You are on page 1of 44

MINI PROJECT

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU MENGENAI PEMBERIAN


MP ASI TERHADAP KEJADIAN DIARE DIWILAYAH KERJA PUSKESMAS
KECAMATAN PAGUYAMAN

Oleh:
dr. Muhammad Fikri Husein

DOKTER INTERNSIP PUSKESMAS PAGUYAMAN


DINAS KESEHATAN KABUPATEN BOALEMO
2016

LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN MINI PROJECT

NamaPenulis:
dr. Muhammad Fikri Husein

Judul:
Hubungan Tingkat tingkat pengetahuan dan sikap ibu mengenai pemberian MP ASI
terhadap kejadian diare di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Paguyaman

Paguyaman, April 2016


Mengetahui dan Menyetujui,
Dokter Pendamping

dr. Ruslyaraz M.Kes


NIP:

KATA PENGANTAR
Puji syukur tim penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkah rahmat
dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan miniproject ini. Penulisan laporan
miniproject ini bertujuan untuk memenuhi tugas internship selama pengabdian dipuskesmas.
Penyusunan laporan ini dapat diselesaikan dengan bantuan dan bimbingan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, kami mengucapkan terimakasih kepada:
(1) Bapak Haris Ahmad, SKM, M.Kes, selaku kepala Puskesmas Paguyaman, yang
membantu terlaksananya miniproject ini;
(2) dr. Ruslyaraz M.Kes, selaku dokter pendamping yang telah membimbing dalam
pelaksanaan mini project dan laporan ini;
(3) dr. Ria Kumala, selaku dokter pendamping yang telah membimbing dalam
pelaksanaan miniproject dan laporan ini;
(4) Maryanto Amd.Kep selaku penanggung jawab program diare yang telah membantu
dalam penyediaan data penyakit diare yang dibutuhkan dalam miniproject ini;
(5) Dinas Kesehatan Boalemo dan Dinas Pendidikan Kecamatan Paguyaman yang telah
memberikan bantuan berupa obat-obatan dan perizinan miniproject ini;
(6) Kepala sekolah dan guru-guru SDN 05 Paguyaman yang telah bersedia memberikan
izin dan membantu pelaksanaan miniproject disekolah;
(7) Ibu-Ibu penanggung jawab posyandu tiap desa diwilayah kerja Puskesmas
Paguyaman
(8) Serta seluruh staf Puskesmas Paguyaman yang telah memberikan bantuan, baik moril
maupun materiil kepada kami.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam pelaksanaan miniproject
dan penulisan laporan miniproject ini. Semoga miniproject ini dapat bermanfaat bagi
puskesmas dan peningkatan kesehatan dimasyarakat.

Paguyaman, April 2016

BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Penyakit diare masih menjadi penyebab utama kesakitan dan kematian pada
bayi dan anak-anak. WHO (2008) menyatakan bahwa setiap tahun 1,5 juta anak balita
meninggal dunia akibat penyakit diare, hal ini menyebabkan diare sebagai penyebab
kematian terbesar kedua pada anak balita. Di negara ASEAN, anak-anak balita
mengalami rata-rata 3-4 kali kejadian diare per tahun atau hampir 15-20% waktu
hidup anak dihabiskan untuk diare (Soebagyo, 2008).
Penyakit diare di Indonesia merupakan salah satu masalah kesehatan
masyarakat yang utama. Hal ini disebabkan karena masih tingginya angka kesakitan
diare yang menimbulkan banyak kematian terutama pada balita. Di Indonesia
dilaporkan secara keseluruhan pada tahun 2006 diperkirakan angka kesakitan diare
meningkat sebesar 423 per 1000 penduduk pada semua usia dengan jumlah kasus
10.980 penderita dan jumlah kematian 277 balita. Pada tahun 2008, di Indonesia
episode diare pada balita berkisar 40 juta per tahun dengan kematian sebanyak
200.000-400.000 balita (Soebagyo, 2008).
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Rikesdas) tahun 2013, menunjukkan pemetaan
penyakit menular yang mencolok adalah penurunan angka period prevalence diare
dari 9,0 persen tahun 2007 menjadi 3,5 persen tahun 2013. Untuk menjadi catatan
penurunan prevalensi diasumsikan tahun 2007 pengumpulan data tidak dilakukan
secara serentak, sementara tahun 2013 pengumpulan data dilakukan bersamaan di
bulan Mei-Juni. Insiden diare balita di Indonesia adalah 6,7 persen. Lima provinsi
dengan insiden diare tertinggi adalah Aceh (10,2%), Papua (9,6%), DKI Jakarta
(8,9%), Sulawesi Selatan (8,1%), dan Banten (8,0%) sedangkan Gorontalo (5,9%).
Karakteristik diare balita tertinggi terjadi pada kelompok umur 12-23 bulan (7,6%),
laki-laki (5,5%), tinggal di daerah pedesaan (5,3%), dan kelompok kuintil indeks
kepemilikan terbawah (6,2%).
Bertambahnya usia bayi mengakibatkan bertambah pula kebutuhan gizinya.
Ketika bayi memasuki usia enam bulan ke atas, beberapa elemen nutrisi seperti
karbohidrat, protein dan beberapa vitamin serta mineral yang terkandung dalam ASI
atau susu formula tidak lagi mencukupi, oleh sebab itu setelah usia enam bulan bayi
perlu mulai diberi MP ASI agar kebutuhan gizi bayi atau anak terpenuhi. Dalam

pemberian MP ASI, yang perlu diperhatikan adalah usia pemberian MP ASI, frekuensi
dalam pemberian MP ASI, porsi dalam pemberian MP ASI, jenis MP ASI, dan cara
pemberian MP ASI pada tahap awal. Pemberian MP ASI yang tepat diharapkan tidak
hanya dapat memenuhi kebutuhan gizi bayi, namun juga merangsang keterampilan
makan dan merangsang rasa percaya diri pada bayi (Depkes RI, 2007).
Pemberian makanan pendamping ASI setelah bayi berusia enam bulan, akan
memberikan perlindungan besar pada bayi dari berbagai macam penyakit. Hal ini
disebabkan sistem imun pada bayi yang berusia kurang dari enam bulan belum
sempurna, sehingga pemberian MP ASI dini (kurang dari enam bulan) sama saja
dengan membuka pintu gerbang masuknya berbagai jenis kuman penyakit. Belum lagi
jika tidak disajikan secara higienis. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Rikesdas) tahun
2007, menunjukkan bahwa bayi yang mendapatkan MP ASI sebelum berusia enam
bulan, lebih banyak terserang diare, sembelit, batuk-pilek, dan panas dibandingkan
bayi yang hanya mendapat ASI eksklusif dan mendapatkan MP ASI dengan tepat
waktu (usia pemberian MP ASI setelah enam bulan). Namun tidak menutup
kemungkinan juga bahwa bayi atau anak yang usianya lebih dari enam bulan dan
telah diberi makanan pendamping ASI dengan tepat, dapat terserang diare, sembelit,
batuk-pilek, dan panas. Sebab dilihat dari berbagai faktor seperti frekuensi pemberian
makanan pendamping ASI, porsi pemberian makanan pendamping ASI, jenis
makanan pendamping ASI, dan cara pemberian makanan pendamping ASI pada bayi
ataupun anak sangat berpengaruh besar untuk terserangnya penyakit diare dan lainlain (Depkes RI, 2007).
Peran ibu dalam melakukan penatalaksanaan terhadap diare diperlukan suatu
pengetahuan, karena pengetahuan merupakan salah satu komponen faktor predisposisi
yang penting. Peningkatan pengetahuan tidak selalu menyebabkan terjadinya
perubahan sikap dan perilaku tetapi mempunyai hubungan yang positif, yakni dengan
peningkatan pengetahuan maka terjadinya perubahan perilaku akan cepat.
(Notoatmodjo S 2003)

B. PERNYATAAN MASALAH
Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah tersebut di atas dapat
dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut, Bagaimana tingkat pengetahuan

dan sikap ibu mengenai pemberian MP ASI terhadap kejadian diare di wilayah
kerja Puskesmas Kecamatan Paguyaman
C. TUJUAN
Tujuan Umum
Mengetahui tingkat pengetahuan dan sikap ibu mengenai pemberian MP ASI
terhadap kejadian diare di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Paguyaman
Tujuan Khusus
1. Memberikan informasi edukasi tentang diare, tanda bahaya diare, cara pencegahan
dan pengobatan diare.
2. Memberikan Informasi mengenai umur pemberian makanan pendamping ASI,
frekuensi, porsi pemberian, jenis dan cara pemberian makanan pendamping ASI

D. MANFAAT
1. Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Boalemo
Sebagai bahan masukan dalam membuat perencanaan kebijakan pencegahan
penyakit diare, penyusunan perencanaan kesehatan, dan evaluasi program kesehatan
khususnya dalam pencegahan penyakit diare yang berhubungan dengan pemberian
makanan pendamping ASI.
2. Bagi Puskesmas
Meningkatkan kerjasama serta komunikasi antara dokter internship, petugas
kesehatan dan masyarakat mengenai diare dan makanan pendamping ASI.
Mengoptimalkan program promosi kesehatan Puskesmas.
3. Bagi Masyarakat
Memberikan informasi tentang pengetahuan dan sikap ibu pemberian makanan
pendamping ASI dengan kejadian diare, sehingga masyarakat lebih meningkatkan
kepeduliannya terhadap pentingnya dalam pemberian makanan pendamping ASI yang
tepat dan sehat pada bayi atau anak.
3. Bagi Instansi Pemerintah
Sebagai bahan masukan dalam upaya promosi dan preventif terhadap kejadian
diare di masyarakat.
4. Bagi Peneliti lain
Dapat dijadikan sebagai informasi untuk peneliti lain yang lebih lanjut
mengenai hubungan pemberian makanan pendamping ASI pada anak usia 0-24 bulan
dengan kejadian diare.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DIARE

