Professional Documents
Culture Documents
Disusun oleh :
TRI PUJI LESTARI
J120100038
Pendahuluan
Stroke merupakan penyebab kecacatan nomor satu bagi orang yang
selamat dari serangan stroke. WSO (Word Stroke Organisation, 2009)
menyatakan bahwa stroke adalah penyebab utama kualitas hidup yang buruk.
Stroke adalah salah satu penyakit kardiovaskuler yang mempengaruhi arteri
penting yang menuju ke otak, terjadi ketika pembuluh darah yang mengangkut
oksigen dan nutrisi menuju ke otak terblokir oleh bekuan maupun pecahan
sehingga otak tidak mendapat darah yang dibutuhkan, sehingga sel-sel otak
mengalami kematian. Akibat lanjut dari kematian jaringan otak ini dapat
menyebabkan hilangnya fungsi kendali sebuah jaringan.
Penyumbatan pada arteri serebri media yang sering terjadi menyebabkan
kelemahan otot dan spastisitas kontralaterla, serta defisit sensorik(hemianestesia)
akibat kerusakan girus lateral presentralis dan postsentralis. Kelemahan tangan
maupun kaki pada pasien stroke akan mempengaruhi kontraksi otot.
Berkurangnya kontraksi otot disebabkan karena berkurangnya suplai darah ke
otak belakang dan otak tengah, sehingga dapat menghambat hantaran jaras-jaras
utama antara otak dan medula spinalis. Kekuatan otot adalah kemampuan otot
atau group otot menghasilkan tegangan dan tenaga selama usaha maksimal baik
secara dinamis maupun statis. Pemulihan kekuatan otot masih menjadi masalah
utama yang dihadapi oleh pasien stroke yang mengalami hemiparesis. Pemulihan
fungsi ekstremitas atas lebih lambat dibandingkan dengan ekstremitas bawah
(Jyh-Geng, et al., 2005) sedangkan fungsi paling utama lengan dan tangan adalah
untuk berinteraksi dengan lingkungan (Krakauer, 2005).
Salah satu metode arus listrik yang digunakan dalam NMES dengan
menggunakan Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation (TENS). Tanggap
rangsan jaringan tubuh lebih ditentukan oleh durasi dan ampitudo stimulasi listrik
dan bukannya nama arus listrik yang digunakan. Faktor lain yang juga ikut
mempengaruhi respon jaringan ialah frekuensi, dimana pada stimulus yang
menimbulkan tanggap rangsang motorik frekuensi menentukan bentuk kontraksi
otot yaitu single brisk, parsial tetanik ataupun tetanik penuh. Frekuensi stimulus
yang diperlukan untuk menghasilkan kontraksi tetanik pada suatu kelompok otot
dikenal sebagai Critical Fusion Frequency (CFF).
Besarnya tergantung dari lokasi atau regio kelompok otot dan atau jenis
otot yang bersangkutan yaitu fasik atau tonik. Untuk otot fasik rentang CFF antara
30pps-100pps dan secara umum frekuensi pada tanggap rangsang motorik 1050Hz. Frekuensi dibagi menjadi tiga yaitu 10Hz, 30Hz dan 50Hz untuk
membandingkan pengaruh yang dihasilkan. Oleh karena itu peneliti tertarik
dengan NMES menggunakan arus TENS dengan frekuensi diatas diharapkan
mengetahui kefektifan dari tiga frekuensi tersebut dalam meningkatkan kekuatan
otot ekstensor wrist pada penderita stroke.
Landasan Teori
Stroke adalah penyakit kardiovaskuler yang mempengaruhi arteri penting
yang menuju ke otak, terjadi ketika pembuluh darah yang mengangkut oksigen
dan nutrisi menuju ke otak terblokir oleh bekuan atau pecahan sehingga otak tidak
mendapatkan darah yang dibutuhkan kemudian sel-sel otak mengalami kematian
(Rahayu, 2013). Akibat lanjut dari kematian sel otak ini dapat menyebabkan
hilangnya fungsi kendali sebuah jaringan yang di inervasi. Stroke terdiri dari tiga
stadium yaitu stadium akut, stadium recovery dan stadium residual (Kuntono,
2012). Stadium akut ditandai dengan abnormalitas tonus otot yaitu flaccid,
berlangsung antara 1 minggu sampai 3 minggu setelah serangan stroke. Kemudian
di ikuti stadium recovery berlangsung 3-6 bulan setelah serangan stroke dan
merupakan fase emas dimana perbaikan akan cepat sekali namun pada fase ini
akan muncul pola sinergi (spastik). Setelah stadium recovery di ikuti fase residual
yaitu diatas 8 bulan dan 1 tahun pasca serangan stroke. Fase residual terjadi
perubahan tonus yang abnormal yang ditandai dengan peningkatan tonus. Berupa
hypotonus dan hypertonus. Hypotonus (flaccid) : Tidak ada tahanan pada gerakan
pasif, Terasa berat bila ekstremitas diangkat, Tidak dapat mempertahankan posisi.
