Professional Documents
Culture Documents
1.1.Definisi
Pulmonary heart disease adalah pembesaran ventrikel kanan (hipertrofi dan/atau dilatasi)
yang terjadi akibat kelainan paru, kelainan dinding dada, atau kelainan pada kontrol
pernafasan. Tidak termasuk di dalamnya kelainan jantung kanan yang terjadi akibat kelainan
jantung kiri atau penyakit jantung bawaan.
Pulmonary heart disease dapat terjadi akut maupun kronik. Penyebab pulmonary heart
disease akut tersering adalah emboli paru masif, sedangkan pulmonary heart disease kronik
sering disebabkan oleh penyakit paru obstruktif kronik (PPOK). Pada pulmonary heart
disease kronik umumnya terjadi hipertrofi ventrikel kanan, sedangkan pada pulmonary heart
disease akut terjadi dilatasi ventrikel kanan.
Tidak semua pasien PPOK akan mengalami pulmonary heart disease, karena banyak
usaha pengobatan yang dilakukan untuk mempertahankan kadar oksigen darah arteri
mendekati normal sehingga dapat mencegah terjadinya Hipertensi Pulmonal. Pada
umumnya, makin berat gangguan keseimbangan ventilasi perfusi, akan semakin mudah
terjadi ganguan analisis gas darah sehingga akan semakin besar terjadinya Hipertensi
Pulmonal dan pulmonary heart disease. Penyakit yang hanya mengenai sebagian kecil paru
tidak akan begitu mempengaruhi pertukaran gas antara alveoli dan kapiler sehingga jarang
menyebabkan terjadinya Hipertensi Pulmonal dan pulmonary heart disease. Tuberculosis
yang mengenai kedua lobus paru secara luas akan menyebabkan terjadinya fibrosis disertai
gangguan fungsi paru sehingga menyebabkan terjadinya pulmonary heart disease.
Hipoventilasi alveoli sekunder akibat sleep apnea syndrome tidak jarang disertai dengan
Hipertensi Pulmonal dan pulmonary heart disease Kronik.
1.2.Patogenesis
Mekanisme terjadinya hipertensi pulmonale pada cor pulmunale dapat di bagi menjadi 4
kategori yaitu :
1. a. Obstuksi
Terjadi karena adanya emboli paru baik akut maupun kronik. Chronic
Thromboembolic Pulmonary Hypertesion (CTEPH) merupakan salah satu penyebab
hipertensi pulmonale yang penting dan terjadi pada 0.1 0.5 % pasien dengan emboli
paru. Pada saat terjadi emboli paru, system fibrinolisis akan bekerja untuk melarutkan
bekuan darah sehingga hemodinamik paru dapat berjalan dengan baik. Pada sebagian
kecil pasien system fibrinolitik ini tidak berjalan baik sehingga terbentuk emboli yang
terorganisasi disertai pembentukkan rekanalisasi dan akhirnya menyebabkan
penyumbatan atau penyempitan pembuluh darah paru.
1. b. Obliterasi
Penyakit intertisial paru yang sering menyebabkan hipertensi pulmonale adalah
lupus eritematosus sistemik scleroderma, sarkoidosis, asbestosis, dan pneumonitis radiasi.
Pada penyakit-penyakit tersebut adanya fibrosis paru dan infiltrasi sel-sel yang prodgersif
selain menyebabkan penebalan atau perubahan jaringan interstisium, penggantian matriks
mukopolisakarida normal dengan jaringan ikat, juga menyebabkan terjadinya obliterasi
pembuluh paru.
1. c.
Vasokontriksi
Idiopatik
Kelainan idiopatik ini di dapatkan pada apsien hipertensi pulmonale primer yang
di tandai dengan adanya lesi pada arteri pumonale yang kecil tanpa di dapatkan adanya
penyakit dasar lainnya baik pada paru maupun pada jantung. Secara histopatologis di
dapatkan adanya hipertrofitunikamedia, fibrosistunikaintima, lesi pleksiform serta
pembentukan mikro thrombus. Kelainan ini jarang di dapat dan etiologinya belum di
ketahui Waupun sering di kaitkan dengan adanya penyakit kolagen, hipertensi portal,
penyakit autoimun lainnya serta infeksi HIV.
