You are on page 1of 20

ANALISIS JURNAL

MAKALAH

oleh
Refina Nur Astrityawati

NIM 142310101010

Iva Rohmawati

NIM 142310101046

Rischa Isrotul Nur Afida

NIM 142310101067

Angga Dwi Nugroho

NIM 142310101114

Zahra Marseliya Khusnah

NIM 142310101143

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS JEMBER
2016

ANALISIS JURNAL
MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Medikal
dengan dosen pengampu Ns. John HafanSutawardana, M.Kep.

oleh
Refina Nur Astrityawati

NIM 142310101010

Iva Rohmawati

NIM 142310101046

Rischa Isrotul Nur Afida

NIM 142310101067

Angga Dwi Nugroho

NIM 142310101114

Zahra Marseliya Khusnah

NIM 142310101143

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS JEMBER
2016
2

KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Allah Swt. atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah analisis jurnal. Makalah ini disusun untuk
memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Medikal Penyusunan makalah ini tidak lepas
dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih
kepada:
1. Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Jember yang telah
memberikan sarana dan prasarana kepada saya sehingga kami dapat
menyelesaikan tugas ini dengan baik dan lancar
2. Ns. John Hafan Sutawardana, M.Kep selaku penanggung jawab mata kuliah
keperawatan medikal
3. Ns.Peni Perdani Juliningrum, M.Kep selaku dosen pembimbing yang telah
menyediakan waktu, tenaga dan pikiran untuk membimbing kami dalam
penyususnan makalah ini
4. semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Penulis juga menerima segala kritik dan saran dari semua pihak demi
kesempurnaan makalah ini. Akhirnya penulis berharap, semoga makalah ini dapat
bermanfaat.
Jember, September 2016
Penulis

DAFTAR ISI
Halaman
COVER.....................................................................................................

HALAMAN SAMPUL............................................................................

ii

KATA PENGANTAR...............................................................................

iii

DAFTAR ISI.............................................................................................

vi

BAB 1. PENDAHULUAN
1.1..............................................................................................................Latar Belakang
............................................................................................................. 5
1.2..............................................................................................................Rumusan
Masalah................................................................................................ 5
1.3..............................................................................................................Tujuan
.............................................................................................................5
1.4..............................................................................................................Implikasi
Keperawatan........................................................................................

BAB 2. TINJAUAN TEORI


2.1 Analisis PICO......................................................................................

2.2 Tinjauan Pustaka Penyakit...................................................................

10

2.3 Prosedur Pelaksanaan Intervensi.........................................................

15

BAB 3. PEMBAHASAN..........................................................................

17

BAB 4. PENUTUP
5.1 Kesimpulan..........................................................................................

19

5.2 Saran....................................................................................................

29

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................

20

BAB 1. PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang
Inkontinensia urin adalah jenis gangguan yang saat melakukan berkemih tidak

terkontrol dan gangguan ini umum dialami pasien pria maupun wanita yang sudah
lanjut usia. Menurut Depkes (2008), secara alamiah proses penuaan mengakibatkan
kemunduran fisik dan mental. Kemunduran fisik ini yang salah satunya mengakibatkan
inkontinensia urin. Kemunduran fisik yang dimaksud adalah menurun atau melemahnya
otot dasar panggul, karena dalam tubuh otot akan cenderung mengalami penurunan
kekuatan seiring dengan bertambahnya usia. Secara fisiologis terjadi penurunan
kekuatan otot pada lansia, usia 50-60 tahun kekuatan otot manusia tinggal 80%.
Kondisi ini dapat berdampak pada kualitas hidup pasien seperti, masalah fisik,
emosional, sosial dan hyginis. Selain itu pasien juga akan mengalami dehidrasi karena
pasien takut untuk minum karena takut dalam berkemih akan tidak terkontrol.
Untuk mengatasi masalah tersebut, di dalam jurnal yang kami bahas intervensi
untuk mengatasi penurunan otot dasar panggul adalah dengan non bedah yaitu pelatihan
otot dasar panggul yang bertujuan untuk menguatkan otot dasar panggul dan mengatasi
stres inkontinensia urin, karena membantu meningkatkan tonus dan kekuatan otot pada
uretra dan periuretra.
1.2 Tujuan
Memberikan pelatihan otot dasar panggul untuk mengatasi masalah penurunan
otot dasar panggul akibat penyakit inkontinensia urin
1.3 Implikasi Keperawatan
Seorang perawat dituntut untuk memiliki pengetahuan serta memahami dengan
betul tentang inkontinensia urin serta berbagai penyebab atau keadaan yang dapat
menyebabkan timbulnya inkontinensia urin. Hal ini menjadi penting untuk seorang
perawat untuk dapat melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien dengan
inkontinensia urin. Karenanya, perawat harus mampu memberikan pemjelasan kepada
keluarga pasien.

