Professional Documents
Culture Documents
Oleh:
dr. Muhammad Fikri Husein
NamaPenulis:
dr. Muhammad Fikri Husein
Judul:
Hubungan Tingkat tingkat pengetahuan dan sikap ibu mengenai pemberian MP ASI
terhadap kejadian diare di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Paguyaman
KATA PENGANTAR
Puji syukur tim penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkah rahmat
dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan miniproject ini. Penulisan laporan
miniproject ini bertujuan untuk memenuhi tugas internship selama pengabdian dipuskesmas.
Penyusunan laporan ini dapat diselesaikan dengan bantuan dan bimbingan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, kami mengucapkan terimakasih kepada:
(1) Bapak Haris Ahmad, SKM, M.Kes, selaku kepala Puskesmas Paguyaman, yang
membantu terlaksananya miniproject ini;
(2) dr. Ruslyaraz M.Kes, selaku dokter pendamping yang telah membimbing dalam
pelaksanaan mini project dan laporan ini;
(3) dr. Ria Kumala, selaku dokter pendamping yang telah membimbing dalam
pelaksanaan miniproject dan laporan ini;
(4) Maryanto Amd.Kep selaku penanggung jawab program diare yang telah membantu
dalam penyediaan data penyakit diare yang dibutuhkan dalam miniproject ini;
(5) Dinas Kesehatan Boalemo dan Dinas Pendidikan Kecamatan Paguyaman yang telah
memberikan bantuan berupa obat-obatan dan perizinan miniproject ini;
(6) Kepala sekolah dan guru-guru SDN 05 Paguyaman yang telah bersedia memberikan
izin dan membantu pelaksanaan miniproject disekolah;
(7) Ibu-Ibu penanggung jawab posyandu tiap desa diwilayah kerja Puskesmas
Paguyaman
(8) Serta seluruh staf Puskesmas Paguyaman yang telah memberikan bantuan, baik moril
maupun materiil kepada kami.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam pelaksanaan miniproject
dan penulisan laporan miniproject ini. Semoga miniproject ini dapat bermanfaat bagi
puskesmas dan peningkatan kesehatan dimasyarakat.
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Penyakit diare masih menjadi penyebab utama kesakitan dan kematian pada
bayi dan anak-anak. WHO (2008) menyatakan bahwa setiap tahun 1,5 juta anak balita
meninggal dunia akibat penyakit diare, hal ini menyebabkan diare sebagai penyebab
kematian terbesar kedua pada anak balita. Di negara ASEAN, anak-anak balita
mengalami rata-rata 3-4 kali kejadian diare per tahun atau hampir 15-20% waktu
hidup anak dihabiskan untuk diare (Soebagyo, 2008).
Penyakit diare di Indonesia merupakan salah satu masalah kesehatan
masyarakat yang utama. Hal ini disebabkan karena masih tingginya angka kesakitan
diare yang menimbulkan banyak kematian terutama pada balita. Di Indonesia
dilaporkan secara keseluruhan pada tahun 2006 diperkirakan angka kesakitan diare
meningkat sebesar 423 per 1000 penduduk pada semua usia dengan jumlah kasus
10.980 penderita dan jumlah kematian 277 balita. Pada tahun 2008, di Indonesia
episode diare pada balita berkisar 40 juta per tahun dengan kematian sebanyak
200.000-400.000 balita (Soebagyo, 2008).
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Rikesdas) tahun 2013, menunjukkan pemetaan
penyakit menular yang mencolok adalah penurunan angka period prevalence diare
dari 9,0 persen tahun 2007 menjadi 3,5 persen tahun 2013. Untuk menjadi catatan
penurunan prevalensi diasumsikan tahun 2007 pengumpulan data tidak dilakukan
secara serentak, sementara tahun 2013 pengumpulan data dilakukan bersamaan di
bulan Mei-Juni. Insiden diare balita di Indonesia adalah 6,7 persen. Lima provinsi
dengan insiden diare tertinggi adalah Aceh (10,2%), Papua (9,6%), DKI Jakarta
(8,9%), Sulawesi Selatan (8,1%), dan Banten (8,0%) sedangkan Gorontalo (5,9%).
Karakteristik diare balita tertinggi terjadi pada kelompok umur 12-23 bulan (7,6%),
laki-laki (5,5%), tinggal di daerah pedesaan (5,3%), dan kelompok kuintil indeks
kepemilikan terbawah (6,2%).
Bertambahnya usia bayi mengakibatkan bertambah pula kebutuhan gizinya.
Ketika bayi memasuki usia enam bulan ke atas, beberapa elemen nutrisi seperti
karbohidrat, protein dan beberapa vitamin serta mineral yang terkandung dalam ASI
atau susu formula tidak lagi mencukupi, oleh sebab itu setelah usia enam bulan bayi
perlu mulai diberi MP ASI agar kebutuhan gizi bayi atau anak terpenuhi. Dalam
pemberian MP ASI, yang perlu diperhatikan adalah usia pemberian MP ASI, frekuensi
dalam pemberian MP ASI, porsi dalam pemberian MP ASI, jenis MP ASI, dan cara
pemberian MP ASI pada tahap awal. Pemberian MP ASI yang tepat diharapkan tidak
hanya dapat memenuhi kebutuhan gizi bayi, namun juga merangsang keterampilan
makan dan merangsang rasa percaya diri pada bayi (Depkes RI, 2007).
