You are on page 1of 15

Asuhan Keperawatan Head Injury

A.Pengertian
Cidera kepala adalah pukulan atau benturan mendadak pada kepala dengan atau
tanpa kehilangan kesadaran (Tucker, 1998).
Cidera kepala (terbuka dan tertutup) terdiri dari fraktur tengkorak, commusio
(gegar) serebri, contusio (memar) serebri, laserasi dan perdarahan serebral yaitu
diantaranya subdural, epidural, intraserebral, dan batang otak (Doenges,
2000:270).
B. Etiologi
Trauma oleh benda tajam
Menyebabkan cedera setempat dan menimbulkan cedera lokal. Kerusakan lokal
meliputi Contusio serebral, hematom serebral, kerusakan otak sekunder yang
disebabkan perluasan masa lesi, pergeseran otak atau hernia.
b.

Trauma oleh benda tumpul dan menyebabkan cedera menyeluruh (difusi)

Kerusakannya menyebar secara luas dan terjadi dalam 4 bentuk : cedera akson,
kerusakan otak hipoksia, pembengkakan otak menyebar, hemoragi kecil multiple
pada otak koma terjadi karena cedera menyebar pada hemisfer cerebral, batang
otak atau kedua-duanya.
Etiologi lainnya:
a.

Kecelakaan, jatuh, kecelakaan kendaraan bermotor atau sepeda, dan mobil.

b.

Kecelakaan pada saat olah raga, anak dengan ketergantungan.

c.

Cedera akibat kekerasan.

C. Patofisiologi
Cidera kepala dapat terjadi karena benturan benda keras, cidera kulit kepala, tulang
kepala, jaringan otak, baik terpisah maupun seluruhnya.
Cidera bervariasi dari luka kulit yang sederhana sampai gegar otak, luka terbuka
dari tengkotak, disertai kerusakan otak, cidera pada otak, bisa berasal dari trauma
langsung maupun tidak langsung pada kepala.
Trauma tak langsung disebabkan karena tingginya tahanan atau kekuatan yang
merobek terkena pada kepala akibat menarik leher.
Trauma langsung bila kepala langsung terbuka, semua itu akibat terjadinya
akselerasi, deselerasi, dan pembentukan rongga, dilepaskannya gas merusak
jaringan syaraf.
Trauma langsung juga menyebabkan rotasi tengkorak dan isinya. Kerusakan itu bisa
terjadi seketika atau menyusul rusaknya otak oleh kompresi, goresan, atau tekanan.

Cidera yang terjadi waktu benturan mungkin karena memar pada permukaan otak,
laserasi substansia alba, cidera robekan, atau hemmorarghi.
Sebagai akibat, cidera skunder dapat terjadi sebagai kemampuan auto regulasi
serebral dikurangi atau tidak ada pada area cidera, konsekuensinya meliputi
hiperemia (peningkatan volume darah, peningkatan permeabilitas kapiler, serta
vasodilatasi arterial, tekanan intra cranial) (Huddak & Gallo, 1990:226).
Pengaruh umum cidera kepala juga bisa menyebabkan kram, adanya penumpukan
cairan yang berlebihan pada jaringan otak, edema otak akan menyebabkan
peningkatan tekanan intra cranial yang dapat menyebabkan herniasi dan
penekanan pada batang otak (Price and Wilson, 1995:1010).
D. Manifestasi Klinik
Berdasarkan anatomis
1. Gegar otak (comutio selebri)
a.
Disfungsi neurologis sementara dapat pulih dengan atau tanpa kehilangan
kesadaran
b. Pingsan kurang dari 10 menit atau mungkin hanya beberapa detik/menit
c. Sakit kepala, tidak mampu konsentrasi, vertigo, mungkin muntah
d. Kadang amnesia retrogard
2. Edema serebri
a. Pingsan lebih dari 10 menit
b. Tidak ada kerusakan jaringan otak
c. Nyeri kepala, vertigo, muntah
3. Memar otak (kontusio selebri)
a. Pecahnya pembuluh darah kapiler, tanda dan gejalanya bervariasi tergantung
lokasi dan derajad
b. Ptechie dan rusaknya jaringan saraf disertai perdarahan
c. Peningkatan tekanan intracranial (PTIK)
d. Penekanan batang otak
e. Penurunan kesadaran
f.

