You are on page 1of 26

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hiperbilirubin adalah meningkatnya kadar bilirubin dalam darah yang kadar
nilainya lebih dari normal (Suriadi, 2001). Nilai normal bilirubin indirek 0,3 1,1
mg/dl, bilirubin direk 0,1 0,4 mg/dl. Hiperbillirubin ialah suatu keadaan dimana
kadar billirubinemia mencapai suatu nilai yang mempunyai potensi menimbulkan
kernikterus kalau tidak ditanggulangi dengan baik (Prawirohardjo, 1997).
Hiperbilirubinemia (ikterus bayi baru lahir) adalah meningginya kadar bilirubin di
dalam jaringan ekstravaskuler, sehingga kulit, konjungtiva, mukosa dan alat tubuh
lainnya berwarna kuning (Ngastiyah, 2000).
Hiperbilirubinemia/ikterus neonatorum terjadi apabila terdapat akumulasi
bilirubin dalam darah. Pada sebagian besar neonatus, ikterus akan ditemukan dalam
minggu pertama kehidupannya. Dikemukakan bahwa angka kejadian ikterus terdapat
60% bayi cukup bulan dan pada 80% bayi kurang bulan. Ikterus ini pada sebagian
penderita dapat berbentuk fisiologik dan sebagian lagi mungkin bersifat patologik
yang dapat menimbulkan gangguan yang menetap atau menyebabkan kematian.
Karenanya setiap bayi dengan ikterus harus mendapat perhatian, terutama apabila
ikterus ditemukan dalam 24 jam pertama kehidupan bayi atau bila kadar bilirubin
meningkat lebih dari 5 mg/dLdalam 24 jam.
Perawat sebagai bagian dari tim kesehatan memiliki tanggung jawab untuk ikut
serta dalam upaya penanganan kasus ikterus/hiperbilirubinemia. Upaya yang dapat
dilakukan oleh perawat pada penderita ikterus adalah dengan memberikan asuhan
keperawatan yang optimal dan professional.
1.2 Rumusan Masalah
1.
2.
3.
4.
5.

Apa definisi hiperbilirubin?


Apa-apa saja klasifikasi dari hiperbilirubin?
Apa etiologi dari hiperbilirubin?
Bagaimana manifestas klinis hiperbilirubin?
Apa komplikasi hiperbilirubin?
1

6. Bagaimana patofisiologi hiperbilirubin?


7. Bagaimana WOC hiperbilirubin?
8. Bagaimana pemeriksaan hiperbilirubin?
9. Bagaimana penatalaksanaan hiperbilirubin?
10. Bagaimana dengan asuhan keperawatan hiperbilirubin?
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1

Tujuan Umum
Mahasiswa keperawatan mampu melakukan asuhan keperawatan anak dengan

hiperbilirubinemia/ikterus neonatorum
1.3.2

Tujuan Khusus

1. Mengetahui definisi hiperbilirubin


2. Mengetahui klasifikasi dari hiperbilirubin
3. Mengetahui etiologi dari hiperbilirubin
4. Mengetahui manifestas klinis hiperbilirubin
5. Mengetahui komplikasi hiperbilirubin
6. Mengetahui patofisiologi hiperbilirubin
7. Mengetahui WOC hiperbilirubin
8. Mengetahui pemeriksaan hiperbilirubin
9. Mengetahui penatalaksanaan hiperbilirubin
10. Mengetahui dengan asuhan keperawatan hiperbilirubin

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Beberapa pengertian bilirubin menurut beberapa ahli antara lain:

a. Hiperbilirubin adalah suatu keadaan dimana konsentrasi bilirubin dalam darah


berlebihan sehingga menimbulkan joundice pada neonatus (Dorothy R.
Marlon, 1998).
b. Hiperbilirubin adalah kondisi dimana terjadi akumulasi bilirubin dalam darah
yang mencapai kadar tertentu dan dapat menimbulkan efek patologis pada
neonatus ditandai joudince pada sclera mata, kulit, membrane mukosa dan
cairan tubuh (Adi Smith, G, 1988).
c. Hiperbilirubin adalah peningkatan kadar bilirubin serum (hiperbilirubinemia)
yang disebabkan oleh kelainan bawaan, juga dapat menimbulkan ikterus.
(Suzanne C. Smeltzer, 2002).
d. Hiperbilirubinemia adalah kadar bilirubin yang dapat menimbulkan efek
patologis. (Markum, 1991).
Jadi dapat disimpulkan bahwa Hiperbilirubin adalah suatu keadaan dimana kadar
bilirubin dalam darah melebihi batas atas nilai normal bilirubin serum. Untuk bayi
yang baru lahir cukup bulan batas aman kadar bilirubinnya adalah 12,5 mg/dl,
sedangkan bayi yang lahir kurang bulan, batas aman kadar bilirubinnya adalah 10
mg/dl. Jika kemudian kadar bilirubin diketahui melebihi angka-angka tersebut. Maka
ia dikategorikan Hiperbilirubin.

2.2 Klasifikasi
Terdapat 2 jenis ikterus yaitu yang fisiologis dan patologis.

a.