Pemberian makanan pendamping ASI setelah bayi berusia enam bulan, akan
memberikan perlindungan besar pada bayi dari berbagai macam penyakit. Hal ini
disebabkan sistem imun pada bayi yang berusia kurang dari enam bulan belum
sempurna, sehingga pemberian MP ASI dini (kurang dari enam bulan) sama saja
dengan membuka pintu gerbang masuknya berbagai jenis kuman penyakit. Belum lagi
jika tidak disajikan secara higienis. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Rikesdas) tahun
2007, menunjukkan bahwa bayi yang mendapatkan MP ASI sebelum berusia enam
bulan, lebih banyak terserang diare, sembelit, batuk-pilek, dan panas dibandingkan
bayi yang hanya mendapat ASI eksklusif dan mendapatkan MP ASI dengan tepat
waktu (usia pemberian MP ASI setelah enam bulan). Namun tidak menutup
kemungkinan juga bahwa bayi atau anak yang usianya lebih dari enam bulan dan
telah diberi makanan pendamping ASI dengan tepat, dapat terserang diare, sembelit,
batuk-pilek, dan panas. Sebab dilihat dari berbagai faktor seperti frekuensi pemberian
makanan pendamping ASI, porsi pemberian makanan pendamping ASI, jenis
makanan pendamping ASI, dan cara pemberian makanan pendamping ASI pada bayi
ataupun anak sangat berpengaruh besar untuk terserangnya penyakit diare dan lainlain (Depkes RI, 2007).
Peran ibu dalam melakukan penatalaksanaan terhadap diare diperlukan suatu
pengetahuan, karena pengetahuan merupakan salah satu komponen faktor predisposisi
yang penting. Peningkatan pengetahuan tidak selalu menyebabkan terjadinya
perubahan sikap dan perilaku tetapi mempunyai hubungan yang positif, yakni dengan
peningkatan pengetahuan maka terjadinya perubahan perilaku akan cepat.
(Notoatmodjo S 2003)
B. PERNYATAAN MASALAH
Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah tersebut di atas dapat
dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut, Bagaimana tingkat pengetahuan
dan sikap ibu mengenai pemberian MP ASI terhadap kejadian diare di wilayah
kerja Puskesmas Kecamatan Paguyaman
C. TUJUAN
Tujuan Umum
Mengetahui tingkat pengetahuan dan sikap ibu mengenai pemberian MP ASI
terhadap kejadian diare di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Paguyaman
Tujuan Khusus
1. Memberikan informasi edukasi tentang diare, tanda bahaya diare, cara pencegahan
dan pengobatan diare.
2. Memberikan Informasi mengenai umur pemberian makanan pendamping ASI,
frekuensi, porsi pemberian, jenis dan cara pemberian makanan pendamping ASI
D. MANFAAT
1. Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Boalemo
Sebagai bahan masukan dalam membuat perencanaan kebijakan pencegahan
penyakit diare, penyusunan perencanaan kesehatan, dan evaluasi program kesehatan
khususnya dalam pencegahan penyakit diare yang berhubungan dengan pemberian
makanan pendamping ASI.
2. Bagi Puskesmas
Meningkatkan kerjasama serta komunikasi antara dokter internship, petugas
kesehatan dan masyarakat mengenai diare dan makanan pendamping ASI.
Mengoptimalkan program promosi kesehatan Puskesmas.
3. Bagi Masyarakat
Memberikan informasi tentang pengetahuan dan sikap ibu pemberian makanan
pendamping ASI dengan kejadian diare, sehingga masyarakat lebih meningkatkan
kepeduliannya terhadap pentingnya dalam pemberian makanan pendamping ASI yang
tepat dan sehat pada bayi atau anak.
3. Bagi Instansi Pemerintah
Sebagai bahan masukan dalam upaya promosi dan preventif terhadap kejadian
diare di masyarakat.
4. Bagi Peneliti lain
Dapat dijadikan sebagai informasi untuk peneliti lain yang lebih lanjut
mengenai hubungan pemberian makanan pendamping ASI pada anak usia 0-24 bulan
dengan kejadian diare.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DIARE
1. Definisi
Diare adalah penyakit yang ditandai dengan bertambahnya frekuensi defekasi
lebih dari biasanya (>3x perhari) disertai perubahan konsistensi tinja (menjadi cair)
dengan atau tanpa darah dan atau lendir (Suraatmaja, 2007).
Berdasarkan waktu terjadinya, diare dibagi menjadi diare akut, diare melanjut
dan diare persisten. Diare akut adalah diare yang terjadi secara mendadak dan
berlangsung kurang dari 7 hari pada bayi dan anak yang sebelumnya sehat. Diare
melanjut yaitu episode diare akut yang melanjut hingga berlangsung selama 7-14 hari.
Diare persisten adalah episode diare yang mula-mula bersifat akut namun berlangsung
selama 14 hari atau lebih (Mansjoer et al, 2000).
2. Etiologi
Penyebab infeksi utama timbulnya diare umumnya adalah golongan virus,
bakteri dan parasit. dua tipe dasar dari diare akut oleh karena infeksi adalah noninflamatory dan inflammatory (Subagyo dan Santoso, 2010).
Enteropatogen menimbulkan non-inflamatory diare
melalui
produksi
enterotoksin oleh bakteri, destruksi sel permukaan villi oleh virus, perlekatan oleh
parasit, perlekatan dan/ atau translokasi dari bakteri. Sebaliknya inflammatory diare
biasanya disebabkan oleh bakteri yang menginvasi usus secara langsung atau
memproduksi sitotoksin (Subagyo dan Santoso, 2010).
Tabel 1. Penyebab diare akut pada manusia
GOLONGAN
BAKTERI
Aeromonas
Bacillus cereus
Canpilobacter jejuni
Clostridium perfringens
Clostridium defficile
Eschercia coli
Plesiomonas
shigeloides
Salmonella
Shigella
Staphylococcus aureus
Vibrio cholera
Vibrio
parahaemolyticus
Yersinia enterocolitica
GOLONGAN VIRUS
GOLONGAN PARASIT
Astrovirus
Calcivirus (Norovirus, Sapovirus)
Enteric adenovirus
Corona virus
Rotavirus
Norwalk virus
Herpes simplek virus
Balantidiom coli
Blastocystis homonis
Crytosporidium parvum
Entamoeba histolytica
Giardia lamblia
Isospora belli
Strongyloides stercoralis
Cytomegalovirus
Trichuris trichiura
Tabel 2. Frekuensi Enteropatogen penyebab diare pada anak usia <5 tahun
Defek anatomis
Malrotasi
Penyakit Hirchsprung
Short Bowel Syndrome
Atrofi mikrovilli
Stricture
Malabsorbsi
Neoplasma
Neuroblastoma
Phaeochromocytoma
Sindroma Zollinger Ellison
Lain-lain:
Infeksi non gastrointestinal
Alergi susu sapi
Penyakit Crohn
Defisiensi imun
Colitis ulserosa
Ganguan motilitas usus
Pellagra
Keracunan makanan
Defesiensi disakaridase
Malabsorbsi
glukosa
galaktosa
Cystic fibrosis
Cholestosis
Penyakit celiac
Endokrinopati
Thyrotoksikosis
Penyakit Addison
Sindroma Androgenital
dan
logam berat
Mushrooms
Epidemiologi
3. Patofisiologi
Ada tiga mekanisme terjadinya diare cair, yaitu sekretorik, osmotik, dan
gangguan motilitas. Meskipun dapat melalui ketiga mekanisme tersebut, diare
sekretorik lebih sering ditemukan pada infeksi saluran cerna.