1.3.Etiologi
Penyebab penyakit pulmonary heart disease antara lain :
1)
Penyakit paru menahun dengan hipoksia :
2)
3)
4)
5)
1.4.Manifestasi Klinis
Informasi yang didapat bisa berbeda-beda antarasatu penderita yang satu dengan yang
lain tergantung pada penyakit dasar yang menyebabkan pulmonary heart disease.
1. Kor-pumonal akibat Emboli Paru : sesak tiba-tiba pada saat istirahat, kadang-kadang
didapatkan batuk-batuk, dan hemoptisis.
2. Kor-pulmonal dengan PPOM : sesak napas disertai batuk yang produktif (banyak
sputum).
3. Cor pulmonal dengan Hipertensi Pulmonal primer : sesak napas dan sering pingsan jika
beraktifitas (exertional syncope).
4. Pulmonary heart disease dengan kelainan jantung kanan : bengkak pada perut dan kaki
serta cepat lelah.
Gejala predominan pulmonary heart disease yang terkompensasi berkaitan dengan
penyakit parunya, yaitu batuk produktif kronik, dispnea karena olahraga, wheezing respirasi,
kelelahan dan kelemahan. Jika penyakit paru sudah menimbulkan gagal jantung kanan, gejala
- gejala ini lebih berat. Edema dependen dan nyeri kuadran kanan atas dapat juga muncul.
Tanda- tanda pulmonary heart disease misalnya sianosis, clubbing, vena leher
distensi, ventrikel kanan menonjol atau gallop ( atau keduanya), pulsasi sternum bawah atau
epigastrium prominen, hati membesar dan nyeri tekan, dan edema dependen.
Gejala- gejala tambahan ialah:
1.
2.
3.
Sianosis
Kurang tanggap/ bingung
Mata menonjol
1.5.Patofisiologi
Beratnya pembesaran ventrikel kanan pada pulmonary heart disease berbanding lurus
dengan fungsi pembesaran dari peningkatan afterload. Jika resistensi vaskuler paru
meningkat dan relative tetap, seperti pada penyakit vaskuler atau parenkim paru,
peningkatan curah jantung sebagaimana terjadi pada pengerahan tenaga fisik, maka dapat
meningkatkan tekanan arteri pulmonalis secara bermakna. Afterload ventrikel kanan secara
kronik meningkat jika volume paru membesar, seperti pada penyakit paru obstruktif kronik
(PPOK), pemanjangan pembuluh paru, dan kompresi kapiler alveolar.
Penyakit paru dapat menyebabkan perubahan fisiologis dan pada suatu waktu akan
mempengaruhi jantung serta menyebabkan pembesaran ventrikel kanan. Kondisi ini
seringkali menyebabkan terjadinya gagal jantung. Beberapa kondisi yang menyebabkan
penurunanan oksigenasi paru dapat mengakibatkan hipoksemia ( penurunan PaO2 ) dan
hipercapnea ( peningkatan PaCO2) , yang nantinya akan mengakibatkan insufisiensi
ventilasi. Hipoksia dan hiperkapnea akan menyebabkan vasokonstriksi arteri pulmonal dan
memungkinkan terjadinya penurunan vaskularisasi paru seperti pada emfisema dan emboli
paru. Akibatnya akan terjadi peningkatan ketahanan pada sistem sirkulasi pulmonal, yang
akan menjadikannya hipertensi pulmonal. Tekanan rata-rata pada arteri baru ( arterial mean
preassure) adalah 45mmHg, jika tekanan ini meningkat dapat menimbulkan pulmonary heart
disease. Ventrikel kanan akan hipertropi dan mungkin akan diikuti gagal jantung kanan.
1.6.Pemeriksaan Diagnostik
Gambaran radiologis
Pada tingkat hipertensi pulmonal jantung belum terlihat membesar, tetapi hilus dan arteri
pulmonalis utama amat menonjol dan pembuluh darah perifer menjadi kecil/tidak nyata.