BAB 2. ANALISIS
Analisis PICO
2.1.1. Problem
2.1.

Penelitian dalam jurnal dilakukan kelompok wanita usia subur yang memiliki
masalah panggul dan inkontenensia urin pada wanita post partum. Kesehatan dasar
panggul merupakan masalah penting bagi wanita subur diseluruh dunia dan dampak dari
masalah panggul pospartal pada kehidupan wanita yang bisa menyebabkan terjadinya
inkontenensia urine. Akibat dari selama kehamilan menyebabkan otot dasar panggul
seorang perempuan mengalami sebuah perubahan mekanik dan fisiologis berat yang
menyebabkan pelunakan jaringan akibat perubahan dalam progesterone dan relaksin.
Selama kelahiran vagina dan otot dasar panggul mengalami trauma mekanik yakni
peregangan dan bahkan mungkin bisa terjadi pecah jaringan. Akan tetapi bisa menjadi
masalah yang terjadi jika seorang wanita tersebut memiliki prmsalahan mengenai
permsalahan dasar panggul tidak mau atau enggan mengkonsultasikan kepda pelayanan
kesehatan sehingga menyebabkan kurang informasi, karena para wanita sering
menganggap sebagai topic yang cukup sensitif.
2.1.2. Intervention
Penelitian dalam jurnal yang kami analisis menggunakan intervensi pelatihan
otot dasar panggul. Menurut jurnal yang berjudul Vaginal cones or balls to improve
pelvic floor muscle performance and urinary continence in woman postpartum: a
quantitative systemic review and meta analysis protocol, pelatihan otot dasar panggul
adalah teknik pengobatan non infasif untuk inkontinensia urin yang diakibatkan karena
gangguan otot dasar panggul pada umumnya, serta gangguan yang terjadi pada ibu
pasca melahirkan. Dalam arti preventif atau pencegahan, latihan otot dasar panggul juga
dapat bertujuan untuk meningkatkan kinerja otot dasar panggul pada wanita setelah
melahirkan tanpa gejala inkontinensia urin. Sehingga, letihan otot dasar panggul harus
menjadi rekomendasi untuk dilakukan pada semua wanita pasca melahirkan.

Salah satu metode yang digunakan untuk memberikan pelatihan otot dasar
panggul adalah dengan penggunaan kerucut atau bola. Alat yang digunakan dalam hal
ini bisa beragam. Dapat berbentuk bola, dapat berbentuk kerucut di salah satu ujungnya.
Ukuran dan berat bola yang digunakan akan ditingkatkan seiring lamanya latihan yang
dilakukan.
Mekanisme kerja dari bola yang digunakan untuk pelatihan otot dasar panggul
tersebut adalah dengan kontraksi refleksif atau kontraksi langsung dari otot dasar
panggul untuk mencegah bola tergelincir keluar. Dengan cara seperti ini, maka akan
meningkatkan kekuatan otot dasar panggul. Selain itu pasien merasakan sensorik
(tekanan dari bola) dan kinestetik (dengan merasakan bola bergerak ke bawah),
intervensi ini mengajarkan perempuan untuk mengidentifikasi otot panggul mereka
sehingga diharapkan pasien dapat dengan sendirinya mempunyai inisiatif bahwa ia
memerlukan latihan untuk menguatkan otot dasar panggungnya.
Dalam jurnal yang berjudul is home-based pelvic floor muscle training effectiive
in treatmeent of urinary incontinence after birth in primiparous women? A randomized
controlled trial, Pelvic Floor Muscle Training, disebutkan bahwa pelatihan otot dasar
panggul

adalah

intervensi

utama

yang

harus

dilakukan

untuk

kasus-kasus

inkontinensiaurin. Tujuan dari intervensi PFMT yang disebutkan dalam jurnal adalah
untuk meningkatkan kekuatan serta fungsi otot-otot dasar panggul.
Pendapat mengenai efektivitas intervensi pelatihan otot dasar panggul untuk
wanita yang mengalami inkontinensia urin pasca melahirkan yang ditulis dalam kedua
jurnal sebelumnya, diperkuat oleh pendapat yang ditulis dalam jurnal yang berjudul
Involuntery reflexive pelvic muscle training in addition to standard training versus
standard training alone for women with stress urinary incontinence: study protocol for
a randomized controlled trial. Dalam jurnal ini, disebutkan pula bahwa intervensi
pelatihan otot dasar panggul adalah menjadi langkah pertama yang harus dilakukan
pada orang yang mengalami inkontinensia urin sebelum orang tersebut diputuskan
untuk dilakukan operasi.
2.1.3. Comparation

