Professional Documents
Culture Documents
TINJAUAN PUSTAKA
Faktor sosiokultural yang terdiri dari faktor teknologi pengobatan dan norma atau
nilai yang berlaku dimasyarakat.
2.
Faktor organisasi yang terdiri dari ketersediaan sumber daya, akses geografis,
akses sosial, karakteristik proses dan struktur organisasi pelayanan kesehatan.
3.
dan faktor sosial psikologis yaitu persepsi terhadap penyakit serta sikap dan
keyakinan terhadap pelayanan kesehatan.
4.
Faktor yang berhubungan dengan producen yang terdiri dari faktor ekonomi dan
karakteristik provider.
2.2. Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil tahu setelah terjadinya penginderaan terhadap
objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, seperti
penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Pengetahuan merupakan
domain yang sangat penting untuk terjadinya tindakan. Penelitian Rogers (1974),
bahwa proses diadopsinya suatu perilaku adalah sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.
Trial (mencoba) yaitu mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang
dikehendaki oleh stimulus.
5.
dan sikap yang positif maka perilaku itu akan langgeng atau bertahan lama.
Pengetahuan memiliki 6 tingkatan yaitu tahu, memahami, aplikasi, analisis, sintesis
dan evaluasi (Notoatmodjo, 2003).
2.3. Persepsi
2.3.1. Pengertian persepsi
Persepsi pada hakikatnya adalah proses kognitif yang dialami oleh setiap
orang dalam memahami informasi tentang lingkungannya, baik lewat penglihatan,
pendengaran, penghayatan, perasaan dan penciuman (Thoha, 1999). Secara
etimologis, persepsi bersal dari bahasa Latin perceptio; dari percipere, yang artinya
menerima atau mengambil. Persepsi (perception) dalam arti sempit adalah
penglihatan, bagaimana cara seseorang melihat sesuatu; sedang dalam arti luas ialah
pandangan atau pengertian yaitu bagaimana seseorang mengartikan sesuatu (Leavit,
1978). Menurut De Vito (1997), persepsi adalah proses ketika kita menjadi sadar
akan banyaknya stimulus yang memengaruhi indera kita (Sobur, 2003)
Menurut Rakhmat dalam Sobur (2003), persepsi adalah pengalaman tentang
objek, peristiwa atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan
informasi dan menafsirkan pesan. Menurut Hidayat (2009), persepsi adalah proses
kognitif untuk menginterpretasi objek, simbol dan orang dengan pengalaman yang
relevan. Proses ekstraksi informasi untuk berespon.
Persepsi dapat terjadi saat rangsang mengaktifkan indera atau pada situasi
ketika terjadi ketidakseimbangan pengetahuan tentang objek, simbol atau orang akan
membuat kesalahan persepsi (Hidayat, 2009). Persepsi disebut inti komunikasi karena
keakuratan persepsi memengaruhi keefektifan komunikasi (Sobur, 2003). Persepsi
akan memengaruhi pembentukan sikap dan perilaku seseorang (Hidayat, 2009).
dalam
target
yang
akan
diamati
dapat
memengaruhi apa yang dipersepsikan. Apa yang kita lihat bergantung bagaimana
kita memisahkan suatu bentuk dalam latar belakangnya yang umum. Objek-objek
yang berdekatan satu sama lain akan cenderung dipersepsikan bersama-sama,
bukan secara terpisah.
3. Situasi
Dalam melihat objek atau peristiwa, unsur-unsur lingkungan sekitar juga
memengaruhi persepsi. Selain itu, waktu dan keadaan objek yang dilihat dapat
memengaruhi persepsi.
Rivai (2008) menyatakan ada dua faktor yang memengaruhi proses seleksi
yaitu faktor dari luar dan faktor dari dalam. Faktor dari dalam yang memengaruhi
proses seleksi adalah belajar, motivasi dan kepribadian. Adapun faktor dari luar
adalah intensitas, ukuran, berlawanan atau kontras, pengulangan dan gerakan.
dikutip oleh sarwono dalam Bangun (2008) persepsi masyarakat tentang sehat dan
sakit dipengaruhi oleh unsur pengalaman masa lalu, disamping unsur sosial budaya.
Sebaliknya petugas kesehatan berusaha sedapat mungkin menerapkan kriteria medis
yang objektif berdasarkan gejala yang tampak guna mendiagnosa kondisi fisik
seseorang.
Perbedaan persepsi masyarakat dan petugas kesehatan inilah yang sering
menimbulkan masalah dalam melaksanakan program kesehatan. Kadang-kadang
orang tidak pergi berobat atau menggunakan sarana kesehatan yang tersedia sebab ia
merasa tidak mengidap penyakit. Masyarakat mulai menghubungi sarana kesehatan
sesuai dengan pengalaman masa atau informasi yang diperoleh dari orang lain tentang
tersedianya jenis-jenis layanan kesehatan. Pilihan terhadap sarana kesehatan itu
dengan sendirinya didasari atas kepercayaan atau keyakinan akan kemajuan sarana
tersebut.