Edema jaringan otak

g. Defisit neurologis
h. Herniasi
4. Laserasi
a. Hematoma Epidural
talk dan die tanda klasik: penurunan kesadaran ringan saat benturan, merupakan
periode lucid (pikiran jernih), beberapa menit s.d beberapa jam, menyebabkan
penurunan kesadaran dan defisit neurologis (tanda hernia):
1). kacau mental koma

2). gerakan bertujuan tubuh dekortikasi atau deseverbrasi


3). pupil isokhor anisokhor
b. Hematoma subdural
1). Akumulasi darah di bawah lapisan duramater diatas arachnoid, biasanya karena
aselerasi, deselerasi, pada lansia, alkoholik.
2). Perdarahan besar menimbulkan gejala-gejala seperti perdarahan epidura
3). Defisit neurologis dapat timbul berminggu-minggu sampai dengan berbulanbulan
4). Gejala biasanya 24-48 jam post trauma (akut)
5). perluasan massa lesi
6). peningkatan TIK
7). sakit kepala, lethargi, kacau mental, kejang
8). disfasia
c. Perdarahan sub arachnoid
1). Nyeri kepala hebat
2). Kaku kuduk
Berdasarkan nilai GCS (Glasgow Coma Scale)
1. Cidera kepala Ringan (CKR)
a. GCS 13-15
b. Kehilangan kesadaran/amnesia <30 menit
c. Tidak ada fraktur tengkorak
d. Tidak ada kontusio celebral, hematoma
2. Cidera Kepala Sedang (CKS)
a. GCS 9-12
b. Kehilangan kesadaran dan atau amnesia >30 menit tetapi kurang dari 24 jam
c. Dapat mengalami fraktur tengkorak
3. Cidera Kepala Berat (CKB)
a. GCS 3-8
b. Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia > 24 jam
c. Juga meliputi kontusio celebral, laserasi, atau hematoma intracranial (Hudak dan
Gallo, 1996:226)
F.Klasifikasi
Menurut Jenis Cedera
Cedera Kepala terbuka
Dapat menyebabkan fraktur pada tulang tengkorak dan jaringan otak

Cedera kepala tertutup


Dapat disamakan dengan keluhan geger otak ringan dan oedem serebral yang luas
b.

Menurut berat ringannya berdasarkan GCS (Glosgow Coma Scale)

Cedera Kepala ringan (kelompok risiko rendah)


-

GCS 13-15 (sadar penuh, atentif, orientatif)

Kehilangan kesadaran /amnesia tetapi kurang 30 mnt

Tak ada fraktur tengkorak

Tak ada contusio serebral (hematom)

Tidak ada intoksikasi alcohol atau obat terlarang

Pasien dapat mengeluh nyeri kepala dan pusing

Pasien dapat menderita abrasi, laserasi, atau hematoma kulit kepala

Tidak adanya criteria cedera sedang-berat

Cedera kepala sedang


-

GCS 9-14 (konfusi, letargi, atau stupor)

Kehilangan kesadaran lebih dari 30 mnt / kurang dari 24 jam (konkusi)

Dapat mengalami fraktur tengkorak

Amnesia pasca trauma

Muntah

Kejang

Cedera kepala berat


-

GCS 3-8 (koma)

Kehilangan kasadaran lebih dari 24 jam (penurunan kesadaran progresif)

Diikuti contusio serebri, laserasi, hematoma intracranial

Tanda neurologist fokal

Cedera kepala penetrasi atau teraba fraktur kranium

c.

Menurut morfologi

Fraktur tengkorak
-

Kranium: linear/stelatum; depresi/non depresi; terbuka/tertutup

Basis: dengan/tanpa kebocoran cairan serebrospinal, dengan/tanpa


kelumpuhan nervus VII
-

Fokal: epidural, subdural, intraserebral

Difus: konkusi ringan, konkusi klasik, cedera aksonal difus

d.