Pada tingkat pulmonary heart disease jantung terlihat membesar karena adanya dilatasi
dan hipertrofi ventrikel kanan. Hal ini kadang-kadang sulit dinyatakan pada foto dada karena
adanya hiperinflasi paru (misalnya pada emfisema). Selain itu didapatkan juga diafragma yang
rendah dan datar serta ruang udara retrosternal yang lebih besar, sehingga hipertrofi dan dilatasi
ventrikel kanan tidak membuat jantung menjadi lebih besar dari ukuran normal.
Gambaran elektrokardiogram
Pada tingkat awal (hipoksemia) EKG hanya menunjukkan gambaran sinus takikardia saja.
Pada tingkat hipertensi pulmonal EKG akan menunjukkan gambaran sebagai berikut, yaitu:
1. Gelombang P mukai tinggi pada lead II
2. Depresi segmen S-T di II, III, Avf
3. Gelombang T terbalik atau mendatar di V1-3
4. Kadang-kadang teadapat RBBB incomplete atau complete
Pada tingkat pulmonary heart disease dengan hipertrofi ventrikel kanan, EKG
menunjukkan:
1. Aksis bergeser ke kanan(RAD) lebih dari +90
2. Gelombang P yang tinggi (P pulmonal) di II, III,Avf
3. Rotasi kea rah jarum jam (clockwise rotation)
4. Rasio R/S di V1 lebih dari 1
5. Rasio R/S di V6 lebih dari 1
6. Gelombang S ang dalam di V5 dan V6 (S persissten di prekordial kiri)
7. RBBB incomplete atau incomplete
Pada cor-pulmonal akut (emboli paru masif),EKG menunjukkan adanya Right Ventrikular Strain
yaitu adanya depresai segmen S-T dan gelombang T yang terbalik pada sandapan perikordial
kanan. Kadang-kadang kriteria hipertrofi ventrikel kanan yang klasik sulit didapat. Padmavati
dalam penelitiannya menyatakan criteria yang lain untuk kor-pulmonal dalam kombinasi EKG
sebagai berikut:
1) rS di V5 dan V6
2) Aksis bergeser ke kanan
3) qR di AVR
4) P pulmonal
Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium menunjukkan adanya polisitemia (Ht > 50%), tekanan oksigen (PaO2)
darah arteri < 60 mmHg,tekanan karbondioksida (PaO2) >50 mmHg.
1.7.Penatalaksanaan
Terapi medis untuk pulmonary heart disease kronis di fokuskan pada penatalaksanaan
untuk penyakit paru dan peningkatan oksigenasi serta peningkatan fungsi ventrikel kanan dengan
menaikkan kontraktilitas dari ventrikel kanan dan menurunkan vasokonstriksi pada pembuluh
darah di paru. Pada pulmonary heart disease akut akan dilakukan pendekatan yang berbeda yaitu
di fokuskan pada kestabilan klien.
Untuk mendukung system kardiopulmonal pada klien dengan pulmonary heart disease
harus diperhatikan mengenai kegagalan jantung kanan yang meliputi masalah pengisian cairan di
ventrikel dan pemberian vasokonstriktor (epinephrine) untuk memelihara tekanan darah yang
adekuat. Tetapi pada dasarnya penatalaksanaan akan lebih baik jika di fokuskan pada masalah
utama, misalnya pada emboli paru harus dipertimbangkan untuk pemberian antikoagulan, agen
trombilisis atau tindakan pembedaham embolektomi. Khususnya jika sirkulasi terhambat akan
dipertimbangkan pula pemberian broncodilator dan penatalaksanaan infeksi untuk klien dengan
PPOK; pemberian steroid dan imunosupresif pada penyakit fibrosis paru.
Terapi oksigen, pemberian diuretic, vasodilator, digitalis, theophyline, dan terapi
antikoagulan di gunakan untuk terapi jangka panjang pada cor pulmonal kronis.
a)
Terapi Oksigen.