Hypertonus (spastik) : Terdapat tahanan terhadap gerakan pasif, besarnya tahanan
sebanding dengan kecepatan gerakan pasif yang diberikan. Otak bisa dianalogikan
dengan otot, dimana semakin diaktifkan semakin baik hasil yang diperoleh.
Neural plastisitas dapat terjadi tidak hanya pada pemulihan kemampuan motorik
melainkan juga pada kemampuan memori, penglihatan dan bicara. Neural
plastisitas dapat
2012).
Otot dalam berkontraksi untuk menghasilkan tegangan memerlukan suatu
kekuatan. Kekuatan tersebut dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu usia dan
jenis kelamin, selain faktor tersebut masih ada faktor lain yaitu faktor biomekanik,
faktor neuromuscular, faktor metabolisme dan faktor psikologis. Kekuatan otot
adalah kemampuan otot atau group otot menghasilkan tegangan dan tenaga
selama usaha maksimal baik secara dinamis maupun secara statis (Kisner, 2007).
NMES sudah lama digunakan oleh kalangan fisioterapi sebagai salah satu
cara untuk menghasilkan kontraksi otot secara buatan yang disebabkan otot atau
syaraf mengalami kelainan, gangguan, ataupun cidera. Dalam pelayanan
rehabilitasi dan fisioterapi, NMES digunakan untuk mendidik kembali fungsi otot,
membantu kontraksi otot, menguatkan otot, memelihara massa dan daya ledak
otot selama immobilisasi yang lama dan untuk mencegah terjadinya athropy dan
kelemahan otot pada pasien dengan penyakit kronis (Lake, 1992; Mackler et al,
1995; Piva et al, 2007). NMES yang diberikan selama 4 minggu dengan 3 kali
dalam satu minggu dapat meningkatkan pergerakan dan aktifasi dari otot
bertujuan untuk meningkatkan kekuatan otot (Seyri et al, 2011).
Salah satu arus listrik yang digunakan dalam NMES adalah TENS
(Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation). TENS adalah merupakan suatu
cara penggunaan energi listrik guna merangsang sistem saraf melalui permukaan
kulit (Parjoto, 2006). Jenis arus TENS untuk menghasilkan kontraksi otot
dibutuhkan fase durasi dan frekuensi yang tepat. Tanggap rangsang jaringan tubuh
lebih ditentukan oleh durasi dan ampitudo stimulasi listrik dan bukannya nama
arus listrik yang digunakan. Faktor lain yang juga ikut mempengaruhi respon
jaringan ialah frekuensi, dimana pada stimulus yang menimbulkan tanggap
rangsang motorik frekuensi menentukan bentuk kontraksi otot yaitu single brisk,
parsial tetanik ataupun tetanik penuh. Frekuensi stimulus yang diperlukan untuk
menghasilkan kontraksi tetanik pada suatu kelompok otot dikenal sebagai Critical
Fusion Frequency (CFF). Frekuensi yang menghasilkan kontraksi otot adalah 3080Hz sementara tanggap rangsang jaringan frekeunsi untuk motorik adalah 1050Hz sehingga peneliti menggunakan frekeunsi 10Hz, 30Hz, dan 50Hz. Pengaruh
fisiologis stimulasi listrik terhadap jaringan tubuh sebagai berikut: (Alon G,
1987)Tingkat jaringan : 1) Kontraksi otot rangka dan efeknya terhadap kekuatan
otot, kecepatan kontraksi serta daya tahan terhadap kelelahan, 2) Kontraksi otototot polos dan rileksasi yang berdampak pada aliran di arteri maupun vena, 3)
Regenerasi jaringan, termasuk tulang, ligamen, jaringan ikat dan kulit, 4)
Remodeling jaringan termasuk pelunakan, penguluran penurunan viskositas serta
penyerapan cairan dari rongga sendi dan rongga interstisial, 5) Perubahan suhu
jaringan dan keseimbangan kimiawi.
Adanya impuls pada motor neuron yang menyebabkan aksi potensial dapat
menimbulkan kontraksi otot disarafinya. Karena setiap otot memiliki beberapa
motor unit, dimana mengikuti hukum lengkap atau tidak sama sekali (All or none)
yang berarti hasilnya sama. Kemudian jumlah motor unit yang aktif menentukan
kekuatan kontraksi otot yang terjadi yaitu : 1) Kontraksi otot skelet terjadi oleh
karena adanya depolarisasi sel motoris yang mencapai aksi potensial sehingga
terjadi perjalanan impuls pada serabut syaraf motoris yang menimbulkan
kontraksi otot. Kontraksi otat terjadi oleh karena adanya aktifasi alpha motor
neuron pada ekstrafusal. Kontraksi ekstrafusal akan memfasilitasi gamma motor
neuron untuk mempertahankan tonus otot, sehingga selama berkontraksi tonus
otot dalam keadaan meningkat. 2) Meningkatkan kekuatan otot bahwa kontraksi
otot akibat stimulasi listrik ditentukan oleh jumlah motor unit yang terangsang
stimulasi tersebut. 3) Kemudian untuk relaksasi otot , kontraksi otot menghasilkan
metabolik dan meningkatkan enzym oksidasi dimana akam memacu vasodilatasi
pada otot yang bersangkutan, sehingga pertukaran metabolisme menjadi lancar
dan otot menjadi rileks. Adanya kontraksi yang berulang-ulang maka akan terjadi
aktifasi alpha motor neuron dan akan menghambat gamma motor neuron sehingga
otot menjadi rileks dan tonus otot menjadi terkontrol.