1. Definisi
Diare adalah penyakit yang ditandai dengan bertambahnya frekuensi defekasi
lebih dari biasanya (>3x perhari) disertai perubahan konsistensi tinja (menjadi cair)
dengan atau tanpa darah dan atau lendir (Suraatmaja, 2007).
Berdasarkan waktu terjadinya, diare dibagi menjadi diare akut, diare melanjut
dan diare persisten. Diare akut adalah diare yang terjadi secara mendadak dan
berlangsung kurang dari 7 hari pada bayi dan anak yang sebelumnya sehat. Diare
melanjut yaitu episode diare akut yang melanjut hingga berlangsung selama 7-14 hari.
Diare persisten adalah episode diare yang mula-mula bersifat akut namun berlangsung
selama 14 hari atau lebih (Mansjoer et al, 2000).
2. Etiologi
Penyebab infeksi utama timbulnya diare umumnya adalah golongan virus,
bakteri dan parasit. dua tipe dasar dari diare akut oleh karena infeksi adalah noninflamatory dan inflammatory (Subagyo dan Santoso, 2010).
Enteropatogen menimbulkan non-inflamatory diare

melalui

produksi

enterotoksin oleh bakteri, destruksi sel permukaan villi oleh virus, perlekatan oleh
parasit, perlekatan dan/ atau translokasi dari bakteri. Sebaliknya inflammatory diare
biasanya disebabkan oleh bakteri yang menginvasi usus secara langsung atau
memproduksi sitotoksin (Subagyo dan Santoso, 2010).
Tabel 1. Penyebab diare akut pada manusia
GOLONGAN
BAKTERI
Aeromonas
Bacillus cereus
Canpilobacter jejuni
Clostridium perfringens
Clostridium defficile
Eschercia coli
Plesiomonas
shigeloides
Salmonella
Shigella
Staphylococcus aureus
Vibrio cholera
Vibrio
parahaemolyticus
Yersinia enterocolitica

GOLONGAN VIRUS

GOLONGAN PARASIT

Astrovirus
Calcivirus (Norovirus, Sapovirus)
Enteric adenovirus
Corona virus
Rotavirus
Norwalk virus
Herpes simplek virus

Balantidiom coli
Blastocystis homonis
Crytosporidium parvum
Entamoeba histolytica
Giardia lamblia
Isospora belli
Strongyloides stercoralis

Cytomegalovirus

Trichuris trichiura

Tabel 2. Frekuensi Enteropatogen penyebab diare pada anak usia <5 tahun

Tabel 3. Enteropatogen pathogen penyebab diare yang tersering berdasarkan umur

Tabel 4. Penyebab diare non infeksi pada anak


Kesulitan makanan

Defek anatomis
Malrotasi
Penyakit Hirchsprung
Short Bowel Syndrome
Atrofi mikrovilli
Stricture

Malabsorbsi

Neoplasma
Neuroblastoma
Phaeochromocytoma
Sindroma Zollinger Ellison
Lain-lain:
Infeksi non gastrointestinal
Alergi susu sapi
Penyakit Crohn
Defisiensi imun
Colitis ulserosa
Ganguan motilitas usus
Pellagra
Keracunan makanan

Defesiensi disakaridase
Malabsorbsi
glukosa
galaktosa
Cystic fibrosis
Cholestosis
Penyakit celiac
Endokrinopati
Thyrotoksikosis
Penyakit Addison
Sindroma Androgenital

dan

logam berat
Mushrooms

Epidemiologi

3. Patofisiologi
Ada tiga mekanisme terjadinya diare cair, yaitu sekretorik, osmotik, dan
gangguan motilitas. Meskipun dapat melalui ketiga mekanisme tersebut, diare
sekretorik lebih sering ditemukan pada infeksi saluran cerna.
a. Diare osmotik
Mukosa usus halus adalah epitel berpori, yang dapat dilalui oleh air dan
elektrolit dengan cepat untuk mempertahankan tekanan osmotik antara lumen
usus dengan cairan ekstrasel. Adanya bahan yang tidak diserap, menyebabkan
bahan intraluminal pada usus halus bagian proksimal tersebut bersifat hipertoni
dan menyebabkan hiperosmolaritas. Akibat perbedaan tekanan osmose antara
lumen usus dan darah maka pada segmen usus jejunum yang bersifat permeable,
air akan mengalir ke arah jejunum, sehingga akan banyak terkumpul air dalam
lumen usus. Na akan mengikuti masuk ke dalam lumen, dengan demikian akan
terkumpul cairan intraluminal yang besar dengan kadar Na normal. Sebagian
kecil cairan ini akan dibawa kembali, akan tetapi lainnya akan tetap tinggal di
lumen oleh karena ada bahan yang tidak dapat diserap seperti Mg, glukosa,
sucrose, lactose, maltose di segmen ileum dan melebihi kemampuan absorbsi
kolon, sehingga terjadi diare. Bahan-bahan seperti karbohidrat dan jus buah, atau
bahan yang mengandung sorbitol dalam jumlah berlebihan akan memberikan
dampak yang sama (Subagyo dan Santoso, 2010).
b. Diare Sekretorik

Diare sekretorik disebabkan oleh sekresi air dan elektrolit ke dalam usus halus
yang terjadi akibat gangguan absorbi natrium oleh vilus saluran cerna, sedangkan
sekresi klorida tetap berlangsung atau meningkat. Keadaan ini menyebabkan air
dan elektrolit keluar dari tubuh sebagai tinja cair. Diare sekretorik ditemukan
diare yang disebabkan oleh infeksi bakteri akibat rangsangan pada mukosa usus
halus oleh toksin E.coli atau V. cholera (Gaurino et al, 2008)
Tabel 5. Perbedaan diare osmotik dan sekretorik
Volume tinja
Puasa
Na+ tinja
Reduksi
pH tinja

Osmotik
<200 ml/hari
Diare berhenti
<70 mEq/L
(+)
<5

Sekretorik
>200 ml/hari
Diare berlanjut
>70 mEq/L
(-)
>6

Dikenal bahan-bahan yang menstimulasi sekresi lumen yaitu


enterotoksin bakteri dan bahan kimia yang dapat menstimulasi seperti
laksansia, garam empedu bentuk dihidroxy, serta asam lemak rantai panjang.
Toksin penyebab diare ini terutama bekerja dengan cara meningkatkan
konsentrasi intrasel cAMP, cGMP, atau Ca++ yang selanjutnya akan
mengaktifasi protein kinase. Pengaktifan protein kinase akan menyebabkan
fosforilase membrane protein sehingga megakibatkan perubahan saluran ion,
akan menyebabkan Cl- di kripta ke luar. Di sisi lain terjadi peningkatan pompa
natrium, dan natrium masuk ke dalam lumen usus bersama Cl- (Subagyo dan
Santoso, 2010).
Proses inflamasi di usus halus dan kolon menyebakan diare pada
beberapa keadaan. Akibat kehilangan sel epitel dan kerusakan tight junction,
tekanan hidrostatik dalam pembuluh darah dan limfatik menyebabkan air,
elektrolit, mucus, protein dan seringkali sel darah merah dan sel darah putih
menumpuk dalam lumen. Biasanya diare akibat inflamasi ini berhubungan
dengan tipe diare lainnya seperti diare osmotik dan sekretorik (Subagyo dan
Santoso, 2010).
c. Diare dengan gangguan motilitas
Diare dapat juga dikaitkan dengan gangguan motilitas. Meskipun
motilitas jarang menjadi penyebab utama malabsorbsi, tetapi perubahan
motilitas mempunyai pengaruh terhadap absorbsi. Baik peningkatan ataupun
penurunan motilitas keduanya dapat menyebabkan diare. Penurunan motilitas

dapat mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan sehingga menyebabkan diare.


Perlambatan transit obat-obatan atau nutrisi akan meningkatkan absorbsi,
Kegagalan motilitas usus yang berat menyebabkan statis intestinal berakibat
inflamasi, dekonjugasi garam empedu dan malabsorbsi. Diare akibat
hiperperistaltik pada anak jarang terjadi. Watery diare dapat disebabkan karena
hipermotilitas pada kasus kolon irritable pada bayi. Hiperperistaltik akan
mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus menyerap makanan, sehingga
timbul diare. Gangguan motilitas mungkin merupakan penyebab diare pada
Thyrotoksikosis, malabsorbsi asam empedu, dan berbagai peyakit lain
(Subagyo dan Santoso, 2010).
4. Manifestasi klinis
Mula-mula bayi atau anak menjadi cengeng, suhu tubuh biasanya meningkat,
nafsu makan berkurang atau tidak ada, kemudian timbul diare. Tinja cair dan mungkin
disertai lendir dan atau darah. Pada diare oleh karena intoleransi, anus dan daerah
sekitarnya lecet karena seringnya defekasi dan tinja makin lama makin asam sebagai
akibat banyaknya asam laktat yang berasal dari laktosa yang tidak dapat diabsorbsi
usus selama diare. Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare dan dapat
disebabkan oleh lambung yang turut meradang atau akibat gangguan keseimbangan
asam basa dan elektrolit. Bila penderita telah kehilangan banyak cairan dan elektrolit,
maka gejala dehidrasi mulai tampak, berat badan turun, turgor kulit berkurang, mata
dan ubun - ubun besar menjadi cekung, selaput lendir bibir dan mulut serta kulit
tampak kering (Pusponegoro dkk, 2005).
Tabel Klasifikasi tingkat dehidrasi anak dengan diare
KLASIFIKASI

Dehidrasi berat

Dehidrasi
ringan/sedang

TANDA DAN GEJALA


Terdapat dua atau lebih
tanda di bawah ini:
- Letargis/tidak sadar
- Mata cekung
- Tidak bisa minum/malas
minum
- Cubitan kulit perut akan
kembali sangat lambat (
2 detik)

PENGOBATAN
Beri cairan untuk diare
dengan dehidrasi berat
(lihat rencana terapi C
untuk diare di rumah sakit)

- Beri anak cairan dan


makanan untuk dehidrasi
Terdapat dua atau lebih
ringan (lihat rencana
tanda di bawah ini:
terapi B)
- Setelah rehidrasi, nasihati
- Rewel, gelisah
- Mata cekung
ibu untuk penanganan di

