You are on page 1of 27

Laporan Kasus

ANGINA PEKTORIS TIDAK STABIL

Disusun oleh :

YENNI LISNAWATI
NIM : 1008120612

PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


BAGIAN KARDIOLOGI DAN KEDOKTERAN VASKULER
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU
RSUD ARIFIN ACHMAD
PEKANBARU
2015

Laporan Kasus

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Penyakit jantung yang disebabkan karena kelainan pembuluh darah koroner disebut
penyakit jantung koroner yang lebih dikenal dengan sindroma koroner akut. Penyakit ini
menyerang pembuluh darah yang mengalirkan darah ke jantung sehingga terjadi penyempitan
pada arteri koroner. Penyempitan arteri koroner ini terjadi akibat proses aterosklerosis atau
spasme ataupun kombinasi keduanya.1,2
Penyakit Jantung Koroner (PJK) atau penyakit kardiovaskular saat ini merupakan
salah satu penyebab utama dan pertama kematian di negara maju dan berkembang, termasuk
Indonesia. Diperkirakan bahwa diseluruh dunia, pada tahun 2020 PJK menjadi pembunuh
pertama tersering yaitu sebesar 36% dari seluruh kematian, angka ini dua kali lebih tinggi
dari angka kematian akibat kanker. Di Indonesia dilaporkan PJK (yang dikelompokkan
menjadi penyakit sistem sirkulasi) merupakan penyebab utama dan pertama dari seluruh
kematian, yakni sebesar 26,4%, angka ini empat kali lebih tinggi dari angka kematian yang
disebabkan oleh kanker (6%). Dengan kata lain, lebih kurang satu diantara empat orang yang
meninggal di Indonesia adalah akibat PJK. Berbagai faktor risiko mempunyai peran penting
timbulnya PJK mulai dari aspek metabolik, hemostasis, imunologi, infeksi, dan banyak faktor
lain yang saling terkait.3
Perkembangan terkini memperlihatkan, penyakit kardiovaskular telah menjadi suatu
epidemi global yang tidak membedakan pria maupun wanita, serta tidak mengenal batas
geografis dan sosio-ekonomis.3
Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah salah satu manifestasi klinis Penyakit Jantung
Koroner (PJK) yang utama dan paling sering mengakibatkan kematian. SKA menyebabkan
angka perawatan rumah sakit yang sangat besar dalam tahun 2003 di Pusat Jantung Nasional
dan merupakan masalah utama saat ini. SKA, merupakan PJK yang progresif dan pada
perjalanan penyakitnya, sering terjadi perubahan secara tiba-tiba dari keadaan stabil menjadi
keadaan tidak stabil atau akut. Mekanisme terjadinya SKA adalah disebabkan oleh karena
proses pengurangan pasokan oksigen akut atau subakut dari miokard, yang dipicu oleh
adanya robekan plak aterosklerotik dan berkaitan dengan adanya proses inflamasi, trombosis,
vasokonstriksi dan mikroembolisasi. Manifestasi klinis SKA dapat berupa angina pektoris
tidak stabil/APTS, Non-ST elevation myocardial infarction / NSTEMI, atau ST elevation

Laporan Kasus

myocardial infarction / STEMI. SKA merupakan suatu keadaan gawat darurat jantung dengan
manifestasi klinis berupa keluhan perasaan tidak enak atau nyeri di dada atau gejala-gejala
lain sebagai akibat iskemia miokard. Pasien APTS dan NSTEMI harus istirahat di ICCU
dengan pemantauan EKG kontinu untuk mendeteksi iskemia dan aritmia.3,4
Angina pektoris adalah nyeri dada intermitten yang disebabkan oleh iskemia
miokardium yang reversibel dan sementara. Diketahui terbagi atas tiga varian utama angina
pektoris yaitu angina pektoris tipikal (stabil), angina pektoris prinzmetal (varian) dan angina
pektoris tidak stabil.1
Di Amerika Serikat setiap tahun 1 juta pasien dirawat di Rumah Sakit karena angina
pektoris tidak stabil, dimana 6 sampai 8 persen kemudian mendapat serangan infark jantung
yang tidak fatal atau meninggal dalam satu tahun setelah diagnosis ditegakkan.5

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Laporan Kasus

2.1

Sindroma Koroner Akut (SKA)

2.1.1 Definisi
Sekumpulan keluhan dan tanda klinis yang sesuai dengan iskemia miokardium akut.
Sindroma koroner akut merupakan suatu spektrum dalam perjalanan penderita penyakit
jantung koroner (aterosklerosis koroner). SKA dapat berupa angina pektoris tidak stabil,
infark miokard dengan non-ST elevasi, infark miokard dengan ST elevasi dan atau kematian
jantung mendadak.6
2.1.2

Klasifikasi
KLASIFIKASI SINDROM KORONER AKUT

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan elektrokardiogram (EKG), dan


