You are on page 1of 8

TUGAS PENDAHULUAN

PRAKTIKUM FARMAKOLOGI
AKTIVITAS ANTIINFLAMASI

Nama
NPM
Shift
Hari/tanggal
Jam Praktikum
Asisten

: Deti Dewantisari
: 260110150030
: A1
: Selasa/15 November 2016
: 07.00-10.00 WIB
: 1. Tri Nenci S Puri
2. Himmatul Ulya

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2016

1. Jelaskan mekanisme terbentuknya radang

a. Perubahan vaskular Respon vaskular pada tempat terjadinya cedera


merupakan suatu yang mendasar untuk reaksi inflamasi akut. Perubahan

ini meliputi perubahan aliran darah dan permeabilitas pembuluh darah.


Perubahan aliran darah karena terjadi dilatasi arteri lokal sehingga terjadi
pertambahan aliran darah (hypermia) yang disusul dengan perlambatan
aliran darah. Akibatnya bagian tersebut menjadi merah dan panas. Sel
darah putih akan berkumpul di sepanjang dinding pembuluh darah dengan
cara menempel. Dinding pembuluh menjadi longgar susunannya sehingga
memungkinkan sel darah putih keluar melalui dinding pembuluh. Sel
darah putih bertindak sebagai sistem pertahanan untuk menghadapi
serangan benda-benda asing.
b. Pembentukan cairan inflamasi Peningkatan permeabilitas pembuluh darah
disertai dengan keluarnya sel darah putih dan protein plasma ke dalam
jaringan disebut eksudasi. Cairan inilah yang menjadi dasar terjadinya
pembengkakan. Pembengkakan menyebabkan terjadinya tegangan dan
tekanan pada sel syaraf sehingga menimbulkan rasa sakit (Mansjoer,
1999).

2. Sebutkan obat-obat antiinflamasi dan jelaskan mekanisme kerjanya.


Apakah ada di antara obat-obat tersebut yang juga dapat
menghilangkan rasa nyeri dan meredakan demam?
a. Obat Antiinflamasi dari Golongan Steroid (Glukokortikoid)
Glukokortikoid mempunyai potensi efek antiinflamasi dan pertama kali
dipublikasikan, dianggap jawaban terakhir dalam pengobatan peradangan.
Sayangnya, toksisitas yang berat sehubungan dengan terapi kortikosteroid
kronis mencegah pemakaiannya kecuali untuk mengontrol pembengkakan
akut penyakit sendi (Katzung, 2002). Glukokortikoid mempunyai efek
mengurangi peradangan yang disebabkan karena efeknya terhadap
konsentrasi, distribusi dan fungsi leukosit perifer serta penghambatan
aktivitas fosfolipase A2. Setelah pemberian dosis tunggal glukokortikoid
bekerja

singkat

dengan

konsentrasi

neutrofil

meningkat

yang

menyebabkan pengurangan jumlah sel pada daerah peradangan (Katzung,


2002).
b. Obat Antiinflamasi Non-Steroida (AINS)
Obat-obat AINS terbagi dalam beberapa golongan berdasarkan struktur
kimianya, perbedaan kimiawi ini menyebabkan luasnya batas-batas sifat
farmakokinetiknya. Obat ini efektif untuk peradangan akibat trauma
(pukulan, benturan, kecelakaan) juga setelah pembedahan, atau pada
memar akibat olah raga. Obat ini dipakai pula untuk mencegah
pembengkakan bila diminum sedini mungkin dalam dosis yang cukup
tinggi (Tjay, 2002). Obat-obat anti-inflamasi nonsteroid (AINS) terutama
bekerja dengan jalan menghambat enzim siklooksigenase tetapi tidak
enzim lipoksigenase (Mycek, 2001). Aktivitas antiinflamasi obat AINS
mempunyai mekanisme kerja yang sama dengan aspirin terutama bekerja
melalui penghambatan biosintesis prostaglandin. Tidak seperti aspirin,
obat-obat

ini

adalah

penghambat

Universitas

Sumatera

Utara

siklooksigenase yang reversibel. Selektivitas terhadap COX I dan COX II,


bervariasi dan tak lengkap. Misalnya aspirin, indometasin, piroksikam dan
sulindak dianggap lebih efektif menghambat COX I, metabolit aktif
nabumeton sedikit lebih selektif terhadap COX II. Dari obat AINS yang
tersedia, indometasin dan diklofenak dapat mengurangi sintesis baik
prostaglandin maupun leukotrin (Katzung, 2002).

