You are on page 1of 10

DI UNGGAH DARI HTTPS://LENTZEXPLORE.WORDPRESS.

COM/

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN SYOK KARDIOGENIK


BAB II
PEMBAHASAN

A. Defenisi
Syok kardiogenik didefinisikan sebagai adanya tanda-tanda hipoperfusi jaringan
yang diakibatkan oleh gagal jantung rendah preload dikoreksi. Tidak ada definisi yang
jelas dari parameter hemodinamik, akan tetapi syok kardiogenik biasanya ditandai
dengan penurunan tekanan darah (sistolik kurang dari 90 mmHg, atau berkurangnya
tekanan arteri rata-rata lebih dari 30 mmHg) dan atau penurunan pengeluaran urin
(kurang dari 0,5 ml/kg/jam) dengan laju nadi lebih dari 60 kali per menit dengan atau
tanpa adanya kongesti organ. Tidak ada batas yang jelas antara sindrom curah jantung
rendah dengan syok kerdiogenik. (www.fkuii.org)
Syok kardiogenik merupakan stadium akhir disfungsi ventrikel kiri atau gagal
jantung kongestif, terjadi bila ventrikel kiri mengalami kerusakan yang luas. Otot jantung
kehilangan kekuatan kontraktilitasnya,menimbulkan penurunan curah jantung dengan
perfusi jaringan yang tidak adekuat ke organ vital (jantung, otak, ginjal). Derajat syok
sebanding dengan disfungsi ventrikel kiri. Meskipun syok kardiogenik biasanya sering
terjadi sebagai komplikasi MI, namun bisa juga terajdi pada temponade jantung, emboli
paru, kardiomiopati dan disritmia. (Brunner & Suddarth, 2001)
Syok kardiogenik adalah dyok yang disebabkan karena fungsi jantung yang tidak
adekuat, seperti pada infark miokard atau obstruksi mekanik jantung, manifestasinya
meliputi hipovolemia, hipotensi, kulit dingin, nadi yang lemah, kekacauan mental, dan
kegelisahan. (Kamus Kedokteran Dorland, 1998)
Defenisi Syok merupakan sindrom gangguan patofisiologik berat yang
berhubungan dengan metabolisme seluler yang abnormal, yang umumnya disebabkan
oleh perfusi jarigan yang buruk. Disebut juga kegagalan sirkulasi perifer yang
menyeluruh dengan perfusi jaringan yang tidak adekuat (Tjokronegoro, A., dkk, 2003).
Kardiogenik syok adalah keadaan menurunnya cardiac output dan terjadinya hipoksia
jaringan sebagai akibat dari tidak adekuatnya volume intravaskular. Kriteria hemodiamik
hipotensi terus menerus (tekanan darah sistolik < 90 mmHg lebih dari 90 menit) dan
bekurangnya cardiac index (<2,2/menit per m2) dan meningginya tekanan kapiler paru
(>15 mmHg). Sebagian besar disebabkan oleh infark miokardial akut (Hollenberg, 2004).
B. Etiologi/penyebab
Syok kardiogenik biasanya disebabkan oleh karena gangguan mendadak fungsi
jantung atau akibat penurunan fungsi kontraktil jantung kronik. Secara praktis syok
kardiogenik timbul karena gangguan mekanik atau miopatik, bukan akibat gangguan
elektrik primer. Etiologi syok kardiogenik adalah :
1. Gangguan kontraktilitas miokardium.
2. Disfungsi ventrikel kiri yang berat
3. Infark miokard akut.
4. Stenosis valvular.

DI UNGGAH DARI HTTPS://LENTZEXPLORE.WORDPRESS.COM/

5. Miokarditis
6. Kardiomiopati
7. Regurgitasi valvular akut.
8. Penyebab yang tidak langsung (indirect causes) adalah dari emboli paru (pulmonary
embolism, PE), aortic dissection, pericardial tamponade, atau vascular disease.
Adapun penyebab syok kardiogenik (cardiogenic shock) atau edem paru
(pulmonary edema) menurut Fauci AS, et al. (2008) adalah sebagai berikut ini:
1.