- Minum dengan lahap, haus


rumah
dan
kapan
- Cubitan kulit perut akan
kembali segera
kembali lambat
- Kunjungan ulang dalam
waktu 5 hari jika tidak
membaik
- Beri cairan dan makanan
untuk menangani diare di
rumah (lihat rencana
Tidak terdapat cukup tanda
terapi A)
Tanpa dehidrasi untuk
diklasifikasikan - Nasihati ibu kapan kembali
segera
sebagai dehidrasi ringan/
Kunjungan
ulang dalam
sedang atau berat
waktu 5 hari jika tidak
membaik

Penderita dengan diare cair mengeluarkan tinja yang mengandung sejumlah


ion natrium, klorida dan bikarbonat. Kehilangan air dan elektrolit ini bertambah bila
ada muntah dan kehilangan air juga akan meningkat bila ada panas. Hal ini dapat
menyebabkan dehidrasi, asidosis metabolic, dan hipokalemia. Dehidrasi merupakan
keadaan yang paling berbahaya karena dapat menyebabkan hipovolemia, kolaps
kardiovaskular dan kematian bila tidak diobati dengan tepat. Dehidrasi yang terjadi
menurut tonisistas plasma dapat berupa dehidrasi isotonic, dehidrasi hipertonik
(hipernatremik) atau dehidrasi hipotonik
Bila terdapat panas dimungkinkan karena proses peradangan atau akibat
dehidrasi. Panas badan umum terjadi pada penderita dengan inflammatory diare.
Nyeri perut yang lebih hebat dan tenesmus terjadi pada perut bagian bawah serta
rectum menunjukan terkenanya usus besar. Mual dan muntah adalah symptom yang
nonspesifik akan tetapi muntah mungkin disebabkan oleh karena mikroorganisme
yang menginfeksi saluran cerna bagian atas seperti: enteric virus, bakteri yang
memproduksi enteroroksin, giardia, dan cryptosporidium.
Muntah juga sering terjadi pada non inflammatory diare. Biasanya penderita
tidak panas atu hanya subfebris, nyeri perut periumbilikal tidak berat, watery diare,
menunjukan bahwa saluran makan bagian atas yang terkena. Oleh karena pasien
immunocompromise memerlukan perhatian khusus, informasi tentang adanya
imunodefisiensi atau penyakit.
Tabel Gejala klinis diare akut oleh berbagai penyebab
Gejala klinis :
Masa Tunas

Rotavirus

Shigella

Salmonella

ETEC

EIEC

Kolera

17-72 jam

24-48 jam

6-72 jam

6-72 jam

6-72 jam

48-72 jam

Panas
Mual, muntah
Nyeri perut

+
Sering
Tenesmus

Nyeri kepala
Lamanya sakit
Sifat tinja:
Volume
Frekuensi
Konsistensi
Darah
Bau
Warna
Leukosit
Lain-lain

++
Sering
Tenesmus,kolik

+
-

5-7 hari

++
Jarang
Tenesmus,
cramp
+
>7hari

+
3-7 hari

2-3 hari

Sedang
5-10x/hari
Cair
Langu
Kuning
hijau
anorexia

Sedikit
>10x/hari
Lembek
+
Merahhijau
+
Kejang +

Sedikit
Sering
Lembek
Kadang
Busuk
Kehijauan

Banyak
Sering
Cair
Tak
berwarna
Meteorismus

+
Sepsis +

++
Tenesmus
, cramp
variasi

Sering
cramp

Sedikit
Sering
Lembek
+
Merahhijau
Infeksi
sistemik+

Banyak
Terus menerus
Cair
Amis khas
Seperti
air
cucian beras
-

3 hari

5. Diagnosis
a. Anamnesis
Riwayat pemberian makan anak sangat penting dalam melakukan tatalaksana
anak dengan diare. Tanyakan juga hal-hal berikut:
Diare
Frekuensi Buang Air Besar (BAB) anak
Lamanya diare terjadi
Apakah ada darah dan lendir pada tinja
Apakah ada muntah
Laporan setempat mengenai Kejadian Luar Biasa (KLB) kolera
Pengobatan antibiotik yang baru diminum anak atau pengobatan lain
Gejala invaginasi (tangisan keras dan kepucatan bayi)
b. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik perlu diperiksa: berat badan, suhu tubuh, frekuensi
denyut jantung dan pernapasan serta tekanan darah. Selanjutnya perlu dicari
tanda-tanda tambahan lainya: ubun-ubun besar cekung atau tidak, mata cowong
atau tidak, ada atau tidak adanya air mata, bibir, mukosa mulut dan lidah kering
atau basah.
Pernapasan yang cepat dan dalam indikasi adanya asidosis metabolic. Bising
usus yang lemah atau tidak ada bila terdapat hipokalemia. Pemeriksaan
ekstremitas perlu karena perfusi dan capillary refill dapat menentukan derjat
dehidrasi yang terjadi. Penilaian beratnya atau derajat dehidrasi dapat ditentukan

dengan cara: objektif yaitu dengan membandingkan berat badan sebelum dan
sesudah diare (Pusponegoro, 2005).
Tabel 8. Penentuan derajat dehidrasi menurut MMWR 2003
Symptom
Kesadaran
Denyut
jantung
Kualitas
nadi
Pernapasan
Mata
Air mata
Mulut dan
lidah
Cubitan
kulit
Cappilary
refill
Ekstremitas
Kencing

Minimal atau
tanpa dehidrasi,
kehilangan BB
<3%
Baik
Normal

Dehidrasi ringan
sedang,
kehilangan BB
3%-9%
Normal, lelah,
gelisah, irritable
Normal meningkat

Normal

Normal melemah

Normal
Normal
Ada
Basah

Normal-cepat
Sedikit cowong
Berkurang
Kering

Apatis, letargi, tidak


sadar
Takikardi, bradikardi,
(kasus berat)
Lemah, kecil tidak
teraba
Dalam
Sangat cowong
Tidak ada
Sangat kering

Segera kembali

Kembali<2 detik

Kembali>2detik

Normal

Memanjang

Memanjang, minimal

Hangat

Dingin

Normal

Berkurang

Dingin,mottled,
sianotik
Minimal

Dehidrasi berat,
kehilangan BB >9%

(Pusponegoro dkk, 2005).


c. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium lengkap pada diare akut pada umumnya tidak
diperlukan, hanya pada keadaan tertentu mungkin diperlukan misalnya penyebab
dasarnya tidak diketahui atau ada sebab-sebab lain selain diare akut atau pada
penderita dengan dehidrasi berat. Contoh: pemeriksaan darah lengkap, kultur urine
dan tinja pada sepsis atau infeksi saluran kemih. Pemeriksaan laboratorium yang
kadang-kadang diperlukan pada diare akut:
a. Darah : darah lengkap, serum elektrolit, analisa gas darah, kultur dan tes
kepekaan terhadap antibiotika
b. Urine: urine lengkap, kultur dan test kepekaan terhadap antibiotika
c. Tinja:
1) Pemeriksaan makroskopik
Pemeriksaan makroskopik tinja perlu dilakukan pada semua penderita
dengan diare meskipun pemeriksaan labotarium tidak dilakukan. Tinja yang
watery dan tanpa mucus atau darah biasanya disebabkan oleh enteroksin
virus, protozoa, atau disebabkan oleh infeksi di luar saluran gastrointestinal.
Tinja yanga mengandung darah atau mucus bisa disebabkan infeksi bakteri

yang menghasilkan sitotoksin bakteri enteronvasif yang menyebabkan


peradangan mukosa atau parasit usus seperti : E. hystolitica, B.coli ,
T.trichiura. Apabila terdapat darah biasanya bercampur dalam tinja kecuali
pada infeksi dengan E.hystolitica darah sering terdapat pada permukaan
tinja dan pada infeksi dengan Salmonella, Giardia, Cryptosporidium dan
Strongyloides.
Pemeriksaan makroskopik mencakup warna tinja, konsistensi tinja, bau
tinja, adanya lendir, adanya darah, adanya busa. Warna tinja tidak terlalu
banyak berkolerasi dengan penyebab diare. Warna hijau tua berhubungan
dengan adanya warna empedu akibat garam empedu yang dikonjugasi oleh
bakteri anaerob pada keadaan bacterial overgrowth. Warna merah akibat
adanya darah dalam tinja atau obat yang dapat menyebabkan warna merah
dalam tinja seperti rifampisin. Konsistensi tinja dapat cair, lembek, padat.
Tinja yang berbusa menunjukan adanya gas dalam tinja akibat fermentasi
bakteri. Tinja yang berminyak, lengket, dan berkilat menunjukan adanya
lemak dalam tinja. Lendir dalam tinja menggambarkan kelainan di kolon,
khususnya akibat infeksi bakteri. Tinja yang sangat berbau menggambarkan
adanya fermentasi oleh bakteri anaerob dikolon. Pemeriksaan pH tinja
menggunakan kertas lakmus dapat dilakukan untuk menentukan adanya
asam dalam tinja. Asam dalam tinja tersebut adalah asam lemak rantai
pendek yang dihasilkan karena fermentasi laktosa yang tidak diserap di
usus halus sehingga masuk ke usus besar yang banyak mengandung bakteri
komensial. Bila pH tinja <6 dapat dianggap sebagai malabsorbsi laktosa
(Firmansyah, 2005).
Pada diare akut sering terjadi defisiensi enzim lactose sekunder akibat
rusaknya mikrofili mukosa usus halus yang banyak mengandung enzim
lactase. Enzim laktase merupakan enzim yang bekerja memecahkan laktosa
menjadi glukosa dan galaktosa, yang selanjutnya diserap di mukosa usus
halus. Salah satu cara menentukan malabsorbsi laktosa adalah pemeriksaan
clinitest dikombinasi dengan pemeriksaan pH tinja. Pemeriksaan clinitest
dilakukan dengan prinsip melihat perubahan reaksi warna yang terjadi
antara tinja yang diperiksa dengan tablet clinitest. Prinsipnya adalah
terdapatnya reduktor dalam tinja yang mengubah cupri sulfat menjadi cupri
oksida. Pemeriksaan dilakukan dengan cara mengambil bagian cair dari

