You are on page 1of 6

MOUTH ULCER

(Level kompetensi 4)

A. Definisi
Ulkus ialah defek lokal atau ekskavasasi permukaan jaringan atau organ, yang lebih
dalam dari jaringan epitel. Ulkus yang terbentuk di mukosa mulut merupakan gambaran lesi
oral yang sangat umum ditemui dan dikeluhkan pasien dalam praktik sehari-hari. Prevalensi
ulkus di mukosa mulut rata-rata berkisar antara 15% hingga 30% (Casiglia, 2014).
Gambar 1. Ulkus pada rongga mulut

B. Etiologi
Penyebab timbulnya ulkus di mukosa mulut antara lain karena berbagai infeksi atau
gangguan sistemik lainnya, terutama kelainan darah, saluran pencernaan, atau kulit.
Neoplasma ganas biasanya mulai sebagai pembengkakan atau benjolan, tetapi dapat
bermanifestasi sebagai bisul. Ulkus sering juga disebabkan oleh trauma atau luka bakar,
aphtha, terkadang disebabkan pula karena obat-obatan.
C. Klasifikasi
1. Ulkus Akibat Reaksi Obat (Stomatitis Medikamentosa)
Berbagai macam obat dapat menyebabkan timbulnya ulkus di mukosa mulut. Perlu
ditanyakan kepada pasien apakah pasien menkonsumsi obat-obatan yang dapat menjadi
penyebab ulkus tersebut

2. Aphtha
Aphtha merupakan ulkus kecil berbentuk oval atau bulat, yang dilapisi eksudat abu-abu
dan dikelilingi halo berwarna merah, yang merupakan karakteristik dari stomatitis aftosa
rekuren.
Minor aphtha (Mikuliczs aphtha)
Durasi 7 hingga 10 hari
Cenderung tidak terlihat pada gingiva, palatum, atau dorsum lidah
Ulkus multipel dengan jumlah 2 hingga 10 buah dalam satu episode
Major aphtha (Suttons ulcers)
Dapat berlangsung selama berbulan-bulan
Ulkus multipel dengan jumlah kurang dari 6 buah
Paling sering ditemukan pada palatum, tenggorokan, dorsum lidah, dan bibir
3. Ulkus herpetiformis
Diawali dengan aphtha multipel dengan ukuran pin point yang nantinya membesar
dengan bentuk irregular, Terutama terdapat pada lidah bagian ventral dan terdapat
manifestasi ekstraoral
4. Sindroma Behets
Dengan adanya riwayat ulkus berulang
5. Eritema Multiformis
Riwayat ulkus berulang pada bibir yang diawali dengan makula eritematosa berisi cairan
yang saat pecah bentuknya ireguler, meluas, dan nyeri dengan adanya cairan eksudat
serosanguinosa yang nantinya menjadi krusta
6. Ulkus Tunggal dan Multipel
Beberapa faktor yang dapat membantu tegaknya diagnosis penyakit dengan manifestasi
ulkus adalah jumlah ulkus, bentuk, ukuran, tempat, dasar, batas, dan ada atau tidaknya
nyeri. Sebuah ulkus tunggal, terutama jika bertahan selama tiga minggu atau lebih
biasanya merupakan indikasi kronis dan sering ditemui pada penyakit ganas atau infeksi
serius (misalnya tuberkulosis atau infeksi jamur).

Klasifikasi lesi ulkus secara umum di mukosa mulut:


1. Lesi Multipel Akut
a. Acute Necrotizing Ulcerative Gingivitis
b. Eritema Multiformis
c. Stomatitis Alergika
d. Stomatitis Viral Akut
e. Ulkus oral karena kemoterapi kanker
2. Ulkus Oral Rekuren
a. Recurrent Aphtous Stomatitis (RAS)
b. Sindrom Behcets
c.

Infeksi virus herpes simpleks rekuren

3. Lesi Multipel Kronik


a. Pemphigus Vulgaris
b. Pemphigus Vegetan
c. Pemphigoid Bulosa
d. Pemphigoid Sikatrik
e. Lichen Planus Bulosa Erosif
4. Ulkus Tunggal
a. Histoplamosis
b. Blastomikosis
c. Mucormikosis
d. Infeksi virus herpes simplex kronis (Scully, 2003; Sonis, 2003)

