Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1.1.
BAB II
KAJIAN TEORI
2.1 Pengertian Malpraktek
Malpraktek merupakan istilah yang sangat umum sifatnya dan tidak selalu
berkonotasi yuridis. Secara harfiah mal mempunyai arti salah sedangkan
keperawatan
(perawat
danbidan)
untuk
mempergunakan
tingkat
kepandaian dan ilmu pengetahuan dalam mengobati dan merawat pasien, yang
lazim dipergunakan terhadap pasien atau orang yang terluka menurut ukuran
dilingkungan yang sama (Valentin v. La Society de Bienfaisance Mutuelle de Los
Angelos, California, 1956).
Di dalam setiap profesi termasuk profesi tenaga bidan berlaku norma etika
dan norma hukum. Oleh sebab itu apabila timbul dugaan adanya kesalahan
praktek sudah seharusnyalah diukur atau dilihat dari sudut pandang kedua norma
tersebut. Kesalahan dari sudut pandang etika disebut ethical malpractice dan dari
sudut pandang hukum disebut yuridical malpractice. Hal ini perlu difahami
mengingat dalam profesi tenaga bidan berlaku norma etika dan norma hukum,
sehingga apabila ada kesalahan praktek perlu dilihat domain apa yang dilanggar.
Karena antara etika dan hukum ada perbedaan-perbedaan yang mendasar
menyangkut substansi, otoritas, tujuan dan sangsi, maka ukuran normatif yang
dipakai untuk menentukan adanya ethica malpractice atau yuridical malpractice
dengan sendirinya juga berbeda. Yang jelas tidak setiap ethical malpractice
merupakan yuridical malpractice akan tetapi semua bentuk yuridical malpractice
pasti merupakan ethical malpractice (Lord Chief Justice, 1893).
1. Criminal malpractice
Pasal 346 sampai dengan pasal 349 KUHP, tentang Abortus Provokatus. Pasal
346 KUHP Mengatakan: Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau
mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan
c.
atau
mematikan
kandungan
seorang
wanita
dengan
persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam
bulan. Ayat (2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut,
d.
kejahatan dilakukan.
e. Pasal 351 KUHP, tentang penganiayaan, yang berbunyi: Ayat (1) Penganiayaan
diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau denda
paling banyak tiga ratus rupiah. Ayat (2) Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka
berat, yang bersalah dikenakan pidana penjara paling lama lima tahun. Ayat (3)
Jika mengakibatkan mati, dikenakan pidana penjara paling lama tujuh tahun. Ayat
a.
b.
a.
Pasal-pasal 359 sampai dengan 361 KUHP, pasal-pasal karena lalai menyebabkan
mati atau luka-luka berat.
Pasal 359 KUHP, karena kelalaian menyebabkan orang mati : Barangsiapa karena
kealpaannya menyebabkan matinya orang lain, diancam dengan pidana penjara
Jika kejahatan yang diterangkan dalam bab ini dilakukan dalam menjalankan
suatu jabatan atau pencaharian, maka pidana ditambah dengan pertiga, dan yang
bersalah dapat dicabut haknya untuk menjalankan pencaharian dalam mana
dilakukan kejahatan dan hakim dapat memerintahkan supaya putusnya
diumumkan. Pertanggung jawaban didepan hukum pada criminal malpractice
adalah bersifat individual/personal dan oleh sebab itu tidak dapat dialihkan kepada
orang lain atau kepada rumah sakit/sarana kesehatan.
2. Civil malpractice
Seorang bidan akan disebut melakukan civil malpractice apabila tidak
melaksanakan kewajiban atau tidak memberikan prestasinya sebagaimana yang
telah disepakati (ingkar janji).
Tindakan bidan yang dapat dikategorikan civil malpractice antara lain:
a. Tidak melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan.
b. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan tetapi terlambat
melakukannya.
c. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan tetapi tidak
sempurna.
d. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya tidak seharusnya dilakukan.
Pertanggung jawaban civil malpractice dapat bersifat individual atau korporasi
dan dapat pula dialihkan pihak lain berdasarkan principle of vicarius liability.
Dengan prinsip ini maka rumah sakit/sarana kesehatan dapat bertanggung gugat
atas kesalahan yang dilakukan karyawannya (bidan) selama bidan tersebut dalam
rangka melaksanakan tugas kewajibannya.