Menurut patofisiologi
Cedera kepala primer

Akibat langsung pada mekanisme dinamik (acelerasi - decelerasi rotasi ) yang


menyebabkan gangguan pada jaringan.
Pada cedera primer dapat terjadi :
-

Gegar kepala ringan

Memar otak

Laserasi

Cedera kepala sekunder

Pada cedera kepala sekunder akan timbul gejala, seperti :


-

Hipotensi sistemik

Hipoksia

Hiperkapnea

Udema otak

Komplikasi pernapasan

Infeksi / komplikasi pada organ tubuh yang lain

G. Komplikasi
1. Epilepsi Pasca Trauma
Epilepsi pasca trauma adalah suatu kelainan dimana kejang terjadi beberapa waktu
setelah otak mengalami cedera karena benturan di kepala. Kejang bisa saja baru
terjadi beberapa tahun kemudian setelah terjadinya cedera. Kejang terjadi pada
sekitar 10% penderita yang mengalami cedera kepala hebat tanpa adanya luka
tembus di kepala dan pada sekitar 40% penderita yang memiliki luka tembus di
kepala.
Obat-obat anti-kejang (misalnya fenitoin, karbamazepin atau valproat) biasanya
dapat mengatasi kejang pasca trauma. Obat-obat tersebut sering diberikan kepada
seseorang yang mengalami cedera kepala yang serius, untuk mencegah terjadinya
kejang. Pengobatan ini seringkali berlanjut selama beberapa tahun atau sampai
waktu yang tak terhingga.
2. Afasia
Afasia adalah hilangnya kemampuan untuk menggunakan bahasa karena terjadinya
cedera pada area bahasa di otak. Penderita tidak mampu memahami atau
mengekspresikan kata-kata. Bagian otak yang mengendalikan fungsi bahasa adalah
lobus temporalis sebelah kiri dan bagian lobus frontalis di sebelahnya. Kerusakan
pada bagian manapun dari area tersebut karena stroke, tumor, cedera kepala atau
infeksi, akan mempengaruhi beberapa aspek dari fungsi bahasa.
3. Apraksia
Apraksia adalah ketidakmampuan untuk melakukan tugas yang memerlukan
ingatan atau serangkaian gerakan. Kelainan ini jarang terjadi dan biasanya
disebabkan oleh kerusakan pada lobus parietalis atau lobus frontalis. Pengobatan