3. Jelaskan efek samping obat-obat antiinflamasi tersebut.

Non Steroid (OAINS /NSAIDs)


Secara umum OAINS berpotensi menyebabkan efek samping pada 3
sistem organ yaitu saluran cerna, ginjal dan hati. Efek samping terutama
meningkat pada pasien usia lanjut. Efek samping yang paling sering terjadi
adalah induksi tukak peptik (tukak duodenum dan tukak lambung) yang
kadang-kadang disertai anemia sekunder akibat pendarahan saluran cerna1.
Berikut merupakan efek samping dari obat NSAIDs, yaitu :

1. Pada saluran cerna


Gejala umum yang sering timbul yang berkaitan dengan gangguan
gastrointestinal akibat obat ini diantaranya anorexia, mual, dispepsia, nyeri
perut, dan diare2. Sekitar 10-20% pasien yang mendapat OAINS akan
mengalami dispepsia. Dalam 6 bulan pertama pengobatan, sebanyak 515% pasien artritis reumatoid akan menghentikan pengobatan akibat
timbulnya dispepsia. Faktor resiko terjadinya kelainan saluran cerna pada
penggunaan OAINS adalah usia lanjut, riwayat ulkus sebelumnya, dosis
OAINS yang tinggi, penggunaan steroid atau antikoagulan yang
bersamaan dengan OAINS, adanya Helicobacter pylori, penyakit sistemik
dan alkoholisme (Najirman, 2009).
Dua mekanisme terjadinya iritasi lambung ialah :
Iritasi yang bersifat lokal yang menimbulkan difusi kembali asam lambung
ke mukosa dan menyebabkan kerusakan jaringan (wilmana, et all, 2009).
a. Iritasi atau perdarahan lambung yang bersifat sistemik melalui hambatan
biosintesis PGE2 dan PGI2. Kedua prostaglandin ini banyak ditemukan di
mukosa lambung dengan fungsi menghambat sekresi asam lambung dan
merangsang sekresi mukus usus halus yang bersifat sitoprotektif 1.
Prostaglandin pada mukosa saluran cerna berfungsi menjaga integritas
mukosa, mengatur aliran darah, sekresi mukus, bikarbonat, proliferasi
epitel serta resistensi mukosa terhadap kerusakan (Najirman, 2009).
Uji klinik menyimpulkan bahwa gangguan saluran cerna menghambat
selektif COX-2 lebih ringan daripada COX-1. Pada dosis terapi narpoksen,
ibuprofen dan diklofenak termasuk OAINS yang kurang menimbulkan
gangguan lambung daripada piroksikam dan indometasin (wilmana, et all,
2009).
2. Pada ginjal
Penghambatan biosintesis prostaglandin di ginjal terutama PGE2
mendasari gangguan hemostasis ginjal yang ditimbulkan OAINS 1.
Sebanyak 5% pasien yang menggunakan OAINS akan mengalami