3. Administrative malpractice
Bidan dikatakan telah melakukan administrative malpractice manakala bidan
tersebut telah melanggar hukum administrasi. Perlu diketahui bahwa dalam
melakukan police power, pemerintah mempunyai kewenangan menerbitkan
berbagai ketentuan di bidang kesehatan, misalnya tentang persyaratan bagi bidan
untuk menjalankan profesinya (Surat Ijin Kerja, Surat Ijin Praktek), batas
kewenangan serta kewajiban bidan. Apabila aturan tersebut dilanggar maka tenaga
kesehatan yang bersangkutan dapat dipersalahkan melanggar hukum administrasi.
hati-hati dan teliti, 3) Bekerja sesuai standar profesi, 4) Sudah ada informed
b.
consent.
Dereliction of Duty (penyimpangan dari kewajiban) Jika seorang bidan
melakukan pekerjaan menyimpang dari apa yang seharusnya atau tidak
melakukan apa yang seharusnya dilakukan menurut standard profesinya, maka
penggugat (pasien).
Cara tidak langsung Cara tidak langsung merupakan cara pembuktian yang
mudah bagi pasien, yakni dengan mengajukan fakta-fakta yang diderita olehnya
sebagai hasil layanan (doktrin res ipsa loquitur). Doktrin res ipsa loquitur dapat
f.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Ilustrasi Kasus
Pihak RS Awal Bros Beberkan Kasus Maureen Chairul
04 Mar 2011 (Tangerang, Kompas.com)
Dugaan kasus malpraktik yang terjadi di Rumah Sakit Awal Bros
Tangerang, Banten terhadap bayi Maureen Angela berusia delapan bulan yang kini
kehilangan jari kelingkingnya, masih perlu pembuktian. Tim Kementerian
Kesehatan juga telah diturunkan untuk mengawasi penyelesaian kasus tersebut.
Dalam jumpa pers yang digelar di lantai 5 RS Awal Bros Tangerang, Kamis {3/3)
sekitar pukul 13.00 WIB, Dr Elizabeth yang menangani Maureen menjelaskan,
Maureen datang ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) pada 16 November 2010
dengan alasan ndak sadar, kejang, nafas tersengal-sengal, denyut jantung sangat
cepat, demam tinggi, kekurangan cairan berat, gangguan keseimbangan cairan dan
elektrolit dalam tubuh. Menurutnya, tim dokter yang bertugas di IGD saat itu
mengambil langkah-langkah medis untuk mengatasi ke gawat daruratan tersebut
"Maureen diberi cairan bicnat yang disuntikkan jarum infus. Karena kandungan
pH darahnya asam, maka diberi cairan bicnat sebelum dilakukan tindakan, kami
telah meminta persetujuan keluarga dan telah disetujui, papar Elizabeth. Jarum
infus yang terpasang di tangan Maureen dibalut dengan perban agar jarum tidak
lepas. "Langkah yang sama juga dilakukan bagi pasien anak. Pemantauan
dilakukan dengan baik terbukti aliran infus berjalan dengan baik," ungkapnya.
Setelah itu, kondisi Maureen berangsur-angsur membaik dan nyawanya
terselamatkan. "Dengan membaiknya kesehatan Maureen, maka kemungkinan
tangan Maureen bergerak-gerak sehingga mengakibatkan cairan infus merembes
ke tangan," paparnya.
Rembesan itu mengakibatkan kerusakan pada ujung jari kelingking kanan.