Acute myocardial infarction/ischemia


Misalnya:
a. Gagal ventrikel kiri (left ventricular failure).
b. Ruptur septum ventrikel (ventricular septal rupture/VSR).
c. Papillary muscle/chordal rupture pada regurgitasi mitral yang
berat.
d. Ventricular free wall rupture dengan subacute tamponade.
e. Kondisi-kondisi lainnya yang merupakan komplikasi dari infark
miokard.
f. Perdarahan (hemorrhage).
g. Infeksi.
h. Excess negative inotropic atau vasodilator medications
i. Prior valvular heart disease

j. Hyperglycemia/ketoacidosis
2. Severe valvular heart disease
Contohnya:
a. Critical aortic atau mitral stenosis.
b. Acute severe aortic atau mitral regurgitation.
3. Toxic-metabolic
Misalnya: overdosis beta-blocker atau calcium channel antagonist
C. Patofisiologi
Syok kardiogenik dicirikan oleh lingkaran setan (vicious circle) dimana terjadi
penurunan kontraktilitas miokardium (depression of myocardial contractility), biasanya
karena iskemia, menyebabkan pengurangan cardiac output dan tekanan arteri (arterial
pressure), dimana menghasilkan hipoperfusi miokardium dan iskemia lanjutan dan
penurunan cardiac output.
Disfungsi miokardial sistolik mengurangi stroke volume; dan bersama dengan disfungsi
diastolik, memicu peninggian tekanan end-diastolic ventrikel kiri dan pulmonary
capillary wedge pressure/PCWP (> 18 mmHg) seperti pada kongesti paru.
Jantung tidak mampu memusatkan secara sinkron atau penekanan dan aliran darah ke
aorta dihindarkan. LEVD (The Left Ventrikular End Diastolik Pressure) dan Arterial
Pressure (LAP) meningkat dari sistolik outflow yang tidak efisien. Pada akhirnya,
tekanan arteri pulmonary selaput interstisial dan alveoli menurunkan daerah permukaan
untuk pertukaran gas.
Penurunan/pengurangan perfusi koroner memacu pemburukan iskemia, disfungsi
miokardium progresif, dan spiral menurun yang cepat (rapid downward spiral), bilamana
jika tidak diputus, seringkali menyebabkan kematian.

DI UNGGAH DARI HTTPS://LENTZEXPLORE.WORDPRESS.COM/

Asidosis laktat dari perfusi jaringan yang buruk dan hipoksemia dari edem paru
(pulmonary edema) dapat sebagai hasil dari kegagalan pompa dan kemudian
berkontribusi terhadap lingkaran setan ini dengan memburuknya iskemia miokardium
dan hipotensi. Asidosis berat (pH < 7,25) mengurangi daya kemanjuran/efektivitas
(efficacy) yang secara endogen dan eksogen telah diberi katekolamin (catecholamines).
(Fauci AS, et al., 2008)
Gangguan
mekanis akut

Bedah pintas
kardiopulmon
al

Ami

Payah
jantung
kongestif

Necrosis miokard
Kerusakan otot jantung
Gangguan kontraktilitas
miokardium
Disfungsi ventrikel kiri
Syok kardiogenik
Penurunan curah jantung
Nutrisi dan O2
Ke jaringan
Metabolisme
basal terganggu
I.
Gangguan
Energi
Perfusijaringan

Kelelahan dan
kelemahan
Intoleransi
aktifitas

Aliran darah arteri


coroner
Asupan
Oksigen ke jantung
Hipoksia
myokardium
Mekanisme
anaerob
Nyeri
dada

