensi arteri hepatika. Nekrosis hemoragik periporta di bagian perifer lobulus
hepar menyebabkan terjadinya peningkatan enzim hati didalam serum. Perdarahan
pada lesi ini dapat mengakibatkan ruptur hepatika, menyebar di bawah kapsul hepar
dan membentuk hematom subkapsular (Cunningham, 2005).
6) Ginjal
Lesi khas pada ginjal pasien preeklampsia terutama glomeruloendoteliosis, yaitu
pembengkakan dari kapiler endotel glomerular yang menyebabkan penurunan perfusi
dan laju filtrasi ginjal. Konsentrasi asam urat plasma biasanya meningkat terutama
pada preeklampsia berat. Pada sebagian besar wanita hamil dengan preeklampsia,
penurunan ringan sampai sedang laju filtrasi glomerulus tampaknya terjadi akibat
berkurangnya volume plasma sehingga kadar kreatinin plasma hampir dua kali lipat
dibandingkan dengan kadar normal selama hamil (sekitar 0,5 ml/dl). Namun pada
beberapa kasus preeklampsia berat, kreatinin plasma meningkat beberapa kali lipat
dari nilai normal ibu tidak hamil atau berkisar hingga 2-3 mg/dl. Hal ini disebabkan
perubahan intrinsik ginjal akibat vasospasme yang hebat (Cunningham, 2005).
Kelainan pada ginjal biasanya dijumpai proteinuria akibat retensi garam dan air.
Retensi garam dan air terjadi karena penurunan laju filtrasi natrium di glomerulus
akibat spasme arteriol ginjal. Pada pasien preeklampsia terjadi penurunan ekskresi
kalsium melalui urin karena meningkatnya reabsorpsi di tubulus (Cunningham,2005).
Kelainan ginjal yang dapat dijumpai berupa glomerulopati, terjadi karena peningkatan
permeabilitas terhadap sebagian besar protein dengan berat molekul tinggi, misalnya:
hemoglobin, globulin, dan transferin. Protein protein molekul ini tidak dapat
difiltrasi oleh glomerulus.
7) Darah
Kebanyakan pasien preeklampsia mengalami koagulasi intravaskular (DIC) dan
destruksi pada eritrosit (Cunningham, 2005). Trombositopenia merupakan kelainan
yang sangat sering, biasanya jumlahnya kurang dari 150.000/l ditemukan pada 15
20 % pasien. Level fibrinogen meningkat pada pasien preeklampsia dibandingkan

dengan ibu hamil dengan tekanan darah normal. Jika ditemukan level fibrinogen yang
rendah pada pasien preeklampsia, biasanya berhubungan dengan terlepasnya plasenta
sebelum waktunya (placental abruption). Pada 10 % pasien dengan preeklampsia
berat dapat terjadi HELLP syndrome yang ditandai dengan adanya anemia hemolitik,
peningkatan enzim hati dan jumlah platelet rendah.
8) Sistem Endokrin dan Metabolisme Air dan Elektrolit
Pada preeklampsia, sekresi renin oleh aparatus jukstaglomerulus berkurang, proses
sekresi aldosteron pun terhambat sehingga menurunkan kadar aldosteron didalam
darah. Pada ibu hamil dengan preeklampsia kadar peptida natriuretik atrium juga
meningkat. Hal ini terjadi akibat ekspansi volume yang menyebabkan peningkatan
curah jantung dan penurunan resistensi vaskular perifer. Pada pasien preeklampsia
terjadi pergeseran cairan dari intravaskuler ke interstisial yang disertai peningkatan
hematokrit, protein serum, viskositas darah dan penurunan volume plasma. Hal ini
mengakibatkan aliran darah ke jaringan berkurang dan terjadi hipoksia.
Akibat preeklampsia pada janin
Penurunan aliran darah ke plasenta mengakibatkan gangguan fungsi plasenta. Hal ini
mengakibatkan hipovolemia, vasospasme, penurunan perfusi uteroplasenta dan
kerusakan sel endotel pembuluh darah plasenta sehingga mortalitas janin meningkat
(Sarwono prawirohardjo, 2009). Dampak preeklampsia pada janin, antara lain:
Intrauterine growth restriction (IUGR) atau pertumbuhan janin terhambat,
oligohidramnion, prematur, bayi lahir rendah, dan solusio plasenta.

G. ASUHAN KEPERAWATAN

1.Pengkajian Keperawatan
2. Diagnosa Keperawatan
Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penurunan kardiak

output sekunder terhadap vasopasme pembuluh darah.


Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan penimbunan cairan pada paru:

oedem paru.
Penurunan curah jantung berhubungan dengan penurunan aliran balik vena,

payah jantung.
Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kerusakan fungsi glomerolus

skunder terhadap penurunan kardiak output.


Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan.
Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis: penumpukkan ion

Hidrogen
Risiko cedera pada ibu berhubungan dengan diplopia

3. Rencana Keperawatan
1. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penurunan kardiak
outpuT sekunder terhadap vasopasme pembuluh darah.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan elama 1x24 jam diharapkan
perfusi jaringan serebral klien adekuat
Intervensi:
a) Monitor tekanan darah tiap 4 jam
R/: Tekanan diastole > 110 mmHg dan sistole 160 atau lebih merupkan indikasi dari PIH
b) Catat tingkat kesadaran pasien
R/: Penurunan kesadaran sebagai indikasi penurunan aliran darah otak
c) Kaji adanya tanda-tanda eklampsia ( hiperaktif, reflek patella dalam, penurunan nadi,dan
respirasi, nyeri epigastrium dan oliguria )
R/: Gejala tersebut merupakan manifestasi dari perubahan pada otak, ginjal, jantung dan paru
yang mendahului status kejang
d) Monitor adanya tanda-tanda dan gejala persalinan atau adanya kontraksi uterus
R/: Kejang akan meningkatkan kepekaan uterus yang akan memungkinkan terjadinya
persalinan
e) Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian anti hipertensi
R/: Anti hipertensi untuk menurunkan tekanan darah
2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan penimbunan cairan pada paru: oedem paru.

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan pertukaran gas
adekuat.
Intervensi:
a) Auskultasi bunyi jantung dan paru
R/: Adanya takikardia frekuensi jantung tidak teratur
b) Kaji adanya hipertensi
R/ : Hipertensi dapat terjadi karena gangguan pada sistem aldosteron-renin-angiotensin
(disebabkan oleh disfungsi ginjal)
c) Selidiki keluhan nyeri dada, perhatikanlokasi, rediasi, beratnya (skala 0-10)
R/: HT dan GGK dapat menyebabkan nyeri
d) Kaji tingkat aktivitas, respon terhadap aktivitas
R/: Kelelahan dapat menyertai GGK juga anemia
3. Penurunan curah jantung berhubungan dengan penurunan aliran balik vena, payah jantung.
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan curah jantung
dapat adekuat.
Intervensi:
a) Observasi EKG atau telematri untuk perubahan irama.
R/: Perubahan pada fungsi eletromekanis dapat menjadi bukti pada respon terhadap
berlanjutnya gagal ginjal/akumulasi toksin dan ketidakseimbangan elektrolit.
b) Selidiki laporan kram otot kebas/kesemutan pada jari, dengan kejang otot, hiperlefleksia.
R/ :Neuromuskular indikator hipokalemia, yang dapat juga mempengaruhi kontraktilitas dan
fungsi jantung.
c) Pertahankan tirah baring atau dorong istirahat adekuat
R/ :Menurunkan konsumsi oksigen/kerja jantung.
Kolaborasi:
d) Awasi pemeriksaan laboratorium: kalium, kalsium, magnesium.
R/: Selama fase oliguria, hiperkalemia dapat terjadi tetapi menjadi hipokalemia pada fase
diuretik atau perbaikan.
e) Berikan/batasi cairan sesuai indikasi.
R/: Curah jantung tergantung pada volume sirkulasi (dipengaruhi oleh kelebihan dan
kekurangan cairan) dan fungsi otot miokardial.
f) Berikan tambahan oksigen tambahan sesuai dengan indikasi.
R/: Memaksimalkan sediaan oksigen untuk kebutuhan miokardial untuk menurunkan kerja
jantung dan hipoksia seluler.
4. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kerusakan fungsi glomerolus skunder terhadap
penurunan cardiac output.
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam tidak terjadi kelebihan
volume cairan dengan kriteria hasil: klien menunjukkan haluaran urin tepat dengan berat

jenis/hasil laboratorium mendekati normal, berat badan stabil, tanda vital dalam batas normal,
tak ada edema.
Intervensi:
a) Awasi denyut jantung, TD, dan CVP.
R/: Takikardia dan hipertensi terjadi karena a) kegagalan ginjal untuk mengeluarkan urin, b)
pembatasan cairan berlebihan selama mengobati hipovolemia/hipotensi atau perubahan fase
oliguria gagal ginjal dan perubahan pada sisten renin-angiotensin.
b) Catat pemasukan dan pengeluaran akurat.
R/: Perlu untuk menentukan fungsi ginjal, penggantian cairan dan penurunan resiko kelebihan
cairan dan penurunan resiko kelebihan cairan.
c) Kaji kulit, wajah area tergantung untuk edema. evaluasi derajat edema (pada skala +1 sampai
+4).
R/: Edema terjadi terutama pada jaringan yang tergantung pada tubuh contoh tangan, kaki,
area lumbosakral. BB pasien dapat meningkat sampai 4,5 kg cairan sebelum edema pitting
terdeteksi. Edema periorbital dapat menunjukkan tanda perpindahan cairan ini karena
jaringan rapuh ini mudah terdistensi oleh akumulasi cairan walaupun minimal.
d) Kaji tingkat kesadaran , selidiki perubahan mental, adanya gelisah.
R/ Dapat menunjukkan perpindahan cairan, akumulasi toksin asidosis, ketidakseimbangan
elektrolit atau terjadinya hipoksia.
Kolaborasi
e) Awasi pemeriksaan laboratorium, contoh: BUN, kreatinin, natrium dan kretinin urin, natrium
serum, kalium serum, Hb/Ht, foto dada.
R/ Mengkaji berlanjutnya dan penanganan disfungsi/gagal ginjal.
f) Siapkan untuk dialisis sesuai indikasi.
R/ Dilakukan untuk memperbaiki kelebihan volume, ketidak seimbangan elektrolit,
asam/basa dan untuk menghilangkan toksin.
5.

Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan.


Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 12x24 jam diharapkan klien
menunjukkan toleransi aktivitas.
Intervensi :

a) Tingkatkan tirah baring /duduk, berikan lingkungan tenang, batasi pengunjung sesuai
keperluan.
R/: Meningkatkan istirahat dan ketenangan, menyediakan energi yang digunakan untuk
penyembuihan.
b) Ubah posisi dengan sering. Berikan perawatan kulit yang baik.
R/: Meningkatkan fungsi pernapasan dan meminimalkan tekanan pada area tertentu untuk
menurunkan resiko kerusakan jaringan.
c) Lakukan tugas dengan cepat sesuai toleransi

R/: Memungkinkan periode tambahan istirahat tanpa gangguan.


d) Tingkatkan aktivitas sesuai toleransi, Bantu melakukan latihan rentang jarak sendi pasif /aktif.
R/: Tirah baring lama menurunkan kemampuan. Ini dapat terjadi karena keterbatasan aktivitas
yang mengganggu periode istirahat.
6. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis : penumpukkan ion Hidrogen
Tujuan : setelah dilakukan tindakn keperaeatan selama 1x24 jam diharapkan nyeri klien
berkurang.
Intervensi :
a) Kaji tingkat intensitas nyeri pasien
R/: Ambang nyeri setiap orang berbeda ,dengan demikian akan dapat menentukan tindakan
perawatan yang sesuai dengan respon pasien terhadap nyerinya
b) Jelaskan penyebab nyerinya
R/: Ibu dapat memahami penyebab nyerinya sehingga bisa kooperatif
c) Ajarkan ibu mengantisipasi nyeri dengan nafas dalam bila HIS timbul
R/: Dengan nafas dalam otot-otot dapat berelaksasi , terjadi vasodilatasi pembuluh darah,
expansi paru optimal sehingga kebutuhan 02 pada jaringan terpenuhi
d) Bantu ibu dengan mengusap/massage pada bagian yang nyeri
R/: untuk mengalihkan perhatian pasien
7. Risiko cedera pada ibu berhubungan dengan diplopia
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan resiko cidera
tidak terjadi.
Intervensi :
a) Monitor tekanan darah tiap 4 jam
R/: Tekanan diastole > 110 mmHg dan sistole 160 atau lebih merupkan indikasi dari PIH
b) Catat tingkat kesadaran pasien
R/: Penurunan kesadaran sebagai indikasi penurunan aliran darah otak
c) Kaji adanya tanda-tanda eklampsia ( hiperaktif, reflek patella dalam, penurunan nadi,dan
respirasi, nyeri epigastrium dan oliguria )
R/: Gejala tersebut merupakan manifestasi dari perubahan pada otak, ginjal, jantung dan paru
yang mendahului status kejang
d) Monitor adanya tanda-tanda dan gejala persalinan atau adanya kontraksi uterus
R/: Kejang akan meningkatkan kepekaan uterus yang akan memungkinkan terjadinya
persalinan
e) Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian anti hipertensi
R/: Anti hipertensi untuk menurunkan tekanan darah

DAFTAR PUSTAKA
Bobak. 2005. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Jakarta : EGC
Carpenito- Moyet,Lynda juall. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 10. Jakarta:
EGC.
Doenges E Marilynn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan.Jakarta : EGC.
Farrer, Helen. 2001. Perawatan Maternitas. Jakarta: EGC
Llewellyn-Jones, Derek. 2002. Dasar-Dasar Obstetri Dan Ginekologi. Jakarta : Hipokartes
Manuaba, Ida Bagus Gde. 1998. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan Dan Keluarga
Berencana Untuk Pendidikan Bidan. Jakarta: EGC
Purwaningsih, Wahyu. 2010. Asuhan Keperawatan Maternitas. Yogyakarta: Nuha Medika.
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddart
Vol.2 Edisi 8. Jakarta : EGC

You might also like