Kerusakan jaringan tersebut merupakan suatu hal yang sangat tidak diharapkan
terjadi. "Semua yang kami lakukan itu adalah upaya untuk menyelamatkan nyawa
pasien. Namun sampai dari resiko memang dapat terjadi dalam suatu proses
pengobatan terhadap siapa saja," kilahnya. Namun, sangat disayangkan Elizabeth
dan pihak RS Awal Bros tidak memberi kesempatan kepada wartawan untuk
bertanya lebih jauh. "Kami selaku manajemen rumah sakit akan senantiasa
menyediakan waktu untuk berkomunikasi dengan keluarga pasien," katanya
mengakhiri keterangan persnya. Secara terpisah, Direktur Bina Upaya Rujukan
Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan Kementerian Kesehatan dr Chairul
Rajab Nasution mengatakan, kasus dugaan malpraktik di RS Awal Bros itu perlu
pembuktian secara obyektif. "Kita harus membuktikan secara obyektif, apakah ini
kasus sebab akibat penyakit sebelumnya atau karena ada kelalaian yang dilakukan
oleh tim medis," kata Chairul kepada wartawan di Kantor Kementerian
Kesehatan, Kamis (3/3) sekitar pukul 15.00 WIB. Dia mengatakan, Kemenkes
telah melakukan koordinasi terhadap kasus dugaan malpraktik yang menimpa
anak Maureen Angela. "Jika ada yang salah, Kementerian Kesehatan pasti akan
melakukan tindakan tegas sesuai dengan kesalahan yang terbukti," kata Chairul.
Untuk pembuktian itu, harus melalui beberapa proses melalui Komite Medik
Rumah Sakit untuk membuktikan secara diagnostik medik. Sedangkan
Kementerian Kesehatan sebagai regulator akan melihat secara administratifnya.
RS, dokter Rumah Sakit Awal Bros, Kota Tangerang, belum menerima
surat panggilan dari Kepolisian Resor Metro Tangerang Kota terkait pelaporan
sang dokter oleh orang tua Maureen (8 bulan). Dokter yang merawat Maureen itu
dilaporkan Linda Kurniawati (33) dan Budi Kuncahya (39) ke Polda Metro Jaya,
tapi dilimpahkan ke Polrestro Tangerang Kota. "Belum ada panggilan dari polisi
untuk dokter RS. Kami menunggu proses hukum berjalan," kata juru bicara
Rumah Sakit Awal Bros, dokter Elizabeth, saat dihubungi wartawan, Rabu
(9/3/2011). Dokter RS dilaporkan atas dugaan perawatan dari sang dokter yang
menyebabkan dua ruas jari kelingking Maureen putus. Pihak RS Awal Bros
berupaya menjalin komunikasi dengan keluarga Maureen. Usaha tersebut sebagai
iktikad baik RS yang dahulu bernama RS Global Medika untuk tidak
mengabaikan penderitaan yang dialami Maureen. "Keluarga pasien terakhir kali
kontak dengan kami pada tanggal 28 Februari 2011 saat Maureen kontrol
kesehatan rutin tiap akhir bulan," kata Elizabeth.
Sementara, ibu korban, Linda, mengatakan, belum tahu perkembangan
kasus hukum dokter yang merawat anaknya. Keluarga masih menunggu proses
hukum berjalan. Linda mengatakan, terakhir kali datang ke RS Awal Bros pada
28 Februari 2011 lalu. Pihak RS menjanjikan akan melakukan operasi 3-6 bulan
mendatang. "Tapi, belum tahu untuk biaya operasi, apakah gratis atau membayar
lagi. Padahal, kami sudah keluar uang sampai puluhan juta rupiah," ucap Linda.
Seperti diberitakan, Maureen adalah korban dugaan tindak malapraktik di RS
Awal Bros pada November 2010. Akibat diberikan cairan keras, yakni bicnat di
infusnya, tangan Maureen membengkak, membiru, hingga bernanah. Dokter
bedah plastik sempat menyarankan jari Maureen diamputasi. Namun, saran itu
akhirnya tidak dilakukan hingga dokter bedah plastik menjalani operasi pertama
untuk mengangkat nanah di punggung telapak tangan Maureen. Setelah operasi
itu, jari di tangan kanan Maureen semakin mengerucut sampai akhirnya pada
bulan Desember 2010 dua ruas kelingking Maureen terputus.
3.2 Analisis Kasus
Masalah dugaan malpraktik medik, akhir-akhir ini, sering diberitakan di
media masa. Dugaan kasus malpraktek yang terbaru adalah kasus malpraktek
mauren yang mengalami putusnya dua jari kelingking mauren. Namun, sampai
kini, belum ada yang tuntas penyelesaiannya. Tadinya masyarakat berharap bahwa
2. Kepastian hukum
Melihat berbagai sanksi pidana dan tuntutan perdata yang tersebut di atas
dapat dipastikan bahwa bukan hanya pasien yang akan dibayangi ketakutan.