pemeriksaan marka jantung, Sindrom Koroner Akut dibagi menjadi: 1. Infark miokard
dengan elevasi segmen ST (STEMI: ST segment elevation myocardial infarction) 2. Infark
miokard dengan non elevasi segmen ST (NSTEMI: non ST segment elevation myocardial
infarction) 3. Angina Pektoris tidak stabil (UAP: unstable angina pectoris) Infark miokard
dengan elevasi segmen ST akut (STEMI) merupakan indikator kejadian oklusi total
pembuluh darah arteri koroner. Keadaan ini memerlukan
tindakan revaskularisasi untuk mengembalikan aliran darah dan reperfusi
miokard secepatnya; secara medikamentosa menggunakan agen fibrinolitik
atau secara mekanis, intervensi koroner perkutan primer. Diagnosis STEMI
ditegakkan jika terdapat keluhan angina pektoris akut disertai elevasi segmen
ST yang persisten di dua sadapan yang bersebelahan. Inisiasi tatalaksana
revaskularisasi tidak memerlukan menunggu hasil peningkatan marka
jantung.
PEDOMAN TATALAKSANA SINDROM KORONER AKUT 3
Diagnosis NSTEMI dan angina pektoris tidak stabil ditegakkan jika terdapat
keluhan angina pektoris akut tanpa elevasi segmen ST yang persisten di dua
sadapan yang bersebelahan. Rekaman EKG saat presentasi dapat berupa
depresi segmen ST, inversi gelombang T, gelombang T yang datar, gelombang
T pseudo-normalization, atau bahkan tanpa perubahan (Gambar 1).
Sedangkan Angina Pektoris tidak stabil dan NSTEMI dibedakan berdasarkan
kejadian infark miokard yang ditandai dengan peningkatan marka jantung.
Marka jantung yang lazim digunakan adalah Troponin I/T atau CK-MB. Bila
hasil pemeriksaan biokimia marka jantung terjadi peningkatan bermakna,
maka diagnosis menjadi Infark Miokard Akut Segmen ST Non Elevasi (Non
ST-Elevation Myocardial Infarction, NSTEMI). Pada Angina Pektoris tidak stabil
marka jantung tidak meningkat secara bermakna. Pada sindroma koroner
akut, nilai ambang untuk peningkatan CK-MB yang abnormal adalah beberapa
unit melebihi nilai normal atas (upper limits of normal, ULN).
Jika pemeriksaan EKG awal tidak menunjukkan kelainan (normal) atau
menunjukkan kelainan yang nondiagnostik sementara angina masih
berlangsung, maka pemeriksaan diulang 10-20 menit kemudian. Jika ulangan
EKG tetap menunjukkan gambaran nondiagnostik sementara keluhan angina
sangat sugestif SKA, maka pasien dipantau selama 12-24 jam. EKG diulang tiap
6 jam dan setiap terjadi angina berulang

Laporan Kasus

.2.1.3 Patofisiologi7,8

SKA merupakan salah satu bentuk manifestasi klinis dari PJK akibat utama dari
proses aterotrombosis selain stroke iskemik serta peripheral arterial disease (PAD).
Aterotrombosis merupakan suatu penyakit kronik dengan proses yang sangat komplek dan
multifaktor serta saling terkait.
Aterotrombosis terdiri dari aterosklerosis dan trombosis. Aterosklerosis merupakan
proses pembentukan plak (plak aterosklerotik) akibat akumulasi beberapa bahan seperti lipidfilled macrophages (foam cells), massive extracellular lipid dan plak fibrous yang
mengandung sel otot polos dan kolagen. Perkembangan terkini menjelaskan aterosklerosis
adalah suatu proses inflamasi/infeksi, dimana awalnya ditandai dengan adanya kelainan dini
pada lapisan endotel, pembentukan sel busa dan fatty streks, pembentukan fibrous cups dan
lesi lebih lanjut, dan proses pecahnya plak aterosklerotik yang tidak stabil.
Banyak sekali penelitian yang membuktikan bahwa inflamasi memegang peranan
penting dalam proses terjadinya aterosklerosis. Pada penyakit jantung koroner inflamasi
dimulai dari pembentukan awal plak hingga terjadinya ketidakstabilan plak yang akhirnya
mengakibatkan terjadinya ruptur plak dan trombosis pada SKA.
Perjalanan proses aterosklerosis (initiation, progression dan complication pada plak
aterosklerotik), secara bertahap berjalan dari sejak usia muda bahkan dikatakan juga sejak
usia anak-anak sudah terbentuk bercak-bercak garis lemak (fatty streaks) pada permukaan
lapis dalam pembuluh darah, dan lambat-laun pada usia tua dapat berkembang menjadi
bercak sklerosis (plak atau kerak pada pembuluh darah) sehingga terjadinya penyempitan
dan/atau penyumbatan pembuluh darah. Kalau plak tadi pecah, robek atau terjadi perdarahan
subendotel, mulailah proses trombogenik, yang menyumbat sebagian atau keseluruhan suatu
pembuluh koroner. Pada saat inilah muncul berbagai presentasi klinik seperti angina atau
infark miokard. Proses aterosklerosis ini dapat stabil, tetapi dapat juga tidak stabil atau
progresif. Konsekuensi yang dapat menyebabkan kematian adalah proses aterosklerosis yang
bersifat tidak stabil /progresif yang dikenal juga dengan SKA.

Laporan Kasus

Gambar 1. Perjalanan Proses Aterosklerosis (Initiation, Progression dan Complication)


Pada Plak Aterosklerosis
Sedangkan trombosis merupakan proses pembentukan atau adanya darah beku yang
terdapat di dalam pembuluh darah atau kavitas jantung. Ada dua macam trombosis, yaitu
trombosis arterial (trombus putih) yang ditemukan pada arteri, dimana pada trombus tersebut
ditemukan lebih banyak platelet, dan thrombosis vena (trombus merah) yang ditemukan pada
pembuluh darah vena dan mengandung lebih banyak sel darah merah dan lebih sedikit
platelet. Komponen-komponen yang berperan dalam proses trombosis adalah dinding
pembuluh darah, aliran darah dan darah sendiri yang mencakup platelet, sistem koagulasi,
sistem fibrinolitik, dan antikoagulan alamiah.
Patogenesis terkini SKA menjelaskan, SKA disebabkan oleh obstruksi dan oklusi
trombotik pembuluh darah koroner, yang disebabkan oleh plak aterosklerosis yang
vulnerable mengalami erosi, fisur, atau ruptur. Penyebab utama SKA yang dipicu oleh erosi,
fisur, atau rupturnya plak aterosklerotik adalah karena terdapatnya kondisi plak aterosklerotik
yang tidak stabil (vulnerable atherosclerotic plaques) dengan karakteristik; lipid core besar,
fibrous cups tipis, dan bahu plak (shoulder region of the plague) penuh dengan aktivitas selsel inflamasi seperti sel limfosit T dan lain-lain (Gambar 2). Tebalnya plak yang dapat dilihat
dengan persentase penyempitan pembuluh koroner pada pemeriksaan angiografi koroner
tidak berarti apa-apa selama plak tersebut dalam keadaan stabil. Dengan kata lain, risiko
terjadinya ruptur pada plak aterosklerosis bukan ditentukan oleh besarnya plak (derajat
penyempitan) tetapi oleh kerentanan (vulnerability) plak.