tinja segar (sebaiknya tidak lebih dari 1 jam). Sepuluh tetes air dan 5 tetes
bagian cair dari tinja diteteskan kedalam gelas tabung, kemudian ditambah
1 tablet clinitest. Setelah 60 detik maka perubahan warna yang terjadi
dicocokan dengan warna standart. Biru berarti negative, kuning tua berarti
positif kuat (++++=2%), antara kuning dan biru terdapat variasi warna hijau
kekuningan (+=1/2%), (++=3/4%), (+++=1%). Sedangkan terdapatnya
lemak dalam tinja lebih dari 5 gram sehari disebut sebagai steatore
(Firmansyah, 2005).
2) Pemeriksaan mikroskopik
Infeksi bakteri invasive ditandai dengan ditemukannya sejumlah besar
leukosit dalam tinja yang menunjukan adanya proses inflamasi.
Pemeriksaan leukosit tinja dengan cara mengambil bagian tinja yang
berlendir seujung lidi dan diberi tetes eosin atau Nacl lalu dilihat dengan
mikroskop cahaya:
- bila terdapat 1-5 leukosit perlapang pandang besar disebut negative
- bila terdapat 5-10 leukosit per lapang pandang besar disebut (+)
- bila terdapat 10-20 leukosit per lapang pandang besar disebut (++)
- bila terdapat leukosit lebih dari lapang pandang besar disebut (+++)
- bila leukosit memenuhi seluruh lapang pandang besar disebut (++++)
Pemeriksaan parasit paling baik dilakukan pada tinja segar. Dengan memakai
batang lidi atau tusuk gigi, ambilah sedikit tinja dan emulsikan delam tetesan
NaCl fisiologis, demikian juga dilakukan dengan larutan Yodium. Pengambilan
tinja cukup sedikit saja agar kaca penutup tidak mengapung tetapi menutupi
sediaan sehingga tidak terdapat gelembung udara. Periksalah dahulu sediaan tak
berwarna (NaCL fisiologis), karena telur cacing dan bentuk trofozoid dan
protozoa akan lebih mudah dilihat. Bentuk kista lebih mudah dilihat dengan
perwanaan yodium. Pemeriksaan dimulai dengan pembesaran objekstif 10x, lalu
40x untuk menentukan spesiesnya (Firmansyah, 2005).

Faktor Resiko

6. Tata laksana
Terdapat lima pilar penting dalam tatalaksana diare yaitu rehidrasi, dukungan
nutrisi, suplement zink, pemberian obat sesuai indikasi dan edukasi pada orang tua.

Terdapat 5 prinsip tatalaksana, yaitu:


a. Rehidrasi
Salah satu komplikasi diare yang paling sering terjadi adalah dehidrasi. Bila
terjadi dehidrasi, harus segera dibawa ke petugas kesehatan untuk mendapatkan
pengobatan yang tepat dan cepat. Cairan Rehidrasi Oral (CRO) yang dianjurkan
WHO menggunakan cairan yang mengandung elektrolit dan glukosa.
1. Dehidrasi berat
Diberikan cairan rehidrasi parenteral dengan RL atau ringer asetat
100ml/kgBB dengan cara pemberian:
-

Umur < 1 tahun ; 30ml/kgBB dalam 1 jam pertama, dilanjutkan


70ml/kgBB dalam 5 jam berikutnya

Umur > 1 tahun ; 30ml/kgBB dalam 1,5 jam pertama, dilanjutkan


70ml/kgBB dalam 2,5 jam berikutnya

Masukkan cairan peroral diberikan bila pasien sudah mau dan dapat
minum, dimulai dengan 5ml/kgBB selama proses rehidrasi.

2. Dehidrasi ringan-sedang
-

Cairan Rehidrasi Oral (CRO) hipoosmolar diberikan sebanyak 75ml/kgBB


dalam 3 jam untuk mengganti kehilangan cairan yang terjadi dan
sebanyak 5-10 ml/kgBB setiap diare cair.

Rehidrasi parenteral (IV) diberikan bila anak muntah setiap diberi minum.
Cairan IV yang diberikan adalah RL, KaEn 3B atau NaCl dengan jumlah
cairan dihitung berdasarkan berat badan

BB 3-10 kg

: 200ml/kgBB

BB 10-15 kg

: 175ml/kgBB

BB > 15kg

: 135ml/kgBB

3. Tanpa dehidrasi
CRO yang diberikan 5-10 ml/kgBB setiap diare cair atau berdasarkan umur.
-

Umur < 1 tahun sebanyak 50-100 ml

Umur 1-5 tahun sebanyak 100-200 ml

Umur >5 tahun, sesuai kemauan anak.

b. Nutrisi
ASI dan makanan dengan menu yang sama saat anak sehat sesuai umur tetap
diberikan untuk mencegah kehilangan berat badan dan sebagai pengganti nutrisi

yang hilang. Adanya perbaikan nafsu makan menandakan fase kesembuhan. ASI
tetap diberikan.
c. Suplementasi Zink
Zink sudah terbukti secara ilmiah dapat menurunkan frekuensi diare. Zinc
mengurangi lama dan beratnya diare. Zinc juga dapat mengembalikan nafsu
makan anak. Zinc termasuk mikronutrien yang mutlak dibutuhkan untuk
memelihara kehidupan yang optimal. Dasar pemikiran penggunaan zinc dalam
pengobatan diare akut didasarkan pada efeknya terhadap imunitas atau terhadap
struktur dan fungsi saluran cerna dan terhadap proses perbaikan epitel saluran
cerna selama diare. Pemberian zinc pada diare dapat meningkatkan absorbsi air
dan elektrolit oleh usus halus meningkatkan kecepatan regenerasi epitel usus,
meningkatkan jumlah brush border apical, dan meningkatkan respon imun yang
mempercepat pembersihan patogen di usus. Pengobatan dengan zinc cocok
ditetapkan di negara-negara berkembang seperti Indonesia yang memiliki banyak
masalah terjadinya kekurangan zinc di dalam tubuh karena tingkat kesejahteraan
yang rendah dan daya imunitasnya yang kurang memadai. Pemberian zinc dapat
menurunkan risiko terjadinya dehidrasi pada anak. Dosis zinc untuk anak-anak:
-

Umur < 6bulan ; 10mg (1/2 tablet) per hari

Umur > 6bulan ; 20 mg (1 tablet) per hari


Cara pemberian zink pada bayi, tablet zink dapat dilarutkan dengan air

matang, ASI atau oralit yang diberikan selama 10-14 hari (Agarwal, 2007).
Tujuan pengobatan diatas dapat dicapai dengan cara mengikuti rencana terapi
yang sesuai, seperti yang tertera dibawah ini:
1. Rencana terapi A : penanganan diare di rumah
Jelaskan kepada ibu tentang 4 aturan perawatan di rumah:
a. Beri cairan tambahan (sebanyak anak mau)
1. Jelaskan pada ibu:
-

pada bayi muda, pemberian ASI merupakan pemberian cairan


tambahan yang utama. Beri ASI lebih sering dan lebih lama pada
setiap kali pemberian.

jika anak memeperoleh ASI eksklusif, beri oralit, atau air matang
sebagai tambahan

jika anak tidak memperoleh ASI eksklusif, beri 1 atau lebih cairan
berikut ini: oralit, cairan makanan (kuah sayur, air tajin) atau air
matang

Anak harus diberi larutan oralit di rumah jika:


-

anak telah diobati dengan rencana terapi B atau dalam kunjungan

anak tidak dapat kembali ke klinik jika diarenya bertambah berat

2. Ajari pada ibu cara mencampur dan memberikan oralit. Beri ibu 6
bungkus oralit (200ml) untuk digunakan dirumah.
3. Tunjukan pada ibu berapa banyak cairan termasuk oralit yang harus
diberikan sebagai tambahan bagi kebutuhan cairanya sehari-hari:
-

<2 tahun: 50 sampai 100 ml setiap kali BAB

>2 tahun : 100 samapai 200 ml setiap kali BAB


Katakan pada ibu

agar meminumkan sedikit-sedikit tetapi sering dari mangkuk/


cangkir/gelas

jika anak muntah, tunggu 10 menit. kemudia lanjutkan lagi dengan


lebih lambat.

lanjutkan pemberian cairan tambahan sampai diare berhenti.

b. Beri tablet Zinc


Pada anak berumur 2 bulan keatas, beri tablet zinc selama 10 hari
dengan dosis :
-

umur <6 bulan : tablet (10 mg) perhari

umur >6 bulan : 1 tablet (20 mg) perhari

c. Lanjutkan pemeberian makanan


d. Kapan harus kembali
2. Rencana terapi B
Penanganan dehidrasi sedang/ ringan dengan oralit. Beri oralit di klinik
sesuai yang dianjurkan selama periode 3 jam.
a. Tentukan jumlah oralit untuk 3 jam pertama
Usia
<4 bulan
4-11 bulan
12-23 bulan
2-5 tahun
5-14 tahun
>15 tahun

Berat badan
<5 kg
5-7,9 kg
8-10,9 kg
11-15,9 kg
16-29,9 kg
>30 kg

Jumlah oralit yang diperlukan 75 ml/kgBB.

Jumlah (ml)
200-400
400-600
600-800
800-1200
1200-2200
2200-4000

Jika anak menginginkan oralit lebih banyak dari pedoman diatas,

berikan sesuai kehilangan cairan yang sedang berlangsung.


Untuk anak berumur kurang dari 6 bulan yang tidak menyusu, beri juga

100-200 ml air matang selama periode ini.