Tetapi, juga para dokter akan dibayangi kecemasan diseret ke pengadilan karena
telah melakukan malpraktik dan bahkan juga tidak tertutup kemungkinan
hilangnya profesi pencaharian akibat dicabutnya izin praktik. Dalam situasi
seperti ini azas kepastian hukum sangatlah penting untuk dikedepankan dalam
kasus malpraktik demi terciptanya supremasi hukum. Apalagi, azas kepastian
hukum merupakan hak setiap warga negara untuk diperlakukan sama di depan
hukum (equality before the law) dengan azas praduga tak bersalah (presumptions
of innocence) sehingga jaminan kepastian hukum dapat terlaksana dengan baik
dengan tanpa memihak-mihak siapa pun.
Hubungan kausalitas (sebab-akibat) yang dapat dikategorikan seorang
dokter telah melakukan malpraktik, apabila (1) Bahwa dalam melaksanakan
kewajiban tersebut, dokter telah melanggar standar pelayanan medik yang lazim
dipakai. (2) Pelanggaran terhadap standar pelayanan medik yang dilakukan
merupakan pelanggaran terhadap Kode Etik Kedokteran Indonesia (Kodeki). (3)
Melanggar UU No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.
3.4 Malpraktek Ditinjau dari Segi Etika
Ditinjau dari Sudut Pandang Etika (Kode Etik Kedokteran Indonesia
/KODEKI) Etika punya ari yang berbeda-beda jika dilihat dari sudut pandang
pengguna yang berbeda dari istilah itu. Bagi ahli falsafah, etika adalah ilmu atau
kajian formal tentang moralitas. Moralitas adalah hal-hal yang menyangkut moral,
dan moral adalah sitem tentang motifasi, perilaku dan perbuatan manusia yang
dianggap baik atau buruk. Franz Magnis Suseno menyebut etika sebagai ilmu
yang mencari orientasi bagi usaha manusia untuk menjawab pertanyaan yang
amat fundamental: bagaimana saya harus hidup dan bertindak?. Bagi seorang
sosiolog, etika adalah adat, kebiasaan dan perilaku orang-orang dari lingkungan
budaya tertentu. Bagi praktisi professional termasuk dokter dan tenaga kesehatan
lainnya, etika berarti kewajiban dan tanggungjawab memenuhi harapan profesi
dan masyarakat, serta bertindak dengan cara-cara yang professional, etika adalah
salah satu kaidah yang menjaga terjadinya interaksi antara pemberi dan penerima
jasa profesi secara wajar, jujur, adil, professional dan terhormat.
Dalam KODEKI pasal 2 dijelaskan bahwa; seorang dokter harus
senantiasa berupaya melaksanakan profesinya sesuai denga standar profesi
tertinggi. Jelasnya bahwa seeorang dokter dalam melakukan kegiatan
kedokterannya seebagai seorang proesional harus sesuai dengan ilmu kedokteran
mutakhir, hokum dan agama. KODEKI pasal 7d juga menjelaskan bahwa setiap
dokter hrus senantiasa mengingat akan kewajiban melindungi hidup insani.
Arinya dalam setiap tindakan dokter harus betujuan untuk memelihara kesehatan
dan kebahagiaan manusia.
Peran pengawasan terhadap pelanggaran kode etik (KODEKI) sangatlah
perlu ditingkatkan untuk menghindari terjadinya pelanggaran-pelanggaran yang
mungkin sering terjadi yang dilakukan oleh setiap kalangan profesi-profesi
lainnya seperti halnya advokat/pengacara, notaris, akuntan, dll. Pengawasan
biasanya dilakukan oleh lembaga yang berwenang untuk memeriksa dan memutus
sanksi terhadap kasus tersebut seperti Majelis Kode Etik. Dalam hal ini Majelis
Kode Etik Kedokteran (MKEK). Jika ternyata terbukti melanggar kode etik maka
dokter yang bersangkutan akan dikenakan sanksi sebagaimana yang diatur dalam
Kode Etik Kedokteran Indonesia. Karena itu seperti kasus yang ditampilkan maka
juga harus dikenakan sanksi sebagaimana yang diatur dalam kode etik.