Jurnal yang berjudul vaginal cones or balls to improve pelvic floor muscle
performance and urinary continance in women postpartum: a quantitative systematic
review and meta-analysis protocol karya penulis Claudia Oblasser, Janice Christie &
Christine McCourt, (2014) melakukan penelitian tentang penggunaan kerucut vagina
atau menggunakan bola untuk meningkatkan kinerja otot dasar panggul dan
inkotenensia urine pada wanita dengan postpartum. Studi dalam metode ini dilakukan
secara acak dengan memilih 1 perempuan yang setelah melahirkan dengan kurun waktu
1 tahun. Intervensi pada jurnal ini membandingkan cara mengatasi jika terjadi
permasalahan otot dasar panggul dan inkontenensia urine dengan cara pembandingan
tanpa pengobatan dan pemeberian obat. Perbandingan ini dilakukan terhadap restitusi
fisiologis (tidak ada perangat/pengobatan) dengan pengobatan palsu atau menggunakan
pelatihan otot dasar panggul. Hasil evaluasi dari penggunaan vagina boal atau vagina
kerucut khusus selama periode postpartum diharapakan dengan adanya kinerja otot
dasar panggul dan inkontenensia urin bisa mengurangi dan penggunaan tersebut bisa
efektifitas. Selain itu diharapkan juga bermanfaat untuk petugas kesehatan lainnya
seperti Perawat, bidan untuk diberikan pendidikan mengenai promosi kesehatan dasar
panggul yang bisa diberikan kepada perempua postpartum agar ilmu mengenai dasar
panggul bisa bertambah.
Jurnal lain karya Helena Luginbuehl, Corinne Lehmann, Jean-Pierre dkk, (2015)
yang berjudul Involuntary reflexive pelvic floor muscle training in addition to standard
training versus standard training alone for women with stress urinary incontinence:
study protocol for a randomized controlled trail mengatakan bahwa dari hasil
penelitiannya menunjukkan bahwa pelatihan otot dasar panggul efektif dan
direkomendasikan sebagai terapi pertama untuk pasien wanita dengan inkontenensia
urin. Metode dalam jurnal ini dengan cara membandingkan program baru yang
dikembangkan oleh fisioterapi (kelompok eksperimen) dan program standar fisioterapi
(kelompok kontrol) mengenai keefektifitasan pada stress inkontenensia urin.
Jurnal dengan judul Is home based pelvic floor muscle training effective in
treatment of urinary incontinence after birth in primiparous women? A randomized
controlled trial karya Susanne ahlund, Birgitta Nordgren, Eva-Lotta Wiliander, Ingela

Wiklund & Cecilia Friden, (2013) mengungkapkan bahawa jurnal ini memiliki tujuan
yakni menilai eek dari pelatihan otot dasar panggul pada inkontinensia urine pada
wanita primipara yang menjalani program pelatihan rumah selama 3 dan 9 bulan pasca
melahirkan. Desain yang digunakan yakni acak terkontrol populasi dengan 100
perempuan primipara dari empat klinik antenatal yang berbeda didaerah perkotaan.
Metode yang digunakan yakni menggunakan MVC dan diukur dengan daya tahan
melalui perinometer yang memperkirakan kekuatan otot dasar panggul. Hasilnya yakni
meningkatnya MVC secara signifikan pada kedua kelompok anatara awal dan tindak
lanjut. Pelatihan otot dasar panggul ini berfungsi dalam meningkatkan kinerja otor dasar
panggul serta dapat menguatkan otot dasar panggul setelah terjadinya kelahiran untuk
mengurangi terjadinya inkontinensia urine.

2.1.4. Outcome
Hasil penelitian yang dilakukan dalam jurnla berjudul Vaginal cones or balls to
improve pelvic floor muscle performance and urinary continence in woman
postpartum: a quantitative systemic review and meta analysis protocol, keberhasilan
intervensi latihan otot dasar panggul ditentukan berdasarkan beberapa kategori. Untuk
kategori primer, hal yang diukur meliputi kekuatan dan ketahanan otot dasar panggul,
serta urodinamik atau penahanan berkemih. Untuk kategori sekunder, hal yang diukur
meliputi prolaps organ panggul, menilai efek samping misalnya ketidaknyamanan atau
rasa sakit yang dirasakan pasien selama melakukan latihan. Hal lain yang dinilai yaitu
dari segi ekonomi kesehatan atau seberapa besar pembiayaan yang dibutuhkan untuk
melakukan intervensi ini. Intervensi latihan otot dasar ini efektif diberikan pada wanita
pasca melahirkan yang mengalami inkontinensia urin. Beberapa kendala yang ada pada
penelitian dalam jurnal ini adalah adanya ketidakpatuhan responden sehingga
mengakibatkan jumlah responden yang mengundurkan diri disaat fase intervensi.
Menurut jurnal yang berjudul is home-based pelvic floor muscle training
effectiive in treatmeent of urinary incontinence after birth in primiparous women? A
randomized controlled trial, Pelvic Floor Muscle Training atau pelatihan tot dasar
panggul efektif untuk memberikan kekuatan otot dasar panggul sehingga dapat menjadi
9