Ikterus fisiologi
Ikterus fisiologi adalah ikterus yang timbul pada hari kedua dan hari ketiga
serta tidak mempunyai dasar patologi atau tidak mempunyai potensi menjadi
karena ikterus. Adapun tanda-tanda sebagai berikut :
1) Timbul pada hari kedua dan ketiga
2) Kadar bilirubin indirek tidak melebihi 10 mg% pada neonatus cukup
bulan.
3) Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5% per hari.
4) Kadar bilirubin direk tidak melebihi 1 mg%.
5) Ikterus menghilang pada 10 hari pertama.
6) Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologis.

b. Ikterus Patologi
Ikterus patologis adalah ikterus yang mempunyai dasar patologis atau kadar
bilirubin mencapai suatu nilai yang disebut hiperbilirubinemia. Adapun tandatandanya sebagai berikut :
1) Ikterus terjadi dalam 24 jam pertama.
2) Kadar bilirubin melebihi 10 mg% pada neonatus cukup bulan atau
3)
4)
5)
6)

melebihi 12,5% pada neonatus kurang bulan.


Pengangkatan bilirubin lebih dari 5 mg% per hari.
Ikterus menetap sesudah 2 minggu pertama.
Kadar bilirubin direk melebihi 1 mg%.
Mempunyai hubungan dengan proses hemolitik.
(Arief ZR, 2009. hlm. 29)

Hiperbilirubin dibagi menjadi 6 yaitu :


a. Hiperbilirubin Neonatus Fisiologis (Hiperbilirubin karena faktor fisiologis)
Merupakan gejala normal dan sering dialami bayi baru lahir terjadi pada 2-4
hari setelah bayi lahir, dan akan sembuh pada hari ke 7. Penyebabnya organ
hati yang belum matang dalam memproses bilirubin.
b. Hiperbilirubin Neonatus Patologis
Hiperbilirubin yang dikarenakan faktor penyakit atau infeksi, misalnya akibat
Virus hepatitis, toksoplasma, sifilis, malaria, atau ketidakcocokan golongan

darah, hiperbilirubin yang disebabkan patologis biasanya disertai demam atau


berat badan bertambah.
c. Kern Ikterus
Adalah suatu kerusakan otak akibat perlengketan Bilirubin Indirek pada otak
terutama pada Korpus Striatum, Talamus, Nukleus Subtalamus, Hipokampus,
Nukleus merah , dan Nukleus pada dasar Ventrikulus IV.
d. Breastfeeding jaundice: ikterus yang muncul saat bayi ASI tidak mendapat
cukup ASI karena kesulitan dalam menyusui atau ASI ibu belum keluar. Ini
tidak disebabkan oleh ASI tetapi karena bayi belum mendapat ASI yang cukup
e. Breastmilk jaundice: pada 1-2% bayi ASI ikterus dapat disebabkan karena
bahan yang dihasilkan dalam ASI yang menyebabkan kadar bilirubin
meningkat. Bahan ini dapat mencegah pengeluaran bilirubin melalui usus.
Umumnya mulai usia 3-5 hari dan perlahan-lahan menghilang dalam 3-12
minggu
f. Ketidakcocokan golongan darah (inkompatibilitas Rhesus atau ABO) : jika
golongan darah bayi berbeda dari ibu maka ibu dapat menghasilkan antibodi
yang dapat menghancurkan sel darah merah bayi. Penghancuran sel darah
merah yang berlebihan dapat meningkatkan kadar bilirubin dalam darah.
Ikterus karena ketidakcocokan golongan darah dapat terjadi sejak hari pertama
(<24jam). Ketidakcocokan rhesus menyebabkan bentuk paling berat dari
ikterus, saat ini dapat dicegah dengan pemberian immunoglobulin rhesus pada
ibu dalam 72 jam setelah persalinan untuk mencegah pembentukan antibodi
yang dapat membahayakan bayi yang dikandung berikutnya

2.3 Etiologi
1. Peningkatan produksi :
a. Hemolisis, misal pada Inkompatibilitas yang terjadi bila terdapat
ketidaksesuaian golongan darah dan anak pada penggolongan Rhesus
dan ABO.
b. Pendarahan tertutup misalnya pada trauma kelahiran.
c. Ikatan Bilirubin dengan protein terganggu seperti gangguan metabolik
yang terdapat pada bayi Hipoksia atau Asidosis .
d. Defisiensi G6PD/ Glukosa 6 Phospat Dehidrogenase.
e. Ikterus ASI yang disebabkan oleh dikeluarkannya pregnan 3 (alfa), 20
(beta) , diol (steroid).
f. Kurangnya Enzim Glukoronil Transeferase , sehingga kadar Bilirubin
Indirek meningkat misalnya pada berat lahir rendah
g. Kelainan kongenital (Rotor Sindrome) dan Dubin Hiperbilirubinemia

2. Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan misalnya


pada Hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obat tertentu misalnya
Sulfadiasine.
3. Gangguan fungsi Hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme atau
toksion yang dapat langsung merusak sel hati dan darah merah seperti Infeksi,
Toksoplasmosis, Siphilis.
4. Gangguan ekskresi yang terjadi intra atau ekstra Hepatik.
5. Peningkatan sirkulasi Enterohepatik misalnya pada Ileus Obstruktif
2.4 Manifestasi Klinis

a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.

