You are on page 1of 43

KAJIAN PERENCANAAN TATA RUANG DAN WILAYAH

KAWASAN RAWAN BENCANA TANAH LONGSOR


DI KABUPATEN BANYUMAS

Ridha Perkasa
Faisal Fathani
Sugeng Wijono
Magister Pengelolaan Bencana Alam (MPBA)
Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada

LOKASI PENELITIAN

KONDISI GEOGRAFIS
Kabupaten Banyumas
Luas wilayah 132.759,56 Ha
Jumlah Kecamatan 27 Bh
Jumlah Kelurahan 30 Bh
Jumlah Desa 301 Bh

LATAR BELAKANG
Kabupaten Banyumas pada beberapa bagian daerahnya masuk dalam
wilayah dengan kondisi permukaan tanah mudah longsor.
Masih ada pemanfaatan lahan yang kurang tepat di daerah rawan
tanah longsor dan pemerintah daerah belum dapat menerapkan
kebijakan penataan ruang secara optimal.
Kajian perencanaan tata ruang yang berwawasan bencana tanah
longsor di Kabupaten Banyumas perlu dilakukan sebagai upaya
meminimalkan risiko yang mungkin timbul dari bencana alam tersebut.
Ketersediaan informasi yang lengkap dan akurat mengenai
perencanaan dan pengendalian pemanfaatan lahan di kawasan rawan
tanah longsor beserta peraturan yang bisa dijadikan dasar dalam setiap
aktivitas pengembangan, merupakan hal yang sangat diperlukan
sebagai masukan bagi penyusunan tata ruang dalam suatu kawasan
rawan tanah longsor.

TUJUAN PENELITIAN
1
Perencanaan Tata Ruang Kawasan
Rawan Bencana Longsor, meliputi:
Mengimplementasikan Permen PU
No.22/PRT/M/2007
Menyediakan data/informasi
kawasan-kawasan potensi bencana
longsor,
Memberikan acuan
pengembangan kawasan untuk
lokasi-lokasi rawan bencana
berdasarkan tingkat resikonya.

Pengendalian Pemanfaatan Ruang


Kawasan Rawan
Bencana Longsor, meliputi :
Perizinan pemanfaatan ruang dan
pemberian insentif dan pengenaan
disinsentif, Alternatif Sanksi.

PENDEKATAN ANALISIS
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pedoman
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 22/PRT/M/2007 yang
dimodifikasi, dengan mengolah data sekunder dibantu teknik
analisis dan pemetaan metode SIG dikombinasikan
pengideraan jauh, dan pengolahan data primer dengan
observasi lapangan dan wawancara untuk dianalisis secara
kualitatif deskriptif.
Seperti tertera dalam Bag. Alir.docx .

BAGAN ALIR
Mulai

Studi Pustaka

Survey Lapangan

Data Skunder

Data Primer

Data Fisik

Digitasi Peta Kerawanan


Bencana Longsor
Berdasarkan Faktor
Fisik Alami

Digitasi Peta Kerawanan


Bencana Longsor
Berdasarkan Faktor
Aktivitas Manusia

Proses Skoring,
Pembobotan dan Overlay

Proses Skoring,
Pembobotan dan Overlay

Peta Kerawanan Faktor


Fisik Alami
Skala 1 : 50.000

Peta Kerawanan Faktor


Aktivitas Manusia
Skala 1 : 50.000

Peta Risiko Longsor


Skala 1 : 50.000

Peta Klasifikasi Tipe Zona


Berpotensi Longsor
Skala 1 : 50.000

Perencanaan dan Pengendalian


Tata Ruang Wilayah Rawan
Bencana Tanah Longsor

Selesai

Data
Non Fisik

Digitasi Peta Tipologi Kawasan Rawan


Bencana Longsor
(Zona tipe A, Zona tipe B dan Zona tipe C)

Pengolahan
Kuesioner

Peta Tipologi Potensi Tanah Longsor


Skala 1 : 50.000

Tingkat Kapasitas
dan Pola Aspirasi
Pemangku Kebijakan

Tipologi zona
berpotensi longsor
Kajian
Hidrogeomorfologi
Zona Tipe A

Zona berpotensi longsor


pada daerah lereng gunung,
lereng pegunungan, lereng
bukit, lereng perbukitan, dan
tebing sungai dengan
ketinggian di atas 2000 m
dpl.
Zona Tipe B
Zona berpotensi longsor
pada daerah kaki gunung,
kaki pegunungan, kaki
bukit, kaki perbukitan, dan
tebing sungai dg ketinggian
500 m - 2000 m dpl.

Zona Tipe C
Zona berpotensi longsor pada daerah dataran tinggi, dataran
rendah, dataran, tebing sungai, atau lembah sungai dgn ketinggian
dibawah 500 m dpl.