Terapi oksigen sangat penting diberikan pada klien. Klien dengan pulmonary heart
disease memiliki tekanan oksigen (PO2) di bawah 55 mm Hg dan menurun dengan cepat
ketika beraktivitas atau tidur. Terapi oksigen dapat menurunkan vasokonstriksi hipoksemia
pulmonar, kemudian dapat menaikkan cardiac output, mengurangi vasokonstriksi,
meringankan hipoksemia jaringan, dan meningkatkan perfusi ginjal. Secara umum, terapi
oksigen di berikan jika PaO2 kurang dari 55 mm Hg atau saturasi O2 kurang dari 88%.
Manfaat dari terapi oksigen adalah untuk menurunkan tingkat gejala dan meningkatkan
status fungsional. Oleh karena itu, terapi oksigen penting di berikan untuk managemen
jangka panjang khususnya untuk klien dengan hipoksia atau penyakit paru obstruktif
(PPOK).
b)
Diuretik.
Diuretik di gunakan pada klien dengan pulmonary heart disease kronis, terutama
ketika pengisian ventrikel kiri terlihat meninggi dan pada edema perifer. Diuretic berperan
dalam peningkatan fungsi dari ventrikel kanan maupun kiri. Diuretik memproduksi efek
hemodinamik yang berlawanan jika tidak di perhatikan penggunaannya. Volume
pengosongan yang berlebihan dapat menimbulkan penuruna cardiac output. Komplikasi
lain dari diuretic adalah produksi hypokalemic metabolic alkalosis, yang akan mengurangi
efektivitas stimulasi karbondioksida pada pusat pernafasan dan menurunkan ventilasi.
Produksi elektrolit dan asam yang merugikan sebagai akibat dari penggunaaan diuretic
juga dapat menimbulkan aritmia, yang berakibat menurunnya cardiac output. Oleh karena
itu diuretik di rekomendasikan pada managemen pulmonary heart disease kronis, dengan
memperhatikan pemakaian.
1.8.Komplikasi
Komplikasi dari pulmonary heart disease diantaranya:
a)
Sinkope
b)
Gagal jantung kanan
c)
Edema perifer
d) Kematian
1.9.Prognosis
Belum ada pemeriksaan prospektif yang dilakukan untuk mengetahui prognosis
pulmonary heart disease kronik. Pengamatan yang dilakukan tahun 1950 menunjukkan
bahwa bila terjadi gagal jantung kanan yang menyebabkan kongestinvena sistemik, harapan
hidupnya menjadi kurang dari 4 tahun.
Walaupun demikian, kemampuan dalam penanganan pasien selama episode akut
yang berkaitan dengan infeksi dan gagal napas mangalami banyak kemajuan dalam 5 tahun
terakhir.
Prognosis pulmonary heart disease berkaitan dengan penyakit paru yang
mendasarinya. Pasien yang mengalami pulmonary heart disease akibat obeliterasi pembuluh
darh arteri kecil yang terjadi secara perlahan-lahan akibat penyakit intrinsiknya (misal
emboli), atau akibat fibrosis intertisial harapan juntuk perbaikannya kecil karena
kemungkinan perubahan anatomi yang terjadi subah menetap. Harapan hidup pasien PPOK
jauh lebih baik bila analisis gas darahnya dapat dipertahankan mendekati normal.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
2.1
Pengkajian
2.1.1 Anamnesa,meliputi:
1. Identitas pasien
Kor pulmonal dapat terjadi pada orang dewasa dan pada anak-anak. Untuk orang dewasa,
kasus yang paling sering ditemukan adalah pada lansia karena sering didapati dengan
kebiasaan merokok dan terpapar polusi. Hal ini di dasarkan pada epidemiologi penyakitpenyakit yang menjadi penyebab kor pulmonal, karena hipertensi pulmonal merupakan
dampak dari beberepa penyakit yang menyerang paru-paru.
Untuk kasus anak-anak, umumnya terjadi kor pulmonal akibat obstruksi saluran napas
atas seperti hipertrofi tonsil dan adenoid.