ditujukan kepada penyakit yang mendasarinya, yang telah menyebabkan kelainan


fungsi otak.
4. Agnosis
Agnosia merupakan suatu kelainan dimana penderita dapat melihat dan merasakan
sebuah benda tetapi tidak dapat menghubungkannya dengan peran atau fungsi
normal dari benda tersebut. Penderita tidak dapat mengenali wajah-wajah yang
dulu dikenalnya dengan baik atau benda-benda umum (misalnya sendok atau
pensil), meskipun mereka dapat melihat dan menggambarkan benda-benda
tersebut.Penyebabnya adalah kelainan fungsi pada lobus parietalis dan temporalis,
dimana ingatan akan benda-benda penting dan fungsinya disimpan. Agnosia
seringkali terjadi segera setelah terjadinya cedera kepala atau stroke. Tidak ada
pengobatan khusus, beberapa penderita mengalami perbaikan secara spontan.
5. Amnesia
Amnesia adalah hilangnya sebagian atau seluruh kemampuan untuk mengingat
peristiwa yang baru saja terjadi atau peristiwa yang sudah lama berlalu.
Penyebabnya masih belum dapat sepenuhnya dimengerti. Cedera pada otak bisa
menyebabkan hilangnya ingatan akan peristiwa yang terjadi sesaat sebelum
terjadinya kecelakaan (amnesi retrograd) atau peristiwa yang terjadi segera setelah
terjadinya kecelakaan (amnesia pasca trauma). Amnesia hanya berlangsung selama
beberapa menit sampai beberapa jam (tergantung kepada beratnya cedera) dan
akan menghilang dengan sendirinya. Pada cedera otak yang hebat, amnesi bisa
bersifat menetap.
Mekanisme otak untuk menerima informasi dan mengingatnya kembali dari memori
terutama terletak di dalam lobus oksipitalis, lobus parietalis dan lobus temporalis.
Amnesia menyeluruh sekejap merupakan serangan lupa akan waktu, tempat dan
orang, yang terjadi secara mendadak dan berat. Serangan bisa hanya terjadi satu
kali seumur hidup, atau bisa juga berulang. Alkoholik dan penderita kekurangan gizi
lainnya bisa mengalami amnesia yang disebut sindroma Wernicke-Korsakoff.
Sindroma ini terdiri dari kebingungan akut (sejenis ensefalopati) dan amnesia yang
berlangsung lama.
Amnesia Korsakoff terjadi bersamaan dengan ensefalopati Wernicke. Amnesia
Korsakoff juga bisa terjadi setelah cedera kepala yang hebat, cardiac arrest
atauensefalitis akut.
6. Fistel Karotis-kavernosus
Ditandai oleh trias gejala: eksoftalmus, kemosis, dan bruit orbita, dapat timbul
segera atau beberapa hari setelah cedera.
Angiografi perlu dilakukan untuk konfirmasi diagnosis dan terapi dengan oklusi
balon endovaskuler untuk mencegah hilangnya penglihatan yang permanent.
7. Diabetes Insipidus
Disebabkan oleh kerusakan traumtik pada tangkai hipofisis, menyebabkan
penghentian sekresi hormone antidiuretik. Pasien mengekskresikan sejumlah besar
volume urin encer, menimbulkan hipernatremia dan deplesi volum.
8. Kejang pasca trauma

Dapat segera terjadi (dalam 24 jam pertama), dini (minggu pertama) atau lanjut
(setelah satu minggu). Kejang segera tidak merupakan predisposisi untuk kejang
lanjut; kejang dini menunjukkan risiko yang meningkat untuk kejang lanjut, dan
pasien ini harus dipertahankan dengan antikonvulsan.
9.

Kebocoran cairan serebrospinal

Dapat disebabkan oleh rusaknya leptomeningen dan terjadi pada 2-6 % pasien
dengan cedera kepala tertutup. Kebocoran ini berhenti spontan dengan elevasi
kepala setelah beberapa hari pada 85 % pasien. Drainase lumbal dapat
mempercepat proses ini. Walaupun pasien ini memiliki risiko meningitis yang
meningkat, pemberian antibiotic profilaksis masih controversial. Otorea atau rinorea
cairan serebrospinal yang menetap atau meningitis berulang merupakan indikasi
untuk reparative.
10. Edema serebral dan herniasi
Penyebab paling umum dari peningkatan TIK, Puncak edema terjadi 72 Jam
setelah cedera. Perubahan TD, Frekuensi nadi, pernafasan tidak teratur merupakan
gejala klinis adanya peningkatan TIK. Penekanan dikranium dikompensasi oleh
tertekannya venosus & cairan otak bergeser. Peningkatan tekanan terus menerus
menyebabkan aliran darah otak menurun dan perfusi tidak adekuat, terjadi
vasodilatasi dan edema otak. Lama-lama terjadi pergeseran supratentorial dan
menimbulkan herniasi. Herniasi akan mendorong hemusfer otak kebawah / lateral
dan menekan di enchephalon dan batang otak, menekan pusat vasomotor, arteri
otak posterior, saraf oculomotor, jalur saraf corticospinal, serabut RES. Mekanisme
kesadaran, TD, nadi, respirasi dan pengatur akan gagal.
11. Defisit Neurologis dan Psikologis
Tanda awal penurunan fungsi neulorogis: Perubahan TK kesadaran, Nyeri
kepala hebat, Mual / muntah proyektil (tanda dari peningkatanTIK).

H. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Menjamin kelancaran jalan nafas dan control vertebra cervicalis
b. Menjaga saluran nafas tetap bersih, bebas dari secret
c. Mempertahankan sirkulasi stabil
d. Melakukan observasi tingkat kesadaran dan tanda tanda vital
e. Menjaga intake cairan elektrolit dan nutrisi jangan sampai terjadi hiperhidrasi
f.

Menjaga kebersihan kulit untuk mencegah terjadinya decubitus

g. Mengelola pemberian obat sesuai program


2. Penatalaksanaan Medis

a. Oksigenasi dan IVFD


b. Terapi untuk mengurangi edema serebri (anti edema)
Dexamethasone 10 mg untuk dosis awal, selanjutnya:
1). 5 mg/6 jam untuk hari I dan II
2). 5 mg/8 jam untuk hari III
3). 5 mg/12 jam untuk hari IV
4). 5 mg/24 jam untuk hari V
c. Terapi neurotropik: citicoline, piroxicam
d. Terapi anti perdarahan bila perlu
e. Terapi antibiotik untuk profilaksis
f.

Terapi antipeuretik bila demam

g. Terapi anti konvulsi bila klien kejang


h. Terapi diazepam 5-10 mg atau CPZ bila klien gelisah
i.

Intake cairan tidak boleh > 800 cc/24 jam selama 3-4 hari

I. Pemeriksaan Diagnostik
1. X Ray tengkorak
2. CT Scan
3. Angiografi
4. Pemeriksaan neurologis.
J. Asuhan Keperawatan CKS
1. Pengkajian
Data fokus yang perlu dikaji:
a.
Riwayat kesehatan meliputi: keluhan utama, kapan cidera terjadi, penyebab
cidera, riwayat tak sadar, amnesia, riwayat kesehatan yang lalu, dan riwayat
kesehatan keluarga.
b. Pemeriksaan fisik
1). Keadaan umum
2). Pemeriksaan persistem
a).
Sistem persepsi dan sensori (pemeriksaan panca indera: penglihatan,
pendengaran, penciuman, pengecap, dan perasa)
b). Sistem persarafan (tingkat kesadaran/ nilai GCS, reflek bicara, pupil, orientasi
waktu dan tempat)
c). Sistem pernafasan (nilai frekuensi nafas, kualitas, suara, dan kepatenan jalan
nafas)
d). Sistem kardiovaskuler (nilai TD, nadi dan irama, kualitas, dan frekuensi)

e). Sistem gastrointestinal (nilai kemampuan menelan, nafsu makan/ minum,


peristaltik, eliminasi)
f). Sistem integumen ( nilai warna, turgor, tekstur dari kulit, luka/ lesi)
g). Sistem reproduksi
h). Sistem perkemihan (nilai frekuensi b.a.k, volume b.a.k)
c. Pola fungsi kesehatan
1). Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan (termasuk adakah kebiasaan
merokok, minum alcohol, dan penggunaan obat obatan)
2). Pola aktivitas dan latihan (adakah keluhan lemas, pusing, kelelahan, dan
kelemahan otot)
3). Pola nutrisi dan metabolisme (adakah keluhan mual, muntah)
4). Pola eliminasi
5). Pola tidur dan istirahat
6). Pola kognitif dan perceptual
7). Persepsi diri dan konsep diri
8). Pola toleransi dan koping stress
9). Pola seksual dan reproduktif
10).

Pola hubungan dan peran

11).

Pola nilai dan keyakinan

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan cidera kepala
adalah sebagai berikut:
1)
Perfusi jaringan tidak efektif (spesifik serebral) berhubungan dengan aliran
arteri dan atau vena terputus.
2)

Nyeri akut berhubungan dengan agen injury fisik.