Namun, jika kesalahan tersebut ternyata tidak sekedar pelanggaran kode
etik tetapi juga dapat dikategorikan malpraktik maka MKEK tidak diberikan
kewenangan oleh undang-undang untuk memeriksa dan memutus kasus tersebut.
Lembaga yang berwenang memeriksa dan memutus kasus pelanggaran
hukum hanyalah lembaga yudikatif. Dalam hal ini lembaga peradilan. Jika
ternyata terbukti melanggar hukum maka dokter yang bersangkutan dapat
dimintakan pertanggungjawabannya. Baik secara pidana maupun perdata. Sudah
saatnya pihak berwenang mengambil sikap proaktif dalam menyikapi fenomena
maraknya gugatan malpraktik. Dengan demikian kepastian hukum dan keadilan
dapat tercipta bagi masyarakat umum dan komunitas profesi. Dengan adanya
kepastian hukum dan keadilan pada penyelesaian kasus malpraktik ini maka
diharapkan agar para dokter tidak lagi menghindar dari tanggung jawab hokum
profesinya.
3.5 Malpraktek Ditinjau dari Sudut Pandang Agama
Ditinjau dari Sudut Pandang Agama. Adapun agamaagama memandang
malpraktek, khususnya yang menyebabkan kematian atau bisa pasien kehilangan
nyawanya. Menurut pandangan Islam. Dikatakan bahwa jatah hidup itu
merupakan ketentuan yang menjadi hak prerogatif Tuhan, biasanya disebut juga
haqqullh (hak Tuhan), bukan hak manusia (haqqul dam). Artinya, meskipun
secara lahiriah atau tampak jelas bahwa saya menguasai diri saya sendiri, tapi saya
sebenarnya bukan pemilik penuh atas diri saya sendiri. Untuk itu, saya harus juga
tunduk pada aturan-aturan tertentu yang kita imani sebagai aturan Tuhan. Atau,
meskipun saya memiliki diri saya sendiri, tetapi saya tetap tidak boleh membunuh
diri.
Dari sini dapat kita katakana bahwa, sebagai individu saja kita tidak
berhak atas diri atau kehidupan yang kita miliki, apalagi kehidupan orang lain.
Karena itu maka setiap tindakan yang oada akhirnya menghilangkan hidup atau
nyawa seseorang bisa dianggap sebagai satu tindakan yang melanggar hak
prerogatif Tuhan. Dengan demikian segala macam tindakan malpraktek adalah
suatu pelanggaran.
BAB VI
PENUTUP
4.1
Kesimpulan
Atas dasar beberapa uraian yang telah disebutkan di muka kiranya dapat diambil
suatu kesimpulan sehubungan dengan masalah malpraktek bidan, adalah sebagai
berikut:
1. Kasus malapraktek merupakan suatu kasus yang menarik, yang sering dialami
oleh masyarakat, dan yang sekaligus merupakan manifestasi dari kemajuan
teknologi kesehatan dengan berbagai peralatannya yang canggih. Sementara itu
dengan semakin banyaknya kasus malpraktek yang disidangkan di Pengadilan dan
bermunculannya berita-berita tentang malpraktek tenaga medis di mass media
karena kegagalannya dalam berpraktek sehingga mengakibatkan cidera-nya atau
hukum dapat lancar dalam bertugas, akhirnya penegakan hukum dapat berjalan
sebagaimana kita harapkan.
DAFTAR PUSTAKA
Ameln, F., 1991, Kapita Selekta Hukum Kedokteran, Grafikatama Jaya, Jakarta.
Mariyanti, Ninik, 1988, Malpraktek Kedokteran, Bina Aksara, Jakarta.
Undang undang nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran;
http://nonameface.wordpress.com/2010/02/06/poin-poin-penting-undang-undangkesehatan-no-36-th-2009/
http://www.kksp.or.id/?pilih=lihatdl&id=30
http://bataviase.co.id/node/590966
http://ikpreg1b.blogspot.com/2011/01/kasus-malpraktek-dalam kesehatan.html
http://lahasmile.com/62468/kasus-maureen-harus-diproses-hukum.html
http://arsipberita.com/arsip/kasus-maureen-global-medika.html
http://www.indonesiaheadlines.com/index.php?id=1440285