Darah ke pulmonal
Kerusakan pertukaran
gas
Pola nafas tidak
efektif

Gangguan
rasa
nyaman

D. Pemeriksaan diagnostik
Adapun pemeriksaan yang akan dilakukan :
1. Electrocardiography (elektrokardiografi)
Hasil/pembacaan electrocardiogram menurut Fauci AS, et.al. (2008):
Pada pasien karena infark miokard akut dengan gagal ventrikel kiri (LV failure),
gelombang Q (Q waves) dan/atau >2-mm ST elevation pada multiple leads atau
left bundle branch block biasanya tampak. Lebih dari setengah (> 50%) dari
semua infark yang berhubungan dengan syok adalah anterior. Global ischemia
karena severe left main stenosis biasanya disertai dengan depresi ST berat (>3
mm) pada multiple leads.
2. Radiografi

DI UNGGAH DARI HTTPS://LENTZEXPLORE.WORDPRESS.COM/

Radiografi dada (chest roentgenogram) dapat terlihat normal pada mulanya atau
menunjukkan tanda-tanda gagal jantung kongestif akut (acute congestive heart
failure), yaitu: Cephalization karena dilatasi pembuluh darah-pembuluh darah
pulmoner. Saat tekanan diastolik akhir ventrikel kiri (left ventricular end-diastolic
pressures) meningkat, akumulasi cairan interstitial ditunjukkan secara radiografis
dengan adanya gambaran fluffy margins to vessels, peribronchial cuffing, serta
garis Curley A dan B. Dengan tekanan hidrostatik yang sangat tinggi, cairan
dilepaskan (exuded) ke alveoli, menyebabkan diffuse fluffy alveolar infiltrates.
3. Gambaran foto/rontgen dada (chest x-ray) lainnya yang mungkin tampak pada
penderita syok kardiogenik:
a.
Kardiomegali ringan
b.
Edema paru (pulmonary edema)
c.
Efusi pleura
d.
Pulmonary vascular congestion
e.
Ukuran jantung biasanya normal jika hasil syok
kardiogenik berasal dari infark miokard yang pertama, namun membesar jika
ada riwayat infark miokard sebelumnya.
4. Ekokardiografi
Ini berguna untuk menunjukkan:
Fungsi ventrikel kiri yang buruk (poor left ventricular function).
Menilai keutuhan katub (assessing valvular integrity).
Menyingkirkan penyebab lain syok, seperti: cardiac tamponade.
Selain itu penting untuk menilai hipokinesis berat ventrikel difus atau
segemental (bila berasal dari infark miokard), efusi pericardial, katup mitral
dan aorta, rupture septum dan pintasan intrakardiak.
5. Kateterisasi jantung.
Umumnya tidak perlu kecuali pada kasus tertentu untuk mengetahui anatomi
pembuluh darah koroner dan fungsi ventrikel kiri untuk persiapan bedah pintas
koroner atau angioplasty koroner transluminasi perkutan. Untuk menunjukkan
defek mekanik pada septum ventrikel atau regurgitasi mitral akibat disfungsi
atauy rupture otot papilaris.
6. Laboratorium
a. Pemeriksaan darah lengkap dan elektrolit darah tetap
diperlukan untuk evaluasi secara keseluruhan meskipun tidak
berguna di dalam membuat diagnosis awal (initial diagnosis).
b. Pemeriksaan enzim jantung
c. CBC and serum electrolyte panel.
d. Kadar kreatinin dan blood urea nitrogen (BUN).
e. Gas darah arteri.
f. Studi koagulasi.
Penemuan laboratorium (Laboratory findings) menurut Fauci AS, et.al. (2008):
a. Hitung leukosit secara khas meningkat disertai dengan left shift.
b. Tidak adanya prior renal insufficiency, fungsi ginjal pada mulanya normal,
namun blood urea nitrogen (BUN) dan creatinine meningkat secara cepat
(rise progressively).
c. Hepatic transaminases jelas meningkat karena hipoperfusi hati (liver
hypoperfusion).
d. Perfusi jaringan yang buruk (poor tissue perfusion) dapat menyebabkan anion
gap acidosis dan peningkatan (elevation) kadar asam laktat (lactic acid level).
e. Gas darah arteri (arterial blood gases) biasanya menunjukkan hypoxemia dan
metabolic acidosis, dimana dapat dikompensasi oleh respiratory alkalosis.