Laporan Kasus

Gambar 2. Karakteristik plak yang rentan/tidak stabil (vulnerable)


Erosi, fisur, atau ruptur plak aterosklerosis (yang sudah ada dalam dinding arteri
koronaria) mengeluarkan zat vasoaktif (kolagen, inti lipid, makrofag dan tissue factor) ke
dalam aliran darah, merangsang agregasi dan adhesi trombosit serta pembentukan fibrin,
membentuk trombus atau proses trombosis. Trombus yang terbentuk dapat menyebabkan
oklusi koroner total atau subtotal. Oklusi koroner berat yang terjadi akibat erosi atau ruptur
pada plak aterosklerosis yang relatif kecil akan menyebabkan angina pektoris tidak stabil dan
tidak sampai menimbulkan kematian jaringan. Trombus biasanya transien/labil dan
menyebabkan oklusi sementara yang berlangsung antara 1020 menit (Tabel 1). Bila oklusi
menyebabkan kematian jaringan tetapi dapat diatasi oleh kolateral atau lisis trombus yang
cepat (spontan atau oleh tindakan trombolisis) maka akan timbul NSTEMI (tidak merusak
seluruh lapisan miokard). Trombus yang terjadi lebih persisten dan berlangsung sampai lebih
dari 1 jam. Bila oklusi menetap dan tidak dikompesasi oleh kolateral maka keseluruhan
lapisan miokard mengalami nekrosis (Q-wave infarction), atau dikenal juga dengan STEMI.
Trombus yang terbentuk bersifat fixed dan persisten yang menyebabkan perfusi miokard
terhenti secara tiba-tiba yang berlangsung lebih dari 1 jam dan menyebabkan nekrosis
miokard transmural.
NO
1.

MANIFESTASI KLINIK SKA


ANGINA PEKTORIS TIDAK STABIL

PATOGENESIS
Pada angina pektoris tidak
stabil terjadi erosi atau fisur
pada plak aterosklerosis yang
relatif

kecil

menimbulkan
thrombus

yang

dan
oklusi
transien.

Laporan Kasus

Trombus biasanya labil dan


menyebabkan

oklusi

sementara yang berlangsung


2.

NSTEMI

antara 10-20 menit.


Pada NSTEMI kerusakan

(Non-ST Elevation Myocardial Infarction)

pada plak lebih berat dan


menimbulkan
lebih

oklusi

yang

persisten

berlangsung

dan

sampai

lebih

dari 1 jam. Pada kurang lebih


pasien NSTEMI, terjadi
oklusi

thrombus

yang

berlangsung lebih dari 1 jam,


tetapi

distal

dari

penyumbatan
koleteral.

terdapat
Trombolisis

spontan,

resolusi

vasikonstriksi dan koleteral


memegang peranan penting
dalam mencegah terjadinya
STEMI.
3.

STEMI

Pada STEMI disrupsi plak

(ST Elevation Myocardial Infarction)

terjadi pada daerah yang


lebih besar dan menyebabkan
terbentuknya trombus yang
fixed dan persisten yang
menyebabkan

perfusi

miokard terhenti secara tibatiba yang berlangsung lebih


dari

(satu)

jam

menyebabkan
miokard transmural.

dan

nekrosis

Laporan Kasus

Tabel 1 . Patogenesis Pada Berbagai Manifestasi Klinik SKA


Sekarang semakin diyakini dan lebih jelas bahwa trombosis adalah sebagai dasar
mekanisme terjadinya SKA, trombosis pada pembuluh koroner terutama disebabkan oleh
pecahnya vulnerable plak aterosklerotik akibat fibrous cups yang tadinya bersifat protektif
menjadi tipis, retak dan pecah. Fibrous cups bukan merupakan lapisan yang statik, tetapi
selalu mengalami remodeling akibat aktivitas-aktivitas metabolik, disfungsi endotel, peran
sel-sel inflamasi, gangguan matriks ekstraselular atau extra-cellular matrix (ECM) akibat
aktivitas matrix metallo proteinases (MMPs) yang menghambat pembentukan kolagen dan
aktivitas inflammatory cytokines.
Perkembangan terkini menjelaskan dan menetapkan bahwa proses inflamasi
memegang peran yang sangat menentukan dalam proses poto-biologis SKA, dimana
vulnerabilitas plak sangat ditentukan oleh proses inflamasi. Inflamasi dapat bersifat lokal
(pada plak itu sendiri) dan dapat bersifat sistemik. Inflamasi juga dapat mengganggu
keseimbangan homeostatik. Pada keadaan inflamasi terdapat peninggian konsentrasi
fibrinogen dan inhibitor aktivator plasminogen didalam sirkulasi. Inflamasi juga dapat
menyebabkan vasospasme pada pembuluh darah karena tergganggunya aliran darah.
Vasokonstriksi pembuluh darah koroner juga ikut berperan pada pathogenesis SKA.
Vasokonstriksi terjadi sebagai respon terhadap disfungsi endotel ringan dekat lesi atau
sebagai respon terhadap disrupsi plak dari lesi itu sendiri. Endotel berfungsi mengatur tonus
vaskular dengan mengeluarkan faktor relaksasi yaitu nitrit oksida (NO) yang dikenal sebagai
Endothelium Derived Relaxing Factor (EDRF), prostasiklin, dan faktor kontraksi seperti
endotelin-1, tromboksan A2, prostaglandin H2. Pada disfungsi endotel, faktor kontraksi lebih
dominan dari pada faktor relaksasi. Pada plak yang mengalami disrupsi terjadi platelet
dependent vasocontriction yang diperantarai oleh serotonin dan tromboksan A2, dan
thrombin dependent vasoconstriction diduga akibat interaksi langsung antara zat tersebut
dengan sel otot polos pembuluh darah.
3.1