solusi yang baik untuk pasien yang mengalami inkontinensia urin. Dijelaskan bahwa
latihan otot dasar panggul yang dilakukan pada kelompok kontrol dapat meningkatkan
kontrasi langsung secara signifikan.
Pada awalnya pembagian kelompok yaitu kelompok intervensi dan keompok
kontrol dilakukan berdasarkan hasil pengukuran kekuatan otot dasar panggul wanita.
Pengukuran untuk mengukur tingkat kekuatan otot dasar panggul wanita menggunakan
perineometer dan menggunakan skala oxford. Hasil yang ditemukan pada jurnal ini
yaitu menunjukkan bahma pelatihan otot dasar panggul atau Pelvic Floor Muscle
Training efektif diterapkan dalam kelompok yang mempunyai beberapa kriteria. Dalam
jurnal ini disebutkan bahwa, kelompok yang memungkinkan untuk diterapkannya
intervensi PMFT ini adalah wanita dengan tingkat pendidikan tinggi yang mempunyai
motivasi supaya memiliki index masa tubuh yang rendah. Namun, bagi para perawat
yang ingin menerapkan latihan ini harus menindaklanjuti home care atau memberikan
pelatihan di rumah untuk membahas mengenai petunjuk pelatihan teknis. Kunjungan ini
hendaknya dilakukan setiap 6 minggu sekali atau minggu terakhir setiap dua bulan
sekali.
Hasil yang didapatkan dari penelitian yang dilakukan dalam jurnal yang berjudul
Involuntery reflexive pelvic muscle training in addition to standard training versus
standard training alone for women with stress urinary incontinence: study protocol for
a randomized controlled trial, diketahui bahwa inkontinensia urin tipe stress telah
menjadi maslah kesehatan serta masalah ekonomi yang tidak hanya menyusahkan
perempuan yang terkena. Dampak lain dari kejadian inkontinensia urin adalah
permasalahan ekonomi atau pembiayaan dari segi kesehatan. Fisioterapi yang biasanya
dipergunakan dalam pilihan pertama mengatasi inkontinensia urin jenis stress hanya
memberikan 2% dari total biaya yang dipergunakan oleh layanan kesehatan.
2.2.
A.

Tinjauan Pustaka Penyakit


Definisi
Inkontinensia urin merupakan kehilangan kontrol berkemih yang bersifat

sementara atau menetap. Pasien tidak dapat mengontrol sfingter uretra eksterna. (Potter

10

dan

Perry, 2005).

Menurut

Hidayat

(2006),

inkontinensia

urin

merupakan

ketidakmampuan otot sfingter eksternal sementara atau menetap untuk mengontrol


ekskresi urin. Secara umum penyebab inkontinensia dapat berupa proses penuaan,
pembesaran kelenjar prostat, penurunan kesadaran, dan penggunaan obat narkotik atau
sedatif. Klasifikasi inkontinensia urine:
1.

Inkontinensia stress
Merupakan eliminasi urin diluar keinginan melalui uretra sebagai akibat dari

peningkatan mendadak pada tekanan intra-abdomen.


2.

Inkontinensia urgensi
Terjadi bila pasien merasakan keinginan untuk urinasi tetapi tidak mampu

menahannya cukup lama sebelum mencapai toilet.


3.

Inkontinensia overflow
Ditandai oleh eliminasi urin yang sering dan kadang-kadang terjadi hampir

terus-menerus dari kandung kemih. Kandung kemih tidak dapat mengosongkan isinya
secara normal dan mengalami distensi yang berlebihan.
4.

Inkontinensia fungsional
Merupakan inkontinensia dengan fungsi saluran kemih bagian bawah yang utuh

tetapi ada factor lain, seperti gangguan kognitif berat yang membuat sulit untuk
mengidentifikasi perlunya urinasi (misalnya demensia Alzheimer)

B.

Epidemiologi
Diperkirakan prevalensi inkontinensia urin berkisar antara 1530% usia lanjut di

masyarakat dan 20-30% pasien geriatri yang dirawat di rumah sakit mengalami
inkontinensia urin, dan kemungkinan bertambah berat inkontinensia urinnya 25-30%
saat berumur 65-74 tahun. Masalah inkontinensia urin ini angka kejadiannya meningkat
dua kali lebih tinggi pada wanita dibandingkan pria. Gangguan ini lebih sering terjadi

11

pada wanita yang pernah melahirkan daripada yang belum pernah melahirkan
(nulipara).