a. Diare osmotik
Mukosa usus halus adalah epitel berpori, yang dapat dilalui oleh air dan
elektrolit dengan cepat untuk mempertahankan tekanan osmotik antara lumen
usus dengan cairan ekstrasel. Adanya bahan yang tidak diserap, menyebabkan
bahan intraluminal pada usus halus bagian proksimal tersebut bersifat hipertoni
dan menyebabkan hiperosmolaritas. Akibat perbedaan tekanan osmose antara
lumen usus dan darah maka pada segmen usus jejunum yang bersifat permeable,
air akan mengalir ke arah jejunum, sehingga akan banyak terkumpul air dalam
lumen usus. Na akan mengikuti masuk ke dalam lumen, dengan demikian akan
terkumpul cairan intraluminal yang besar dengan kadar Na normal. Sebagian
kecil cairan ini akan dibawa kembali, akan tetapi lainnya akan tetap tinggal di
lumen oleh karena ada bahan yang tidak dapat diserap seperti Mg, glukosa,
sucrose, lactose, maltose di segmen ileum dan melebihi kemampuan absorbsi
kolon, sehingga terjadi diare. Bahan-bahan seperti karbohidrat dan jus buah, atau
bahan yang mengandung sorbitol dalam jumlah berlebihan akan memberikan
dampak yang sama (Subagyo dan Santoso, 2010).
b. Diare Sekretorik
Diare sekretorik disebabkan oleh sekresi air dan elektrolit ke dalam usus halus
yang terjadi akibat gangguan absorbi natrium oleh vilus saluran cerna, sedangkan
sekresi klorida tetap berlangsung atau meningkat. Keadaan ini menyebabkan air
dan elektrolit keluar dari tubuh sebagai tinja cair. Diare sekretorik ditemukan
diare yang disebabkan oleh infeksi bakteri akibat rangsangan pada mukosa usus
halus oleh toksin E.coli atau V. cholera (Gaurino et al, 2008)
Tabel 5. Perbedaan diare osmotik dan sekretorik
Volume tinja
Puasa
Na+ tinja
Reduksi
pH tinja
Osmotik
<200 ml/hari
Diare berhenti
<70 mEq/L
(+)
<5
Sekretorik
>200 ml/hari
Diare berlanjut
>70 mEq/L
(-)
>6
Dehidrasi berat
Dehidrasi
ringan/sedang
PENGOBATAN
Beri cairan untuk diare
dengan dehidrasi berat
(lihat rencana terapi C
untuk diare di rumah sakit)
Rotavirus
Shigella
Salmonella
ETEC
EIEC
Kolera
17-72 jam
24-48 jam
6-72 jam
6-72 jam
6-72 jam
48-72 jam
Panas
Mual, muntah
Nyeri perut
+
Sering
Tenesmus
Nyeri kepala
Lamanya sakit
Sifat tinja:
Volume
Frekuensi
Konsistensi
Darah
Bau
Warna
Leukosit
Lain-lain
++
Sering
Tenesmus,kolik
+
-
5-7 hari
++
Jarang
Tenesmus,
cramp
+
>7hari
+
3-7 hari
2-3 hari
Sedang
5-10x/hari
Cair
Langu
Kuning
hijau
anorexia
Sedikit
>10x/hari
Lembek
+
Merahhijau
+
Kejang +
Sedikit
Sering
Lembek
Kadang
Busuk
Kehijauan
Banyak
Sering
Cair
Tak
berwarna
Meteorismus
+
Sepsis +
++
Tenesmus
, cramp
variasi
Sering
cramp
Sedikit
Sering
Lembek
+
Merahhijau
Infeksi
sistemik+
Banyak
Terus menerus
Cair
Amis khas
Seperti
air
cucian beras
-
3 hari
5. Diagnosis
a. Anamnesis
Riwayat pemberian makan anak sangat penting dalam melakukan tatalaksana
anak dengan diare. Tanyakan juga hal-hal berikut:
Diare
Frekuensi Buang Air Besar (BAB) anak
Lamanya diare terjadi
Apakah ada darah dan lendir pada tinja
Apakah ada muntah
Laporan setempat mengenai Kejadian Luar Biasa (KLB) kolera
Pengobatan antibiotik yang baru diminum anak atau pengobatan lain
Gejala invaginasi (tangisan keras dan kepucatan bayi)
b. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik perlu diperiksa: berat badan, suhu tubuh, frekuensi
denyut jantung dan pernapasan serta tekanan darah. Selanjutnya perlu dicari
tanda-tanda tambahan lainya: ubun-ubun besar cekung atau tidak, mata cowong
atau tidak, ada atau tidak adanya air mata, bibir, mukosa mulut dan lidah kering
atau basah.
Pernapasan yang cepat dan dalam indikasi adanya asidosis metabolic. Bising
usus yang lemah atau tidak ada bila terdapat hipokalemia. Pemeriksaan
ekstremitas perlu karena perfusi dan capillary refill dapat menentukan derjat
dehidrasi yang terjadi. Penilaian beratnya atau derajat dehidrasi dapat ditentukan
dengan cara: objektif yaitu dengan membandingkan berat badan sebelum dan
sesudah diare (Pusponegoro, 2005).