3)
Hipertermi berhubungan dengan trauma (cidera jaringan otak, kerusakan
batang otak)
4)

Pola nafas tak efektif berhubungan dengan hipoventilasi

5)
Kerusakan persepsi sensori berhubungan dengan penurunan kemampuan
kognitif, afektif, dan motorik)
6) Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kemampuan kognitif,
motorik, dan afektif.
7)
Defisit perawatan diri: makan/ mandi, toileting berhubungan dengan
kelemahan fisik dan nyeri.
8)
Kurang pengetahuan berhubungan dengan penurunan kemampuan kognitif,
motorik, dan afektif.
9)

Resiko aspirasi berhubungan dengan penurunan tingkat kesadaran.

10) Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan status hipermetabolik.


11) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma/ laserasi kulit kepala
12) Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan mual, muntah.
13) PK: peningkatan TIK dengan proses desak ruang akibat penumpukan cairan/
darah di dalam otak.
3. Rencana Perawatan
No

Diagnosa

Keperawatan

Tujuan dan kriteria hasil

Intervensi

1
Perfusi jaringan tak efektif (spesifik sere-bral) b.d aliran arteri dan atau vena
terputus, dengan batasan karak-teristik:

Perubahan respon motorik

Perubahan status mental

Perubahan respon pupil

Amnesia retrograde (gang-guan memori)

NOC:

1. Status sirkulasi
2. Perfusi jaringan serebral
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama .x 24 jam, klien mampu mencapai :
1. Status sirkulasi dengan indikator:

Tekanan darah sis-tolik dan diastolik dalam rentang yang diharapkan

Tidak ada ortostatik hipotensi

Tidak ada tanda tan-da PTIK

2. Perfusi jaringan serebral, dengan indicator :

Klien mampu berko-munikasi dengan je-las dan sesuai ke-mampuan

Klien menunjukkan perhatian, konsen-trasi, dan orientasi

Klien mampu mem-proses informasi

Klien mampu mem-buat keputusan de-ngan benar

Tingkat kesadaran klien membaik

Monitor Tekanan Intra Kranial

1. Catat perubahan respon klien terhadap stimu-lus / rangsangan


2. Monitor TIK klien dan respon neurologis terhadap aktivitas
3. Monitor intake dan output
4. Pasang restrain, jika perlu
5. Monitor suhu dan angka leukosit
6. Kaji adanya kaku kuduk
7. Kelola pemberian antibiotik

8. Berikan posisi dengan kepala elevasi 30-40Odengan leher dalam posisi netral
9. Minimalkan stimulus dari lingkungan
10. Beri jarak antar tindakan keperawatan untuk meminimalkan peningkatan TIK
11. Kelola obat obat untuk mempertahankan TIK dalam batas spesifik
Monitoring Neurologis (2620)
1. Monitor ukuran, kesimetrisan, reaksi dan bentuk pupil
2. Monitor tingkat kesadaran klien
3. Monitor tanda-tanda vital
4. Monitor keluhan nyeri kepala, mual, dan muntah
5. Monitor respon klien terhadap pengobatan
6. Hindari aktivitas jika TIK meningkat
7. Observasi kondisi fisik klien
Terapi Oksigen (3320)
1. Bersihkan jalan nafas dari secret
2. Pertahankan jalan nafas tetap efektif
3. Berikan oksigen sesuai instruksi
4. Monitor aliran oksigen, kanul oksigen, dan humidifier
5. Beri penjelasan kepada klien tentang pentingnya pemberian oksigen
6. Observasi tanda-tanda hipoventilasi
7. Monitor respon klien terhadap pemberian oksigen
8. Anjurkan klien untuk tetap memakai oksigen selama aktivitas dan tidur
2

Nyeri akut b.d dengan agen injuri fisik, dengan batasan karakteristik:

Laporan nyeri ke-pala secara verbal atau non verbal

Respon autonom (perubahan vital sign, dilatasi pupil)

Tingkah laku eks-presif (gelisah, me-nangis, merintih)

Fakta dari observasi

Gangguan tidur (mata sayu, menye-ringai, dll)

NOC:

1. Nyeri terkontrol
2. Tingkat Nyeri
3. Tingkat kenyamanan
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama . x 24 jam, klien dapat :
1. Mengontrol nyeri, de-ngan indikator:

Mengenal faktor-faktor penyebab

Mengenal onset nyeri

Tindakan pertolong-an non farmakologi

Menggunakan anal-getik

Melaporkan gejala-gejala nyeri kepada tim kesehatan.