DI UNGGAH DARI HTTPS://LENTZEXPLORE.WORDPRESS.COM/

f. Petanda jantung (cardiac markers), creatine phosphokinase dan MB fractionnya, jelas meningkat, begitu juga troponins I dan T.
E. MANIFESTASI KLINIS
Gambaran syok pada umumnya, seperti takikardi, oligouri, vasokontriksi perifer, asidosis
metabolik merupakan gambaran klinik pada kardiogenik syok.
Arythmia akan muncul dalam bentuk yang bervariasi yang merupakan perubahan ekstrem
dari kenaikan denyut jantung, ataupun kerusakan miokard. Dengan adanya kerusakan
miokard, enzim-enzim kardiak pada pemeriksaan laboratorium akan meningkat (Raharjo,
S., (1997).
Sebagian besar penderita kardiogenik syok dengan edema paru disertai naiknya PCWP,
LVEDP (Left Ventrikel Diastolic Pressure).
Edema paru akan mencetuskan dyspnoe yang berat ditunjukkan dengan meningkatnya
kerja nafas, sianosis, serta krepitasi.
Sedang kardiogenik syok yang tidak tertangani akan diikuti gagal multi organ, metabolik
asidosis, kesadaran yang menurun sampai koma, yang semakin mempersulit
penanganannya.
1. Nyeri dada yang berkelanjutan (continuing chest pain), dyspnea (sesak/sulit bernafas),
tampak pucat (appear pale), dan apprehensive (= anxious, discerning, gelisah, takut,
cemas)
2. Hipoperfusi jaringan.
3. Keadaan mental tertekan/depresi (depressed mental status).
4. Anggota gerak teraba dingin (cool extremities).
5. Keluaran (output) urin kurang dari 30 mL/jam (oliguria).
6. Tachycardia/takikardi (detak jantung yang cepat, yakni > 100x/menit).
7. Nadi teraba lemah dan cepat, berkisar antara 90110 kali/menit, atau bradikardi berat
(severe bradycardia) karena terdapat high-grade heart block.
8. Tachypnea, Cheyne-Stokes respirations.
9. Hipotensi: tekanan darah sistol kurang dari 80 mmHg.
10. Diaphoresis (= diaforesis, diaphoretic, berkeringat, mandi keringat, hidrosis,
perspiration/perspirasi, sudation, sweating).
11. Poor capillary refill.
12. Distensi vena jugularis (jugular vena distention, JVD).
13. Indeks jantung kurang dari 2,2 L/menit/m2.
14. Tekanan pulmonary artery wedge lebih dari 18 mmHg.
15. Suara nafas dapat terdengar jelas (clear) pada mulanya, atau rales (= rattles, rattlings)
dari edem paru akut (acute pulmonary edema).
16. S1 terdengar lembut (soft). Dapat juga terdengar suara jantung abnormal (abnormal heart
sounds), misalnya: S3 gallop, S4, atau murmur dari ruptured papillary muscle,
regurgitasi mitral akut, atau septal rupture.
17. Pulmonary edema pada setting hipotensi merupakan highly suggestive untuk cardiogenic
shock. Edema permukaan (peripheral edema) dapat mensugesti gagal jantung kanan
(right-sided heart failure).