Angina Pektoris Tidak Stabil

3.1.1

Definisi
Angina pektoris merupakan suatu sindrom klinis berupa serangan nyeri dada yang

khas, yaitu dada seperti ditekan benda berat, seperti ditusuk-tusuk dan nyeri sering menjalar
kelengan kiri atau kedua lengan. Nyeri timbul biasanya saat melakukan aktifitas dan dapat
menghilang saat aktifitas dihentikan, nyeri juga dapat dipicu oleh aktifitas emosional. Angina
terjadi sebagai konsekuensi dari iskemia miokardium. Faktor utama yang mempengaruhi

Laporan Kasus

konsumsi oksigen miokardium antara lain tegangan dinding sistolik, keadaan kontraktil dan
denyut jantung. Berikut adalah klasifikasi dari angina:5,9
a. Angina stabil
Nyeri dada yang dicetuskan oleh sejumlah stimulus, angina stabil hilang dengan
istirahat atau penghentian stimulus, gejala muncul karena iskemia miokardium yang
disebabkan oleh gangguan pasokan darah pada miokardium. Angina stabil gejalanya bersifat
reversibel dan tidak progresif.
b. Angina tidak stabil
Angina dengan frekuensi dan derajat keparahan yang meningkat, dengan serangan
yang lama dan hanya menghilang sebagian dengan nitrat sublingual. Riwayat penyakit
biasanya pendek (beberapa minggu) dan prognosis buruk, dengan kemungkinan bermakna
untuk berkembang menjadi infark miokardium akut atau kematian mendadak.
c. Angina prinzmetal
Angina prinzmetal adalah angina yang muncul saat istirahat dan elevasi segemen ST
pada EKG yang menandakan adanya iskemik transmural. Keadaan yang tidak biasa ini
berhubungan dengan adanya tonus arteri koroner yang bertambah, yang dengan cepat hilang
melalui pemberian nitrogliserin dan dapat diprovokasi oleh asetilkolin. Angina ini dapat
terjadi pada arteri yang strukturnya normal, pada penyakit arteri koroner campuran atau
dalam keadaan stenosis oklusif koroner berat.
3.1.2

Klasifikasi
Kriteria yang termasuk ke dalam angina pektoris tidak stabil yaitu:9

1. Pasien dengan angina yang masih baru dalam 2 bulan, dimana angina cukup berat dan
frekuensi cukup sering, lebih dari 3 kali per hari.
2. Pasien dengan angina yang makin bertambah berat, sebelumnya angina stabil, lalu
serangan angina timbul lebih sering dan lebih berat sakit dadanya, sedangkan faktor
presipitasi makin ringan.
3. Pasien dengan serangan angina pada waktu istirahat.
Tabel 2. Klasifikasi klinis angina tak stabil oleh Braunwald.
Kelas

Definisi

Kematian atau
infark miokard
dalam 1 tahun

Laporan Kasus

Severity
Kelas I

*Onset baru angina berat atau akselerasi angina; 7,3%


tidak ada nyeri saat istirahat

Kelas II

*Angina saat istirahat dalam bulan lalu tetapi 10,3%


tidak dalam 48 jam sebelum ini (angina at rest
atau subakut)

Kelas III

*Angina saat istirahat dalam 48 jam (angina at 10,8%


rest atau subakut)

Keadaan klinis
A (angina sekunder)

*Terjadi akibat adanya kelainan ekstrakardiak 14,1%


yang memperberat iskemia miokard

B (angina primer)

*Terjadi tanpa adanya kelainan ekstrakardiak

C (angina pascainfark)

*Terjadi dalam 2 minggu sesudah infark 18,6%


miokard akut

Intensitas pengobatan

*Pasien dengan angina tak stabil juga dapat


dibagi menjadi tiga kelompok tergantung pada
apakah angina tak stabil timbul (1) tanpa
pengobatan untuk angina stabil kronik, (2)
selama pengobatan untuk angina stabil kronik,
atau

(3)

meskipun

dalam

terapi

obat

antiiskemik maksimal.
Perubahan

*Pasien dengan angina tak stabil dapat dibagi

elektrokardiografis

menjadi

kelompok

dengan

atau

tanpa

perubahan gelombang ST-T transien selama


nyeri.

p = 0,057.
p < 0,001.
Sumber : Braunwald. Unstable Angina. Heart Disease. 2001;36:1233.

8,5%

Laporan Kasus

3.1.3

Epidemiologi dan faktor risiko


Di Amerika Serikat setiap tahun 1 juta pasien dirawat di Rumah Sakit karena angina

pektoris tidak stabil, dimana 6 sampai 8 persen kemudian mendapat serangan infark jantung
yang tidak fatal atau meninggal dalam satu tahun setelah diagnosis ditegakkan.5

Laporan Kasus

3.1.4

Gambaran klinis
Keluhan pasien umumnya berupa angina untuk pertama kali atau keluhan angina yang

bertambah dari biasa. Nyeri dada seperti pada angina biasa tapi lebih berat dan lebih lama,
mungkin timbul pada waktu istirahat, atau timbul karena aktivitas yang minimal. Nyeri dada
dapat disertai keluhan sesak napas, mual sampai muntah, kadang-kadang disertai keringat
dingin. Pada pemeriksaan jasmani seringkali tidak ada yang khas. Pemeriksaan fisik sewaktu
angina dapat tidak menunjukkan kelainan. Pada auskultasi dapat terdengar derap atrial atau