Pada permulaan tidak jelas, yang tampak mata berputar-putar


Letargik (lemas)
Kejang
Reflek hisap lemah
Muntah, anoreksia, fatigue, warna urin gelap.
Dapat tuli, gangguan bicara dan retardasi mental
Bila bayi hidup pada umur lebih lanjut dapat disertai spasme otot, epistotonus,

h.
i.
j.
k.

kejang, stenosis yang disertai ketegangan otot


Perut membuncit
Pembesaran pada hati
Feses berwarna gelap
Kadar bilirubin total mencapai 29 mg/dl.

l. Tampak ikterus; sklera, kuku, kulit dan membran mukosa. Joundice pada 24
jam pertama yang disebabkan oleh penyakit hemolitik waktu lahir, sepsis, atau
ibu dengan diabetik/infeksi. Jaundice yang tampak pada hari ke 2 atau 3 dan
mencapai puncak pada hari ke 3-4 dan menurun hari ke 5-7 yang biasanya
merupakan jaundice fisiologis.
Bayi baru lahir(neonatus) tampak kuning apabila kadar bilirubin serumnya
kira-kira 6mg/dl(Mansjoer at al, 2007). Ikterus sebagai akibat penimbunan
bilirubin indirek pada kulit mempunyai kecenderungan menimbulkan warna
kuning muda atau jingga. Sedangkan ikterus obstruksi(bilirubin direk)
memperlihatkan warna kuning-kehijauan atau kuning kotor. Perbedaan ini hanya
dapat ditemukan pada ikterus yang berat(Nelson, 2007).
Gambaran klinis ikterus fisiologis:
a. Tampak pada hari 3,4
b. Bayi tampak sehat(normal)
c. Kadar bilirubin total <12mg%
d. Menghilang paling lambat 10-14 hari
e. Tak ada faktor resiko
f. Sebab: proses fisiologis(berlangsung dalam kondisi fisiologis)(Sarwono
et al, 1994)
Gambaran klinik ikterus patologis:
a.
b.
c.
d.
e.
f.

Timbul pada umur <36 jam


Cepat berkembang
Bisa disertai anemia
Menghilang lebih dari 2 minggu
Ada faktor resiko
Dasar: proses patologis (Sarwono et al, 1994)

2.5 Komplikasi
a.Sebagian besar kasus hiperbilirubinemia tidak berbahaya, tetapi kadang kadar
bilirubin yang sangat tinggi bisa menyebabkan kerusakan otak (keadaannya

disebut kern ikterus). Kern ikterus adalah suatu keadaan dimana terjadi
penimbunan bilirubin di dalam otak, sehingga terjadi kerusakan otak.
b.Efek jangka panjang dari kern ikterus adalah keterbelakangan mental,
kelumpuhan serebral (pengontrolan otot yang abnormal, cerebral palsy), tuli
dan mata tidak dapat digerakkan ke atas.
2.6 Patofisiologi
Bilirubin adalah produk penguraian heme. Sebagian besar(85-90%) terjadi dari
penguraian hemoglobin dan sebagian kecil(10-15%) dari senyawa lain seperti
mioglobin. Sel retikuloendotel menyerap kompleks haptoglobin dengan hemoglobin
yang telah dibebaskan dari sel darah merah. Sel-sel ini kemudian mengeluarkan besi
dari heme sebagai cadangan untuk sintesis berikutnya dan memutuskan cincin heme
untuk menghasilkan tertapirol bilirubin, yang disekresikan dalam bentuk yang tidak
larut dalam air(bilirubin tak terkonjugasi, indirek). Karena ketidaklarutan ini,
bilirubin dalam plasma terikat ke albumin untuk diangkut dalam medium air. Sewaktu
zat ini beredar dalam tubuh dan melewati lobulus hati ,hepatosit melepas bilirubin
dari albumin dan menyebabkan larutnya air dengan mengikat bilirubin ke asam
glukoronat(bilirubin terkonjugasi, direk)(Sacher,2004).
Dalam bentuk glukoronida terkonjugasi, bilirubin yang larut tersebut masuk ke
sistem empedu untuk diekskresikan. Saat masuk ke dalam usus ,bilirubin diuraikan
oleh bakteri kolon menjadi urobilinogen. Urobilinogen dapat diubah menjadi
sterkobilin dan diekskresikan sebagai feses. Sebagian urobilinogen direabsorsi dari
usus melalui jalur enterohepatik, dan darah porta membawanya kembali ke hati.
Urobilinogen daur ulang ini umumnya diekskresikan ke dalam empedu untuk kembali
dialirkan ke usus, tetapi sebagian dibawa oleh sirkulasi sistemik ke ginjal, tempat zat
ini diekskresikan sebagai senyawa larut air bersama urin(Sacher, 2004).
Pada dewasa normal level serum bilirubin <1mg/dl. Ikterus akan muncul pada
dewasa bila serum bilirubin >2mg/dl dan pada bayi yang baru lahir akan muncul
ikterus bila kadarnya >7mg/dl(Cloherty et al, 2008).
Hiperbilirubinemia dapat disebabkan oleh pembentukan bilirubin yang melebihi
kemampuan hati normal untuk ekskresikannya atau disebabkan oleh kegagalan
9