Metodologi Penelitian
Jenis penelitian ini adalah eksperimen dengan pendekatan metode
penelitian single-case research menggunakan desain A-B-A dan dianalisis
menggunakan statistik deskriptif hasil penelitian disajikan dalam bentuk grafik.
Hasil Penelitian
a. Pasien dengan frekuensi 10Hz atas nama Tn.G
Tabel 4.2 pengukuran dengan handgrip dinamometers satuan Kg
Tn.G
15
15
15
17,8
17,8
18
18
18
19,2
10
11
12
13
14
15
16
17
18
21,3
22,5
22,5
22,8
22,8
23
23
23
23
Ket:
Warna biru
: fase baseline A1
A1BA2
25
20
15
10hz
10
5
hari1
hari2
hari3
hari4
hari5
hari6
hari7
hari8
hari9
hari10
hari11
hari12
hari13
hari14
hari15
hari16
hari17
hari18
Dari data pasien Tn.G fase baseline A1 dalam pengukuran ke- 1-3
nilai kekuatan otot 15Kg, fase treatment mengalami peningkatan pada
pengukuran ke- 4-15 nilai kekuatan otot 17,8-23Kg dan fase baseline
A2 pada pengukuran ke 16-18 nilai kekuatan otot 23Kg.
b. Pasien dengan frekuensi 30Hz atas nama Tn.W
Tabel 4.3 pengukuran dengan handgrip dinamometers satuan Kg
Tn.W pengukuran kekuatan otot ekstensor wrist dengan handgrip dinamometers
1
15,5
15,5
15,5
15,5
15,5
15,7
15,7
16
16,5
10
11
12
13
14
15
16
17
18
17,1
17,7
18
20,5
21
21,9
21,9
21,9
21,9
Ket:
A1
A2
25
20
15
30hz
10
5
hari1
hari2
hari3
hari4
hari5
hari6
hari7
hari8
hari9
hari10
hari11
hari12
hari13
hari14
hari15
hari16
hari17
hari18
14
14
14
14
14
14,5
15
16
16,8
10
11
12
13
14
15
16
17
18
17,7
18,6
20,5
20,5
20,5
21
21
21
21
Ket:
A1
A2
25
20
15
50hz
10
5
hari1
hari2
hari3
hari4
hari5
hari6
hari7
hari8
hari9
hari10
hari11
hari12
hari13
hari14
hari15
hari16
hari17
hari18
Dari data pasien Tn.S fase baseline A1 pada pengukuran ke- 1-3
nilai kekuatan otot 14Kg, fase treatment mengalami peningkatan pada
pengukuran ke- 4-15 nilai kekuatan otot 14-21Kg dan fase baseline A2
pada pengukuran ke- 16-18 nilai kekuatan otot 21Kg.
Berikut pembahasan untuk mengetahui pengaruh frekuensi TENS
terhadap peningkatan kekuatan otot ekstensor wrist pada penderita stroke.
A1
A2
25
20
10hz
15
30hz
10
50hz
5
hari1
hari2
hari3
hari4
hari5
hari6
hari7
hari8
hari9
hari10
hari11
hari12
hari13
hari14
hari15
hari16
hari17
hari18
Kesimpulan
Berdasarkan uraian hasil analisa single-case reseacrh dengan desain A-BA dapat diambil kesimpulan :
1. Terdapat perbedaan hasil antara frekuensi 10Hz, 30Hz dan 50 Hz.
2. Frekuensi 10Hz pengukuran kekuatan otot ekstensor wrist hari 1-18
hasilnya 15-23Kg dengan presentase 34%, pasien frekuensi 30Hz
pengukuran kekuatan otot ekstensor wrist hari 1-18 hasilnya 15,521,9Kg dengan presentase 29% dan pasien dengan frekuensi 50Hz
pengukuran kekuatan otot ekstensor wrist hari 1-18 hasilnya 14-21Kg
dengan presentase 33%.
3. Dengan demikian frekuensi 10Hz nilai presentase 34% memberikan
hasil yang maksimal.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disarankan beberapa hal sebagai berikut :
1. Untuk mendapatkan hasil penelitian yang lebih baik lagi perlu
memperbanyak responden.
2. Perlu penelitian lebih lanjut untuk mendapatkan berbagai model dan
metode dalam aplikasi stimulasi listrik dalam meningkatkan kekuatan otot
pasien pasca stroke.
3. Perlu memperhatikan umur, jenis kelamin, masa stroke dan jenis stroke
untuk mendapatkan hasil penelitian yang lebih akurat dan baik.
4. Pada penelitian selanjutnya menggunakan frekuensi 50Hz untuk pasien
yang berumur muda, 30Hz untuk pasien berumur 50th sedangkan
frekuensi 10Hz untuk pasien berumur tua supaya dapat melihat perbedaan
hasil.
Daftar Pustaka