DI UNGGAH DARI HTTPS://LENTZEXPLORE.WORDPRESS.COM/

F. Diagnosis
Tanda karakteristik syok kardiogenik adalah penurunan curah jantung dengan kenaikan
tekanan vena sentral yang nyata dan takikardia. Tahanan vascular sistemik umumnya juga
meningkat. Bila perangsangan vagus meningkat misalnya pada IM inferior, dapat terjadi
bradikardia (Daclhlan, R., & Nizar, R., (1989), Diagnosis dapat juga ditegakkan sebagai
berikut:
a.Tensi turun : sistolis < 90 mmHg atau menurun lebih dari 30-60 mmHg dari semula,
sedangkan tekanan nadi < 30 mmHg.
b.Curah jantung, indeks jantung < 2,1 liter/menit/m2.
c.Tekanan diatrium kanan (tekanan vena sentral) biasanya tidak turun, normal redah
sampai meninggi.
d.Tekanan diatrium kiri (tekanan kapiler baji paru) rendah sampai meninggi.
e.Resistensi sistemis.
f.Asidosis (Tjokronegoro, A., dkk, 2003).
G. Penanganan
Penanganan hemodinamik kardiogenik syok meliputi mengkoreksi patofisiologi
abnormal, tanpa menyebabkan peninggian kebutuhan oksigen miokard.
Oleh karena jantung yang gagal, sangat sensitif terhadap peningkatan after load, tahanan
vaskuler sistimik harus dipertahankan pada nilai normal rendah. Hal yang sama penting
adalah mempertahankan pre load optimal (Raharjo, S., (1997).Penanganan meliputi
suportip umum, stabilisasi hemodinamik optimalisasi O2 "miokard supplay", ratio
demand supplay, serta pengobatan spesifik.
Obat-obatan
1) Vasopresor
Diberikan sesudah koreksi cairan dan ventilasi.
Bila ada bradikardi, terutama diberikan isoproterenol untuk meninggikan O2 miokard,
sehingga tidak dapat memperluas infark jantung.
Noradrenalin 16 mg atau 10 mg pentolamin dalam 500 cc dekstrose 5% atau
Metaraminol.
Pemberian Dopamin atau Dobutamin drip intravena paling dianjurkan, karena aliran
darah ginjal dapat bertambah (Zunilda, SB., dkk.,1995).
2) Vasodilator
Nitroglycerine mengurangi prabeban (preload) sebagai vasodilator koroner.
Na Nitroprusside mengurangi prabeban dan pasca beban (pre & afterload). Dosis Na
Nitropruside 0,5-3 mcg/kg/menit.
Captopril juga mengurangi prabeban dan pasca beban.
3)Inotropik
Digitalis dipakai pada takikardia, dengan tujuan menaikkan konsumsi oksigen. Glukogen
tidak nyata manfaatnya pada takikardia.
3) Diuretik
Dengan memberikan diuretik, berarti mengurangi prabeban.