hati(karena rusak) untuk mengekskresikan bilirubin yang dihasilkan dalam jumlah


normal. Tanpa adanya kerusakan hati, obstruksi saluran ekskresi hati juga akan
menyebabkan hiperbilirubinemia. Pada semua keadaan ini, bilirubin tertimbun di
dalam darah dan jika konsentrasinya mencapai nilai tertentu(sekitar 2-2,5mg/dl),
senyawa ini akan berdifusi ke dalam jaringan yang kemudian menjadi kuning.
Keadaan ini disebut ikterus atau jaundice(Murray et al,2009).
2.7 WOC (Terlampir)
2.8 Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan bilirubin serum
Pada bayi cukup bulan, bilirubin mencapai kurang lebih 6 mg/dl antara 2-4 hari
setelah lahir. Apabila nilainya lebih dari 10mg/dl tidak fisiologis. Pada bayi
premature, kadar bilirubin mencapai puncak 10-12 mg/dl antara 5-7 hari setelah
lahir. Kadar bilirubin yang lebih dari 14mg/dl tidak fisiologis.
b. Pemeriksaan radiology
Diperlukan untuk melihat adanya metastasis di paru atau peningkatan diafragma
kanan pada pembesaran hati, seperti abses hati atau hepatoma
c. Ultrasonografi
Digunakan untuk membedakan antara kolestatis intra hepatic dengan ekstra
hepatic.
d. Biopsy hati
Digunakan untuk memastikan diagnosa terutama pada kasus yang sukar seperti
untuk membedakan obstruksi ekstra hepatic dengan intra hepatic selain itu juga
e.

untuk memastikan keadaan seperti hepatitis, serosis hati, hepatoma.


Peritoneoskopi
Dilakukan untuk memastikan diagnosis dan dapat dibuat foto dokumentasi untuk

f.

perbandingan pada pemeriksaan ulangan pada penderita penyakit ini.


Laparatomi
Dilakukan untuk memastikan diagnosis dan dapat dibuat foto dokumentasi untuk
perbandingan pada pemeriksaan ulangan pada penderita penyakit ini.

2.9 Penatalaksanaan Medis


a. Tindakan umum

10

1) Memeriksa golongan darah ibu (Rh, ABO) pada waktu hamil: Mencegah
truma lahir, pemberian obat pada ibu hamil atau bayi baru lahir yang dapat
menimbulkan ikhterus, infeksi dan dehidrasi.
2) Pemberian makanan dini dengan jumlah cairan dan kalori yang sesuai dengan
kebutuhan bayi baru lahir.
3) Imunisasi yang cukup baik di tempat bayi dirawat.
b. Tindakan khusus
1) Fototerapi: Dilakukan apabila telah ditegakkan hiperbilirubin patologis dan
berfungsi untuk menurunkan bilirubin dalam kulit melalui tinja dan urine
dengan oksidasi foto.
2) Pemberian fenobarbital: Mempercepat konjugasi dan mempermudah ekskresi.
Namun pemberian ini tidak efektif karena dapat menyebabkan gangguan
metabolic dan pernafasan baik pada ibu dan bayi.
3) Memberi substrat yang kurang untuk transportasi/ konjugasi, misalnya
pemberian albumin karena akan mempercepat keluarnya bilirubin dari
ekstravaskuler ke vaskuler sehingga bilirubin lebih mudah dikeluarkan dengan
transfuse tukar.
4) Melakukan dekomposisi bilirubin dengan fototerapi: untuk mencegah efek
cahaya berlebihan dari sinar yang ditimbulkan dan dikhawatirkan akan
merusak retina. Terapi ini juga digunakan untuk menurunkan kadar bilirubin
serum pada neonatus dengan hiperbilirubin jinak hingga moderat.
5) Terapi transfuse: digunakan untuk menurunkan kadar bilirubin yang tinggi.
Terapi obat-obatan, misalnya obat phenorbarbital/luminal untuk meningkatkan
bilirubin di sel hati yang menyebabkan sifat indirect menjadi direct, selain itu
juga berguna untuk mengurangi timbulnya bilirubin dan mengangkut bilirubin
bebas ke organ hari.
6) Menyusui bayi dengan ASI
7) Terapi sinar matahari
c. Tindak lanjut