Tabel 8. Penentuan derajat dehidrasi menurut MMWR 2003
Symptom
Kesadaran
Denyut
jantung
Kualitas
nadi
Pernapasan
Mata
Air mata
Mulut dan
lidah
Cubitan
kulit
Cappilary
refill
Ekstremitas
Kencing
Minimal atau
tanpa dehidrasi,
kehilangan BB
<3%
Baik
Normal
Dehidrasi ringan
sedang,
kehilangan BB
3%-9%
Normal, lelah,
gelisah, irritable
Normal meningkat
Normal
Normal melemah
Normal
Normal
Ada
Basah
Normal-cepat
Sedikit cowong
Berkurang
Kering
Segera kembali
Kembali<2 detik
Kembali>2detik
Normal
Memanjang
Memanjang, minimal
Hangat
Dingin
Normal
Berkurang
Dingin,mottled,
sianotik
Minimal
Dehidrasi berat,
kehilangan BB >9%
tinja segar (sebaiknya tidak lebih dari 1 jam). Sepuluh tetes air dan 5 tetes
bagian cair dari tinja diteteskan kedalam gelas tabung, kemudian ditambah
1 tablet clinitest. Setelah 60 detik maka perubahan warna yang terjadi
dicocokan dengan warna standart. Biru berarti negative, kuning tua berarti
positif kuat (++++=2%), antara kuning dan biru terdapat variasi warna hijau
kekuningan (+=1/2%), (++=3/4%), (+++=1%). Sedangkan terdapatnya
lemak dalam tinja lebih dari 5 gram sehari disebut sebagai steatore
(Firmansyah, 2005).
2) Pemeriksaan mikroskopik
Infeksi bakteri invasive ditandai dengan ditemukannya sejumlah besar
leukosit dalam tinja yang menunjukan adanya proses inflamasi.
Pemeriksaan leukosit tinja dengan cara mengambil bagian tinja yang
berlendir seujung lidi dan diberi tetes eosin atau Nacl lalu dilihat dengan
mikroskop cahaya:
- bila terdapat 1-5 leukosit perlapang pandang besar disebut negative
- bila terdapat 5-10 leukosit per lapang pandang besar disebut (+)
- bila terdapat 10-20 leukosit per lapang pandang besar disebut (++)
- bila terdapat leukosit lebih dari lapang pandang besar disebut (+++)
- bila leukosit memenuhi seluruh lapang pandang besar disebut (++++)
Pemeriksaan parasit paling baik dilakukan pada tinja segar. Dengan memakai
batang lidi atau tusuk gigi, ambilah sedikit tinja dan emulsikan delam tetesan
NaCl fisiologis, demikian juga dilakukan dengan larutan Yodium. Pengambilan
tinja cukup sedikit saja agar kaca penutup tidak mengapung tetapi menutupi
sediaan sehingga tidak terdapat gelembung udara. Periksalah dahulu sediaan tak
berwarna (NaCL fisiologis), karena telur cacing dan bentuk trofozoid dan
protozoa akan lebih mudah dilihat. Bentuk kista lebih mudah dilihat dengan
perwanaan yodium. Pemeriksaan dimulai dengan pembesaran objekstif 10x, lalu
40x untuk menentukan spesiesnya (Firmansyah, 2005).
Faktor Resiko
6. Tata laksana
Terdapat lima pilar penting dalam tatalaksana diare yaitu rehidrasi, dukungan
nutrisi, suplement zink, pemberian obat sesuai indikasi dan edukasi pada orang tua.
Masukkan cairan peroral diberikan bila pasien sudah mau dan dapat
minum, dimulai dengan 5ml/kgBB selama proses rehidrasi.
2. Dehidrasi ringan-sedang
-
Rehidrasi parenteral (IV) diberikan bila anak muntah setiap diberi minum.
Cairan IV yang diberikan adalah RL, KaEn 3B atau NaCl dengan jumlah
cairan dihitung berdasarkan berat badan
BB 3-10 kg
: 200ml/kgBB
BB 10-15 kg
: 175ml/kgBB
BB > 15kg
: 135ml/kgBB
3. Tanpa dehidrasi
CRO yang diberikan 5-10 ml/kgBB setiap diare cair atau berdasarkan umur.
-
b. Nutrisi
ASI dan makanan dengan menu yang sama saat anak sehat sesuai umur tetap
diberikan untuk mencegah kehilangan berat badan dan sebagai pengganti nutrisi
yang hilang. Adanya perbaikan nafsu makan menandakan fase kesembuhan. ASI
tetap diberikan.
c. Suplementasi Zink
Zink sudah terbukti secara ilmiah dapat menurunkan frekuensi diare. Zinc
mengurangi lama dan beratnya diare. Zinc juga dapat mengembalikan nafsu
makan anak. Zinc termasuk mikronutrien yang mutlak dibutuhkan untuk
memelihara kehidupan yang optimal. Dasar pemikiran penggunaan zinc dalam
pengobatan diare akut didasarkan pada efeknya terhadap imunitas atau terhadap
struktur dan fungsi saluran cerna dan terhadap proses perbaikan epitel saluran
cerna selama diare. Pemberian zinc pada diare dapat meningkatkan absorbsi air
dan elektrolit oleh usus halus meningkatkan kecepatan regenerasi epitel usus,
meningkatkan jumlah brush border apical, dan meningkatkan respon imun yang
mempercepat pembersihan patogen di usus. Pengobatan dengan zinc cocok
ditetapkan di negara-negara berkembang seperti Indonesia yang memiliki banyak
masalah terjadinya kekurangan zinc di dalam tubuh karena tingkat kesejahteraan
yang rendah dan daya imunitasnya yang kurang memadai. Pemberian zinc dapat
menurunkan risiko terjadinya dehidrasi pada anak. Dosis zinc untuk anak-anak:
-
matang, ASI atau oralit yang diberikan selama 10-14 hari (Agarwal, 2007).