Laporan Kasus

ventrikel dan murmur sistolik di daerah apeks. Frekuensi denyut jantung dapat menurun,
menetap atau meningkat pada waktu serangan angina.9,10
Menurut pedoman American college of cardiology (ACC) dan American Heart
Association (AHA) perbedaan angina tak stabil dan infark tanpa elevasi segmen ST
(NSTEMI) ialah apakah iskemia yang timbul cukup berat sehingga dapat menimbulkan
kerusakan pada miokardium, sehingga adanya petanda kerusakan miokardium dapat
diperiksa. Diagnosis angina tak stabil bila pasien mempunyai keluhan iskemia sedangkan tak
ada kenaikan troponin maupun CK-MB, dengan ataupun tanpa perubahan EKG untuk
iskemia, seperti adanya depresi segmen ST ataupun elevasi yang sebentar atau adanya
gelombang T yang negative. Karena kenaikan enzim biasanya dalam waktu 12 jam, maka
pada tahap awal serangan, angina tak stabil seringkali tidak bisa dibedakan dari NSTEMI.
3.1.5

Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan berupa:9,10

Elektrokardiografi (EKG)
Gambaran EKG penderita angina pectoris tak stabil dapat berupa depresi segmen ST
disertai inversi gelombang T, elevasi segmen ST, hambatan cabang ikatan his dan tanpa
perubahan segmen ST dan gelombang T. Perubahan EKG pada UAP bersifat sementara dan
masing-masing dapat terjadi sendiri-sendiri ataupun bersamaan. Perubahan tersebut timbul di
saat serangan angina dan kembali ke gambaran normal atau awal setelah keluhan angina
hilang dalam waktu 24 jam. Bila perubahan tersebut menetap setelah 24 jam atau terjadi
elevasi gelombang Q, maka disebut sebagai IMA.
Uji latih
EKG perlu dilakukan pada waktu serangan angina, bila EKG istirahat normal, stress
test harus dilakukan dengan treadmill ataupun sepeda ergometer.
Tujuan dari stress test adalah:
a. Menilai nyeri dada apakah berasal dari jantung atau tidak
b. Menilai beratnya penyakit seperti bila kelainan terjadi pada pembuluh darah utama
akan memberi hasil positif kuat
Pada pasien yang telah stabil dengan terapi medikamentosa dan menunjukkan tanda
resiko tinggi perlu pemeriksaan exercise test dengan alat treadmill. Bila hasilnya negative
maka prognosis baik. Sedangkan bila hasilnya positif, lebih-lebih bila didapatkan depresi
segmen ST yang dalam, dianjurkan untuk dilakukan pemeriksaan angiografi koroner, untuk
menilai keadaan pembuluh koronernya apakah perlu dilakukan tindakan revaskularisasi PCI
karena resiko terjadinya komplikasi kardiovaskuler dalam waktu mendatang cukup besar.

Laporan Kasus

Ekokardiografi
Pemeriksaan ekokardiografi tidak memberikan data untuk diagnosis angina tak stabil
secara langsung. Tetapi bila tampak adanya gangguan faal ventrikel kiri, adanya insufisiensi
mitral dan abnormalitas gerakan dinding regional jantung, menandakan prognosis kurang
baik.
Foto toraks
Foto toraks biasanya normal pada pasien dengan angina. Pembesaran jantung dapat
menandakan adanya disfungsi pada organ jantung sebelumnya.
Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan troponin T atau I dan pemeriksaan CK-MB telah diterima sebagai
petanda paling penting dalam diagnosis SKA. Menurut Europian Society of Cardiology
(ESC) dan ACC dianggap ada mionekrosis bila troponin T atau I positif dalam 24 jam.
Troponin tetap positif sampai 2 minggu. Resiko kematian bertambah dengan tingkat kenaikan
troponin.
CK-MB kurang spesifik untuk diagnosis karena juga ditemukan diotot skeletal, tapi
berguna untuk diagnosis infark akut dan akan meningkat dalam beberapa jam dan kembali
normal dalam 48 jam. Pada dasarnya pengobatan pada angina pektoris bertujuan untuk
memperpanjang hidup dan memperbaiki kualitas hidup dengan mencegah serangan angina
baik secara medikal atau pembedahan.
3.1.6

Penatalaksanaan
Berdasarkan International Consensus on

Cardiopulmonary Resuscitation and

Emergency Cardiovascular Care Science With Treatment Recommendation (AHA/ACC) tahun


2010, tatalaksana SKA dibagi atas Pra Rumah Sakit (Prehospital) dan Rumah Sakit
(Hospital). Adapun algoritmanya adalah sebagai berikut:6 (Gambar 5 dan 6)
Unstable Angina Pectoris/Non ST Elevation Myocardial Infarction (UAP/NSTEMI)
Risiko Tinggi:6

Pertimbangkan strategi invasif segera apabila nyeri dada refrakter,

ST deviasi

persisten atau berulang, VT, hemodinamik tidak stabil atau terdapat tanda gagal

jantung
Mulai terapi utk SKA seperti Nitrogliserin, heparin, penyekat beta, CPG, penyekat

glycoprotein IIb/IIIa
Rawat dengan monitoring dan nilai status risiko

Laporan Kasus

SKA risiko rendah atau sedang (normal EKG atau perubahan segmen ST-T non
diagnostik):6