Nyeri terkontrol

2. Menunjukkan tingkat nyeri, dengan indikator:

Melaporkan nyeri

Frekuensi nyeri

Lamanya episode nyeri

Ekspresi nyeri; wa-jah

Perubahan respirasi rate

Perubahan tekanan darah

Kehilangan nafsu makan

3. Tingkat kenyamanan, dengan indicator :

Klien melaporkan kebutuhan tidur dan istirahat tercukupi Manajemen


(1400)

nyeri

1.
Kaji keluhan nyeri, lokasi, karakteristik, onset/durasi, frekuensi, kualitas, dan
beratnya nyeri.
2. Observasi respon ketidaknyamanan secara verbal dan non verbal.
3. Pastikan klien menerima perawatan analgetik dg tepat.
4. Gunakan strategi komunikasi yang efektif untuk mengetahui respon penerimaan
klien terhadap nyeri.
5. Evaluasi keefektifan penggunaan kontrol nyeri
6. Monitoring perubahan nyeri baik aktual maupun potensial.
7. Sediakan lingkungan yang nyaman.
8. Kurangi faktor-faktor yang dapat menambah ungkapan nyeri.
9. Ajarkan penggunaan tehnik relaksasi sebelum atau sesudah nyeri berlangsung.
10. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain untuk memilih tindakan selain obat untuk
meringankan nyeri.
11. Tingkatkan istirahat yang adekuat untuk meringankan nyeri.
Manajemen pengobatan (2380)
1.
Tentukan obat yang dibutuhkan klien dan cara mengelola sesuai dengan
anjuran/ dosis.
2. Monitor efek teraupetik dari pengobatan.
3. Monitor tanda, gejala dan efek samping obat.
4. Monitor interaksi obat.
5. Ajarkan pada klien / keluarga cara mengatasi efek samping pengobatan.

6. Jelaskan manfaat pengobatan yg dapat mempengaruhi gaya hidup klien.


Pengelolaan analgetik(2210)
1. Periksa perintah medis tentang obat, dosis & frekuensi obat analgetik.
2. Periksa riwayat alergi klien.
3. Pilih obat berdasarkan tipe dan beratnya nyeri.
4. Pilih cara pemberian IV atau IM untuk pengobatan, jika mungkin.
5. Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgetik.
6. Kelola jadwal pemberian analgetik yang sesuai.
7. Evaluasi efektifitas dosis analgetik, observasi tanda dan gejala efek samping,
misal depresi pernafasan, mual dan muntah, mulut kering, & konstipasi.
8. Kolaborasi dgn dokter untuk obat, dosis & cara pemberian yg diindikasikan.
9.
Tentukan lokasi nyeri, karakteristik, kualitas, dan keparahan sebelum
pengobatan.
10. Berikan obat dengan prinsip 5 benar
11. Dokumentasikan respon dari analgetik dan efek yang tidak diinginkan
3

Defisit self care b.d de-ngan kelelahan, nyeri NOC:

Perawatan diri :
(mandi, Makan Toiletting, berpakaian)
Setelah diberi motivasi perawatan selama .x24 jam, ps mengerti cara memenuhi
ADL secara bertahap sesuai kemam-puan, dengan kriteria :

Mengerti secara seder-hana cara mandi, makan, toileting, dan berpakaian


serta mau mencoba se-cara aman tanpa cemas

Klien mau berpartisipasi dengan senang hati tanpa keluhan dalam memenuhi
ADL NIC: Membantu perawatan diri klien Mandi dan toiletting
Aktifitas:
1. Tempatkan alat-alat mandi di tempat yang mudah dikenali dan mudah dijangkau
klien
2. Libatkan klien dan dampingi
3. Berikan bantuan selama klien masih mampu mengerjakan sendiri
NIC: ADL Berpakaian
Aktifitas:
1. Informasikan pada klien dalam memilih pakaian selama perawatan
2. Sediakan pakaian di tempat yang mudah dijangkau
3. Bantu berpakaian yang sesuai
4. Jaga privcy klien
5. Berikan pakaian pribadi yg digemari dan sesuai