Tujuan pengobatan diatas dapat dicapai dengan cara mengikuti rencana terapi
yang sesuai, seperti yang tertera dibawah ini:
1. Rencana terapi A : penanganan diare di rumah
Jelaskan kepada ibu tentang 4 aturan perawatan di rumah:
a. Beri cairan tambahan (sebanyak anak mau)
1. Jelaskan pada ibu:
-
jika anak memeperoleh ASI eksklusif, beri oralit, atau air matang
sebagai tambahan
jika anak tidak memperoleh ASI eksklusif, beri 1 atau lebih cairan
berikut ini: oralit, cairan makanan (kuah sayur, air tajin) atau air
matang
2. Ajari pada ibu cara mencampur dan memberikan oralit. Beri ibu 6
bungkus oralit (200ml) untuk digunakan dirumah.
3. Tunjukan pada ibu berapa banyak cairan termasuk oralit yang harus
diberikan sebagai tambahan bagi kebutuhan cairanya sehari-hari:
-
Berat badan
<5 kg
5-7,9 kg
8-10,9 kg
11-15,9 kg
16-29,9 kg
>30 kg
Jumlah (ml)
200-400
400-600
600-800
800-1200
1200-2200
2200-4000
Pemberian pertama
30ml/kgBB selama
Pemberian 70ml/kgBB
selama
1 jam*
5 jam
30 menit*
2 jam
*ulangi sekali lagi jika denyut nadi sangat lemah atau tidak teraba.
a. Periksa kembali anak setiap 15-30 menit.
b. Jika status hidrasi belum membaik, beri tetesan intravena lebih cepat.
c. Juga beri oralit (kira-kira 5ml/kgBB/jam) segera setelah anak mau minum,
biasanya sesudah 3-4 jam (bayi) atau 1-2 jam (anak) dan beri anak tablet
zinc sesuai dosis dan jadwal yang dianjurkan.
d. Periksa kembali bayi sesudah 6 jam atau anak sesudah 3 jam (klasifikasikan
dehidrasi). Kemudian pilih rencana terapi yang sesuai (A,B,C) untuk
melanjutkan penanganan.
Rujuk segera
Jika anak bisa minum, ibu memberikan larutan oralit dengan meminumkan
sedikit demi sedikit selama perjalanan
Mulai melakukan rehidrasi denga oralit melalui pipa nasogastrik atau mulut:
lambat
Jika setelah 3 jam keadaan hidrasi tidak membaik, rujuk anak untuk
pengobatan intravena
Sesudah 6 jam, periksa kembali anak. Klasifikasikan dehidrasi lalu tentukan
rencana terapi yang sesuai (A, B, C) untuk melanjutkan penanganan (WHO,
2009).
e. Antibiotik selektif
Antibiotik diberikan bila ada indikasi, sesuai dengan uji sensitivitas.
Pemberian antibiotic yang tidak rasional akan memperpanjang lamanya diare dan
mengganggu keseimbangan flora normal usus. Hanya sebagian kecil (10-20%)
yang
disebabkan
oleh
bakteri
pathogen
seperti
V,cholera,
Shigella
Disentri
Amoebiasi
s
Giadiasis
Antibiotik pilihan
Tetracycline 12,5 mg/kgBB
4x sehari selama 3 hari
Ciprofloxacin 15 mg/kgBB
2x sehari selama 3 hari
Metronidazole 10 mg/kgBB
3x sehari selama 5 hari (10
hari pada kasus berat)
Metronidazole 5mg/kgBB
3x sehari selama 5 hari
(Suandi, 2007)
f. Edukasi orang tua
Alternatif
Erythromycin
12,5
mg/kgBB
4x sehari selama 3 hari
Pivmecillinam 20 mg/kg
BB
4x sehari selama 3 hari
Ceftriaxone
50-100
mg/kgBB
1x sehari IM selama 2-5
hari
Shigella,
Orang tua diminta untuk membawa anaknya kembali jika ada demam, tinja
berdarah, muntah berulang, makan/minum sedikit, diare makin sering/ belum
membaik dalam 3 hari. Langkah preventif:
-
Kebersihan lingkungan
Imunisasi
c. Bebas dari perubahan fisik, kimia yang tidak dikehendaki, sebagai akibat dari pengaruh enzym,
aktifitas mikroba, hewan pengerat, serangga, parasit dan kerusakan-kerusakan karena tekanan,
pemasakan dan pengeringan
d. Bebas dari mikroorganisme dan parasit yang menimbulkan penyakit yang dihantarkan oleh
makanan (food borne illness)
e. Harus cukup mengandung kalori dan vitamin
f. Mudah dicerna oleh alat pencernaan Selain melihat kriteria diatas, menurut Depkes RI (2007)
menyatakan bahwa pemberian makanan pendamping ASI hendaknya melihat juga usia pemberian
makanan pendamping ASI pada anak, apakah pemberian makanan pendamping yang diberikan
sudah pada usia yang tepat atau tidak.
2. Usia pemberian makanan pendamping ASI
Menurut Depkes RI (2007) usia pada saat pertama kali pemberian makanan pendamping
ASI pada anak yang tepat dan benar adalah setelah anak berusia enam bulan, dengan tujuan agar
anak tidak mengalami infeksi atau gangguan pencernaan akibat virus atau bakteri. Berdasarkan
usia anak, dapat diketegorikan menjadi:
a. Pada usia enam sampai sembilan bulan
1) Memberikan makanan lumat dalam tiga kali sehari dengan takaran yang cukup
2) Memberikan makanan selingan satu hari sekali dengan porsi kecil
3) Memperkenalkan bayi atau anak dengan beraneka ragam bahan makanan
b. Pada usia lebih dari sembilan sampai 12 bulan
1) Memberikan makanan lunak dalam tiga kali sehari dengan takaran yang cukup
2) Memberikan makanan selingan satu hari sekali
3) Memperkenalkan bayi atau anak dengan beraneka ragam bahan makanan
c. Pada usia lebih dari 12 sampai 24 bulan
1) Memberikan makanan keluarga tiga kali sehari
2) Memberikan makanan selingan dua kali sehari
3) Memberikan beraneka ragam bahan makanan setiap hari.