Lakukan pemeriksaan enzim jantung serial


Ulang EKG dan lakukan monitoring EKG kontinyu bila memungkinkan
Pertimbangkan pemeriksaan non invasif
Bila kemudian tidak ditemukan bukti iskemia atau infark dengan tes yang dilakukan,

maka pasien dapat dipulangkan dengan tindak lanjut nantinya


Terapi inisial pada SKA adalah sebagai berikut:6
1. Oksigen
Pemberian Oksigen dalam 6 jam pertama terapi
Pemberian O2 > 6 jam pada keadaan pasien dgn nyeri dada menetap atau berulang
atau hemodinamik yang tidak stabil, pasien dengan tanda bendungan paru dan pasien
dgn saturasi O2 < 90%
2. Aspirin
Diberikan 160-325 mg dikunyah (tidak ada bukti perdarahan lambung)
Penggunaan aspirin supositoria dilakukan pada pasien dgn mual, muntah atau ulkus
peptik atau gangguan pada saluran pencernaan atas
Dosis pemeliharaan 75-100 mg/hari
3. Nitrogliserin
Diberikan tablet nitrogliserin sublingual sampai 3 kali dengan interval 3-5 menit
Kontraindikasi pada TD<90mmHg atau 30mmHg lebih rendah dari pemeriksaan TD
awal, bradikardia <50x/menit atau takikardia >100x/menit tanpa adanya gagal jantung
& infark ventrikel kanan
4. Analgetik
Analgetik terpilih adalah Morfin
Diberikan jika pemberian Nitrogliserin sublingual atau semprot tidak respons
Diberikan secara IV untuk mengurangi nyeri pada SKA (Kelas IIA)
5. Clopidogrel dan antiplatelet lain
CPG (Antiagregasi platelet) bermanfaat pada pasien STEMI dan NSTEMI risiko

sedang sampai tinggi


Dosis pertama (loading dose) 300mg yang dilanjutkan dgn dosis pemeliharaan 75mg
Pasien untuk invasif terapi diberikan dosis 600mg

Laporan Kasus

Laporan Kasus

Laporan Kasus

Tindakan invasif dan pembedahan


Prinsipnya bertujuan untuk memberi darah yang lebih banyak kepada otot jantung dan
memperbaiki obstruksi arteri koroner. Ada 4 dasar jenis pembedahan:11
1.
2.
3.
4.

Ventricular aneurysmectomy: rekonstruksi terhadap kerusakan ventrikel kiri.


Coronary arteriotomy: memperbaiki langsung terhadap obstruksi arteri koroner.
Internal thoracic mammary: revaskularisasi terhadap miokard.
Coronary Artery Baypass Grafting (CABG): hasilnya cukup memuaskan dan aman
yaitu 80%-90% dapat menyembuhkan angina dan mortabilitas hanya 1% pada kasus

tanpa komplikasi.
Tindakan invasif lainnya yaitu:
1. Percutaneous transluminal coronary angioplasty (PTCA)
2. Percutaneous rotational coronary angioplasty (PCRA)
3. Laser angioplasty

BAB III
LAPORAN KASUS

Laporan Kasus

Identitas Pasien
Nama

: Tn. Anwir

Umur

: 71 tahun

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Alamat

: Kampar timur

Anamnesis
Keluhan Utama
Pasien datang dengan keluhan nyeri dada sebelah kiri sejak 14 jam SMRS.
Riwayat Penyakit Sekarang
1 tahun SMRS pasien mulai merasakan keluhan nyeri dada. Nyeri dada dirasakan saat
beraktifitas terutama setiap saat mandi. Nyeri dada timbul pada saat pasien mengambil air
dengan gayung. Nyeri seperti dihimpit benda berat. Nyeri yang dirasakan tidak menjalar.
Nyeri disertai dengan sesak napas. Nyeri yang dirasakan hilang dalam hitungan menit (5-10
menit). Nyeri berkurang setelah beristirahat. Keluhan nyeri dada dirasakan semakin sering
dan semakin berat, dahulunya nyeri dada dirasakan 2-3 kali dalam seminggu (saat
beraktifitas) dan keluhan hilang setelah 5-10 menit. Seiring waktu nyeri dada hampir
dirasakan setiap hari, terkadang 2-3 kali dalam sehari. Nyeri dada dirasakan selama 30 menit
hingga 1 jam. Nyeri dada mulai sering dirasakan saat pasien beristirahat. Pasien mengaku
pernah merasakan nyeri dada yang disertai sesak napas yang dirasakan selama 2 jam.
Karena keluhan nyeri dadanya ini pasien berulang kali berobat ke RSUD Arifin Ahmad, RS
Santa Maria dan RS Awal Bros, baik berobat jalan maupun rawat inap.
14 jam SMRS pasien merasakan nyeri dada sebelah kiri yang semakin berat. Nyeri
dirasakan seperti dihimpit benda berat dan nyeri yang dirasakan tidak menjalar. Nyeri dada
masih timbul saat pasien beristirahat. Nyeri dada dirasakan selama 2 jam. Sebelumnya
pada hari yang sama pasien mengalami nyeri dada sebanyak 2 kali dalam selang waktu 3-4
jam. Nyeri dada seperti dihimpit benda berat. Nyeri dada yang dirasakan tidak terlalu kuat
dan berlangsung selama 15-30 menit. Keluhan nyeri pada pasien disertai adanya sesak napas,
perasaan berdebar-debar dan berkeringat dingin. Mual (-), muntah (-), demam (-), bengkak
dan kebas pada ekstremitas (-). BAK dan BAB tidak ada keluhan. Namun pasien
mengeluhkan nyeri di ulu hati.
Riwayat Penyakit Dahulu

Laporan Kasus

Pasien baru mengetahui memiliki penyakit jantung 1 tahun yang lalu. Pasien tidak

rutin mengkonsumsi obat jantung.


- Hipertensi tidak ada.
- Riwayat DM tidak ada.
- Riwayat asma tidak ada.
- Riwayat maag tidak ada.
Riwayat Penyakit Keluarga
- Terdapat anggota keluarga yang mengalami keluhan yang sama yaitu ayah dan istri
pasien
- Riwayat hipertensi dalam keluarga yaitu ayah dan istri pasien
- Riwayat DM dan gagal ginjal disangkal
- Riwayat asma dan maag disangkal
Riwayat Pekerjaan, Sosial dan Ekonomi
- Pasien dulunya bekerja sebagai petani karet, namun sekarang sudah tidak.
- Pasien memiliki kebiasaan merokok 18 batang per hari selama 50 tahun dengan IB =
-

900 (berat) dan baru berhenti lebih kurang 11 bulan yang lalu.
Kebiasaan makan, pasien suka makan makanan bersantan dan berlemak.
Kebiasaan olahraga tidak ada.

Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum
Kesadaran
Tekanan darah
Nadi
Nafas
Suhu

: Tampak sakit sedang


: Komposmentis
: 140/100 mmHg
: 98 x/menit
: 24 x/menit
: 36,7 C

BB
TB
IMT

: 65 kg
: 170 cm
: 22,4

KEPALA & LEHER


Kepala
Leher

: Konjungtiva anemis (-/-) dan sklera tidak ikterik


: Tidak terdapat peningkatan JVP (5-2cmH2O) dan tidak terdapat pembesaran
KGB dileher

TORAKS
Paru :
Inspeksi

: Pergerakan dinding dada simetris

kanan dan kiri, tidak terdapat

dada yang tertinggal dan penggunaan otot bantu pernapasan (-)

bagian

Laporan Kasus

Palpasi

: Vokal Fremitus simetris kanan dan kiri

Perkusi

: Sonor pada kedua lapangan paru

Auskultasi : Suara napas vesikuler (+/+), wheezing tidak ada, ronkhi tidak ada
Jantung :
Inspeksi
Palpasi
Perkusi

:Ictus kordis tidak terlihat


:Ictus kordis tidak teraba
:Batas jantung kanan di SIK IV linea parasternal dextra
:Batas jantung kiri di SIK VI linea aksilaris anterior
Auskultasi : Bunyi jantung S1 dan S2 reguler, murmur tidak ada, gallop tidak ada
Abdomen :
Inspeksi
Auskultasi
Perkusi
Palpasi

: Perut tampak datar, venektasi tidak ada, scar tidak ada


: Bising usus (+) 12 kali/menit
: Timpani di seluruh regio abdomen, shifting dullness tidak ada
: Perut supel, tidak terdapat defans muskular, nyeri tekan pada
epigastrium(+), hepar dan lien tidak teraba

Ekstremitas :
Akral hangat
CRT < 2 detik
Udem ekstremitas tidak ada
Tampak sianosis pada kuku tidak ada
Deformitas tidak ada

PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. DARAH
WBC

: 7,6 x 103/uL

RBC

: 3,94 x 106/uL

Hb

: 11,6 g/dl

Ht

: 38,3 %

PLT

: 210 x 103/uL

GLU

: 108 mg/dl

2. ENZIM JANTUNG
MBCK
: 6 U/L
NACK
: 56 U/L
TROPONIN I : FOTO TORAKS
Cor

: CTR > 50%

Laporan Kasus

Pulmo : Corakan bronkovaskular dalam batas normal


Sudut kostofrenikus keduanya lancip
Kesan : Kardiomegali
EKG

Interpretasi EKG
Irama reguler, rate 94x/menit, aksis deviasi ke kiri, gelombang T inverted pada V1-V6, ST
depresi pada V6.
RESUME
Pasien Tn. Anwir 71 tahun. Pasien datang dengan keluhan nyeri dada sebelah kiri
sejak 14 jam SMRS. 1 tahun SMRS pasien mulai merasakan keluhan nyeri dada. Nyeri

Laporan Kasus

dada dirasakan saat beraktifitas terutama setiap saat mandi. Nyeri dada timbul pada saat
pasien mengambil air dengan gayung. Nyeri seperti dihimpit benda berat. Nyeri yang
dirasakan tidak menjalar. Nyeri disertai dengan sesak napas. Nyeri yang dirasakan hilang
dalam hitungan menit (5-10 menit). Nyeri berkurang setelah beristirahat. Keluhan nyeri dada
dirasakan semakin sering dan semakin berat, dahulunya nyeri dada dirasakan 2-3 kali dalam
seminggu (saat beraktifitas) dan keluhan hilang setelah 5-10 menit. Seiring waktu nyeri dada
hampir dirasakan setiap hari, terkadang 2-3 kali dalam sehari. Nyeri dada dirasakan selama
30 menit hingga 1 jam. Nyeri dada mulai sering dirasakan saat pasien beristirahat. Pasien
mengaku pernah merasakan nyeri dada yang disertai sesak napas yang dirasakan selama 2
jam. Karena keluhan nyeri dadanya ini pasien berulang kali berobat ke RSUD Arifin Ahmad,
RS Santa Maria dan RS Awal Bros, baik berobat jalan maupun rawat inap.
14 jam SMRS pasien merasakan nyeri dada sebelah kiri yang semakin berat. Nyeri
dirasakan seperti dihimpit benda berat dan nyeri yang dirasakan tidak menjalar. Nyeri dada
masih timbul saat pasien beristirahat. Nyeri dada dirasakan selama 2 jam. Sebelumnya
pada hari yang sama pasien mengalami nyeri dada sebanyak 2 kali dalam selang waktu 3-4
jam. Nyeri dada seperti dihimpit benda berat. Nyeri dada yang dirasakan tidak terlalu kuat
dan berlangsung selama 15-30 menit. Keluhan nyeri pada pasien disertai adanya sesak napas,
perasaan berdebar-debar dan berkeringat dingin. Mual (-), muntah (-), demam (-), bengkak
dan kebas pada ekstremitas (-). BAK dan BAB tidak ada keluhan. Namun pasien
mengeluhkan nyeri di ulu hati. Pasien memiliki kebiasaan merokok dan minum alkohol
ketika muda. Pasien juga memiliki kebiasaan suka makan makanan berlemak dan bersantan.
Pasien mengaku tidak pernah olahraga.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan TD 140/100 mmHg, nadi 98x/menit, napas
24x/menit, pemeriksaan jantung didapat kardiomegali dan pada pemeriksaan abdomen
didapat

nyeri tekan epigastrium positif. Tidak terdapat peningkatan enzim jantung.