- Mulailah memberi makan segera setelah anak ingin makan.
- Lanjutkan pemberian ASI.
b. Tunjukan pada ibu cara memberikan larutan oralit. berikan tablet zinc
selama 10 hari.
- Minumkan sedikit-sedikit tapi sering dari cangkir/mangkok/gelas.
- Jika anak muntah, tunggu 10 menit. Lalu lanjutkan lagi denga lebih
lambat.
- Lanjutkan ASI selama anak mau.
c. Berikan tablet zink selama 10 hari
d. Jika ibu memaksa pulang sebelum pengobatan selesai:
- Tunjukan cara menyiapkan larutan oralit di rumah
- Tunjukan berapa banyak larutan oralit yang harus diberikan di rumah
-

untuk menyelesaikan 3 jam pengobatan


Beri bungkus oralit yang cukup untuk rehidrasi dengan menambahkan
6 bungkus lagi sesuai ang dianjurkan dalam rencana terapi A.

3. Rencana terapi C (penanganan dehidrasi berat dengan cepat)


Beri cairan intravena secepatnya. Jika anak bisa minum, beri oralit
melalui mulut, sementara infuse disiapkan. Beri 100 ml/kgBB cairan ringer
laktat atau ringer asetat (atau jika tak tersedia, gunakan larutan NaCl)yang
dibagi sebagai berikut.
Umur

Pemberian pertama
30ml/kgBB selama

Pemberian 70ml/kgBB
selama

1 jam*

5 jam

30 menit*

2 jam

Bayi (di bawah umur 12


bulan)
Anak (12 bulan sampai
5 tahun)

*ulangi sekali lagi jika denyut nadi sangat lemah atau tidak teraba.
a. Periksa kembali anak setiap 15-30 menit.
b. Jika status hidrasi belum membaik, beri tetesan intravena lebih cepat.
c. Juga beri oralit (kira-kira 5ml/kgBB/jam) segera setelah anak mau minum,
biasanya sesudah 3-4 jam (bayi) atau 1-2 jam (anak) dan beri anak tablet
zinc sesuai dosis dan jadwal yang dianjurkan.
d. Periksa kembali bayi sesudah 6 jam atau anak sesudah 3 jam (klasifikasikan
dehidrasi). Kemudian pilih rencana terapi yang sesuai (A,B,C) untuk
melanjutkan penanganan.

Jika terdapat fasilitas pemberian intravena yang terdekat (30 menit):


-

Rujuk segera
Jika anak bisa minum, ibu memberikan larutan oralit dengan meminumkan
sedikit demi sedikit selama perjalanan

Jika memakai pipa nasigastrik:


-

Mulai melakukan rehidrasi denga oralit melalui pipa nasogastrik atau mulut:

beri 20 mg/kg/jam selama 6 jam (total 120 ml/kg)


Periksa kembali anak setiap 1-2 jam:
Jika anak muntah terus menerus atau perut makin kembung, beri cairan

lambat
Jika setelah 3 jam keadaan hidrasi tidak membaik, rujuk anak untuk

pengobatan intravena
Sesudah 6 jam, periksa kembali anak. Klasifikasikan dehidrasi lalu tentukan
rencana terapi yang sesuai (A, B, C) untuk melanjutkan penanganan (WHO,

2009).
e. Antibiotik selektif
Antibiotik diberikan bila ada indikasi, sesuai dengan uji sensitivitas.
Pemberian antibiotic yang tidak rasional akan memperpanjang lamanya diare dan
mengganggu keseimbangan flora normal usus. Hanya sebagian kecil (10-20%)
yang

disebabkan

oleh

bakteri

pathogen

seperti

V,cholera,

Enterotoksigenik E.coli, Salmonella, Campilobacter, dan sebagainya,1


Tabel . Antibiotik selektif untuk terapi diare
Penyebab
Kolera

Shigella
Disentri

Amoebiasi
s
Giadiasis

Antibiotik pilihan
Tetracycline 12,5 mg/kgBB
4x sehari selama 3 hari

Ciprofloxacin 15 mg/kgBB
2x sehari selama 3 hari

Metronidazole 10 mg/kgBB
3x sehari selama 5 hari (10
hari pada kasus berat)
Metronidazole 5mg/kgBB
3x sehari selama 5 hari

(Suandi, 2007)
f. Edukasi orang tua

Alternatif
Erythromycin
12,5
mg/kgBB
4x sehari selama 3 hari
Pivmecillinam 20 mg/kg
BB
4x sehari selama 3 hari
Ceftriaxone
50-100
mg/kgBB
1x sehari IM selama 2-5
hari

Shigella,

Orang tua diminta untuk membawa anaknya kembali jika ada demam, tinja
berdarah, muntah berulang, makan/minum sedikit, diare makin sering/ belum
membaik dalam 3 hari. Langkah preventif:
-

ASI tetap diberikan

Kebersihan perorangan, cuci tangan sebelum makan

Kebersihan lingkungan

Imunisasi

Memberikan makan selalu dimasak

Air minum yang bersih

B. MAKANAN PENDAMPING ASI


1.Pemberian MP ASI
Pemberian makanan pendamping ASI (MP ASI) merupakan proses transisi dari asupan
yang semata berbasis susu menuju ke makanan yang semi padat. Untuk proses ini juga
dibutuhkan ketrampilan motorik oral. Ketrampilan motorik oral berkembang dari refleks
menghisap menjadi menelan makanan yang berbentuk bukan cairan dengan memindahkan
makanan dari lidah bagian depan ke lidah bagian belakang. Makanan pendamping ASI adalah
makanan atau minuman yang mengandung zat gizi, diberikan kepada bayi atau anak usia 6-24
bulan guna memenuhi kebutuhan gizi selain dari ASI. Sedangkan pengertian makanan itu sendiri
adalah merupakan suatu kebutuhan pokok manusia yang dibutuhkan setiap saat dan memerlukan
pengelolaan yang baik dan benar agar bermanfaat bagi tubuh (Irianto dan Waluyo, 2004).
Menurut WHO, yang dimaksud makanan adalah : Food include all substances, whether
in a natural state or in a manufactured or preparedform, wich are part of human diet. Batasan
makanan tersebut tidak termasuk air, obat-obatan dan substansi-substansi yang diperlukan untuk
tujuan pengobatan. Makanan yang dimaksud adalah berupa asupan
yang dapat memenuhi kebutuhan akan zat gizi dalam tubuh.
Menurut Irianto dan Waluyo (2004) dalam pemberian makanan pendamping ASI yang
dikonsumsi hendaknya memenuhi kriteria bahwa makanan tersebut layak untuk dimakan dan
tidak menimbulkan penyakit, serta makanan tersebut sehat, diantaranya :
a. Berada dalam derajat kematangan
b. Bebas dari pencemaran pada saat menyimpan makanan tersebut dan menyajikan hingga
menyuapi pada bayi atau anak

c. Bebas dari perubahan fisik, kimia yang tidak dikehendaki, sebagai akibat dari pengaruh enzym,
aktifitas mikroba, hewan pengerat, serangga, parasit dan kerusakan-kerusakan karena tekanan,
pemasakan dan pengeringan
d. Bebas dari mikroorganisme dan parasit yang menimbulkan penyakit yang dihantarkan oleh
makanan (food borne illness)
e. Harus cukup mengandung kalori dan vitamin
f. Mudah dicerna oleh alat pencernaan Selain melihat kriteria diatas, menurut Depkes RI (2007)
menyatakan bahwa pemberian makanan pendamping ASI hendaknya melihat juga usia pemberian
makanan pendamping ASI pada anak, apakah pemberian makanan pendamping yang diberikan
sudah pada usia yang tepat atau tidak.
2. Usia pemberian makanan pendamping ASI
Menurut Depkes RI (2007) usia pada saat pertama kali pemberian makanan pendamping
ASI pada anak yang tepat dan benar adalah setelah anak berusia enam bulan, dengan tujuan agar
anak tidak mengalami infeksi atau gangguan pencernaan akibat virus atau bakteri. Berdasarkan
usia anak, dapat diketegorikan menjadi:
a. Pada usia enam sampai sembilan bulan
1) Memberikan makanan lumat dalam tiga kali sehari dengan takaran yang cukup
2) Memberikan makanan selingan satu hari sekali dengan porsi kecil
3) Memperkenalkan bayi atau anak dengan beraneka ragam bahan makanan
b. Pada usia lebih dari sembilan sampai 12 bulan
1) Memberikan makanan lunak dalam tiga kali sehari dengan takaran yang cukup
2) Memberikan makanan selingan satu hari sekali
3) Memperkenalkan bayi atau anak dengan beraneka ragam bahan makanan
c. Pada usia lebih dari 12 sampai 24 bulan
1) Memberikan makanan keluarga tiga kali sehari
2) Memberikan makanan selingan dua kali sehari
3) Memberikan beraneka ragam bahan makanan setiap hari.
3. Frekuensi pemberian makanan pendamping ASI
Menurut Depkes RI (2007) frekuensi dalam pemberian makanan pendamping ASI yang
tepat biasanya diberikan tiga kali sehari. Pemberian makanan pendamping ASI dalam frekuensi
yang berlebihan atau diberikan lebih dari tiga kali sehari, kemungkinan dapat mengakibatkan
terjadinya diare.