C.

Etiologi

Penyebab terjadinya inkontinensia urine adalah:


1. Perubahan pada anatomi tubuh dan organ kemih, seperti melemahnya otot dasar
panggul akibat kehamilan, proses persalinan, kebiasaan mengejan yang salah.
2. , analgesik, narkotik, antagonis adrenergic alfa, agonic adrenergic alfa.
3. Alkohol dan kafein.
4. Penyakit Neurologis.
D. Tanda dan Gejala
Manifestasi klinis pada inkontinensia urin ini terbagi menurut jenisnya:
1. Inkontinensia stres
Keluarnya urin secara spontan dan tidak disadari karena melakukan kegiatan
yang merangsang tekanan pada abdomen misalnya batuk, mengedan, dan lainlain.
2. Inkontinensia urgensi
Terjadinya peningkatan intravesika dan kebocoran urin sehingga menyebabkan
pasien tidak dapat menahan keluarnya urin atau sering buang air kecil
3. Inkontinensia overflow
Terjadinya distensi pada vesika urinaria sehingga menyebabkan urin keluar
secara konstan, misalnya distensi vesika urinaria kronis akibat obstruksi
E. Patofisiologi
Proses berkemih normal merupakan proses dinamis yang memerlukan rangkaian
koordinasi proses fisiologik berurutan yang pada dasarnya dibagi menjadi 2 fase yaitu,
fase pengisian, dengan kandung kemih berfungsi sebagai reservoar urine yang masuk
secara berangsur-angsur dari ureter, dan fase miksi dengan kandung kemih befungsi
sebagai pompa serta menuangkan urine melalui uretra dalam waktu relatif singkat. Pada
keadaan normal selama fase pengisian tidak terjadi kebocoran urine, walaupun kandung
kemih penuh atau tekanan intraabdomen meningkat seperti sewaktu batuk, meloncat-

12

loncat atau kencing dan peningkatan isi kandung kemih memperbesar keinginan ini.
Pada keadaan normal, dalam hal demikian pun tidak terjadi kebocoran di luar
kesadaran. Pada fase pengosongan, isi seluruh kandung kemih dikosongkan sama sekali.
Orang dewasa dapat mempercepat atau memperlambat miksi menurut kehendaknya
secara sadar, tanpa dipengaruhi kuatnya rasa ingin kencing. Cara kerja kandung kemih
yaitu sewaktu fase pengisian otot kandung kemih tetap kendor sehingga meskipun
volume kandung kemih meningkat, tekanan di dalam kandung kemih tetap rendah.
Sebaliknya otot-otot yang merupakan mekanisme penutupan selalu dalam keadaan
tegang.
F. Komplikasi dan Prognosis
Komplikasi yang terjadi akibat inkontinensia urin adalah infeksi saluran kemih
dan ginjal, ulkus dekubitus karena selalu lembab, urosepsis, dan penurunan fungsi
kognitif karena terganggu dalam melakukan aktivitas. Prognosisnya dari penyakit
inkontinensia ini cukup baik jika dilakukan dengan latihan otot dasar panggul, rutin
melakukan jadwal beremih dan rutin dalam pengobatan.
G. Pengobatan
Metoda pengobatan inkontinensia urin ada tiga yaitu:
1. Teknik Latihan Perilaku
a. Latihan kandung kemih (bladder training)
Bladder training mengikuti suatu jadwal yang ketat untuk ke kamar
kecil/berkemih. Jadwal dimulai dengan ke kamar kecil tiap dua jam, dan waktunya
makin ditingkatkan. Makin lama waktu yang dicapai untuk berkemih, makin
memberikan peningkatan kontrol terhadap kandung kemih.
2. Latihan otot dasar panggul
Latihan ini berguna untuk memperkuat otot-otot yang lemah sekitar kandung
kemih. Untuk identifikasi otot yang tepat, bayangkan kita sedang menahan untuk tidak
flatus. Otot yang diapaki untuk menahan flatus itulah yang akan digunakan.

13

3. Obat-obatan
Jenis Obat

Mekanisme

Tipe

Efek Samping

Inkontinensia
Antikolirgenik Meningkatkan Ugensi atau Mulut

Nama Obat dan Dosis

kering, Oksibutinin: 2,5-5 mg

dan

kapasitas

stress dengan penglihatan

tid

antispasmodic

vesika

instabilitas

Tolterodine: 2 mg bid

urinaria.

detrusor atau peningkatan

Mengurangi

hiperrefleksia. TIO,

involunter

kabur,

Propanthelin:

15-30

konstipasi mg tid

dan delirium.

Dicyclomine:

10-20

vesika

mg

urinaria.