3. Frekuensi pemberian makanan pendamping ASI
Menurut Depkes RI (2007) frekuensi dalam pemberian makanan pendamping ASI yang
tepat biasanya diberikan tiga kali sehari. Pemberian makanan pendamping ASI dalam frekuensi
yang berlebihan atau diberikan lebih dari tiga kali sehari, kemungkinan dapat mengakibatkan
terjadinya diare.
Menurut Irianto dan Waluyo (2004), apabila dalam pemberian makanan pendamping ASI
terlalu berlebihan atau diberikan lebih dari tiga kali sehari, maka sisa bahan makanan yang tidak
digunakan untuk pertumbuhan, pemeliharaan sel, dan energi akan diubah menjadi lemak.
Sehingga apabila anak kelebihan lemak dalam tubuhnya, dimungkinkan akan mengakibatkan
alergi atau infeksi dalam organ tubuhnya dan bisa mengakibatkan kelebihan berat badan
(obesitas).
4. Porsi pemberian makanan pendamping ASI
Menurut Depkes RI (2007) untuk tiap kali makan, dalam pemberian porsi yang tepat
adalah sebagai berikut:
a. Pada usia enam bulan, beri enam sendok makan
b. Pada usia tujuh bulan, beri tujuh sendok makan
c. Pada usia delapan bulan, beri delapan sendok makan
d. Pada usia sembilan bulan, beri sembilan sendok makan
e. Pada usia 10 bulan, diberi 10 sendok makan, dan usia selanjutnya porsi pemberiannya
menyesuaikan dengan usia anak
5. Jenis makanan pendamping ASI
Dalam pemilihan jenis makanan, biasanya diawali dengan proses pengenalan terlebih
dahulu mengenai jenis makanan yang tidak menyebabkan alergi, umumnya yang mengandung
kadar protein paling rendah seperti serealia (beras merah atau beras putih). Khusus sayuran,
mulailah dengan yang rasanya hambar seperti kentang, kacang hijau, labu, zucchini. Kemudian
memperkenalkan makanan buah seperti alpukat, pisang, apel dan pir.
Menurut Depkes RI (2007) jenis makanan pendamping ASI yang baik adalah terbuat dari
bahan makanan yang segar, seperti tempe, kacangkacangan, telur ayam, hati ayam, ikan, sayur
mayur dan buah-buahan.
Jenis-jenis makanan pendamping yang tepat dan diberikan sesuai dengan usia anak adalah
sebagai berikut:
1) Makanan lumat
Makanan lumat adalah makanan yang dihancurkan, dihaluskan atau disaring dan
bentuknya lebih lembut atau halus tanpa ampas. Biasanya makanan lumat ini diberikan saat anak
berusia enam sampai sembilan bulan. Contoh dari makanan lumat itu sendiri antara lain berupa
bubur susu, bubur sumsum, pisang saring atau dikerok, pepaya saring dan nasi tim saring.
2) Makanan lunak
Makanan lunak adalah makanan yang dimasak dengan banyak air atau teksturnya agak
kasar dari makanan lumat. Makanan lunak ini diberikan ketika anak usia sembilan sampai 12
bulan. Makanan ini berupa bubur nasi, bubur ayam, nasi tim, kentang puri.
3) Makanan padat
Makanan padat adalah makanan lunak yang tidak nampak berair dan biasanya disebut
makanan keluarga. Makanan ini mulai dikenalkan pada anak saat berusia 12-24 bulan. Contoh
makanan padat antara lain berupa lontong, nasi, lauk-pauk, sayur bersantan, dan buah-buahan.
6. Cara pemberian makanan pendamping ASI
Menurut Depkes RI (2007) pemberian makanan pendamping ASI pada anak yang tepat
dan benar adalah sebagai berikut :
a. Selalu mencuci tangan sebelum mulai mempersiapkan makanan pada bayi atau anak, terutama
bila kontak dengan daging, telur, atau ikan mentah, dan sebelum memberi makanan pada bayi
atau anak. Selain itu, juga mencuci tangan bayi atau anak.
b. Mencuci bahan makanan (sayuran, beras, ikan, daging, dll) dengan air mengalir sebelum diolah
menjadi makanan yang akan diberikan kepada bayi atau anak.
c. Mencuci kembali peralatan dapur sebelum dan sesudah digunakan untuk memasak, walaupun
peralatan tersebut masih tampak bersih.
d. Peralatan makan bayi atau anak, seperti mangkuk, sendok, dan cangkir, harus dicuci kembali
sebelum digunakan oleh bayi atau anak.
e. Dalam pemberian makanan pendamping pada bayi atau anak, hendaknya berdasarkan tahapan
usia anak.
f. Jangan menyimpan makanan yang tidak dihabiskan bayi atau anak. Ludah yang terbawa oleh
sendok bayi atau anak akan menyebarkan bakteri
a. Seorang anak belum memerlukan makanan tambahan pada saat ini, dan
makanan tersebut dapat menggantikan ASI. Jika makanan diberikan, maka anak
akan minum ASI lebih sedikit dan ibu pun memproduksinya lebih sedikit,
sehingga akan lebih sulit memenuhi kebutuhan nutrisi anak.
b. Anak mendapat faktor pelindung dari ASI lebih sedikit, sehingga resiko infeksi
meningkat.
c. Resiko diare juga meningkat karena makanan tambahan tidak sebersih ASI.
d. Makanan yang diberikan sering encer, buburnya berkuah atau berupa sup karena
mudah dimakan oleh bayi. Makanan ini membuat lambung penuh, tetapi
memberi nutrisi lebih sedikit daripada ASI, sehingga kebutuhan anak tidak
terpenuhi.
e. Ibu mempunyai resiko lebih tinggi untuk hamil kembali jika jarang menyusui.
Konsep Perilaku
Menurut Notoadmojo (2003) perilaku kesehatan pada dasarnya adalah respon
seseorang terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem
pelayanan kesehatan, makanan, serta lingkungan. Perilaku kesehatan itu mencakup :
a.
Perilaku seseorang terhadap sakit dan penyakit, yaitu bagaimana manusia berespon,
baik secara pasif maupun aktif yang dilakukan sehubungan dengan sakit dan penyakit
tersebut. Perilaku tersebut terhadap sakit dan penyakit ini dengan sendirinya sesuai
dengan tingkat-tingkat pencegahan penyakit, yakni :
1)
2)
3)
Perilaku sehubungan dengan pencarian obat, misal ke poli gigi untuk berobat.