Menurut Irianto dan Waluyo (2004), apabila dalam pemberian makanan pendamping ASI
terlalu berlebihan atau diberikan lebih dari tiga kali sehari, maka sisa bahan makanan yang tidak
digunakan untuk pertumbuhan, pemeliharaan sel, dan energi akan diubah menjadi lemak.
Sehingga apabila anak kelebihan lemak dalam tubuhnya, dimungkinkan akan mengakibatkan
alergi atau infeksi dalam organ tubuhnya dan bisa mengakibatkan kelebihan berat badan
(obesitas).
4. Porsi pemberian makanan pendamping ASI
Menurut Depkes RI (2007) untuk tiap kali makan, dalam pemberian porsi yang tepat
adalah sebagai berikut:
a. Pada usia enam bulan, beri enam sendok makan
b. Pada usia tujuh bulan, beri tujuh sendok makan
c. Pada usia delapan bulan, beri delapan sendok makan
d. Pada usia sembilan bulan, beri sembilan sendok makan
e. Pada usia 10 bulan, diberi 10 sendok makan, dan usia selanjutnya porsi pemberiannya
menyesuaikan dengan usia anak
5. Jenis makanan pendamping ASI
Dalam pemilihan jenis makanan, biasanya diawali dengan proses pengenalan terlebih
dahulu mengenai jenis makanan yang tidak menyebabkan alergi, umumnya yang mengandung
kadar protein paling rendah seperti serealia (beras merah atau beras putih). Khusus sayuran,
mulailah dengan yang rasanya hambar seperti kentang, kacang hijau, labu, zucchini. Kemudian
memperkenalkan makanan buah seperti alpukat, pisang, apel dan pir.
Menurut Depkes RI (2007) jenis makanan pendamping ASI yang baik adalah terbuat dari
bahan makanan yang segar, seperti tempe, kacangkacangan, telur ayam, hati ayam, ikan, sayur
mayur dan buah-buahan.
Jenis-jenis makanan pendamping yang tepat dan diberikan sesuai dengan usia anak adalah
sebagai berikut:
1) Makanan lumat
Makanan lumat adalah makanan yang dihancurkan, dihaluskan atau disaring dan
bentuknya lebih lembut atau halus tanpa ampas. Biasanya makanan lumat ini diberikan saat anak
berusia enam sampai sembilan bulan. Contoh dari makanan lumat itu sendiri antara lain berupa
bubur susu, bubur sumsum, pisang saring atau dikerok, pepaya saring dan nasi tim saring.
2) Makanan lunak

Makanan lunak adalah makanan yang dimasak dengan banyak air atau teksturnya agak
kasar dari makanan lumat. Makanan lunak ini diberikan ketika anak usia sembilan sampai 12
bulan. Makanan ini berupa bubur nasi, bubur ayam, nasi tim, kentang puri.
3) Makanan padat
Makanan padat adalah makanan lunak yang tidak nampak berair dan biasanya disebut
makanan keluarga. Makanan ini mulai dikenalkan pada anak saat berusia 12-24 bulan. Contoh
makanan padat antara lain berupa lontong, nasi, lauk-pauk, sayur bersantan, dan buah-buahan.
6. Cara pemberian makanan pendamping ASI
Menurut Depkes RI (2007) pemberian makanan pendamping ASI pada anak yang tepat
dan benar adalah sebagai berikut :
a. Selalu mencuci tangan sebelum mulai mempersiapkan makanan pada bayi atau anak, terutama
bila kontak dengan daging, telur, atau ikan mentah, dan sebelum memberi makanan pada bayi
atau anak. Selain itu, juga mencuci tangan bayi atau anak.
b. Mencuci bahan makanan (sayuran, beras, ikan, daging, dll) dengan air mengalir sebelum diolah
menjadi makanan yang akan diberikan kepada bayi atau anak.
c. Mencuci kembali peralatan dapur sebelum dan sesudah digunakan untuk memasak, walaupun
peralatan tersebut masih tampak bersih.
d. Peralatan makan bayi atau anak, seperti mangkuk, sendok, dan cangkir, harus dicuci kembali
sebelum digunakan oleh bayi atau anak.
e. Dalam pemberian makanan pendamping pada bayi atau anak, hendaknya berdasarkan tahapan
usia anak.
f. Jangan menyimpan makanan yang tidak dihabiskan bayi atau anak. Ludah yang terbawa oleh
sendok bayi atau anak akan menyebarkan bakteri

7. Pemberian Makanan Pendamping ASI Terlalu Dini


Pemberian makanan pendamping asi terlalu dini diketahui bahwa terdapat resiko
infeksi yang lebih tinggi, ketika bayi belum siap menerima makanan dapat menyebabkan
berbagai macam penyakit terutama penyakit diare, selama proses ini dibandingkan dengan
masa sebelumnya dalam kehidupan bayi. Hal ini disebabkan karena terjadi perubahan
konsumsi ASI yang bersih dan mengandung faktor anti infeksi, menjadi makanan yang sering
kali disiapkan, disimpan dan diberikan pada anak dengan cara yang tidak higienis.5
Menurut WHO memberi makanan tambahan terlalu cepat berbahaya karena:

a. Seorang anak belum memerlukan makanan tambahan pada saat ini, dan
makanan tersebut dapat menggantikan ASI. Jika makanan diberikan, maka anak
akan minum ASI lebih sedikit dan ibu pun memproduksinya lebih sedikit,
sehingga akan lebih sulit memenuhi kebutuhan nutrisi anak.
b. Anak mendapat faktor pelindung dari ASI lebih sedikit, sehingga resiko infeksi
meningkat.
c. Resiko diare juga meningkat karena makanan tambahan tidak sebersih ASI.
d. Makanan yang diberikan sering encer, buburnya berkuah atau berupa sup karena
mudah dimakan oleh bayi. Makanan ini membuat lambung penuh, tetapi
memberi nutrisi lebih sedikit daripada ASI, sehingga kebutuhan anak tidak
terpenuhi.
e. Ibu mempunyai resiko lebih tinggi untuk hamil kembali jika jarang menyusui.

C. PERILAKU (Pengetahuan dan Sikap)


1.

Konsep Perilaku
Menurut Notoadmojo (2003) perilaku kesehatan pada dasarnya adalah respon
seseorang terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem
pelayanan kesehatan, makanan, serta lingkungan. Perilaku kesehatan itu mencakup :

a.

Perilaku seseorang terhadap sakit dan penyakit, yaitu bagaimana manusia berespon,
baik secara pasif maupun aktif yang dilakukan sehubungan dengan sakit dan penyakit
tersebut. Perilaku tersebut terhadap sakit dan penyakit ini dengan sendirinya sesuai
dengan tingkat-tingkat pencegahan penyakit, yakni :

1)

Perilaku sehubungan dengan peningkatan dan pemeliharaan kesehatan, misalnya


makanan yang bergizi, olah raga.

2)

Perilaku pencegahan penyakit, misalnya tidur memakai kelambu untuk menghindari


gigitan nyamuk, imunisasi.

3)

Perilaku sehubungan dengan pencarian obat, misal ke poli gigi untuk berobat.

4)

Perilaku sehubungan dengan pemulihan kesehatan, misal diet, mematuhi peraturan


dokter.

b.

Perilaku terhadap sistem pelayanan kesehatan, misal dalam memilih menggunakan


fasilitas pelayanan kesehatan.

c.

Perilaku terhadap makanan, misal dalam memilih konsumsi makanan.

d.

Perilaku terhadap lingkungan kesehatan, misal perilaku sehubungan dengan air bersih,
pembuangan air kotor, pembuangan limbah, kondisi rumah sehat, pembersihan sarangsarang.

Menurut Benyamin Bloom dalam Notoadmojo, 1908. perilaku dibagi dalam 3 domain yaitu :
a.

Pengetahuan peserta didik terhadap pendidikan yang diberikan (knowledge).

b.

Sikap atau anggapan peserta didik terhadap materi pendidikan yang diberikan (attitude).

c.

Praktek atau tindakan yang dilakukan oleh peserta didik sehubungan dengan materi
pendidik yang diberikan (practice).

2.

Pengetahuan (Knowledge)
Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang
melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui
panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan
raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya
tindakan seseorang (overt behavior). Adapun tingkat pengetahuan di dalam demain
kognitif mempunyai 6 tingkatan, yakni :

1)

Tahu (Know)
Diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk
ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu
spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh
sebab itu tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.

2)

Comprehention (memahami)

Diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang obyek
yang diketahui, dan dapat menginterprestasikan materi tersebut secara benar.
3)

Aplikasi
Diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada
situasi atau kondisi real (sebenarnya).

4)

Analisis
Adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam
komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi tersebut, dan
masih ada kaitannya satu sama lain.

5)

Sintesis
Ini menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan
bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

6)

Evaluasi
Ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap
suatu materi atau obyek.
Menurut Green dalam Notoatmodjo, 1997. Pengetahuan ini berpengaruh terhadap
sikap seseorang sesuai dengan pemikirannya, jika positif akan menimbulkan sikap
positif demikian juga sebaliknya, pada hakikatnya pengetahuan merupakan semua yang
diketahui manusia tentang objek tertentu. Menurut Sarwono, 1993 yang menyatakan
bahwa pengetahuan seseorang akan bertambah dengan diperolehnya informasiinformasi tertentu sehingga akan terjadi peningkatan pengetahuan. Dengan peningkatan
pengetahuan tersebut maka akan terjadi peningkatan sikap kesehatan dalam diri
individu yang berdasarkan kesadaran dan kemauan individu.
Tingkat pengetahuan menurut (Arikunto S, 2006) yaitu :
0 : baik (76% - 100%)
1 : cukup (56% - 75%)
2 : kurang (< 56%)

3.

Sikap (Attitude)
Menurut Saifuddin Azwar, 2002. Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih
tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau obyek. Beberapa batasan lain
tentang sikap ini dapat dikutipkan sebagai berikut :
Batasan-batasan di atas dapat disimpulkan bahwa manifestasi sikap itu tidak dapat
langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang
tertutup. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap
stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat
emosional terhadap stimulus sosial. Newcomb dalam S Azwar, 2002 salah seorang ahli
psikologi sosial, menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk
bertindak, dan bukan merupakan pelaksana motif tertentu. Sikap belum merupakan
suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi adalah merupakan pre-disposisi tindakan suatu
perilaku. Sikap itu masih merupakan reaksi tertutup, bukan reaksi terbuka tau tingkah
laku yang terbuka. Sikap ini memiliki 3 komponen pokok yaitu :

a.

Kepercayaan (keyakinan), ide, konsep terhadap suatu obyek.

b.

Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap obyek.

c.

Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave).