11

Tindak lanjut terhadap semua bayi yang menderita hiperbilirubin dengan


evaluasi berkala terhadap pertumbuhan, perkembangan dan pendengaran serta
fisioterapi dengan rehabilitasi terhadap gejala sisa.
Pada dasarnya, pengendalian bilirubin adalah seperti berikut:
a. Stimulasi proses konjugasi bilirubin menggunakan fenobarbital. Obat ini
kerjanya lambat, sehingga hanya bermanfaat apabila kadar bilirubinnya rendah
dan ikterus yang terjadi bukan disebabkan oleh proses hemolitik. Obat ini sudah
jarang dipakai lagi.
b. Menambahkan bahan yang kurang pada proses metabolisme bilirubin(misalnya
menambahkan glukosa pada hipoglikemi) atau (menambahkan albumin untuk
memperbaiki transportasi bilirubin). Penambahan albumin bisa dilakukan tanpa
hipoalbuminemia. Penambahan albumin juga dapat mempermudah proses
ekstraksi bilirubin jaringan ke dalam plasma. Hal ini menyebabkan kadar
bilirubin plasma meningkat, tetapi tidak berbahaya karena bilirubin tersebut ada
dalam ikatan dengan albumin. Albumin diberikan dengan dosis tidak melebihi
1g/kgBB, sebelum maupun sesudah terapi tukar.
c. Mengurangi peredaran enterohepatik dengan pemberian makanan oral dini
d. Memberi terapi sinar hingga bilirubin diubah menjadi isomer foto yang tidak
toksik dan mudah dikeluarkan dari tubuh karena mudah larut dalam air.
e. Mengeluarkan bilirubin secara mekanik melalui transfusi tukar(Mansjoer et al,
2007).
Pada umumnya, transfusi tukar dilakukan dengan indikasi sebagai berikut:
a. Pada semua keadaan dengan kadar bilirubin indirek 20mg%
b. Kenaikan kadar bilirubin indirek yang cepat yaitu 0,3-1mg%/jam
c. Anemia yang berat pada neonatus dengan gejala gagal jantung
d. Bayi dengan kadar hemoglobin tali pusat <14mg% dan uji Coombs direct
positif (Hassan et al, 2005).

12

e. Menghambat produksi bilirubin. Metalloprotoporfirin merupakan kompetitor


inhibitif terhadap heme oksigenase. Ini masih dalam penelitian dan belum
digunakan secara rutin.
f. Menghambat hemolisis. Immunoglobulin dosis tinggi secara intravena(5001000mg/Kg IV>2) sampai 2 hingga 4 jam telah digunakan untuk mengurangi
level bilirubin pada janin dengan penyakit hemolitik isoimun. Mekanismenya
belum diketahui tetapi secara teori immunoglobulin menempati sel Fc reseptor
pada sel retikuloendotel dengan demikian dapat mencegah lisisnya sel darah
merah yang dilapisi oleh antibody(Cloherty et al, 2008).
Terapi sinar pada ikterus bayi baru lahir yang di rawat di rumah sakit.
Dalam perawatan bayi dengan terapi sinar,yang perlu diperhatikan sebagai
berikut :
a. Diusahakan bagian tubuh bayi yang terkena sinar dapat seluas mungkin
dengan membuka pakaian bayi.
b. Kedua mata dan kemaluan harus ditutup dengan penutup yang dapat
memantulkan cahaya agar tidak membahayakan retina mata dan sel
reproduksi bayi.
c. Bayi diletakkan 8 inci di bawah sinar lampu. Jarak ini dianggap jarak yang
terbaik untuk mendapatkan energi yang optimal.
d. Posisi bayi sebaiknya diubah-ubah setiap 18 jam agar bagian tubuh bayi yang
terkena cahaya dapat menyeluruh.
e. Suhu bayi diukur secara berkala setiap 4-6 jam.
f. Kadar bilirubin bayi diukur sekurang-kurangnya tiap 24 jam.
g. Hemoglobin harus diperiksa secara berkala terutama pada bayi dengan
hemolisis.

13

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
1. Identitas klien dan keluarga
Nama, umur, tempat/tgl. Lahir, nama ayah/ibu, pekerjaan ayah/ibu,
pendidikan ayah/ibu, agama, dan alamat.
2. Keluhan Utama
Bayi muntah, anoreksia, farique, warna urine gelap, warna tinja pucat, kejang,
tidak mau menghisap, tampak ikterus pada sklera, kuku ataukulit dan
membran mukosa, tonus otot meninggi, leher kaku, opistotonus
3. Riwayat Obstetri
a. Riwayat kehamilan dan penyakit infeksi yang pernah diderita ibu selama
kehamilan, post ANC, imunisasi.
14

b. Riwayat persalinan; apakah usia kehamilan cukup, penyakit persalinan,


infeksi maternal, apgar score.
4. Riwayat Kesehatan Dahulu
Kesehatan Ibu :
-

Golongan darah

Kehamilan sebelumnya: abortus, lahir mati, jumlah anak hidup

Riwayat persalinan (ekstraksi forceps/vakum), sefalhematom, nilai


APGAR, Delayed Cord Clamping (Penjepitan tali pusat yang terlambat)

5. Riwayat Kesehatan Sekarang

Tampak ikterus, pada kuku, sklera dan mukosa

Muntah, anoreksia, fatique, warna urin gelap, warna tinja pucat

Gangguan neurologis, letargi, reflek moro lemah atau tidak sama sekali

Pucat (anemia hemolitik)

6. Riwayat keluarga
Riwayat penyakit hati dan anemia dalam keluarga
7. Pengkajian dasar dan klien
Aktivitas /istirahat
Letargi, malas
Sirkulasi
Mungkin pucat, menandakan anemia
Bertempat tinggal di atas ketinggian 5000 ft.
Eliminasi
Bising usus hipoaktif
Pasase mekonium mungkin lambat