DI UNGGAH DARI HTTPS://LENTZEXPLORE.WORDPRESS.COM/

4) Kortikosteroid
Efek pemberian kortikosteroir banyak. Selalu bermanfaat, untuk mencegah kerusakankerusakan yang disebabkan oleh anoksia. Karena itu bila mungkin dan tidak ada
kontraindikasi, selalu harus diberikan (Benowitz,Neal., dkk., 1998).
5) Pemilihan obat-obat.
Sesudah dilakukan evaluasi dan koreksi volume darah.
Bila ekstremitas tidak dingin, diberikan vasopressor, yaitu noradrenalin atau
metaraminol. Tekanan darah sistolik tidak usah lebih dari 90-100 mmHg. Bila mungkin
diperiksa asam laktat. Kalau kemudian meninggi, maka harus diganti dengan obat
vasodilator. Bila ekstremitas agak
dingin, sebagai vasopresor dipakai Dopamin (Zunilda, SB., dkk., (1995).
Bila ekstremitas dingin sekali, kulit lembab dan pucat, (asam laktat pasti meninggi),
maka diberikan obat vasodilator. Bila dengan cara ini tekanan darah turun maka volum
ditambah selama pasien tidak bertambah sesak dan ronki basah tidak bertambah. Setelah
itu dapat diberikan Dopamin (Raharjo, S., (1997).
6) Obat
Pada kardiogenik syok setelah tercapai pre load yang optimal sering dibutuhkan inotropik
untuk memperbaiki kontraktilitas dan obat lain untuk menurunkan after load.
a. Katekolamin
Termasuk dalam kelompok ini, adrenalin, noradrenalin, isoproterenol, dopamin dan
dobutamin, secara umum akan menaikkan tekanan arteri, perfusi koroner, kontraktilitas
dan kenaikan denyut jantung, serta vasokontriksi perifer (Zunilda, SB., dkk.,1995).
Kenaikan tekanan arteri akan meningkatkan konsumsi oksigen, serta kerja yang tidak
diinginkan potensial menimbulkan arrythmia.
b. Adrenalin, noradrenalin dan isoproterenol
Mempunyai aktivitas stimulasi alfa kuat. Aktivitas kronotropik dipunyai ke 3 obat
tersebut. Stimulai alfa kuat menyebabkan vaskontriksi kuat, sehingga meningkatkan
tension dinding miokard yang dapat mengganggu aktivitas inotropik. Isoproterenol
merupakan vasodilator kuat dan cenderung menurunkan aliran darah dan tekanan perfusi
koroner. Disamping itu isoproterenol akan sangat meningkatkan kontraktilitas miokard
dan laju jantung, sebagai akibatnya terjadi peningkatan konsumsi oksigen miokard yang
sangat berbahaya pada kardiogenik syok (Mustafa I, 1994).
c. Dopamin
Merupakan prekusor endogen noradrenalin, menstimuli reseptor beta, alfa dan
dopaminergik. Dopamin juga mempunyai efek "tyramine like" yang akan menyebabkan
pelepasan noradrenalin endogen. Pengaruh dopamin terhadap jantung adalah stimulasi
reseptor beta 1, pada dosis 5-10 mg/kgBB/ menit, sedang pada dosis melebihi 10
mcg/kgBB/menit, dopamin mulai mestimulasi reseptor alfa 1 yang menyebabkan
peningkatan tekanan arteri sistimik dan tekanan venosa, oleh karena meningkatkan
tahanan vaskuler sistimik dapat memperburuk fungsi miokard (Raharjo, S., 1997).
Dopamin meningkatkan aliran darah kortek ginjal melalui stimulasi reseptor
dopaminergik, pada dosis 0,5 2 mcg/kgBB/menit.

DI UNGGAH DARI HTTPS://LENTZEXPLORE.WORDPRESS.COM/

Takikardi berlebihan, yang akan menurunkan waktu untuk pengisian ventrikel dan
peningkatan konsumsi oksigen miokard merupakan efek-efek yang tidak diingkan pada
dopamin.
Diantara katekolamin di atas, dobutamin merupakan inotropik standard yang digunakan
sebagai pembanding. Dobutamin mempunyai efek terbatas pada tekanan darah serta
meningkatkan curah jantung tanpa pengaruh bermakna pada tekanan darah, sebagai
akibatnya tahanan vaskuler sistimik, tekanan vena, denyut jantung menurun. Pada
penggunaan dobutamin, bila terjadi penurunan rekanan darah umumnya menandakan
terdapat hipovolemia (Benowitz,Neal., dkk., 1998).
Dobutamin terutama bekerja pada reseptor beta, dengan rentan dosis 240
mcg/kgBB/menit. Pada dosis tersebut akan menaikkan kontraktilitas dengan sedikit efek
chronotropik tanpa vasokonstriksi.
d. Digoxin
Digunakan untuk memperbaiki kontraksi miokard, namun mempunyai mula kerja,
ekskresi yang lama, serta rasio terapi yang rendah, sehingga kurang effektif pada
penggunaan sebagai inotropik pada kardiogenik syok.
e. Vasodilator
Kerja yang bermakna pada penggunaan vasodilator untuk mengurangi kerja miokard dan
kebutuhan oksigen miokard.
Shoemaker, 1989, penggunaan vasodilator kurang efektif pada kardiogenik syok,
dibanding penggunaan pada gagal ventrikel kiri akut/kronik, bila kerusakan miokard dan
kolaps kardiovaskuler begitu berat (Shoemaker, 1989).
Sodium nitropruside, akan menaikan curah jantung pada penderita gagal ventrikel kiri
dan syok setelah infark miokard. Dosis awal 10 mcg/kgBB/menit, maksimal dosis 500
mcg/kgBB/menit.
Nitrogliserine, berfungsi sebagai venodilator pada penggunaan intravena, dengan mula
kerja yang cepat, dosis 10-40 mcg/kgBB/menit.
Salbutamol; beta 2 agonis, berfungsi sebagai arteriol dilator. Pada beberapa keadaan
kombinasi katekolamin dan vasodilator sering dipergunakan untuk mendapatkan status
hemodinamika yang baik.
7) Mechanical Circulatory Assitance
Dipergunakan pada penderita yang tidak responsif dengan pengobatan diatas.
a. IABP (Intra Aortic Ballon Pump)
Dimasukkan lewat arteri besar dengan bantuan floroscop, disinkronasi dengan EKG pada
aorta. Balon dikembangkan saat diastolik, dengan harapan akan meningkatkan tekanan
diastolik, sehingga memperkuat aliran koroner, perfusi koroner menjadi baik.
Dikempiskan saat sebelum sistolik ventrikel yang akan menurunkan tekanan aorta dan
ventrikel "after load" (Raharjo, S., 1997).
Hasil akhir akan menaikkan perfusi koroner, menurunkan kerja miokard dan kebutuhan
oksigen miokard.
b. VAD (Ventrikuler Assist Devices)
Digunakan pada kardiogenik syok yang dengan IASP, obat tidak menunjukkan manfaat.