2.5. HIV/AIDS
2.5.1. Definisi HIV
HIV atau Human Immunodeficiency Virus, yaitu virus yang menyerang sistem
kekebalan tubuh manusia dan kemudian menimbulkan AIDS (Zein, 2006). Ketika
virus ini masuk ke dalam tubuh, tidak timbul gejala apa-apa sehingga orang yang
terinfeksi tampak sehat dan segar, walaupun virus tersebut telah berpotensi menular
kepada orang lain. Virus ini membutuhkan waktu 5-10 tahun untuk menunjukkan
gejala-gejalanya seperti batuk, flu dan diare yang sulit untuk disembuhkan, selain itu
tubuh akan mudah terserang penyakit lainnya (Lasmadiwati, 2005).
HIV menyerang salah satu jenis dari sel-sel darah putih yang bertugas
menangkal infeksi. Sel darah putih tersebut termasuk limfosit yang disebut TLimfosit atau sel T-4 atau disebut juga sel CD-4 (Zein, 2006). Adapun yang
menjadi fungsi sel ini adalah seperti saklar yang menghidupkan dan menghentikan
kegiatan sistem kekebalan tubuh (Lasmadiwati, 2005). Akibatnya sel darah putih
akan semakin berkurang dan lama-kelamaan sistem kekebalan tubuh melemah
(Yatim, 2006)
Menurut Yatim (2006), pada orang dewasa AIDS dapat diduga apabila
terdapat paling sedikit dua gejala mayor dan paling sedikit satu gejala minor tanpa
sebab imunosupresi lain yang diketahui seperti kanker, malnutrisi atau penyebab lain.
Gejala mayor, antara lain :
a. Penurunan berat badan lebih dari 10% dalam waktu singkat
b. Demam lebih dari satu bulan (intenmiten atau kontinu)
c. Diare kronik lebih dari satu bulan.
Gejala minor, antara lain :
a. Batuk lebih dari satu bulan
b. Kelainan kulit dan iritasi (gatal)
c. Herpes simplecs (kulit melepuh dan terasa nyeri) yang menyebar dan bertambah
parah
d. Infeksi jamur pada mulut dan kerongkongan
e. Pembengkakan kelenjar getah bening di seluruh tubuh, yang teraba di bawah
telinga, leher, ketiak dan lipat paha.
f. Limfadenopati generalisasi
a. Demam.
b. Rasa lemah dan lesu.
c. Sendi-sendi terasa nyeri.
d. Batuk.
e. Nyeri tenggorokan.
2. Fase Kedua
Fase kedua ini disebut window period yang berlangsung antara 3-6 bulan.
Pada fase ini hasil tes untuk mendeteksi antibodi HIV masih menunjukkan hasil
negatif ( HIV- ). Orang yang sudah memasuki tahap ini sudah dapat menularkan
kepada orang lain.
3. Fase Ketiga
Hasil tes laboratorium pada tahap ini sudah menunjukkan hasil positif ( HIV+ ).
Tahap ini belum dapat disebut dengan gejala AIDS. Fase ini berlangsung selama 2-10
tahun. Mulai timbul gejala-gejala yang mirip dengan penyakit lain, yaitu :
a. Demam berkepanjangan.
b. Penurunan berat badan ( lebih dari 10% dalam waktu 3 bulan ).
c. Kelemahan tubuh yang menggangu/menurunkan aktivitas fisik sehari-hari.
d. Pembengkakan kelenjar di leher, lipatan paha dan ketiak.
e. Diare atau mencret terus menerus tanpa sebab yang jelas.
f. Batuk dan sesak nafas lebih dari satu bulan secara terus menerus, kulit gatal
dan bercak-bercak merah kebiruan.
3. Fase Keempat
Pada tahap ini penderita mudah diserang penyakit lain, dan disebut infeksi
oportunistik. Maksudnya adalah penyakit yang disebabkan baik oleh virus lain,
seperti bakteri, jamur atau parasit ( yang bisa hidup dalam tubuh kita ) yang bila
sistem kekebalan tubuh baik, kuman ini dapat dikendalikan oleh tubuh. Pada tahap ini
pengidap HIV+ telah berkembang menjadi penderita AIDS. Infeksi opportunistik
yang biasa diderita, yaitu :
a. Radang paru : TBC.
b. Radang saluran pencernaan.
c. Radang karena jamur di mulut dan kerongkongan.
d. Kulit : Herpes Simplecs, kanker kulit yang biasa terjadi yaitu Sarkoma caposii.
e. Gangguan susunan saraf : Toxoplasmosis.
f. Alat kelamin : Herpes genitalis.
Hubungan seks.
2.
Penggunaan jarum suntik yang pernah dipakai orang lain yang terular HIV.
3.
4.
5.
Hubungan perinatal, yakni dari ibu hamil kepada janin atau bayi yang disusuinya
(Zein, 2006).
Penularan HIV melalui hubungan seks mencapai lebih dari 90%. Penularan
Secara seksual.