Imipramine: 10-50 mg
stress Sakit

tid
kepala, Pseudofedrin:

-Adrenergik

Meningkatkan Tipe

15-30

agonis

kontraksi otot dengan

takikardi,

mg tid

polos urethra.

kelemahan

peningkatan

Phenylpropanolamine:

spineter.

tekanan darah.

75 mg bid
Imipramine: 10-50 mg
tid

4. Pembedahan
Pembedahan adalah pilihan terakhir untuk masalah inkontinensia yang tidak
berhasil diatasi dengan teknik latihan perilaku, obat-obatan ataupun dengan
memanfaatkan alat-alat bantu untuk meminimalkan problem inkontinensia. Yang sering
dikerjakan pada penderita lanjut usia dengan inkontinensia adalah memasang kateter
secara menetap. Untuk beberapa pertimbangan, misalnya memantau produksi urin dan
keperluan mengukur keseimbangan cairan, hal ini masih dapat diterima. Tetapi sering
alasan pemasangan kateter ini tidak jelas dan mengundang resiko komplikasi, umumnya
infeksi.
Ada tiga macam cara kateterisasi pada inkontinensia urin:
1.
2.

Kateterisasi Luar
Kateterisasi Intermitten:

14

3.

H.

Kateterisasi Secara Menetap: (chronic indwelling catheter)

Pemeriksaan Diagnostik
Tes diagnostik pada inkontensia perlu dilakukan untuk mengidentifikasi faktor

yang potensial mengakibatkan inkontensia, mengidentifikasi kebutuhan klien dan


menentukan tipe inkontensia. Mengukur sisa urine setelah berkemih dengan cara:
Urinalisis, dilakukan terhadap spesimen urine yang bersih untuk mendeteksi adanya
faktor yang berperan terhadap terjadinya inkontinensia urine seperti hematuri, pioluri,
bakteriur, glukosuria, dan protenuria. Tes diagnostik di lanjutkan bila evaluasi awal
diagnostik belum jelas. Tes lanjutan tersebut antara lain:
a. pemeriksaan penunjang baik laboratorik (urinalisis, biakan urin, pemeriksaan kimia
darah dan uji faal ginjal perlu dilakukan terhadap semua kasus inkontinensiaurin)
maupun pencitraan.
b. Ultrasonografi dipakai sebagai pilihan pertama (penyaring), kemudian dilanjutkan
dengan miksio-sisto-uretrografi (MSU). MSU merupakan pemeriksaan radiografi
vesika urinaria dengan pemakaian kontras yang dimasukkan melalui kateter urin
kemudian dilakukan pemeriksaan fluoroskopi secara intermitten selama pasien
berkemih.
c. Tes urodinamik, untuk mengetahui anatomi dan fungsi saluran kemih bagian bawah.
2.3. Prosedur Pelaksanaan Intervensi
Pada jurnal yang berjudul Vaginal Cones Or Balls To Improve Pelvic Floor
Muscle Performance And Urinary Continence In Women Postpartum: A Quantitative
Systematic Review And Meta-Analysis Protocol menjelaskan mengenai penggunaan
vagina kerucut atau bola sebagai metode pelatihan otot dasar panggul yang bertujuan
untuk meningkatkan kinerja otot dan dengan demikian dapat mencegah atau mengobati
inkontinensia urin pada wanita post partum. Desain. dari penelitian ini menggunakan
tinjauan sistematis kuantitatif dengan potensi meta-analisis. Metode penelitian yang
digunakan dalam penelitian ini yaitu tinjauan didapat dari 14 database ilmiah dan web
di seluruh dunia dan juga mempertimbangkan pendapat para ahli. studi acak atau uji
quasi-acak dan pesertanya adalah perempuan yang telah melahirkan tidak lebih dari 1
tahun yang lalu. Intervensi akan dibandingkan dengan tanpa pengobatan, plasebo,
pengobatan palsu atau kontrol aktif. Data akan diperiksa setelah masuk ke dalam
15