NIC: ADL Makan


1. Anjurkan duduk dan berdoa bersama teman
2. Dampingi saat makan
3. Bantu jika klien belum mampu dan beri contoh
4. Beri rasa nyaman saat makan
4
PK: peningkatan tekan-an intrakranial b.d pro-ses desak ruang akibat
penumpukan cairan / darah di dalam otak (Carpenito, 1999)
Batasan karakteristik :

Penurunan kesadar-an (gelisah, disori-entasi)

Perubahan motorik dan persepsi sensasi

Perubahan tanda vi-tal (TD meningkat, nadi kuat dan lambat)

Pupil melebar, re-flek pupil menurun

Muntah

Klien mengeluh mual

Klien mengeluh pandangan kabur dan diplopia


Setelah
dilakukan
tindakan keperawatan selama .x 24 jam dapat mencegah atau meminimalkan
komplikasi dari peningkatan TIK, dengan kriteria :

Kesadaran stabil (orien-asi baik)

Pupil isokor, diameter 1mm

Reflek baik

Tidak mual

Tidak muntah 1. Pantau tanda dan gejala peningkatan TIK

Kaji respon membuka mata, respon motorik, dan verbal, (GCS)


Kaji perubahan tanda-tanda vital
Kaji respon pupil
Catat gejala dan tanda-tanda: muntah, sakit kepala, lethargi, gelisah, nafas keras,
gerakan tak bertujuan, perubahan mental
2. Tinggikan kepala 30-40O jika tidak ada kontra indikasi
3. Hindarkan situasi atau manuver sebagai berikut:
Masase karotis
Fleksi dan rotasi leher berlebihan
Stimulasi anal dengan jari, menahan nafas, dan mengejan
Perubahan posisi yang cepat
4. Ajarkan klien untuk ekspirasi selama perubahan posisi
5. Konsul dengan dokter untuk pemberian pe-lunak faeces, jika perlu
6. Pertahankan lingkungan yang tenang

7. Hindarkan pelaksanaan urutan aktivitas yang dapat meningkatkan TIK (misal:


batuk, penghisapan, pengubahan posisi, meman-dikan)
8. Batasi waktu penghisapan pada tiap waktu hingga 10 detik
9. Hiperoksigenasi dan hiperventilasi klien se-belum dan sesudah penghisapan
10. Konsultasi dengan dokter tentang pemberian lidokain profilaktik sebelum
penghisapan
11. Pertahankan ventilasi optimal melalui posisi yang sesuai dan penghisapan yang
teratur
12. Jika diindikasikan, lakukan protokol atau kolaborasi dengan dokter untuk terapi
obat yang mungkin termasuk sebagai berikut:
13. Sedasi, barbiturat (menurunkan laju meta-bolisme serebral)
14. Antikonvulsan (mencegah kejang)
15. Diuretik osmotik (menurunkan edema serebral)
16. Diuretik non osmotik (mengurangi edema serebral)
17. Steroid (menurunkan permeabilitas kapiler, membatasi edema serebral)
18. Pantau status hidrasi, evaluasi cairan masuk dan keluar)

DAFTAR PUSTAKA
Brunner dan Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Volume II.
Edisi 8. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Carpenito, L.J. 1999. Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan dan Masalah
Kolaborasi. Edisi 8. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Doenges, M.E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Hudak dan Gallo. 1996. Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik. Volume II. Edisi 6.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Marion Johnson, dkk. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition.
Mosby.
Mc. Closkey dan Buleccheck. 2000. Nursing Interventions Classification (NIC) Second
Edition. Mosby.
NANDA. 2005. Nursing Diagnosis: Definition and Classification. Philadelphia: North
American Nursing Diagnosis Association.

You might also like