4)
b.
c.
d.
Perilaku terhadap lingkungan kesehatan, misal perilaku sehubungan dengan air bersih,
pembuangan air kotor, pembuangan limbah, kondisi rumah sehat, pembersihan sarangsarang.
Menurut Benyamin Bloom dalam Notoadmojo, 1908. perilaku dibagi dalam 3 domain yaitu :
a.
b.
Sikap atau anggapan peserta didik terhadap materi pendidikan yang diberikan (attitude).
c.
Praktek atau tindakan yang dilakukan oleh peserta didik sehubungan dengan materi
pendidik yang diberikan (practice).
2.
Pengetahuan (Knowledge)
Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang
melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui
panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan
raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya
tindakan seseorang (overt behavior). Adapun tingkat pengetahuan di dalam demain
kognitif mempunyai 6 tingkatan, yakni :
1)
Tahu (Know)
Diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk
ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu
spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh
sebab itu tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.
2)
Comprehention (memahami)
Diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang obyek
yang diketahui, dan dapat menginterprestasikan materi tersebut secara benar.
3)
Aplikasi
Diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada
situasi atau kondisi real (sebenarnya).
4)
Analisis
Adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam
komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi tersebut, dan
masih ada kaitannya satu sama lain.
5)
Sintesis
Ini menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan
bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
6)
Evaluasi
Ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap
suatu materi atau obyek.
Menurut Green dalam Notoatmodjo, 1997. Pengetahuan ini berpengaruh terhadap
sikap seseorang sesuai dengan pemikirannya, jika positif akan menimbulkan sikap
positif demikian juga sebaliknya, pada hakikatnya pengetahuan merupakan semua yang
diketahui manusia tentang objek tertentu. Menurut Sarwono, 1993 yang menyatakan
bahwa pengetahuan seseorang akan bertambah dengan diperolehnya informasiinformasi tertentu sehingga akan terjadi peningkatan pengetahuan. Dengan peningkatan
pengetahuan tersebut maka akan terjadi peningkatan sikap kesehatan dalam diri
individu yang berdasarkan kesadaran dan kemauan individu.
Tingkat pengetahuan menurut (Arikunto S, 2006) yaitu :
0 : baik (76% - 100%)
1 : cukup (56% - 75%)
2 : kurang (< 56%)
3.
Sikap (Attitude)
Menurut Saifuddin Azwar, 2002. Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih
tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau obyek. Beberapa batasan lain
tentang sikap ini dapat dikutipkan sebagai berikut :
Batasan-batasan di atas dapat disimpulkan bahwa manifestasi sikap itu tidak dapat
langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang
tertutup. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap
stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat
emosional terhadap stimulus sosial. Newcomb dalam S Azwar, 2002 salah seorang ahli
psikologi sosial, menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk
bertindak, dan bukan merupakan pelaksana motif tertentu. Sikap belum merupakan
suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi adalah merupakan pre-disposisi tindakan suatu
perilaku. Sikap itu masih merupakan reaksi tertutup, bukan reaksi terbuka tau tingkah
laku yang terbuka. Sikap ini memiliki 3 komponen pokok yaitu :
a.
b.
c.
Ketiga komponen ini secara bersamaan membentuk sikap yang utuh (total attitude).
Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, berpikir, keyakinan, dan
emosional memegang peranan penting. Menurut Saifuddin, 2005 bahwa sikap juga
dipengaruhi oleh faktor eksteren dan intern salah satunya pengalaman. Apa yang telah
dan sedang kita alami akan ikut membentuk dan mempengaruhi penghayatan kita
terhadap stimulus. Pendapat Azwar, 2002 menyatakan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi sikap dari adanya interaksi sosial yang dialami oleh individu yaitu :
a.
Pengalaman pribadi
Apa yang telah dan sedang dialami seseorang akan ikut membentuk dan
mempengaruhi penghayatan terhadap suatu stimulus sosial. Tanggapan akan menjadi
salah satu dasar terbentuknya sikap, untuk mempunyai tanggapan dan penghayatan,
seseorang harus mempunyai pengalaman yang berkaitan dengan obyek psikologi.
Apakah penghayatan itu kemudian akan membentuk sikap yang positip atau yang
negatip, akan tergantung pada berbagai faktor lain.
b.
c.
Pengaruh kebudayaan
Kebudayaan dimana seseorang hidup dan dibesarkan mempunyai pengaruh besar
terhadap pembentukan sikap seseorang
d.
Media massa
Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio, surat
kabar, majalah dan lain-lain mempunyai pengaruh besar dalam pembentukan opini dan
kepercayaan seseorang. Adanya informasi mengenai sesuatu hal memberikan landasan
kognitif baru bagi terbentuknya sikap terhadap hal tersebut, apabila cukup kuat, akan
memberi dasar afektif dalam menilai sesuatu hal sehingga terbentuklah kecenderungan
untuk bertindak. (konoatif).
e.
f.
Pernyataan sikap mungkin berisi atau mengatakan hal-hal yang positif mengenai objek
sikap, yaitu kalimatnya bersifat mendukung atau memihak pada objek sikap.
Pernyataan seperti ini disebut sebagai pernyataan yang favorable.
Sebaliknya, pernyataan sikap mungkin pula berisi hal-hal yang negatif mengenai
objek sikap, yaitu yang bersifat tidak mendukung ataupun kontra terhadap objek sikap
yang hendak diungkapkan. Pernyataan seperti ini disebut sebagai pernyataan yang
unfavorable. Suatu skala sikap sedapat mungkin diusahakan agar terdiri atas pernyataan
favorable dan pernyataan unfavorable dalam jumlah yang kurang lebih seimbang.