Saling setia dengan mitra seksual merupakan sesuatu yang penting. Tapi jika
Pemilihan mitra seksual anda berkaitan dengan risiko terinfeksi karena hal ini
tergantung dari besarnya kemungkinan bahwa mitra anda adalah termasuk
kelompok risiko tinggi.
b.
c.
Penggunaan kondom yang tepat dan konsisten mulai dari awal hingga akhir untuk
semua penetrasi seksual (vagina, oral dan anal)
d.
2.
terinfeksi, pendekatan yang telah terbukti efektif adalah mengambil donor sukarela,
melakukan skrining darah donor terhadap HIV dan mendidik petugas kesehatan untuk
mengurangi transfusi yang tidak perlu. Pencegahan penularan di antara pengguna
narkoba suntik haruslah sejalan dengan usaha pencegahan secara seksual di antara
mereka, termasuk menurunkan permintaan akan obat, menurunkan penggunaan obat
suntik dan mensterilkan alat suntik dan jarum dengan memasaknya atau
menggunakan pemutih.
4.
mencegah penularan HIV secara seksual kepada wanita usia subur. Pencegahan
sekunder tergantung pada upaya menghindari kehamilan dari wanita usia subur yang
diketahui atau dicurigai terinfeksi HIV. Pelayanan konseling dan kontrasepsi harus
tersedia untuk wanita (Djoerban, 2010)
Infeksi HIV/AIDS menyebabkan menurunnya sistem imun secara progresif
sehingga muncul berbagai infeksi opurtunistik yang dapat berakhir pada kematian.
Sementara itu, hingga saat ini belum ditemukan obat maupun vaksin yang efektif,
sehingga pengobatan HIV/AIDS dapat dibagi dalam tiga kelompok (Depkes RI,
2006) sebagai berikut :
a. Pengobatan suportif yaitu pengobatan untuk meningkatkan keadaan umum
penderita. Pengobatan ini terdiri dari pemberian gizi yang baik, obat simptomatik
dan pemberian vitamin.
Papovirus)
dan
bakteri
(Mycobacterium
TBC,
Pemeriksaan HIV hanya dilaksanakan atas dasar kerelaan klien, tanpa paksaan,dan
tanpa tekanan.
2. Saling mempercayai dan terjaminnya konfidensialitas.
Layanan harus bersifat profesional, menghargai hak dan martabat semua klien.
Semua informasi yang disampaikan klien harus dijaga kerahasiaannya oleh
konselor dan petugas kesehatan, tidak diperkenankan didiskusikan di luar konteks
kunjungan klien.
3. Mempertahankan hubungan relasi konselor-klien yang efektif.
Konselor mendukung klien untuk kembali mengambil hasil testing dan mengikuti
pertemuan konseling pasca testing untuk mengurangi perilaku berisiko.
4. Testing merupakan salah satu komponen dari VCT.
WHO dan Departemen Kesehatan RI telah memberikan pedoman yang dapat
digunakan untuk melakukan testing HIV. Penerimaan hasil testing senantiasa
diikuti oleh konseling pasca testing oleh konselor yang sama atau konselor lainnya
yang disetujui oleh klien.
Berdasarkan pedoman pelayanan VCT (Depkes RI, 2006), layanan VCT harus
mempunyai sumber daya manusia yang sudah terlatih dan kompeten. Petugas
pelayanan VCT terdiri dari:
1. Kepala klinik VCT .
2. Dua orang konselor VCT terlatih sesuai dengan standar WHO atau lebih sesuai
dengan kebutuhan.
3. Petugas manajemen kasus.
4. Seorang petugas laboratorium dan atau seorang petugas pengambil darah yang
berlatar belakang perawat.
5. Seorang dokter yang bertanggungjawab secara medis dalam penyelenggaraan
layanan VCT.
6. Petugas administrasi untuk data entry yang sudah mengenal ruang lingkup
pelayanan VCT.
7. Petugas jasa kantor atau pekarya kantor.
8. Petugas keamanan yang sudah mengenal ruang lingkup pelayanan VCT.
9. Tenaga lain sesuai kebutuhan, misalnya relawan.
Semua petugas layanan VCT bertanggung jawab atas konfidensialitas klien.
klien akan menandatangani dokumen konfidensialitas terlebih dahulu yang memuat
perlindungan dan kerahasiaan klien. Pendokumentasian data harus dipersiapkan
secara tepat dan cepat agar memudahkan dalam pelayanan dan rujukan.
HIV negatif
Mendorong mengubah perilaku ke arah
positif, hilangkan yang negatif.
Katakan meski situasinya masih
berisiko rendah tetap harus merawat
diri untuk menghindari infeksi dan
kemungkinan penularan
Pengambilan darah
HIV Positif
Sampaikan beri hati, menilai
kemampuan mengelola berita
hasil, sediakan waktu untuk
diskusi, bantu agar adaptasi
dengan situasi dan buat rencana
tepat dan rasional
Variabel terikat
Tingkat
pemanfaatan
klinik VCT
2.
3.
4.