perangkat lunak yang berupa ulasan pengolahan sistematis. Jika sesuai, data akan
disintesis oleh meta-analisis; jika tidak hanya akan di review.
Pada jurnal yang berjudul Involuntary Reflexive Pelvic Floor Muscle Training In
Addition To Standard Training Versus Standard Training Alone For Women With Stress
Urinary Incontinence: Study Protocol For A Randomized Controlled Trial menjelaskan
mengenai pelatihan otot dasar panggul yang efektif dan direkomendasikan sebagai
terapi lini pertama untuk pasien wanita dengan stres inkontinensia urin. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk membandingkan program ini yang dikembangkan fisioterapi
(kelompok eksperimen) dan program fisioterapi standar (kelompok kontrol) mengenai
efeknya pada stres inkontinensia urin. Metode dari penelitian ini merupakan percobaan
tunggal berpusat, calon, triple dibutakan (peserta, penyidik, hasil penilai), kelompok
alel-partai, non-inferioritas terkontrol acak dengan dua kelompok intervensi fisioterapi
dengan 6- bulan menindak lanjuti.
Pada jurnal yang berjudul Is Home-Based Pelvic Floor Muscle Training
Effective In Treatment Of Urinary Incontinence After Birth In Primiparous Women? A
Randomized Controlled Trial. Tujuan dari penelitian ini untuk menilai efek dari
pelatihan otot dasar panggul (PFMT) pada kekuatan otot dasar panggul dan
inkontinensia urin (UI) pada wanita primipara yang menjalani program pelatihan rumah
antara 3-9 bulan setelah melahirkan. Desain penelitian yang digunakan adalah desai
acak terkontrol dengan populasi seratus perempuan miparous primer yang berturut-turut
direkrut dari empat klinik antenatal yang berbeda di daerah perkotaan Stockholm,
Swedia. Wanita dengan UI yang telah menjalani jangka tunggal persalinan normal
melalui vagina, 10-16 minggu postpartum secara acak dialokasikan ke salah satu
intervensi atau kelompok kontrol. Metode peneitian yang digunakan kontraksi sadar
maksimal (MVC) dan daya tahan diukur dengan alat perionometer. Hasil dari penelitian
ini adalah pelatihan otot dasar panggul terbukti dapat meningkatkan kontraksi sadar
maksimal secara signifikan pada kedua kelompok.

16

BAB 3. PEMBAHASAN
Kehamilan dan persalinan pervaginam merupakan kejadian fisiologis bagi
seorang wanita, namun dari fisiologis tersebut terdapat dampak yang signifikan pada
struktur dasar panggul, yang dapat menyebabkan disfungsi dasar panggul akibat
kerusakan otot, fasias dan saraf perifer. Selama kehamilan, perubahan dalam
progesteron dan relaksin menyebabkan pelunakan jaringan, dan rahim yang
membutuhkan tempat untuk pertumbuhan si janin dan peningkatan berat badan yang
menyebabkan perubahan mekanik. Penurunan otot dasar panggul merupakan masalah
penting bagi wanita, karena mereka merasa tertekan dan malu tentang masalah panggul
mereka, yang akan berdampak negatif terhadap hubungan intim mereka dan kegiatan
sosial.

Kehamilan

dan

postpartum

merupakan

faktor

risiko

utama

untuk

mengembangkan penyakit inkontinensia urin dengan prevalensi 7-64% selama


kehamilan. Inkontinensia urin merupakan kehilangan kontrol berkemih yang bersifat
sementara atau menetap sehingga pasien tidak dapat mengontrol sfingter uretra
eksterna. Inkontinensia urin yang dialami oleh pasien dapat menimbulkan dampak yang
merugikan pada pasien, seperti gangguan kenyamanan karena pakaian basah terus,
risiko terjadi dekubitus kemudian dapat menimbulkan rasa rendah diri pada pasien
bahkan terkadang juga disertai inkontinensia alvi.
Latihan otot dasar panggul dikembangkan pertama kali oleh Dr. Arnold Kegel
pada tahun 1940 yang merupakan metode pengobatan konservatif efektif yang bertujuan
untuk meningkatkan kinerja otot dan dengan demikian mencegah atau mengobati
inkontinensia urin. Tetapi kontraindikasi untuk latihan otot dasar panggul adalah pasien
dengan penyakit jantung karena akan menyebabkan nyeri dada saat melakukan
pelatihan. Di dalam jurnal yang kami analisis, penulis menyatakan bahwa dengan
latihan otot dasar panggul bagi wanita yang mengalami inkontinensia urin pasca
melahirkan sangat direkomendasikan karena otot akan kembali kencangdan tidak akan
mengalami inkontinensia urin. Dalam studi saat ini tidak ada risiko diantisipasi ataupun
efek samping sebagai intervensi terapan dan pemeriksaan yang terkenal dan banyak
diterapkan di berbagai dunia termasuk diIndonesia. Perawat sebagai profesional kunci

17

dalam masalah di kehidupan wanita ini harus mampu untuk menangani secara efektif
dan efisien dengan masalah ini dan memberikan semua petugas kesehatan dengan
informasi yang lebih luas dan proaktif dalam mempromosikan kesehatan dasar panggul.
Terdapat adanya kesinambungan penemuan antara teori dan hasil penelitian
yang dilakukan dalam jurnal. Bahwa intervensi awal yang bisa dilakukan pada orang
yang mengalami inkontinensia urin adalah dengan memberikan pelatihan otot dasar
panggul. Keuntungan yang bisa didapatkan ketika orang yang mengalami inkontinensia
urin diberikan latihan otot dasar panggul adalah karena tindakan ini tidak bersifat infasif
sehingga efek samping relatif tidak ada. Selain inu latihan otot dasar panggul juga tidak
membutuhkan banyak biaya sehingga, dalam masalah pembiayaan pengobatan menjadi
minimal. Latihan harus dilakukan secara berkesinambungan, terus-menerus, dan
dipantau setiap enam minggu sekali.