e. Gambar

Stomatitis
medikamentosa

Aphta minor

Aphta mayor
Ulkus

herpetiformis

sindrom behcets

eritema multiformis

B. Diagnosis
Ulserasi pada rongga mulut mungkin merupakan penyakit mukosa oral yang paling
sering terlihat dan serius. Pendekatan untuk diagnosis dan manajemen ulkus ditegakkan
melalui anamnesa dan pemeriksaan klinis (Scully, 2003). Durasi ulkus memegang peranan
penting sebuah biopsi hendak dilakukan. Jika onsetnya cepat, pasien patut ditanyakan
mengenai riwayat blistering sebelumnya. Pemeriksaan subjektif mengenai jumlah dan
distribusi serta keterkaitan dengan bagian tubuh yang lain perlu dilakukan. Nyeri dan
rekurensi ulkus dapat menjadi referensi dalam penegakan diagnosis. Langlais dan Miller
(2000) menambahkan mengenai riwayat alergi dan penyakit yang sedang diderita, terapi obat
terdahulu dan sekarang, riwayat terapi radiologi dan keadaan umum pasien.
Dalam kasus penyakit mulut maupun penyakit sistemik, banyak penyakit yang pada
awalnya bermanifestasi pada rongga mulut misalnya melalui ulkus mulut. Penyebab ulkus di
rongga mulut dapat bermacam-macam, misalnya trauma, agen infeksi (bakteri, virus, jamur,
mikrobakteria), penyakit sistemik (stomatitis herpetik, cacar air, HIV, sifilis, tuberculosis,
anemia, eritema multiforme, Behcets syndrome, lichen planus), drug-induced (obat-obat
sitotoksik, NSAID), kelainan darah (leukemia, neutropenia), kelainan imunologis, neoplasma

(SSC atau BCC), radioterapi, merokok, alkohol maupun kontak alergi (Scully, 2003; Sonis,
2004). Beberapa penyakit yang bermanifestasi di dalam rongga mulut sebagai ulkus kronik
antara lain, HIV, Syphilis, TBC, Squamous Cell Carcinoma, dan Deep fungal infection.
Ulkus pada rongga mulut dapat menjadi salah satu tanda dan gejala suatu penyakit,
karena terdapat berbagai penyakit yang secara klinis disertai adanya ulkus dengan durasi dan
ciri-ciri yang berbeda beda. Selain itu dengan anamnesis riwayat yang lengkap dapat
mendukung dan memperkuat penegakkan diagnosis yang tepat mengenai suatu keadaan
patologis pada rongga mulut pasien.
Pemeriksaan khusus mungkin diperlukan jika terdapat kecurigaan adanya keterlibatan
faktor sistemik ataupun malignansi. Tes darah diindikasikan untuk mengesampingkan
defisiensi atau kondisi sistemik lainnya. Pemeriksaan mikrobiologi dan serologis
diindikasikan bila etiologi mikroba dicurigai. Biopsi diindikasikan bila ulkus tunggal bertahan
lebih dari 3 minggu, terjadi indurasi, terdapat lesi di kulit lainnya ataupun terkait dengan lesi
sistemik (Scully, 2004)
D. Terapi
Tatalaksana ulkus tergantung pada penyebabnya. Penatalaksanaan lesi oral spesifik seperi
lesi ulkus/ apthae pada penderita lupus eritematosus memerlukan kombinasi terapi
kortikosteroid sistemik dengan dengan anti-metabolit seperti azathioprine (Imuran) atau
mycophenolate mofetil (CellCept) dengan cyclophosphamide. Sebagai terapi tambahan dapat
diberikan Colchidne 0,6 mg dua kali sehari, Dapsone 100-150 mg/hari, atau thalidomide 100200 mg/hari. Sedangkan untuk lesi seperti lichen planus pada diskoid lupus eritematosus
dapat diterapi dengan kombinasi obat topikal dan sistemik. Terapi topikal mengandung
kortikosteroid seperti clebetasol gel (diaplikasikan 4-5 kali sehari), dengan atau tanpa topikal
tacrolimus ointment (2-3 kali sehari). Thalidomide 100-200 mg sehari, dengan atau tanpa
hydroxychloroquine (Plaquenil) 200 mg dua kali sehari sangat efektif. Pemberian terapi
sistemik imunosupresif seperti azathioprine, mycophenolate mofetil atau leflunomide
(Arava) biasa diberikan pada kasus yang lebih berat meskipun jarang terjadi.
Penatalaksanaan lesi oral non spesifik seperti lesi herpes simplex labialis adalah dengan
mengurangi paparan obat kortikosteroid sistemik dan menggantinya dengan corticosteroidsparing drugs seperti azathioprine, mycophenolate mofetil dan cyclophosphamide yang
diberikan sejak awal (Casiglia, 2006).

You might also like