Jenis pekerjaan yang dapat menjadi resiko terjadinya kor pulmonal adalah para pekerja
yang sering terpapar polusi udara dan kebiasaan merokok yang tinggi.
Lingkungan tempat tinggal yang dapat menjadi resiko terjadinya kor pulmonal adalah
lingkungan yang dekat daerah perindustrian, dan kondisi rumah yang kurang memenuhi
persyaratan runmah yang sehat. Contohnya ventilasi rumah yang kurang baik,hal ini akan
semakin memicu terjadinya penyakit-penyakit paru dan berakibat terjadinya kor
pulmonal.
Keluhan utama
Pada pasien kor pulmonal, biasanya akan diawali dengan tanda-tanda mudah letih, sesak, nyeri
dada, batuk yang tidak produktif. Perlu juga ditanyakan mulai kapan keluhan itu muncul. Apa
tindakan yang telah dilakukan untuk menurunkan atau menghilangkan keluhan-keluhan tersebut.
Penyebab kelemahan fisik setelah melakukan aktifitas ringan sampai berat.
Seperti apa kelemahan melakukan aktifitas yang dirasakan, biasanya disertai sesak
nafas.
Apakah kelemahan fisik bersifat local atau keseluruhan system otot rangka dan
apakah disertai ketidakmampuan dalam melakukan pergerakan.
Klien dengan kor pulmonal biasanya memilki riwayat penyakit seperti penyakit paru obstruktif
kronik (PPOK), fibrosis paru, fibrosis pleura, dan yang paling sering adalah klien dengan riwayat
hipertensi pulmonal.
2.1.2 Pemeriksaan fisik : Review Of System (ROS)
1. B1 (BREATH)
Jenis: Dispnoe
1. B2 (BLOOD)
1. B3 (BRAIN)
Penglihatan(mata)
Pusing
Gangguan kesadaran
1. B4 (BLADDER)
Urin:
Bau : khas
Oliguria
1. B5 (BOWEL)
Abdomen : asites
1. B6 (BONE)
Turgor : jelek
Oedema
1. Psikososial
Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara mengatasinya serta
bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan yang dilakukan terhadap dirinya, kecemasan
terhadap penyakit.
Perencanaan Keperawatan
1. Gangguan pertukaran gas yang b.d. Hipoksemia secara reversible/menetap, refraktori dan
kebocoran interstisial pulmonal/alveolar pada status cedera kapiler paru.
Tujuan
tubuh.
Kriteria hasil
Intervensi
Rasional
Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien untuk Pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan posisi
memilih posisi yang mudah untuk bernapas. Dorong duduk tinggi dan latihan nafas untuk menurunkan
nafas perlahan atau nafas bibir sesuai kebutuhan atau kolaps jalan nafas, dispnea dan kerja nafas.
toleransi individu.
tidak efektif.
Palpasi fremitus.
Kolaborasi
1. Awasi/gambarkan seri GDA dan nadi
oksimetri.
2.
Tujuan
Tindakan/intervensi
Rasional
3.
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. Penurunan nafsu makan
(energi lebih banyak digunakan untuk usaha bernapas, sehingga metabolism berlangsung
lebih cepat).
Tujuan
Kriteria hasil
Tindakan/intervensi
Rasional
Beri motivasi pada klien untuk mengubah kebiasaan Agar pasien mau memenuhi diet yang disarankan
makan.
untuk kebutuhan nutrisi dalam metabolisme.
4.
Tujuan
Kriteria hasil
: mentoleransi aktivitas yang biasa dilakukan dan di tunjukkan
dengan daya tahan, menunjukkan penghematan energi.
Tindakan/ Intervensi
Rasional
Dengan ahli gizi,perawat dapat menentukan jenisjenis makanan yang harus dikonsumsi untuk
memaksimalkan pembentukan energy dalam tubuh
pasien.
5.
Tujuan
Kriteria hasil
: klien menunjukkan pola pengeluaran urin yang normal, klien
menunjukkan pengetahuan yang adekuat tentang eliminasi urin.
Tindakan/intervensi
Rasional
DAFTAR PUSTAKA