Dengan demikian pernyataan yang disajikan tidak semua positif atau semua negatif
yang dapat mendatangkan kesan seakan-akan isi skala yang bersangkutan seluruhnya
memihak atau sebaliknya seluruhnya tidak mendukung objek sikap. Variasi pernyataan
favorable dan unfavorable akan membuat responden memikir lebih hati-hati isi
pernyataannya sebelumnya memberikan respon sehingga stereotipe responden dalam
menjawab dapat dihindari (Azwar, 2002).
Aplikasi
Faktor MP ASI
Analisis
Sintesis
Evaluasi
Faktor Sikap
Kepercayaan, ide , konsep terhadap suatu
emosional
atau
evaluasi
terhadap obyek.
Kecenderungan untuk bertindak (tend to
behave).
obyek.
Kehidupan
Kejadian Diare
Kerangka Konsep
Variabel Bebas
Pemberian MP ASI
Umur pemberian MP ASI
Variabel Terikat
bulan)
Jenis MP ASI
Cara pemberian MP ASI
Hipotesis
Terdapat hubungan bermakna antara pengetahuan dan sikap ibu mengenai pemberian
makanan pendamping ASI dengan kejadian diare di wilayah kerja Puskesmas Paguyaman
Kecamatan Paguyaman Kabupaten Boalemo.
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
1.1
Desain Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian survei bersifat deskriptif analitik dengan rancangan cross
sectional (Notoatmodjo, 2003) yaitu untuk mengetahui hubungan pengetahuan dan sikap ibu
dengan pemberian MP-ASI terhadap kejadian diare. Data yang diperoleh dari kuesioner yang
diberikan pada ibu-ibu yang memiliki balita.
1.2
Paguyaman, Kecamatan Paguyaman. Penelitian ini dilakukan pada bulan April dan Mei 2016
1.3
1.3.1
Populasi Target
1.3.2
Populasi Terjangkau
1.3.3
Sampel Penelitian
Sampel
penelitian
adalah
semua
balita
pada
populasi
terjangkau
yang
1.4
1.4.1
Kriteria Inklusi
1.4.2
1.5
Kriteria Eksklusi
subjek penelitian melalui sampling. Dalam penelitian ini teknik pengambilan sampel
menggunakan purposive sample adalah suatu teknik penetapan sampel dengan cara memilih
sampel diantara populasi sesuai dengan yang dikehendaki peneliti (jumlah/masalah dalam
penelitian), sehingga sampel tersebut dan mewakili karakteristik populasi yang telah dikenal
sebelumnya6. Untuk menentukan besarnya sempel peneliti melihat dari besarnya populasi
apabila jumlah populasi < 100 responden, maka semua dijadikan sampel dan apabila populasi
> 100 responden maka dapat diambil 10-15 % atau 20-25% dari jumlah populasi tersebut7.
1.6
Variabel Penelitian
Variabel bebas (independen) Variabel bebas dalam penelitian ini yaitu Tingkat pengetahuan
dan sikap pemberian makanan pendamping ASI yang meliputi usia pemberian MP ASI,
frekuensi pemberian MP ASI, porsi pemberian MP ASI, jenis MP ASI, dan cara pemberian
MP ASI.
Variabel tergantung (dependen) dalam penelitian ini adalah kejadian diare pada anak usia 0-
Batasan Operasional
1. Diare dalam penelitian ini
1.8
Alur Penelitian
Ibu yang memiliki bayi diwilayah kerja Puskesmas Paguyaman
Pengisian kuesioner
dengan dipandu oleh
peneliti
Dilakukan penyuluhan mengenai diare dan makanan
pendamping ASI
Pencatatan data penelitian
Pengolahan data
Pelaporan hasil penelitian
Gambar Alur penelitian
1.9
Pengumpulan Data
1. Data Primer
Data primer yaitu data yang diperoleh melalui wawancara dan kuesioner secara
langsung dengan responden.
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data semua bayi berusia 0-24 bulan yang berada di wilayah
kerja Puskesmas Paguyaman dan diberikan makanan pendamping ASI
2.0
Yaitu kegiatan untuk pengecekan dan perbaikan isian formulir atau kuesioner.
Hasil
wawancara
atau
pengamatan
dari
lapangan
harus
dilakukan
(analisis
persentase)
dilakukan
untuk
BAB IV
HASIL
Persentase
3%
5%
4%
3%
3%
6%
6%
2%
Balate Jaya
Karya Murni
Girisa
7,51
25,75
30,05
4%
15%
13%
4.3.Data Demografi5,6
Jumlah penduduk Kecamatan Paguyaman berdasrkan data statistik kantor kecamatan
tahun 2014 adalah 16.372 jiwa (11 Desa), yang terdiri dari laki-laki 8.334 jiwa dan
perempuan 8.038 jiwa. Kepadatan penduduk rata-rata: 2,073.
4.4.
DAFTAR PUSTAKA
Notoadmojo S. Dr, Pengantar Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku Kesehatan, Penerbit
Andi Offset, Yogyakarta : 1993
Azwar S, MA, Drs, Sikap Manusia Teori dan pengukurannya, Edisi ke 2, Penerbit Pustaka
Pelajar, Yogyakarta : 2002
Soebagyo B. 2008. Diare Akut pada Anak. Surakarta: Universitas Sebelas Maret
Press
Notoatmodjo, S. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Rineka Cipta
Depkes RI. 2007. Buku Pedoman Pemberian Makanan Pendamping ASI. Jakarta:
Ditjen Bina Kesehatan Masyarakat dan Direktorat Bina Gizi Masyarakat
________. 2007. Buku Pedoman Pelaksanaan Program Pemberantasan Penyakit
Diare. Jakarta: Ditjen PPM dan PL
________. 2007. Pedoman Pemberantasan Penyakit Diare. Jakarta: Ditjen PPM
dan PL
Subijanto. 2007. Probiotik Pada Anak Sehat dan Sakit. Jakarta : Rineka Cipta
Mansjoer, A., Suprohaita., Wardhani WI., Setiowulan, W. 2000. Kapita Selekta Kedokteran
Jilid 2 Gastroenterologi Anak. Jakarta: Media Aesculapius.
Suraatmaja S. 2007.Diare dalam Kapita Selekta Gastroenterologi Anak. Jakarta: Sagung
Seto. 1-24.