komplikasi pada ginjal. Manifestasi klinis yang sering adalah edema


perifer, nefritis interstisialis dan nekrosis papila renalis. Edema perifer
terjadi disebabkan oleh peningkatan reabsorpsi natrium dan air pada
tubulus koligen akibat penurunan PGE2 yang berfungsi mengatur aliran
darah pada bagian medula dan tubulus koligen (Najirman, 2009).
Gangguan fungsi ginjal terjadi bila pada pasien dehidrasi, sudah ada
gangguan fungsi sebelumnya, pasien diabetes dan sirosis hepatis atau
pasien usia lanjut. Gagal ginjal biasanya terjadi bila OAINS diberikan
dengan dosis besar. Penggunaan berlebihan OAINS secara habitual
bertahun-tahun dihubungkan dengan terjadinya nefropati analgesik
(wilmana, et all, 2009).
Pemberian OAINS juga dapat menyebabkan terjadinya hiperkalemia yang
terjadi akibat terhambatnya prostaglandin yang berfungsi merangsang
pelepasan renin dari ginjal. Konsentrasi renin yang rendah mengakibatkan
produksi aldosteron juga berkurang dan pada gilirannya terjadilah
pengurangan ekskresi kalium. Komplikasi lainnya yaitu nefritis interstisial
dan sindrom nefrotik dapat terjadi 8-18 bulan penggunaan OAINS.
Nekrosis papila renalis terjadi akibat defisiensi prostglandin yang bersifat
vasodilator sehingga menimbulkan iskemik dan nekrosis pada papilla
ginjal (Najirman, 2009).
3. Pada pernafasan
Pasien asma dapat mengalami serangan bila mengonsumsi OAINS, sebab
OAINS menghambat jalur siklooksigenase dari asam arakidonat. Akibat
terhambat pembentukan prostglandin, maka jalur lipooksigenase lebih
aktif, sehingga akan membentuk leukotrien yang juga lebih banyak. Salah
satu leukotrien yakini LTC4 dan LTD4 bersifat bronkokonstriktor sehingga
dapat mencetuskan serangan asma (Najirman, 2009).
4. Pada kardiovaskular
Obat AINS dapat mengakibatkan timbulnya hipertensi infark miokard dan
gagal jantung. Hal ini disebabkan berkurangnya pembentukan prostasiklin

oleh sel endotel, peningkatan trombositosis, dan reiko kegagalan jantung


terutama usia lanjut (Najirman, 2009).
5. Pada kulit
Walaupun jarang ditemukan, OAINS dapat menimbulkan kelainan pada
kulit seperti eritema mutiforme, sindrom Steven-Johnson dan

toksis

epidermal nekrolisis (Najirman, 2009).


6. Lainnya
a. Kehamilan
Penutupan duktus arteriosus secara prematur dan menimbulkan hipertensi
pulmoner pada bayi. Ibu dapat mengalami kesulitan waktu persalinan dan
perdarahan akibat hipotonia uteri (Najirman, 2009).
b. Trombosit
Gangguan fungsi trombosit akibat penghambatan biosintesis tromboksan
A2 (TXA2) dengan akibat perpanjangan waktu perdarahan. Efek ini
dimanfaatkan untuk terapi profilaksis tromboemboli (Brunton, et all,
2006).

Steroid

a. Efek Samping Jangka Pendek


Sebagaian besar orang menerima obat golongan steroid dan mengalami
efek samping hanya sementara . Hal ini mungkin termasuk peningkatan
nafsu makan , sulit tidur (insomnia ) , perubahan suasana hati dan
perilaku , flushing ( kemerahan ) pada wajah , dan berat badan jangka
pendek karena retensi air meningkat . Efek samping ini biasanya membaik
setelah beberapa hari setelah steroid telah dihentikan. (Richard, 1989).
b. Efek Samping Jangka Panjang Steroid sistemik
Efek

samping

dari

penggunaan

steroid

jangka

panjang

meliputi : glaukoma, katarak, Tekanan darah tinggi, penyakit jantung,


diabetes melitus, kegemukan, Gastrpoesephageal (GERD), osteoporosis,

miopati, kenaikan beberapa jenis infeksi dan sindrom Cushing (Richard,


1989).

Daftar Pustaka

Brunton, Laurence L., Lazo, John S., Parker, Keith L. 2006. The Pharmacologial
Basic of Therapeutics, 8th Ed. California: TheMcGraw-Hill Companies,
inc
Katzung, B.G., 2002, Farmakologi Dasar dan Klinik, diterjemahkan oleh Sjabana,
D., Isbandiati, E., Basori, A., Soejdak, M., Uno, Indriyani., Ramadhani,
R.B., Zakaria, S., Buku II, sixth edition. Jakarta: Salemba Medika.
Mansjoer, Arif, 1999, Kapita Selekta Kedokteran, Jakarta : Media Aesculapius.
Najirman. 2009. Obat Anti Inflamasi Non-Steroid dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid 3, Edisi 5. Jakarta: InternaPublishing
Richard, Harkness. 1989. Informasi Obat. Diterjemahkan oleh Goeswin Agoes
dan MathildaB.Widianto. Bandung: ITB.
Wilmana, P.Fredy, Gan, Sulistia. 2009. Analgesik Anti-Inflamasi Non Steroid, dan
Obat Gangguan Sendi Lainnya dalam Farmakologi dan Terapi Edisi 5.
Jakarta: FKUI

You might also like