15

Feses mungkin lunak/coklat kehijauan selama pengeluaran bilirubin


Urine gelap pekat, hitam kecoklatan (sindrome bayi bronze).
Makanan
Riwayat pelambatan/makan oral buruk, lebih mungkin disusui daripada
menyusu botol. Palpasi abdomen dapat menunjukkan pembesaran limpa, hepar.
Neurosensori
Sefalohematoma besar mungkin terlihat pada satu atau dua tulang parietal
yang berhubungan dengan trauma kelahiran/kelahiran ekstraksi vakum. Edema
umum,

hepatosplenomegali,

atau

hidprops

fetalis

mungkin

ada

dengan

inkompatibilitas Rh berat. Kehilangan refleks Moro mungkin terlihat. Opistotonus


refleks moro mungkin terlihat. Opistotonus dengan kekakuan lengkung punggung,
fontanel menonjol, menangis lirih, aktivitas kejang (tahap krisis).
Pernafasan
Riwayat asfiksia
Krekel, mucus bercak merah muda (edema pleural, hemoragi pulmonal)
Keamanan
Riwayat positif infeksi/sepsis neonatus
Dapat mengalami ekimosis berlebihan, Ptekie, perdarahan intracranial.
Dapat tampak ikterik pada awalnya pada wajah dan berlanjut pada bagian.
Distal tubuh, kulit hitam kecoklatan sebagai efek samping fototerapi.
Penyuluhan/pembelajaran
Dapat mengalami hipotirodisme congenital, atresia bilier, fibrosis kistik.
Faktor keluarga misalnya keturunan etnik, riwayat hiperbilirubiunemia pada
kehamilan sebelumnya, penyakit hepar, fibrosis kistik, kesalhaan metabolisme saat

16

lahir, diskrasias darah. Faktor ibu seperti ibu diabetes, mencerna obat-obatan
misalnya salisilat, sulfonamid oral pada kehamilan akhir atau nitrofurantoin. Faktor
penunjang intrapartum, seperti persalinan preterm, kelahiran dengan ekstraksi vakum,
induksi oksitosin, perlambatan pengkleman tali pusat, atau trauma kelahiran.
8. Pemeriksaan diagnostik

Tes Coomb pada tali pusat bayi baru lahir.


Hasil positif tes Coomb indirek menandakan adanya antibodi Rh-positif,
anti-A, atau anti-B dalam darah ibu. Hasil positif dari tes Coomb direk
menandakan adanya sensitisasi (Rh-positif, anti-A, anti-B) SDM dari
neonatus

Golongan darah bayi dan ibu


Mengidentifikasi inkompatibilitas ABO

Bilirubin total
Kadar direk bermakna bila > 1,0 1,5 mg/dl yang mungkin dihubungkan
dengan sepsis. Kadar indirek tidak boleh > 5 mg/dl dalam 24 jam atau
tidak boleh > 20 mg/dl pada bayi cukup bulan atau 15 mg/dl pada bayi
preterm (tergantung pada berat badan).
Nilai normal
Rujukan
Prematur (md/dL)
Cukup bulan (mg/dL)
Tali pusat
< 2,0
< 2,0
0-1 hari
8,0
< 6,0
1-2 hari
12,0
< 8,0
2-5 hari
16,0
< 12,0
Kemudian
2,0
0,2 - 1,0
(sumber: Wong, Pedoman Klinis Pediatri. p. 790)

Protein serum total


Kadar < 3,0 gr/dl menandakan penurunan kapasitas ikatan terutama pada
bayi preterm.

17

Nilai Normal
Rujukan
Rentang Normal (g/dL)
Prematur
4,3 - 7,6
Bayi baru lahir
4,6 - 7,4
(sumber: Wong, Pedoman Klinis Pediatri. p. 797)

Hitung darah lengkap


Hemoglobin (HB) mungkin rendah ( < 14 gr/dl ) karena hemolisis.
Hematokrit (Ht) mungkin meningkat( > 65% ) pada polisitemia,
penurunan < 45% dengan hemolisis dan anemia berlebihan.
Nilai normal
Tes
Hemoglobin
Hematokrit

Rujukan
Rentang Normal ( g/dL )
1-3 hari
14,5 22,5
1 hari
48% - 69%
2 hari
48% - 75%
3 hari
44% - 72%
(sumber: Wong, Pedoman Klinis Pediatri. p. 793)

Glukosa
Kadar Dextrostix mungkin < 45 % glukosa darah lengkap < 30 mg/dL
atau tes glukosa serum < 40 mg/dL bila bayi baru lahir hipoglikemi dan
mulai menggunakan simpanan lemak dan melepaskan asam lemak.
Nilai Normal
Rujukan
Rentang Normal ( mg/dL )
Tali pusat
45 - 96
Bayi baru lahir, 1 hari
40 - 60
Bayi baru lahir, >1hari
50 - 90
(sumber: Wong, Pedoman Klinis Pediatri. p. 793)

Daya ikat Karbondioksida


Penurunan kadar menunjukkan hemolisis

18

Nilai Normal
Rujukan
Rentang Normal ( mEq/L )
Tali pusat
14 - 22
Prematur (1 minggu)
14 - 27
Bayi baru lahir
13 - 22
(sumber: Wong, Pedoman Klinis Pediatri. p. 791)