Pemeriksaan foto toraks didapat kardiomegali dan dari pemeriksaan EKG didapat kesan UAP
dd NSTEMI.
DIAGNOSA : Angina pektoris tidak stabil (UAP)
Dispepsia
DD

: NSTEMI

PENATALAKSANAAN
Non farmakologis

Laporan Kasus

- Pasien bed rest


- Posisi pasien semifowler
- Pemberian O2 nassal canul 3L/menit
Farmakologis
- IVFD RL 20 tpm
- Aspilet 1x160 mg
- ISDN 3x5 mg
- Lovenox 2x0,4 cc (sc)
- Clopidogrel 1x75 mg
- Atorvastatin 1x40 mg
- Inj. Ranitidin 2x1 amp

FOLLOW UP
Tanggal

10/03/2015 Nyeri dada

Komposmentis

UAP

O2 nassal canul 3L/menit


IVFD RL 20 tpm
Aspilet 1x80 mg
ISDN 3x5 mg
Lovenox 2x0,4 cc (sc)
Clopidogrel 1x75 mg
Simvastatin 1x20 mg
Ranitidin 2x1 tab
Alprazolam 1x0,5 mg

UAP

O2 nassal canul 3L/menit


IVFD RL 20 tpm
Aspilet 1x80 mg
ISDN 3x5 mg
Lovenox 2x0,4 cc (sc)
Clopidogrel 1x75 mg
Simvastatin 1x20 mg

berkurang,
Sesak napas

T: 120/70 mmHg

berkurang,
Badan masih

N: 84x/menit

terasa lemah,
Demam (-),
BAK & BAB

S: 36,5 C
P: 22 x/menit

lancar,
Nafsu makan
(+),
Agak sulit tidur
11/03/2015 Nyeri dada (-),
Sesak napas (-),
Demam (-),
BAK & BAB

Komposmentis
T: 110/70 mmHg

lancar,
Nafsu makan

N: 80x/menit

(+).

S: 36,3 C
P: 20 x/menit

Laporan Kasus

BAB IV
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
didapatkan bahwa pasien mengalami angina pektoris tidak stabil dan dispepsia. Diagnosis
angina pektoris tidak stabil ditegakkan berdasarkan keluhan yang dialami pasien yaitu nyeri
dada semakin memberat, lebih sering, timbul ketika pasien sedang beristirahat, dimana
sebelumnya nyeri dada dirasakan timbul ketika pasien melakukan aktifitas berat dan hilang
ketika pasien beristirahat. Hal ini sesuai dengan salah satu kriteria angina tak stabil yaitu
angina yang semakin bertambah berat, sebelumnya didahului oleh angina stabil, lalu serangan
angina timbul lebih sering dan lebih berat sakit dadanya, sedangkan faktor presipitasi makin
ringan. Dispepsia ditegakkan berdasarkan keluhan yang dialami pasien yaitu terdapat nyeri
ulu hati dan pada pemeriksaan fisik abdomen didapatkan nyeri tekan pada epigastrium yang
positif.
Dari anamnesis didapatkan pasien mempunyai riwayat merokok, jarang berolahraga
dan sering mengkonsumsi makanan berlemak dan bersantan. Hal Ini merupakan salah satu
faktor risiko yang dapat menyebabkan terbentuknya plak di arteri koroner. Dari pemeriksaan
EKG, didapatkan gambaran T inverted di V1-V6 dan ST depresi di V6. Adanya gambaran T
inverted tanpa ST elevasi, maka diagnosa pasien kemungkinan UAP atau

NSTEMI.

Pemeriksaan petanda biokimia jantung diperlukan untuk membedakan keduanya. Pada pasien
ditemukan kadar TPI (-) sehingga diagnosa NSTEMI dapat disingkirkan.

Laporan Kasus

DAFTAR PUSTAKA
1. Anwar, T. Bahri. Penyakit jantung koroner dan hipertensi. Medan: USU; 2004.
2. Hamm CW, Bertrand M, Brauwald E. Acute coronary syndrome without ST elevation:
implementation of new guidelines. Lancet 2001; 358:1533-8.
3. Departemen Kesehatan RI. Profil Kesehatan Indonesia 2001: Menuju Indonesia Sehat
2010. Jakarta, 2002.
4. MIMS Cardiovascular Guide. Indonesia 2003/2004. MediMedia Asia Pte Ltd 2003.
World Health Organization. World Health Report 2002: Reducing Risk, Promoting
Healthy Life. Geneva, 2002.
5. Trisnohadi, Hanafi B. 2006. Angina pectoris tak stabil dalam Aru W.S, Bambang S,
Idrus A (Editor). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi IV Penerbit FK UI
2006. Jakarta. P.1606-8.
6. Karo-Karo S, Rahajoe AU, Sulistyo S, Kosasih A. Buku panduan kursus bantuan
hidup tantung lanjut ACLS (Advanced Cardiac Life Support). Ed 2013. Jakarta:
Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI). 2013
7. Maarten L Simoons, Eric Boersma, Coen van der Zwan, Jaap W Deckers. The
Challenge Of Acute Coronary Syndromes. Lancet 1999; 353 (suppl II):1-4.
8. Libby, P. Current Concepts Of The Pathogenesis Of The Acute Coronary Syndromes.
Circulation 2001;104:365-372.
9. Rahman AM. Angina pektoris stabil. Dalam: Sudoyo AW, Setiohadi B, Alwi I,
Simadibrata M (Editor). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi IV Penerbit
FK UI 2006. Jakarta: P.1611.
10. Hamm, Christian W; Bassand, Jean-Pierre; Agewall, Stefan and et al. ESC Guidelines
for the management of acute coronary syndromes in patients presenting without
persistent

ST-segment

elevation,

2011.

Avalaible

http://www.escardio.org/guidelines-surveys/esc-guidelines/Pages/ACS-non-STsegment-elevation.aspx
11. Anwar TB. Nyeri dada. Universitas Sumatera Utara: e-USU Repository; 2004.

from:

You might also like