Peta Kelas Tipologi

Peta Kelas Lereng

Peta Kondisi Tanah

Peta Struktur Geologi

Peta Curah Hujan

Peta Tata Air Lereng

Peta Zona Gempa

Peta Vegetasi

PEMBOBOTAN
NO Indikator Aspek Fisik Alami
1
2
3
4
5
6
7

Kemiringan Lereng
Kondisi Tanah
Kerapatan Struktur
Curah Hujan
Tata Air Lereng
Kegempaan
Vegetasi

Bobot (%)
Permen
Modifikasi
PU
30
12.5
15
27.5
20
25
15
15
7
5
3
5
10
10

Peta Kerawanan Aspek Fisik Alami I

Peta Kerawanan Aspek Fisik Alami II

Peta Pola Tanam

Peta Pemotongan Lereng

Peta Percetakan Kolam

Peta Drainase

Peta Pembangunan Konstruksi

Peta Kepadatan Penduduk

Peta Usaha Mitigasi

PEMBOBOTAN
NO
1
2
3
4
5
6
7

Indikator Aspek Aktifitas


Manusia
Pola Tanam
Penggalian & Pemotongan
Lereng
Percetakan Kolam
Drainase
Pembangunan Konstruksi
Kepadatan Penduduk
Usaha Mitigasi

Bobot (%)
Permen
PU
10
20
10
10
20
20
10

Peta Kerawanan Aspek Aktifitas Manusia I

BOBOT PENGGABUNGAN PETA KERAWANAN


ASPEK FISIK ALAMI DAN AKTIFITAS MANUSIA
KOMBINASI

PETA RISIKO SESUAI TIPOLOGI

(1)

(2)

peta tingkat kerawanan longsor


aspek fisik alami I
peta tingkat kerawanan longsor
aspek aktifitas manusia I
peta tingkat kerawanan longsor
aspek fisik alami II
peta tingkat kerawanan longsor
aspek aktifitas manusia I

MODIFIKASI PEMBOBOTAN ( % )
(3)

(4)

(5)

50

60

70

50

40

30

50

60

70

50

40

30

Peta Risiko Longsor 1A

Peta Risiko Longsor 1B

Peta Risiko Longsor 1C

Peta Risiko Longsor 2A

Peta Risiko Longsor 2B

Peta Risiko Longsor 2C

Zona Potensi Gerakan Tanah

Tingkat Kapasitas dan Pola Aspirasi


Pemangku Kebijakan

Sosialisasi
Tahap pra Bencana
Tahap Tanggap Darurat
Tahap Pasca Bencana
Identifikasi Daerah Rawan Bencana Tanah
Longsor
Peran Serta Masyarakat dalam Penataan
Ruang

Peta Struktur Ruang RTRW Banyumas

Peta Pola Ruang RTRW Banyumas

Usulan Struktur Ruang

Usulan Pola Ruang

Kesimpulan
Penentuan pembobotan indikator pada kerentanan aspek fisik
alami diperlukan penyesuaian di lapangan yang dimungkinkan
berbeda karakteristik daerah satu dengan lainnya sehingga bisa
dikatakan sangat kondisional. Kombinasi trial and error dengan
dicocokan dengan data-data titik longsor yang pernah terjadi bisa
dijadikan acuan kombinasi yang paling sesuai.
Sedangkan kombinasi penentuan pembobotan indikator pada
kerentanan aspek aktifitas manusia tidak terlalu terlihat adanya
perbedaan yang signifikan sehingga tetap mengacu pada Peraturan
Menteri PU No. 22/PRT/M/2007.
Pengaruh aspek fisik alami didalam perencanaan tata ruang
kawasan bencana longsor di daerah penelitian ini dominan
dibandingkan dengan aspek aktifitas manusia yaitu bobot dari
aspek fisik alami 70% dan bobot dari aspek aktifitas manusia 30%.
Pembagian zonasi di penelitian ini hanya berdasarkan ketinggian
wilayah tanpa mengikutkan kemiringan lereng karena kedua
parameter tersebut tidak bisa digabung begitu saja sebagai satu
kesatuan zonasi. Meski demikian kemiringan lereng masuk sebagai
indikator kerawanan berdasar aspek fisik alami.

Saran
Hasil dari penelitian ini hanya bersifat non teknis, maka apabila
akan dilakukan penanganan secara teknis perlu dilakukan
penelitian lebih lanjut.
Perlunya kebijakan dan strategi pengelolaan kawasan rawan
bencana longsor, berupa peraturan-peraturan pendukung,
perijinan dan pemberian insentif dan disinsentif.
Lingkup penelitian seperti ini sebaiknya di wilayah kecamatan ke
bawah saja supaya tingkat ketelitiannya dapat lebih tinggi,
terutama dalam penyusunan tingkat kerapatan struktur geologi
dan tingkat kelapukan tanahnya sebagai indikator dominan dari
aspek fisik alami.
Perlu dilakukan revisi pada permen menyangkut kriteria
penentuan tipologi kawasan yang menggabungkan syarat
ketinggian dengan kemiringan lereng, karena dimungkinkan ada
parameter kemiringan yang justru tidak bisa masuk kelas zonasi
yang ada. Jadi pembagian zonasi hanya perlu berdasar pada
salah satu kelas ketinggian / kelas kemiringan lereng saja atau
memang kedua parameter tetap digunakan dengan batasan
yang lebih jelas.

Nuwun.

43

You might also like