Meter Ikterik Transkutan


Mengidentifikasi bayi yang memerlukan penentuan bilirubin serum

Tes Betke-Kleihauer
Evaluasi smear darah maternal terhadap eritrosit janin

Jumlah retikulosit.
Peningkatan retikulosit menandakan peningkatan produksi SDM dalam
respon terhadap hemolisis yang berkenaan dengan penyakit Rh.
Nilai Normal
Rujukan
Rentang normal
1 hari
0,4% - 6,0%
7 hari
<0,1% - 1,3%
1-4 minggu
<0,1% - 1,2%
(sumber: Wong, Pedoman Klinis Pediatri. p. 798)

Pemeriksaan darah perifer


Dapat menunjukkan SDM abnormal atau imatur, entoblastosis pada
penyakit RH atau sferositis pada inkompabilitas ABO.

9. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum : lemah
b. Tanda-tanda vital : suhu meningkat, nadi meningkat/normal,

RR

meningkat/normal.
c. TB/BB : sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan.
d. Kulit :Jaundice (kekuningan) dalam 24 jam 1, ikterus

19

e. Kepala : tidak ada yang spesifik.


f. Mata : tampak ikterus pada sklera
g. Hidung : tidak ada yang spesifik
h. Mulut : membran mukosa ikterus
i. Telinga : tidak ada yang spesifik
j. Leher : leher kaku, epistonus
k. Jantung : frekuensi dapat meningkat atau tekanan nadi yang melebar.
l. Paru-paru : tidak ada yang spesifik
m. Abdomen : distensi
n. Ekstremitas : biasa kecuali saat kejang terjadi atau terjadi penurunan
kekuatan/kelemahan.
o. Genetalia : tidak ada gangguan.
p. Neurologis : sifat hematoma, reflek moro terlihat opistotonus, kejang,
aparis/letargi.
10. Riwayat sosial
Siapa pengasuh, peran ibu.
11. Pemeriksaan tingkat perkembangan
a. Motorik kasar

: hanya dapat dinilai jika tidak terjadi kejang dan dapat

dilihat dari kemampuan anak menggerakkan anggota tubuh.


b. Motorik halus

: gerakan tangan dan menggenggam dinilai jika

kesadaran baik dan jika kejang tidak ada.


12. Data psikologis :
a. Bayi : krisis penyakit dan hospitalisasi disebabkan stress, mekanisma
koping yang terbatas, dipengaruhi oleh usia.
b. Orang tua : rx orang tua terhadap penyakit anaknya dipengaruhi oleh :
-

Keseriusan ancaman penyakit anaknya.

Pengalaman sebelumnya

Prosedur medis yang akan dilakukan pada anaknya

Adanya suportif/dukungan

20

Kemampuan koping sebelumnya

Pola komunikasi dalam keluarga

Kepercayaan dan agama.

3.2 NANDA, NOC dan NIC


NANDA
Kerusakan

NOC
Integritas
Jaringan

integritas

Membran

kulit

Mukosa

Kulit

NIC
: Manajemen tekanan
dan

menggunakan pakaian yang

Indikator :
-

Anjurkan pasien untak

Suhu Jaringan
Hidrasi
Respirasi
Warna
Tekstur
Jaringan Perfusi

longgar.
Hindari kerutan pada tempat

tidur
Jaga kebersihan kulit agar tetap

bersih dan kering


Mobilisasi pasien (ubah posisi

pasien) setiap 2 jam sekali


Monitor kulit adanya

kemerahan
Monitor aktivitas dan

Pola

Pemeliharaan Menyusui

mobilisasi pasien
- Monitor status nutrisi pasien
Bantuan Menyusui

menyusui

Indicator:

Aktifitas :

tidak efektif

Pertumbuhan

perkiran usaha dan lama waktu

dalam rentang normal


Perkembangan
bayi
dalam rentang normal
Pengertian
keluarga
tentang pertumbuhan

menyusui
Sediakan kesempatan kontak awal

bayi
Pengetahuan keluarga

hari setelah kelahiran

bayi

Diskusikn

dengan

orang

tua

mereka akan melakukan proses

ibu/ bayi untuk menyusu dalam 2

21

tentang

keuntungan

dari

menyusui

berkelanjutan
Kemampuan

dan menyimpan ASI

diinginkan
Kemampuan

dalam

jika

untuk praktek menyusui


Monitor kemampuan menghisap
bayi
Anjurkan

ibu

untuk

meminta

bantuan dengan usaha awal kepada


petugas

perawat, memenuhi 8 sampai 10

untuk

menyimpan

ASI

menyusu dalam 24 jam


Observasi bayi untuk menentukan

dalam

cair,

posisi,

kesehatan

tua

tanda pada bayi sebagai kesempatan

ibu

aman,

orang

mengidentifikasi munculnya tanda-

dalam mengumpulkan
dengan

Bantu

bentuk

didengar,

hangat,dengan aman
Payudara ibu bebas
dari tenderness
Pengenalan
tandatanda

pengecapan

dan

yang

poa

dapat

menghisap/

mengecap
Monitor kemampuan mulut bayi
untuk tetap pada putting dengan

penurunan

tepat (contoh: ketrampilan latch on/

suplay ASI

mengunci)
Instruksikan ibu untuk memonitor

hisapan bayi
Anjurkan kenyamanan dan privasi

pada usaha awal menyusui


Anjurkan hisapan tak bergizi pada

payudara
Anjurkan

ibu

untuk

menyusui

dengan dua payudara setiap kali


Resiko cedera Kontrol Risiko

menyusui
Manajemen Lingkungan

Memantau factor resiko Aktivitas:


Jauhi senjata yang potensial dari

lingkungan
Memantau factor resiko

perilaku pribadi
Mengembangkan strategi

jerat , dan lain lain)

lingkungan klien ( bendatajam ,

22

kontrol risiko yg efektif

Menyesuaikan
strategi
kontrol

yg

risiko

dibutuhkan
Melakukan

strategi

kontrol risiko
Menghindari

paparan

ancaman kesehatan
Berpartisipasi
skrining

sesuai kebutuhan
Menggunakan

kesehatan

yang

informasi
ruangan

keamanan

sendiri

menghindari

lain

untuk

kesempatan

adanya perilaku kekerasan kepada

orang lain
Sediakan perlengkapan makan dari
plastic
Memelihara bentuk daerah yang
aman ( kamar pengasingan ) kepada

utk

mengontrol risiko
Pantau perubahan status

klien
Berikan
pasien

untuk

pribadi

kesehatan

mengenai

mengidentifikasi risiko

Menggunakan yankes yg

dukungan

dibawa pengunjung ke sekitar klien


Instruksikan
pengunjung
dan
petugas

dlm

sistem

Pantau keamanan alat alat yang

pasien ketika ia mengamuk


Pencegahan Jatuh
Aktivitas:

Identifikasi defisit kognitif atau


fisik pasien yang berpotensi untuk

jatuh
Monitor
berjalan

gaya,
dan

keseimbangan

kelemahan

daya

ambulasi
Pertahankan penggunaan alat bantu

jalan
Instruksikan pasien untuk meminta
bantuan

dengan

menggunakan

gerakan
Gunakan tkhnik yang tepat untuk
memindahkan pasien dari dank ke
tempat tidur , toilet, kursi roda dan

23


Hipertermi

IER:dalam

rentang

sebagainya
Tempatkan tempat tidur mekanis

pada posisi terendah


yang Pengobatan demam:

diharapkan

Aktivitas:

Termoregulasi

Pantau

suhu

berkali-kali

jika

Indikator:

diperlukan

Tidak adanya sakit kepala


Tidak adanya ngilu pada

Adakan pemantauan suhu secara

otot

Tidak adanya iritabilitas


Tidak adanya perasaan

mengantuk
Tidak adanya perubahan

warna kulit
Tidak adanya kejang pada
otot

berkelanjutan, jika diperlukan


Pantau warna kulit dan suhu
Pantau tekanan darah, nadi dan
pernafasan, jika diperlukan

Pantau untuk penurunan tingkat


kesadaran

Pantau aktivitas berlebihan

Pantau intake dan output

Pantau selalu suhu untuk mencegah


indikasi hipotermia

Tanda-tanda vital
Indikator:

Suhu tubuh
Denyut jantung
Ritme jantung
Denyut nadi radial
Tingkat pernafasan
Ritme nafas
Tekanan sistol darah
Tekanan diastol darah
Tekanan nadi

Monitor tanda-tanda vital


Aktivitas :

Monitor tekanan darah, temperatur,

status respirasi
Monitor irama paru-paru
Monitor bunyi jantung
Identifikasi penyebab terjadinya
perubahan tanda-tanda vital

24

BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Hiperbillirubin ialah suatu keadaan dimana kadar billirubinemia mencapai suatu
nilai yang mempunyai potensi menimbulkan kernikterus kalau tidak ditanggulangi
dengan baik (Prawirohardjo, 1997). Hiperbilirubinemia (ikterus bayi baru lahir)

25

adalah meningginya kadar bilirubin di dalam jaringan ekstravaskuler, sehingga kulit,


konjungtiva, mukosa dan alat tubuh lainnya berwarna kuning (Ngastiyah, 2000)
Perawat sebagai bagian dari tim kesehatan memiliki tanggung jawab untuk ikut
serta dalam upaya penanganan kasus ikterus/hiperbilirubinemia. Upaya yang dapat
dilakukan oleh perawat pada penderita ikterus adalah dengan memberikan asuhan
keperawatan yang optimal dan professional.

4.2 Saran
Berdasarkan uraian pada pembahasan di atas penulis ingin memberikan beberapa
saran sebagai berikut :
1. Agar perawat sebagai insan kesehatan dapat memahami bagaimana asuhan
keperawatan pada pasien lanjut usia yang mengalami demensia.
2. Kepada

teman-teman

mahasiswa

keperawatan

agar

dapat

menggali

pengetahuan lebih dalam lagi mengenai asuhan keperawatan pada pasien


lanjut usia yang mengalami demensia.

26

You might also like