Ketiga komponen ini secara bersamaan membentuk sikap yang utuh (total attitude).
Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, berpikir, keyakinan, dan
emosional memegang peranan penting. Menurut Saifuddin, 2005 bahwa sikap juga
dipengaruhi oleh faktor eksteren dan intern salah satunya pengalaman. Apa yang telah
dan sedang kita alami akan ikut membentuk dan mempengaruhi penghayatan kita
terhadap stimulus. Pendapat Azwar, 2002 menyatakan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi sikap dari adanya interaksi sosial yang dialami oleh individu yaitu :
a.

Pengalaman pribadi
Apa yang telah dan sedang dialami seseorang akan ikut membentuk dan
mempengaruhi penghayatan terhadap suatu stimulus sosial. Tanggapan akan menjadi
salah satu dasar terbentuknya sikap, untuk mempunyai tanggapan dan penghayatan,
seseorang harus mempunyai pengalaman yang berkaitan dengan obyek psikologi.

Apakah penghayatan itu kemudian akan membentuk sikap yang positip atau yang
negatip, akan tergantung pada berbagai faktor lain.
b.

Pengaruh orang lain yang dianggap penting


Orang lain merupakan salah satu diantara komponen sosial yang ikut mempengaruhi
sikap seseorang. Pada umumnya individu cenderung untuk memiliki sikap yang
konformis atau searah dengan sikap orang yang dianggap penting. Kecenderungan ini
antara lain dimotivasi oleh keinginan untuk berafiliasi dan keinginan untuk menghindar
konflik dengan orang lain yang dianggap penting.

c.

Pengaruh kebudayaan
Kebudayaan dimana seseorang hidup dan dibesarkan mempunyai pengaruh besar
terhadap pembentukan sikap seseorang

d.

Media massa
Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio, surat
kabar, majalah dan lain-lain mempunyai pengaruh besar dalam pembentukan opini dan
kepercayaan seseorang. Adanya informasi mengenai sesuatu hal memberikan landasan
kognitif baru bagi terbentuknya sikap terhadap hal tersebut, apabila cukup kuat, akan
memberi dasar afektif dalam menilai sesuatu hal sehingga terbentuklah kecenderungan
untuk bertindak. (konoatif).

e.

Lembaga pendidikan dan lembaga agama


Lembaga pendidikan serta lembaga agama sebagai suatu sistem mempunyai pengaruh
dalam pembentukan sikap, dikarenakan keduanya meletakkan dasar pengertian dan
konsep moral dalam diri individu.

f.

Pengaruh faktor emosional


Suatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang didasari oleh emosi yang berfungsi
sebagai semacam penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan
ego.
Dari teori sikap ada yang dinamakan pernyataan yang ditulis mengikuti kaidah yang
benar melalui penskalaan dan seleksi item, akan menjadi isi suatu skala sikap.

Pernyataan sikap mungkin berisi atau mengatakan hal-hal yang positif mengenai objek
sikap, yaitu kalimatnya bersifat mendukung atau memihak pada objek sikap.
Pernyataan seperti ini disebut sebagai pernyataan yang favorable.
Sebaliknya, pernyataan sikap mungkin pula berisi hal-hal yang negatif mengenai
objek sikap, yaitu yang bersifat tidak mendukung ataupun kontra terhadap objek sikap
yang hendak diungkapkan. Pernyataan seperti ini disebut sebagai pernyataan yang
unfavorable. Suatu skala sikap sedapat mungkin diusahakan agar terdiri atas pernyataan
favorable dan pernyataan unfavorable dalam jumlah yang kurang lebih seimbang.
Dengan demikian pernyataan yang disajikan tidak semua positif atau semua negatif
yang dapat mendatangkan kesan seakan-akan isi skala yang bersangkutan seluruhnya
memihak atau sebaliknya seluruhnya tidak mendukung objek sikap. Variasi pernyataan
favorable dan unfavorable akan membuat responden memikir lebih hati-hati isi
pernyataannya sebelumnya memberikan respon sehingga stereotipe responden dalam
menjawab dapat dihindari (Azwar, 2002).

Faktor Pengetahuan dan Sikap


Faktor Pengetahuan
Kerangka
Teori
Tahu (Know)
Comprehention (memahami)

Ibu yang mengasuh Balita

Aplikasi
Faktor MP ASI

Analisis
Sintesis
Evaluasi
Faktor Sikap
Kepercayaan, ide , konsep terhadap suatu
emosional

atau

evaluasi

terhadap obyek.
Kecenderungan untuk bertindak (tend to
behave).

- Frekuensi pemberian MP ASI


- Porsi pemberian MP ASI
- Jenis MP ASI

obyek.
Kehidupan

- Umur pemberian MP ASI

- Cara pemberian MP ASI

Anak usia 0-24 Bulan

Kejadian Diare

Kerangka Konsep
Variabel Bebas
Pemberian MP ASI
Umur pemberian MP ASI

Variabel Terikat

Frekuensi pemberian MP ASI

Kejadian diare (anak usia 0-24

Porsi pemberian MP ASI

bulan)

Jenis MP ASI
Cara pemberian MP ASI

Hipotesis
Terdapat hubungan bermakna antara pengetahuan dan sikap ibu mengenai pemberian
makanan pendamping ASI dengan kejadian diare di wilayah kerja Puskesmas Paguyaman
Kecamatan Paguyaman Kabupaten Boalemo.

BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
1.1

Desain Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian survei bersifat deskriptif analitik dengan rancangan cross
sectional (Notoatmodjo, 2003) yaitu untuk mengetahui hubungan pengetahuan dan sikap ibu

dengan pemberian MP-ASI terhadap kejadian diare. Data yang diperoleh dari kuesioner yang
diberikan pada ibu-ibu yang memiliki balita.
1.2

Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian mini project ini dilakukan di posyandu-posyandu wilayah kerja Puskesmas

Paguyaman, Kecamatan Paguyaman. Penelitian ini dilakukan pada bulan April dan Mei 2016

1.3

Populasi dan Sampel Penelitian

1.3.1

Populasi Target

Populasi target penelitian adalah ibu yang memiliki balita di Kecamatan


Paguyaman.

1.3.2

Populasi Terjangkau

Populasi terjangkau adalah balita yang mengikuti program posyandu di wilayah


kerja Puskesmas Paguyaman

1.3.3

Sampel Penelitian

Sampel

penelitian

adalah

semua

balita

pada

populasi

terjangkau

yang

memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.

1.4

Kriteria Inklusi dan Eksklusi

1.4.1

Kriteria Inklusi

Ibu yang memiliki bayi berusia 0-24 Bulan

1.4.2

1.5

Kriteria Eksklusi

Ibu yang tidak bersedia mengikuti penelitian

Besar Sampel Penelitian


Sampel terdiri dari bagian populasi terjangkau yang dapat dipergunakan sebagai

subjek penelitian melalui sampling. Dalam penelitian ini teknik pengambilan sampel
menggunakan purposive sample adalah suatu teknik penetapan sampel dengan cara memilih
sampel diantara populasi sesuai dengan yang dikehendaki peneliti (jumlah/masalah dalam
penelitian), sehingga sampel tersebut dan mewakili karakteristik populasi yang telah dikenal
sebelumnya6. Untuk menentukan besarnya sempel peneliti melihat dari besarnya populasi

apabila jumlah populasi < 100 responden, maka semua dijadikan sampel dan apabila populasi
> 100 responden maka dapat diambil 10-15 % atau 20-25% dari jumlah populasi tersebut7.

1.6

Variabel Penelitian

Variabel bebas (independen) Variabel bebas dalam penelitian ini yaitu Tingkat pengetahuan

dan sikap pemberian makanan pendamping ASI yang meliputi usia pemberian MP ASI,
frekuensi pemberian MP ASI, porsi pemberian MP ASI, jenis MP ASI, dan cara pemberian
MP ASI.
Variabel tergantung (dependen) dalam penelitian ini adalah kejadian diare pada anak usia 0-

24 bulan di wilayah kerja Puskesmas Purwodadi.


1.7

Batasan Operasional
1. Diare dalam penelitian ini

2. Tingkat pengetahuan mengenai Makanan Pendamping ASI pada subjek dinilai


berdasarkan kuesioner yang terdiri dari lima pernyataan dengan pilihan jawaban
ya dan tidak.

Baik jika diperoleh skor pengetahuan >80%

Cukup jika diperoleh skor pengetahuan 60%-<80%

Kurang jika diperoleh skor pengetahuan <60%

3. Sikap mengenai Makanan Pendamping ASI pada subjek dinilai berdasarkan


kuesioner yang terdiri dari lima pernyataan dengan pilihan jawaban sangat setuju,
setuju, ragu-ragu, tidak setuju, sangat tidak setuju

1.8

Baik jika diperoleh skor sikap >80%

Cukup jika diperoleh skor sikap 60%-<80%

Kurang jika diperoleh skor sikap <60%

Alur Penelitian
Ibu yang memiliki bayi diwilayah kerja Puskesmas Paguyaman

Sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi

Pengisian kuesioner
dengan dipandu oleh
peneliti
Dilakukan penyuluhan mengenai diare dan makanan
pendamping ASI
Pencatatan data penelitian
Pengolahan data
Pelaporan hasil penelitian
Gambar Alur penelitian

1.9

Pengumpulan Data
1. Data Primer
Data primer yaitu data yang diperoleh melalui wawancara dan kuesioner secara
langsung dengan responden.
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data semua bayi berusia 0-24 bulan yang berada di wilayah
kerja Puskesmas Paguyaman dan diberikan makanan pendamping ASI

2.0

Pengolahan, Penyajian dan Teknik Analisis Data


1. Pengolahan Data
Setelah data terkumpul dari lembar kuesioner yang ada maka dilakukan
pengolahan data. Pengolahan data menggunakan program komputer tersebut
dengan tahap-tahap sebagai berikut:
a. Editing

Yaitu kegiatan untuk pengecekan dan perbaikan isian formulir atau kuesioner.
Hasil

wawancara

atau

pengamatan

dari

lapangan

harus

dilakukan

penyuntingan terlebih dahulu.