Pemantauan yang dilakukan adalah untuk

mengevaluasi perubahan atau kemajuan yang didapatkan setelah melakukan latihan


rutin selama enam minggu. Selain itu, pemantauan ini juga berfungsi untuk
mengevaluasi apakah latihan yang dilakukan selama enam minggu tersebut sudah sesuai
dengan petunjuk pelaksanaan yang sudah dijelaskan pada awal pertemuan atau tidak.
Pada wanita yang mengalami inkontinensia urin pasca melahirkan perlu
ditingkatkan motivasi wanita tersebut untuk melakukan latihan otot dasar panggul.
Berdasarkan hasil analisis, wanita dengan motivasi yang lebih tinggu untuk melakukan
latihan otot dasar panggul akan lebih mempunyai hasil akhir yang jauh ebih baik
daripada wanita yang mempunyai sedikit motivasi untuk melakukan latihan tersebut.
Peran

perawat

dalam

hal

ini

adalah

memberikan

pelatihan

dan

evaluasi

berkesinambungan terdapap latihan otot dasar panggul yang dilakukan oleh wanita
pasca melahirkan. Selain itu, perawat berperan untuk memberikan pendidikan kesehatan
sejak awal terhadap wanita yang hamil, untuk memberikan motivasi dalam hal pelatihan
untuk penguatan otot dasar panggul ketik wanita tersebut telah melahirkan.

18

BAB 4. PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Inkontinensia urin adalah jenis gangguan yang saat melakukan berkemih tidak
terkontrol dan gangguan ini umum dialami pasien pria maupun wanita. Inkontinensia
harus ditindak lanjuti menggunakan intervensi yang tepatdan efektif untuk penyelesaian
masalah ini. Salah satu hal yang bisa dilakukan untuk menangani inkontinensia urin
tanpa melakukan tindakan infesif adalah dengan menggunakan teknik non farmakologi
yaitu dengan menggunakan latihan otot dasar panggul atau PMFT. Latihan PMFT
terbukti efektif untuk meningkatkan kekuatan otot panggul pada wanita pasca
melahirkan. Beberapa syarat intervensi tersebut dapat berhasil adalah dengan senantiasa
memantau klien yang menjalani latihan otot dasar panggul ini.
4.2. Saran
Perawat sebagai salah satu profesi yang menjadi bagian integral dari layanan
kesehatan harus mampu memberikan asuhan keperawatan yang tepat terhadap berbagai
masalah yang dikeluhkan pasien. Salah satu intervensi yang bisa menjadi pilihan
pertama untuk dilakukan pada ibu pasca melahirkan yang mengalami inkontinensia urin
adalah dengan dilakukannya latihan otot dasar [anggul. Perawat harus memantau
perkembangan pasien di setiap latihan, evaluasi terstruktur dan berkelanjutan setian
minggu ke-6.

19

DAFTAR PUSTAKA
Ahlund. S., B. Nordgren., E. L. Wiliander., I. Wiklund and C. Friden. 2013. Is HomeBased Pelvic Floor Muscle Training Effective In Treatment of Urinary
Incontinence after Birth in Primiparous Women? A Randomized Controlled
Trial. ACTA Obstetricia et Gynecologica. 92: 909-915.
Baradero, Marry, dkk.2009. Seri Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Ginjal. Jakarta:
EGC
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/41542/4/Chapter
%20II.pdfhttp://indonesia.digitaljournals.org/index.php/idnmed/article/viewFile/
849/848
Luginbuehl. H., C. Lehman., Baeyens. J. P., Kuhn. A., and Radlinger. L. 2015.
Involuntary Reflexive Pelvic Floor Muscle Training In Addition To Standard
Training Versus Standard Training Alone For Women with Stress Urinary
Incontinence: Study Protocol for A Randomized Controlled Trial. Luginbuehl e
al. 16(524): 2-8.
Oblasser. C., J. Christie., and C. McCourt. 2014. Vaginal Cones or Balls to Improve
Pelvic Floor Muscle Performance and Urinary Continence in Women
Postpartum: A Quantitative Systematic Review and Meta-Analysis Protocol. C.
Advance Nursing. 71 (14): 933-941.
Potter & Perry. 2006. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Konsep, Proses, dan
Praktik. Jakarta: EGC.

20

You might also like