DI UNGGAH DARI HTTPS://LENTZEXPLORE.WORDPRESS.COM/

Apabila PCWP, curah jantung, tahanan vaskuler sistimik dan tekanan darah dapat diukur,
algoritme tersebut dapat dipergunakan pada kardiogenik syok (Mustafa, I. 1994).
H. Komplikasi
1. Trombosis vena dalam, karena pembentukan bekuan vena karena stasis darah.
2. Syok kongestik
3. Toksisitas digitalis akibat pemakaian obat-obatan digitalis.
Pada keadaan lanjut akan diikuti hipoksemia primer ataupun sekunder, terjadi karena
ketidakseimbangan ventilasi-perfusi, hipovolemia, dan asidosis
metabolic(Raharjo,S.,1997).
Hipovolemia, komplikasi yang sering terjadi pada kardiogenik syok, disebabkan
meningkatnya perspirasi-redistribusi cairan dari intravaskular keinterstitiel, stres akut,
ataupun penggunaan diuretika (Raharjo, S., 1997).

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian primer
1. Airway: penilaian akan kepatenan jalan napas, meliputi pemeriksaan mengenai adanya
obstruksi jalan napas, adanya benda asing. Pada klien yang dapat berbicara dapat
dianggap jalan napas bersih. Dilakukan pula pengkajian adanya suara napas tambahan
seperti snoring.
2. Breathing: frekuensi napas, apakah ada penggunaan otot bantu pernapasan, retraksi
dinding dada, adanya sesak napas. Palpasi pengembangan paru, auskultasi suara napas,
kaji adanya suara napas tambahan seperti ronchi, wheezing, dan kaji adanya trauma pada
dada.
3. Circulation: dilakukan pengkajian tentang volume darah dan cardiac output serta
adanya perdarahan. Pengkajian juga meliputi status hemodinamik, warna kulit, nadi.
4. Disability: nilai tingkat kesadaran, serta ukuran dan reaksi pupil.
B. Pengkajian sekunder
Pengkajian sekunder meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisik. Anamnesis dapat
menggunakan format AMPLE (alergi, medikasi, past illness, last meal, dan environment).
Pemeriksaan fisik dimulai dari kepala hingga kaki dan dapat pula ditambahkan

DI UNGGAH DARI HTTPS://LENTZEXPLORE.WORDPRESS.COM/

pemeriksaan diagnostik yang lebih spesifik seperti foto thoraks,dll.


C. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul
1. Inefektif bersihan jalan napas b.d penurunan reflek batuk
2. Kerusakan pertukaran gas b.d. perubahan membran kapiler-alveolar
3. Penurunan curah jantung b.d. perubahan kontraktilitas miokardial/ perubahan
inotropik.
4. Kelebihan volume cairan b.d. meningkatnya produksi ADH dan retensi natrium/air.

You might also like