b. Coding
Setelah semua kuesioner diedit atau disunting, selanjutnya dilakukan
pengkodean atau Coding, yakni mengubah data berbentuk kalimat atau
huruf menjadi data angka atau bilangan.
c. Processing
Data dari jawaban masing-masing responden dalam bentuk Code
dimasukkan kedalam program atau Software computer yaitu paket program
SPSS for windows.
d. Cleaning
Apabila semua data dari setiap sumber data atau responden dimasukkan, perlu
dicek kembali untuk melihat kemungkinankemungkinan adanya kesalahan
kode, ketidaklengkapan kemudian dilakukan pembetulan atau koreksi.
2. Analisis Data
Data yang telah terkumpul dianalisis dengan menggunakan program SPSS yang
meliputi:
a. Analisis Univariat
Analisis
univariat

(analisis

persentase)

dilakukan

untuk

menggambarkan distribusi frekuensi masing-masing, baik variabel bebas


(independen), variabel terikat (dependen) maupun deskripsi karakteristik.
b. Analisis Bivariat
Analisis bivariat digunakan untuk melihat hubungan antara masingmasing variabel bebas dengan variabel tergantung disertai uji kemaknaan
statistik dengan uji Chi Square (Kai Kuadrat) dengan tingkat kepercayaan
95%. Uji Chi Square menggunakan data kategori (nominal dan ordinal), data
tersebut diperoleh dari hasil menghitung.
Keputusan Uji Chi Square, Ho ditolak apabila p < (0,05), artinya ada
hubungan bermakna antara variabel dependen dengan variabel independen. Ho
gagal ditolak apabila p > , artinya tidak ada hubungan bermakna antara
variabel dependen dengan variabel independen.

BAB IV
HASIL

4.1.Profil Komunitas Umum


Berdasarkan Undang-Undang Nomor 50 Tahun 1999 tentang Pembentukan
Kabupaten Boalemo (Lembaran Tahun 1999 Nomor 187, Undang-Undang Nomor 10 Tahun
2000); Kabupaten Boalemo terdiri dari 10 Kecamatan, kemudian pada tahun 2003 Boalemo
Barat yang terdiri dari Kecamatan Paguat, Marisa, Randangan, Lemito dan Papayato
dimekarkan lagi dan diberi nama Kabupaten Pohuwato. Dengan demikian Kabupaten
Boalemo sampai saat ini mempunyai 7 Kecamatan yaitu: Kecamatan Paguyaman, Kecamatan
Paguyaman, Kecamatan Paguyaman Pantai, Kecamatan Dulupi, Kecamatan Tilamuta,
Kecamatan Botumoito dan Kecamatan Mananggu. Wilayah kerja Puskesmas Paguyaman
terdapat 11 Desa yang meliputi Desa Tangkobu, Rejonegoro, Sosial, Molombulahe, Kuala
Lumpur, Wonggahu, Tenilo, Hulawa, Balate Jaya, Karya Murni, dan Girisa.
4.2.Data Geografis
Keadaan Geografis Wilayah kerja Puskesmas Paguyaman, terdiri daerah pegunungan,
persawahan, pertanian dan dengan luas Wilayah Kecamatan Paguyaman 196.6 Km.
Kecamatan Paguyaman terdapat 11 Desa yang meliputi Desa Tangkobu, Rojonegoro, Sosial,
Molumbulahe, Kuala Lumpur, Wonggahu, Tenilo, Hulawa, Balate Jaya, Karya Murni, dan
Girisa. Puskesmas Paguyaman terletak antara, dengan batas-batas wilayah sebagai berikut:
Sebelah Utara
: Puskesmas Berlian
Sebelah Timur
: Kecamatan Boliyohuto
Sebelah Selatan
: Kecamatan Paguyaman Pantai
Sebelah Barat
: Puskesmas Bongo Nol
Ditinjau dari sisi wilayah pemerintahan Kecamatan Paguyaman terdiri dari 11 Desa.
Transportasi semua Desa yang ada di wilayah Puskesmas Paguyaman dapat dijangkau dengan
kendaraan bermotor roda empat dan roda dua, dan satu Desa melalui sarana laut (perahu).6

Tabel 4.1 Luas Wilayah Puskesmas PaguyamanTahun 2015


Desa
Tangkobu
Rojonegoro
Sosial
Molumbulahe
Kuala Lumpur
Wonggahu
Tenilo
Hulawa

Luas Wilayah (Km2)


6,51
10,73
8,23
5,10
6,44
12,52
15,84
3,22

Persentase
3%
5%
4%
3%
3%
6%
6%
2%

Balate Jaya
Karya Murni
Girisa

7,51
25,75
30,05

4%
15%
13%

Sumber: Data Kantor Camat Paguyaman Tahun 2015


FOTO PETA PAGUYAMAN

4.3.Data Demografi5,6
Jumlah penduduk Kecamatan Paguyaman berdasrkan data statistik kantor kecamatan
tahun 2014 adalah 16.372 jiwa (11 Desa), yang terdiri dari laki-laki 8.334 jiwa dan
perempuan 8.038 jiwa. Kepadatan penduduk rata-rata: 2,073.

4.4.

Sumber Daya Kesehatan5,6


Sumber daya kesehatan merupakan semua perangkat keras dan perangkat lunak yang

diperlukan sebagai pendukung penyelenggara upaya kesehatan. Bagian yang tidak


terpisahkan dari sumberdaya kesehatan adalah Sarana dan Prasarana Kesehatan, Tenaga
kesehatan, Perbekalan kesehatan, dan Pemberdayaan masyarakat. Puskesmas Paguyaman
yang terdiri 11 Desa memiliki 5 Poskesdes dan 2 Polindes, Pustu 5 yang memberikan
pelayanan Preventif, Promotif dan Kuratif guna peningkatan derajat kesehatan masyarakat
sekaligus tercapainya cakupan program Puskesmas. Menurut data tahun 2015, di Puskesmas
Paguyaman terdapat 1 dokter, 28 perawat, 18 bidan, 2 tenaga farmasi, 2 ahli gizi dan 4
sarjana kesehatan masyarakat.
4.5.
Sarana Pelayanan Kesehatan5,6
Puskesmas Paguyaman, yang terdiri dari 11 Desa memiliki 5 poskesdes dan 2
polindes, Pustu 5 yang memberikan pelayanan Preventif, Promotif, dan Kuratif guna
peningkatan derajat kesehatan masyarakat sekaligus tercapainya cakupan program
puskesmas.
Puskesmas merupakan sarana pelayanan kesehatan yang memiliki fungsi sebagai
pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan, pusat pemberdayaan masyarakat dan
pusat pelayanan kesehatan strata 1 yang meliputi pelayanan kesehatan perorangan dan
masyarakat.
Tahun 2015 ini jumlah Puskesmas di Kecamatan Paguyaman 3 unit, yakni
Puskesmas Paguyaman berada di pusat Kecamatan Paguyaman dengan wilayah 11 desa dan
Puskesmas Berlian berada di Desa Permata dengan wilayah 5 desa dan Puskesmas Bongo
Nol berada di Desa Bongo Nol dengan wilayah kerja 6 desa

DAFTAR PUSTAKA

Notoadmojo S. Dr, Pengantar Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku Kesehatan, Penerbit
Andi Offset, Yogyakarta : 1993
Azwar S, MA, Drs, Sikap Manusia Teori dan pengukurannya, Edisi ke 2, Penerbit Pustaka
Pelajar, Yogyakarta : 2002
Soebagyo B. 2008. Diare Akut pada Anak. Surakarta: Universitas Sebelas Maret
Press
Notoatmodjo, S. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Rineka Cipta
Depkes RI. 2007. Buku Pedoman Pemberian Makanan Pendamping ASI. Jakarta:
Ditjen Bina Kesehatan Masyarakat dan Direktorat Bina Gizi Masyarakat
________. 2007. Buku Pedoman Pelaksanaan Program Pemberantasan Penyakit
Diare. Jakarta: Ditjen PPM dan PL
________. 2007. Pedoman Pemberantasan Penyakit Diare. Jakarta: Ditjen PPM
dan PL
Subijanto. 2007. Probiotik Pada Anak Sehat dan Sakit. Jakarta : Rineka Cipta

Mansjoer, A., Suprohaita., Wardhani WI., Setiowulan, W. 2000. Kapita Selekta Kedokteran
Jilid 2 Gastroenterologi Anak. Jakarta: Media Aesculapius.
Suraatmaja S. 2007.Diare dalam Kapita Selekta Gastroenterologi Anak. Jakarta: Sagung
Seto. 1-24.

Gaurino et al. 2008.European Society for Pediatric Gastroenterology, Hepatology and


Nutrition/European Society for Paediatric Infectious disease Evidenced Based
Guidelines for Management of Acute Gastroenteritis in Children in Europe. Journal
of Pediatric Gastroenterology and Nutrition 46: S81-184.
Pusponegoro HD, dkk. 2005. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak Edisi I 2005. Badan
Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia.
Firmansyah A dkk.2005. Modul Pelatihan Tata Laksana Diare pada Anak. Jakarta: Badan
Koordinasi Gastroenterologi Anak Indonesia
Suandi IKG. 2007.Manajemen nutrisi pada gastroenteritis dalam Kapita Selekta
Gastroenterologi Anak. Jakarta: Sagung Seto. 2007:84-100.
WHO.2009. Diare dalam Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit Pedoman
Bagi Rumah Sakit Rujukan Tingkat Pertama di Kabupaten Kota. Jakarta: WHO
Indonesia.
5. Laporan Tahunan Desa Tenilo Kecamatan Paguyaman 2015.
6. Profil Puskesmas Paguyaman Tahun 2015.
5. Muchtadi, D. 2004. Gizi untuk bayi: ASI, Susu Formula dan Makanan Tambahan,
Pustaka Harapan, Jakarta.
Irianto K dan Waluyo K. 2004. Gizi dan Pola Hidup sehat, cetakan pertama.
Bandung: Yrama Widya
Sampel Arikunto, 2006, prosedur penelitian suatu pendekatan prektik.
Jakarta: Rhineka Cipta

You might also like